Kebangkitan Asia, Tidak Termasuk RRT

Shi Shan

Pada akhir November, ajang Piala Dunia resmi digelar di Qatar. Awalnya penulis memperkirakan, peristiwa di Tiongkok mungkin akan sunyi senyap selama beberapa waktu, karena semua orang akan fokus menyaksikan pertandingan bola. 

Ternyata tidak demikian, selain tidak sunyi, berbagai kejadian kebakaran dan ledakan, kerusuhan di pabrik, semakin menjadi-jadi. Kebakaran besar di Anyang Provinsi Henan dan Urumqi Uighur/Xin Jiang, ledakan besar di Taiyuan Provinsi Shanxi, di Foxconn – Zhengzhou kembali terjadi kerusuhan, lockdown di Guangdong, Shenzhen, Shanghai, Urumqi dan Beijing semakin memuncak, ajang Piala Dunia sama sekali tidak mampu meredakannya.

Jika dikatakan sepak bola Asia telah bangkit, mungkin masih terlalu dini, namun jika dikatakan tengah bangkit, mungkin sudah tidak terlalu jauh. Sayangnya, sekali lagi, dalam proses bangkitnya Asia secara keseluruhan, tidak terdapat Kesebelasan dari Tiongkok. Tim mereka bermain terlalu buruk, sehingga gagal masuk ke dalam pekan final Piala Dunia.

Hingga saat ini, walaupun Iran kalah, namun Iran cukup sensasional. Setidaknya mendapat penghormatan yang sangat besar dari penulis. Ini bukan karena permainan Iran melawan Inggris sangat menonjol, melainkan karena sikap para pemainnya yang manusiawi dan berani.

Senin lalu, sebelum pertandingan melawan Inggris, timnas sepak bola Iran tetap diam saat lagu kebangsaan dikumandangkan, setelah mencetak gol, juga tidak meneriakkan yel-yel selebrasi, ini adalah bungkamnya para atlet Iran selama dua bulan terakhir ini, sebagai semacam wujud aksi protes terhadap tindakan pemerintah Iran yang telah menekan rakyat Iran.

 Bintang sepak bola Iran yang paling terkenal yakni Sardar Azmoun yang bermain di Bundesliga Jerman, ia beberapa kali menyampaikan sikapnya lewat akun media sosialnya. Dia mengganti foto profil akun medsos-nya dengan warna hitam, sebagai wujud solidaritas terhadap aksi unjuk rasa di dalam negeri, “Saya berharap agar wanita Iran selamanya tidak mengalami penderitaan yang sama”, “Para wanita Iran yang berani, semoga suatu hari seluruh dunia akan menghormati kalian”.

 Azmoun sama sekali tidak takut atas tindakannya itu, “Kondisi terburuk adalah saya akan dipecat oleh timnas, dan bila dipecat saya tidak akan protes, karena saya bersedia berkorban apa saja demi sehelai rambut wanita Iran.”

Kepada wartawan media massa ia berkata, “Pandangan saya telah saya sampaikan, paling-paling mereka akan memecat saya dari timnas.” Pemerintah Iran tidak mengusirnya. Pelatih timnas sepak bola pria WN Portugal Carlos Queiroz minggu lalu berkata pada wartawan, “Selama diizinkan dalam peraturan Piala Dunia, dan sesuai dengan semangat sportivitas”, pemain bola diperbolehkan unjuk rasa secara bebas.

Sebelum pertandingan melawan Inggris, pelatih mereka mengatakan, setiap atlet memiliki kebebasan untuk menyampaikan pandangannya. Kapten timnas Iran Ehsan Hajisafi pun secara terbuka menyampaikan kepada media massa, “Kami harus menerima fakta ini, bahwa kondisi di negara kami sedang tidak benar, rakyat negara kami juga tidak bahagia.”

“Kami datang kesini, tapi ini bukan berarti kami tidak boleh menjadi suara mereka, atau kami tidak boleh menghormati mereka.”

September tahun ini, wanita suku Kurdi yang bernama Mahsa Amini (22), ditahan oleh “Polisi Syariah” karena dituduh telah melanggar undang-undang pemakaian hijab, beberapa jam kemudian Amini dinyatakan meninggal dunia, peristiwa itu pun menjadi sumbu pemicu aksi unjuk rasa di seantero Iran. Dalam dua bulan ini, aksi unjuk rasa pun telah berubah menjadi gerakan menuntut digulingkannya negara otokratis teokrasi Republik Islam Iran.

Senin (21/11) di podium penonton, sejumlah penggemar sepak bola Iran justru menyanyikan lagu nasional Iran sebelum revolusi, seorang penonton menjunjung papan bertuliskan “Jin! Jiyan! Azadi!” (Perempuan! Hidup! Kebebasan!, red.), terdengar pula sejumlah suporter Iran menyerukan slogan “tidak ada kehormatan”, ini adalah slogan yang digunakan demonstran Iran untuk mengutuk rezim Iran dan pasukan keamanannya.

Menurut penuturan ormas HAM, setelah dua bulan aksi unjuk rasa dan tekanan keras dari penguasa, maka sebanyak 15.000 orang di berbagai kota di Iran telah ditangkap, ratusan orang dinyatakan telah tewas.

Sejumlah tokoh terkenal Iran, termasuk musisi, seniman, dan wartawan telah mendukung para demonstran, termasuk artis terkenal Iran yakni Hengameh Ghaziani (52), pada akun Instagramnya dia membuat pernyataan, mengutuk pemerintah yang telah menekan kawula muda yang berunjuk rasa, dia juga telah mengunggah cuplikan rekaman unjuk rasa, akibatnya beberapa jam kemudian dia ditangkap oleh pasukan keamanan Iran.

Seorang artis terkenal lainnya yakni Katayoun Riahi (60) juga telah membuka hijabnya secara terbuka di akun Instagram-nya, serta secara terbuka menyatakan dirinya menentang undang-undang yang mewajibkan mengenakan hijab. Menurut berita, pasukan keamanan telah menangkapnya di sebuah vilanya yang berlokasi di Qazvin yang terletak di barat laut Teheran.

Berita menyebutkan, Iran telah menangkap sebanyak lebih dari dua ratus orang seniman yang menentang pemerintah dan mendukung para demonstran, para seniman antara lain terdiri dari para artis, musisi, pelukis dan lain sebagainya. Juga termasuk seniman muda, seperti penyanyi terkenal Iran yakni Toomaj Salehi, ia banyak menciptakan dan menyanyikan lagu yang mendukung para demonstran, setelah ditangkap Salehi ditahan di penjara Teheran hingga kini.

Syahdan sebutan Iran di zaman dulu kala adalah Persia, ia merupakan salah satu peradaban tertua di dunia, puing-puing peradabannya yang dapat ditelusuri hingga periode awal, bahkan jauh lebih tua daripada Tiongkok. Bangsa Iran merupakan kaum Aryan, sangat erat hubungannya dengan bangsa Aryan yang dulu menyerang India, Iran juga merupakan perbatasan antara bangsa Aryan dengan bangsa Semit. Di abad pertengahan, bencana terbesar Iran berasal dari Timur, pada saat pasukan kavaleri Kekaisaran Mongol menguasai kawasan Persia, jumlah populasi Iran telah musnah sekitar sembilan puluh persen, sistem pengairan Persia pada dasarnya telah dihancurkan, pertaniannya mengalami serangan yang menghancurkan.

Seusai PD-I, Dinasti Pahlavi berdiri di Iran, dan mendorong modernisasi Iran. Semasa PD-II, walau Iran bersikap netral, tetapi karena bersimpati terhadap Jerman, maka Iran telah diduduki oleh Inggris, Amerika, dan Uni Soviet. Pada Desember 1943, Inggris-AS-Uni Soviet berunding di Teheran, Iran, sebagai kelanjutan dari Konferensi Kairo, ketiga negara tersebut menetapkan kesepakatan internal pasca perang. Pemimpin Republik Tiongkok masa itu yakni Chiang Kai Shek sempat ke Kairo, namun tidak dilibatkan di Teheran, tentu saja ia merasa tidak puas atas keputusan tiga negara tersebut yang menghindari Republik Tiongkok dalam memutuskan tatanan Asia Timur pasca perang.

Pasca perang Raja Iran Mohammad Reza Pahlavi memilih Amerika Serikat, dan menjadi salah satu negara di Timur Tengah yang paling pro AS masa itu. Pada era 1970-an abad lalu, Iran pernah menjadi negara yang paling sekular di Timur Tengah, karena kaya akan minyak bumi, sekaligus Iran juga menjadi negara yang paling makmur perekonomiannya. Tetapi sama seperti proses modernisasi banyak negara yang terbelakang lainnya, waktu itu kalangan birokrasi Iran penuh dengan korupsi, sistem pemerintahannya juga sangat otoriter, polisi dan Dinas Keamanan memiliki kekuasaan yang sangat besar.

Hubungan antara Iran dengan AS juga sangat unik. Minyak bumi Iran pada dasarnya dieksplorasi oleh BP, perusahaan minyak asal Inggris. Namun pasca PD-II, Iran melakukan nasionalisasi industri minyak bumi, lalu menyerahkan hak pengelolaannya kepada perusahaan AS, karena mereka lebih percaya pada AS, terutama Raja Pahlavi.

Di era 1970-an abad lalu terjadi kerusuhan di dalam negeri Iran, Pahlavi memilih untuk melarikan diri ke Mesir, setelah itu sempat mengasingkan diri di banyak negara. Kemudian ia pergi berobat ke Amerika Serikat karena mengidap kanker, akibatnya kaum revolusioner Islam di Iran sangat tidak senang, dan menuntut AS untuk mengekstradisi Pahlavi kembali ke Iran, tapi AS tidak mengindahkannya, lalu Korps Pengawal Revolusi Islam Iran pun menguasai kantor Kedubes AS untuk Iran, dengan menahan 66 orang warga negara maupun pejabat diplomatik AS. Pihak AS lantas membalas dengan kekuatan penuh, pada 1980 hubungan diplomatik kedua negara itu terputus, dan AS membekukan aset Iran sebesar USD 8 miliar dolar.

Faktanya, dalam krisis ini AS bukan sepenuhnya tidak bersalah. Wilayah Iran berbatasan langsung dengan Uni Soviet, menghadang jalan Uni Soviet di utara memasuki kawasan Samudera Hindia sangatlah penting bagi AS. Semasa berkuasa Pahlavi memberlakukan sistem tirani tangan besi di Iran, badan intelijen AS tak hanya mendukungnya melawan komunisme, CIA juga mendukungnya memberantas kaum oposisi di dalam negeri, pada banyak kasus penindasan HAM, warga Iran menganggapnya terkait erat dengan CIA.

Krisis penyanderaan ini berawal dari 4 November 1979, dan terus berlangsung hingga 20 Januari 1981, memakan waktu selama 444 hari. Hubungan kedua negara sejak saat itu saling bermusuhan, dan terus memburuk. Bagi pihak AS, krisis penyanderaan di Iran adalah menyakitkan, ibaratnya sebilah pisau yang menghunjam di punggung AS setelah usainya Perang Vietnam. Hingga kini, AS dan Iran masih belum memulihkan hubungan diplomatik mereka.

Pada saat penulis berada di London, pernah mengenal seorang rekan pekerja asal Iran, kata-kata yang paling sering diucapkannya adalah, “Dia tidak berani macam-macam dengan saya, saya orang Iran.” Maksudnya adalah Iran luar biasa keras, bila ada dendam pasti dibalas, jadi jangan macam-macam dengan orang Iran. Penulis tidak tahu orang Iran pada umumnya apakah seperti itu, tapi pekerja itu memang benar-benar seperti itu. Penulis pikir, dulu AS mendukung rezim Pahlavi, banyak orang Iran mengingat hal itu, dendam itu masih saja tak terlupakan hingga sekarang, mungkin itu juga penyebabnya.

Dulu Pahlavi diusir dari Iran karena Revolusi Putih, salah satu alasannya, karena Presiden AS Carter mencabut segala dukungan baginya, karena Pahlavi telah melanggar HAM. Tetapi orang Iran tidak peduli semua itu. Pahlavi sangat marah akan hal itu, dimana-mana ia selalu mengatakan “orang Amerika telah mengkhianati aku”. Semua ini adalah bagian dari sejarah yang menarik.

Mungkin suatu kebetulan, pada 1979 meletus Revolusi Iran, AS dan Iran memutus hubungan diplomatik, sejak saat itu Iran menempuh jalan tertutup, memutar balik proses modernisasi yang dilakukan Raja Pahlavi selama dua generasi. Sedangkan pada tahun itu pula AS membangun hubungan diplomatik dengan RRT, dan PKT dengan menjalankan reformasi keterbukaan mulai meninggalkan Garis Mao Zedong. Sekarang, rakyat Iran bangkit untuk melawan, dan berharap dapat memutar haluan negara, dari sebuah masyarakat tertutup teokrasi Islam untuk kembali ke pemerintahan terbuka, sementara RRT, justru dari reformasi keterbukaan kembali ke pemerintahan tertutup, apakah ini berarti dunia saat ini telah berada di titik krusial terjadinya “titik balik” itu?

Kembali ke Piala Dunia, walaupun Iran kalah dalam pertandingan, tapi atlet sepak bola Iran telah menyampaikan kegigihan sifat kemanusiaannya, inilah yang membuat saya menaruh rasa hormat. Sedangkan negara Asia lainnya, termasuk dalam proses kebangkitan sepak bolanya, tapi tidak termasuk Tiongkok yang dikuasai oleh PKT. Dalam sejarah umat manusia, bangkitnya suatu bangsa dan suatu negara, berawal dari bangkitnya semangat bangsa itu, dan bukan diawali dari kebangkitan secara materi. PKT menempuh jalur yang terbalik, mereka menindas semangat kebebasan rakyat Tiongkok, tetapi memimpikan dapat “bangkit”, ini benar-benar hanya mimpi di siang bolong. (sud)