‘Cendekiawan Pro Penyatuan Taiwan’ Li Yi : 140 Juta Orang Mati Demi Merebut Kembali Taiwan Itu Urusan Kecil Bagi Tiongkok

 oleh Li Ming

Li Yi, seorang “Cendekiawan pro-penyatuan Taiwan dengan kekerasan” dari Partai Komunis Tiongkok baru-baru ini kembali mengeluarkan ucapan diluar nalar. Ia mengatakan bahwa demi penyatuan Taiwan, mengorbankan 140 juta orang warga Tiongkok adalah urusan kecil. Pernyataan itu menimbulkan kegemparan di Weibo. Netizen Tiongkok ramai-ramai mencela Li Yi sebagai orang yang tidak waras dan menyarankan lewat kolom komentar agar dia dan keluarganya yang terlebih dahulu dikirim ke garis depan medan perang.

Li Yi, “cendekiawan edan” dari PKT yang sering berbicara diluar nalar, baru-baru ini kembali mengungkapkan lewat saluran Youtube-nya “Li Yi Melihat Dunia”, bahwa tentu saja lebih baik jika penyatuan Taiwan dengan tidak mengorbankan satu nyawa pun, tetapi segala hal perlu didasarkan pada ilmu sosial dan bukti.

Dia kemudian melanjutkan dengan mengklaim bahwa Perang Saudara di Amerika Serikat dalam 3 tahun menewaskan 730.000 orang tentara. Jika warga sipil juga dimasukkan dalam hitungan, maka jumlah korban bisa mencapai 3 juta jiwa. Menggunakan ini sebagai referensi, “Jadi jika 140 juta orang warga Tiongkok harus tewas demi tujuan penyatuan Provinsi Taiwan, ini adalah normal, sebenarnya tidak terlalu banyak”, katanya. “Ukuran ini dalam sejarah manusia termasuk tidak berarti”.

 

“140 juta orang mati demi penyatuan Taiwan dengan kekerasan adalah urusan kecil bagi Tiongkok”. (video screenshot).

Lagi-lagi Li Yi melanjutkan ucapan edannya dengan mengatakan : “Saya pikir (penduduk Tiongkok) ada 1,4 miliar, dan tentu saja sejumlah besar dari mereka sudah ada persiapan mental, sudah siap menghadapi terjadinya korban tewas sebesar 70 juta atau 140 juta jiwa. Atau melalui sedikit pengarahan (dari pihak berwenang Tiongkok), sehingga semua pemuda (Tiongkok) setuju bahwa untuk menyatukan Taiwan, Republik Rakyat Tiongkok harus mengorbankan 140 juta atau 70 juta jiwa penduduknya”.

Setelah ada netizen Tiongkok yang memposting ucapan Li Yi dan video terkait ke media “Weibo”, maka terjadilah kegemparan di antara netizen Tiongkok. Di kolom komentar, para netizen hampir sepihak mencela dan mengecam Li Yi dengan tulisan antara lain : “Gila”, “Pernyataan ini sudah menjurus ke anti-kemanusiaan”, “Yang mau silakan ikut, saya menolak”, “Orang tersebut pakar gadungan, penghianat negara”.

Ada netizen meninggalkan pesan berbunyi : “Kirim saja pembual besar itu ke garis depan medan perang biar merasakan”.

Netizen lain menulis : “Baiklah, jika perang itu terjadi, Biar Li Yi berserta seluruh keluarganya yang terlebih dahulu berangkat (ke medan pertempuran)”.

Netizen lain menulis : “Li Yi soal korban tewas yang terjadi sewaktu Perang Saudara Amerika itu secara serius melanggar fakta sejarah, ia mengacaukan jumlah ‘korban tewas dan luka-luka’ dengan jumlah ‘korban tewas’ “

Ada netizen mengomentari : “Apakah harus melalui berperang ? Bisakah (otoritas Tiongkok) meningkatkan kesejahteraan 1,4 miliar warga Tiongkok, agar hidup seluruh penduduk lebih bahagia, berhenti mengkhawatirkan hidup. Jangan-jangan para penguasa di seberang selat (Taiwan) pun bertekuk lutut tanpa perlawanan, bahkan mungkin saja penguasa di Annan (wilayah di utara Vietnam di era Dinasti Tang), Goryeo (Korea), Siam (Thailand), mereka pun tak segan-segan datang untuk menyembah dan membayar upeti…”

Pada Oktober 2020, PKT secara resmi mengumumkan tentang korban meninggal warga Tiongkok akibat COVID-19 yang 4.000 orang. Saat itu, Li Yi dalam pidatonya di sebuah forum mengatakan, bahwa dengan jumlah (penduduk) yang lebih dari satu miliar orang di Tiongkok, “Meninggalnya 4.000 orang sama saja dengan tidak ada yang meninggal”. Gara-gara ucapannya itu, ia pun menuai kecaman para netizen di Tiongkok.

Pada April 2019, Li Yi pernah ikut rombongan tamasya ke Taiwan dan berpartisipasi dalam parade “Satu Negara Dua Sistem” yang diselenggarakan oleh organisasi pro-komunis “Dewan untuk Promosi Penyatuan”. Akhirnya ia dimasukkan ke dalam daftar persona non grata oleh Kementerian Dalam Negeri Taiwan, kemudian dideportasi ke Hong Kong. Saat itu, Eksekutif Yuan Taiwan menyatakan bahwa Li Yi adalah pemegang kartu hijau Amerika Serikat. (sin)