Biden Gunakan “Otoritas Kepresidenan” untuk Pertama Kalinya Memberikan Paket Bantuan Militer Senilai Rp 5,2 Triliun ke Taiwan

oleh Luo Tingting

Amerika Serikat mengumumkan pada 28 Juli bahwa mereka akan memberikan bantuan militer sebesar US$345 juta atau Rp 5,2 Triliun kepada Taiwan. Ini adalah pertama kalinya pemerintahan Biden menggunakan wewenang Kepresidenan menggelontorkan persenjataan dari persediaan AS untuk membantu Taiwan.

Gedung Putih mengumumkan bahwa paket bantuan militer mencakup bantuan pertahanan, pendidikan, dan pelatihan Taiwan.  Washington akan menyediakan sistem pertahanan udara portabel, kemampuan intelijen dan pengintaian, senjata dan rudal, kata dua pejabat AS kepada The Associated Press.

Juru bicara Pentagon Letnan Kolonel Martin Meiners mengatakan pada konferensi pers di Brisbane, Australia, bahwa bantuan itu termasuk “mengatasi inventaris pertahanan kritis, kesadaran multi-ranah, kemampuan anti-peluru kendali dan anti-pesawat” untuk Meningkatkan kemampuan diri Taiwan saat ini dan di masa mendatang yang dapat digunakan untuk membangun dan memperkuat pencegahan.

Perbedaan dari bantuan militer ini adalah bahwa ini adalah pertama kalinya AS menggunakan “Otoritas  Presiden” untuk memberikan bantuan militer kepada Taiwan.

Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional yang disahkan oleh Kongres AS tahun lalu menetapkan bahwa AS diharuskan untuk membantu Taiwan membangun “Regional Response Arsenal”. Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan AS akan menghabiskan tidak lebih dari 100 juta dolar AS per tahun dari tahun 2023 hingga 2032 untuk memelihara persenjataan ini.

Pada saat yang sama, AS akan memberikan bantuan keuangan militer tahunan sebesar US$2 miliar kepada Taiwan. Presiden AS juga dapat menggunakan “Otoritas  Presiden” untuk menarik “kelebihan pasokan pertahanan” senilai $1 miliar dari Departemen Pertahanan AS untuk Taiwan, tanpa persetujuan kongres lebih lanjut. Hal ini akan memberikan Taiwan persenjataan dan peralatan dengan lebih cepat.

Wakil Menteri Pertahanan AS Kathleen Hicks sebelumnya mengatakan kepada Associated Press bahwa mengizinkan Taiwan untuk memiliki persediaan senjata sebelum serangan dimulai adalah pelajaran yang diambil AS dari invasi Rusia ke Ukraina.

Hicks mengatakan bahwa jika terjadi konflik di Selat Taiwan, akan menjadi sulit untuk menyediakan pasokan ke Taiwan karena Taiwan adalah sebuah pulau.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan bahwa ia bermaksud untuk menggunakan semua otorisasi  untuk mendukung kemampuan pertahanan militer Taiwan.

Namun, perang Rusia-Ukraina telah menantang kemampuan militer perusahaan-perusahaan AS. AS telah mengakui hampir $ 1,9 miliar dalam penjualan militer ke Taiwan, termasuk penundaan pengiriman jet tempur F-16 dan sistem persenjataan utama lainnya.

Untuk mengatasi masalah ini, sebuah kelompok yang terdiri dari 25 kontraktor pertahanan AS mengunjungi Taiwan pada  Mei untuk membahas produksi bersama pesawat tak berawak dan amunisi untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Taiwan terhadap ancaman Tiongkok.

Selain itu, 27 Juli malam, Senat Amerika Serikat memberikan suara 86-11 untuk meloloskan Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2024, yang akan membentuk program pelatihan komprehensif untuk militer Taiwan.

Roger Wicker, Senator dari Partai Republik, mengatakan kepada Voice of America bahwa RUU tersebut mengambil langkah-langkah penting untuk melakukan investasi signifikan dalam memperkuat kekuatan angkatan laut, kemampuan amunisi, dan basis industri yang dibutuhkan AS pada saat ini, sekaligus memperkuat inovasi pertahanan melalui reformasi pengadaan dan investasi dalam penelitian teknologi tinggi.

“Sekali lagi, Kongres memiliki kesempatan untuk mengirimkan sinyal yang jelas dan tegas kepada Tiongkok dan Rusia bahwa kami berkomitmen kuat pada agenda ‘perdamaian melalui solidaritas’,” ujar Wicker Wicker.

Pemungutan suara Senat dilakukan dua minggu setelah Dewan Perwakilan Rakyat memberikan suara untuk menyetujui Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional versi DPR untuk Tahun Fiskal 2024.

Kedua kamar harus berkoordinasi serta menyepakati teks, kemudian mengirimkannya ke masing-masing kamar untuk pemungutan suara sebelum dikirim ke presiden untuk ditandatangani dan dilaksanakan. (Hui)