Sudut Pandang “Teori Evolusi” Bab 1d : Teori Evolusi adalah Hipotesa yang Belum Terbukti (5)

5.2 Eksperimen Ilmiah Yang Bertentangan Antara Fakta dan Harapan

Sebenarnya generasi penerus bukan tidak berusaha membuktikan “hipotesa evolusi” Darwin itu, sebaliknya, para ilmuwan justru telah menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk membuktikannya, berbagai jenis eksperimen telah dilakukan, berupaya menemukan pembuktian itu, tapi hasilnya sia-sia, dan harus diakhiri dengan kegagalan.

5.2.1 Eksperimen Flask Yang Diragukan

Prasyarat hipotesa pertama dari teori evolusi adalah, kehidupan awalnya berasal dari materi anorganik yang “berevolusi” menjadi molekul biomakro. Di era 1940-an abad ke-20, ahli biologi dan kimia kelas pertama banyak yang mencurahkan seluruh kemampuannya meneliti protein.

Pada 1953, ahli kimia dan biologi AS yakn Stanley L. Miller telah menciptakan asam amino³² dan berbagai zat penting yang dibutuhkan kehidupan dari materi anorganik³¹, dan dianggap sebagai bukti ilmiah penting yang bisa mendukung teori bahwa kehidupan merupakan hasil evolusi secara perlahan dari materi anorganik.

Waktu itu Miller adalah mahasiswa pascasarjana di University of Chicago. Ia mensimulasi komposisi atmosfir permukaan primitif sebelum munculnya kehidupan, dalam sebuah flask dimasukkan gas yang restoratif seperti Hidrogen (H₂), Metana (CH4) dan Amonia (NH3), serta uap air. Setelah flask ditutup rapat lalu ditancapkan dua elektroda, dan setelah dialiri listrik dapat menimbulkan percikan listrik. Tujuh hari kemudian, dari dalam flask itu ia mengumpulkan sejumlah zat organik, dan ternyata di antaranya adalah beberapa jenis asam amino. Hasil eksperimennya telah menggemparkan kalangan ilmiah. Karena protein terbentuk dari asam amino, dengan adanya asam amino, munculnya protein atau kehidupan hampir bisa dipastikan segera terwujud.

Tangan kiri dan kanan manusia, sepertinya sama, tapi struktur tiga dimensinya tidak bertumpukan. (foto edit ET)

Metode eksperimen yang digunakan Miller dan beberapa orang lain, memanfaatkan energi yang berbeda, seperti sinar ultraviolet, suhu tinggi, gelombang kejut dan lain-lain, dari gas restoratif itu dihasilkan zat organik penting dalam basa nukleotida di tubuh mahluk hidup seperti asam amino, glukosa, ribosa, dan asam nukleat.

Tapi eksperimen Miller tidak seperti yang dibayangkan oleh banyak orang telah membuka awal mula penciptaan kehidupan; sebaliknya, terhadap kondisi dan makna eksperimen mereka itu, semakin lama telah dikemukakan semakin banyak keraguan³³.

Keraguan dan tantangan pertama adalah, karakter atmosfer primer yang sesungguhnya sulit dipastikan, oleh sebab itu reaksi kimia yang terobservasi di dalam kondisi eksperimen yang diasumsikan Miller dan para ilmuwan lainnya apakah benar pernah terjadi pada atmosfer primer yang sebenarnya, tidak bisa dipastikan. Pada masa Miller melakukan eksperimen, awalnya masyarakat beranggapan atmosfer primer bersifat restoratif, dan tidak terdapat oksigen. Literatur melaporkan di zaman purba (3,8 milyar hingga 2,5 milyar tahun silam) lapisan atmosfer bumi mungkin sangat kekurangan oksigen, tekanan parsial oksigen atmosfer pada masa itu dianggap hanya 10-12 dari konsentrasi oksigen pada lapisan atmosfer bumi saat ini³⁴.

Maka dari itu, yang digunakan oleh Miller dan kawan-kawan adalah kondisi reaksi gas restoratif yang hampir tidak ada unsur oksigennya, dengan demikian asam amino yang terbentuk dapat dijamin lebih stabil, dan tidak mudah terurai. Jika ada oksigen, asam amino tidak mudah terbentuk, atau mudah terurai setelah terbentuk.

Akan tetapi topik mengenai apakah oksigen terdapat di lapisan atmosfer bumi pada masa lampau yang jauh, telah menjadi fokus perdebatan kalangan akademisi selama ini. Pada 1982 ada akademisi yang memperkirakan konsentrasi oksigen, rentang variasinya berkisar antara 10-14 hingga 10-1 ³⁶ dari atmosfer sekarang, ini menandakan kandungan oksigen sangat tidak stabil.

Artikel di Journal of Molecular Evolution 1985 berpendapat, pada masa lampau di bumi terdapat banyak sekali uap air, dan air pada lapisan atas atmosfer mengalami fotodisosiasi menghasilkan oksigen³⁷. Sementara artikel di Canadian Journal of Earth Sciences berpendapat, ditemukannya lapisan merah (red bed)³⁸ pada lapisan sedimen paling awal di bumi, telah menunjukkan adanya oksigen di bumi pada masa lampau.

Jika lapisan atmosfer bumi pada masa lampau mengandung oksigen, maka komposisi gas dalam eksperimen Miller dan kawan-kawan tidak dapat merefleksikan kondisi bumi di masa lampau, itu berarti pembuktikan hasil eksperimen tersebut terhadap “hipotesa evolusi” yang beranggapan “kehidupan primitif dihasilkan dari materi anorganik” efeknya sangat kecil sehingga bisa diabaikan.

Keraguan kedua adalah, terkait dengan struktur tiga dimensi biomolekul. Seperti kita manusia memiliki tangan kiri dan kanan, biomolekulnya meskipun terlihat sama, tapi struktur tiga dimensi mereka tidak sepenuhnya sama, ini yang disebut “kiralitas”. Kita dapat menggunakan metode “cermin” untuk mengumpamakan “kiralitas” molekul. Dua macam kiralitas sebuah molekul biasanya ditandai dengan “tangan kanan” (simbol D) atau “tangan kiri” (simbol L), yang masing-masing mewakili molekul kiral kanan dan kiri.

Protein pada hampir semua mahluk hidup di bumi hanya memiliki L-Arginine³⁹, atau levorotasi (L), sedangkan dekstorotasi (D) hampir bisa diabaikan. Asam amino yang diperoleh Miller dan kawan-kawan adalah L dan D masing-masing setengah⁴⁰. Dengan kata lain, setengah dari asam amino yang dihasilkan Miller tidak berfungsi. Tadinya tidak stabil, bahkan setengahnya tidak bisa digunakan, maka probabilitas akan terbentuknya biomolekul atau zat organik yang bermakna dari kombinasi acak spontan materi anorganik di tengah alam ini akan menjadi amat sangat kecil.

Molekul di dunia biologi seperti tangan kiri dan kanan manusia, sepertinya sama, tapi struktur tiga dimensinya tidak bisa bertumpukan. (foto edit ET)

Dengan prinsip serupa, nukleotida di antara organisme di alam hanya memiliki D-Ribosa, menurut pengetahuan umum dalam sistesis kimia, hasil sintesis di laboratorium adalah kiri dan kanan masing-masing setengah⁴¹, maka wujud keberadaan Ribosa pada organisme di alam tidak mungkin dijelaskan dengan hasil eksperimen sintesis acak, asal usul kehidupan jauh lebih rumit daripada yang kita bayangkan.

Keraguan ketiga, makro molekul organisme, seperti informasi rumit tertentu yang terkandung dalam protein, tidak bisa dihasilkan dengan kombinasi spontan, dan tidak mungkin menghasilkan makro molekul organisme, sel, bahkan kehidupan, yang teramat rumit namun teratur lewat kombinasi atau tabrakan secara acak⁴².

Contohnya, empat jenis nukleotida yang membentuk DNA tidak akan terbentuk secara alami di tengah alam ini. Nukleotida yang dihasilkan lewat eksperimen adalah campuran dari isomer L (kiri) dan D (kanan). Karena DNA hanya terbentuk dari isomer D, oleh sebab itu probabilitas ribuan jenis isomer D tertentu menjadi semakin jauh. Walaupun terdapat mode mengatur diri, probabilitas munculnya gen yang mengandung 250 nukleotida rantai pendek adalah satu banding 10150 sampai 1070.

Ahli kimia teoritis Inggris yang pernah mengajar di University of Oxford, California Institute of Technology, dan juga University of Chicago yakni Leslie Eleazer Orgel (1927-2007) pada 1994 menuliskan pada majalah Scientific American: “Protein dan asam nukleat yang rumit strukturnya tidak mungkin dihasilkan secara spontan pada satu tempat yang sama secara bersamaan, tapi keduanya adalah syarat mutlak untuk menghasilkan kehidupan. Oleh sebab itu mau tidak mau manusia harus menyimpulkan: sebenarnya kehidupan selamanya tidak mungkin berasal dari metode kimia⁴³.”

Ahli biologi molekuler Selandia Baru bernama Prof. Dr. Michael Denton (1943- ) pada 1985 menerbitkan buku berjudul “Evolution: A Theory in Crisis” menuliskan komentar: “Sebelum kehidupan berawal, keberadaan sup (primordial) adalah syarat mutlak munculnya evolusi kehidupan di bumi, tapi walaupun telah ditemukan bukti kuat adanya sup ini, pertanyaan tentang asal usul kehidupan masih jauh dari terjawab. Yang paling sulit dari pertanyaan tentang asal usul kehidupan bukan pada asal usul sup itu, melainkan pada berbagai tahap dari sup menjadi sel, dalam hal komponen dasar, asam amino, gula dan zat organik sederhana lainnya yang digunakan untuk membentuk sel masih terdapat (celah) diskontinuitas sangat besar dengan sistem kehidupan yang paling sederhana yang sudah diketahui.⁴⁴” (Sud/whs)

Referensi

31. Miller SL. A production of amino acids under possible primitive earth conditions. Science 1953;117:528–529.

https://www.science.org/doi/10.1126/science.117.3046.528; https://sci-hub.st/10.1126/science.117.3046.528

32. Miller, S. L., Urey, H. C., & Oró, J. (1976). Origin of organic compounds on the primitive earth and in meteorites. Journal of molecular evolution, 9(1), 59–72.

https://doi.org/10.1007/BF01796123; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1007/BF01796123

33. Joseph A. Kuhn (2012) Dissecting Darwinism, Baylor University Medical Center Proceedings, 25:1, 41-47, DOI: 10.1080/08998280.2012.11928781;

https://sci-hub.st/10.1080/08998280.2012.11928781

34. Towe, K. Aerobic respiration in the Archaean?. Nature 348, 54–56 (1990).

https://doi.org/10.1038/348054a0; https://sci-hub.st/https://www.nature.com/articles/348054a0

35. Towe, K. M. (1978). Early Precambrian oxygen: A case against photosynthesis. Nature, 274(5672), 657-661.

https://doi.org/10.1038/274657a0; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1038/274657a0

36. Levine J. S. (1982). The photochemistry of the paleoatmosphere. Journal of molecular evolution, 18(3), 161–172.

https://doi.org/10.1007/BF01733042;  https://sci-hub.st/https://link.springer.com/article/10.1007/BF01733042

37. Scherer, S. Could life have arisen in the primitive atmosphere?. J Mol Evol 22, 91–94 (1985).

https://doi.org/10.1007/BF02105809; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1007/BF02105809

38. Erich Dimroth and Michael M. Kimberley. 1976. Precambrian atmospheric oxygen: evidence in the sedimentary distributions of carbon, sulfur, uranium, and iron. Canadian Journal of Earth Sciences. 13(9): 1161-1185.

https://doi.org/10.1139/e76-119; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1139/e76-119

39. NORDEN, B. Was photoresolution of amino acids the origin of optical activity in life?. Nature 266, 567–568 (1977).

https://doi.org/10.1038/266567a0; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1038/266567a0.

40. Feng, L. (2022). Nebula-Relay Hypothesis: The Chirality of Biological Molecules in Molecular Clouds. Frontiers in Astronomy and Space Sciences, 9.

https://doi.org/10.3389/fspas.2022.794067.

41. McCombs, C. 2004. Evolution Hopes You Don’t Know Chemistry: The Problem with Chirality. Acts & Facts. 33 (5).

https://www.icr.org/article/evolution-hopes-you-dont-know-chemistry-problem-wi

42. Joseph A. Kuhn (2012) Dissecting Darwinism, Baylor University Medical Center Proceedings, 25:1, 41-47, DOI: 10.1080/08998280.2012.11928781;

https://sci-hub.st/10.1080/08998280.2012.11928781

43. Orgel, L. E. (1994). The Origin of Life on the Earth. Scientific American, 271(4), 76-83.

https://www.jstor.org/stable/24942872

44. Dr. Michael Denton, Evolution: A Theory in Crisis, Published by Adler & Adler, Distributed by Woodbine House,1985, p. 263.

https://archive.org/details/evolutiontheoryi0000dent/page/n5/mode/2up(complete version);

https://alta3b.com/wp-content/uploads/2016/09/crisis1.pdf(This is not a complete version)