Tercatat 12.000 Anak Bawah Umur di Tiongkok Dijatuhi Hukuman Pada Kuartal Pertama, Naik 78% YOY

 oleh Xia Song

Tingkat kejahatan di kalangan anak bawah umur di Tiongkok sangat mengejutkan. Data terbaru yang dilaporkan otoritas berwenang Tiongkok menunjukkan, bahwa pada kuartal pertama tahun ini saja ada 12.000 orang anak bawah umur di Tiongkok yang dijatuhi hukuman pengadilan karena melakukan kejahatan. Jumlah tersebut telah meningkat sebesar 77,67% YoY.  Sementara yang digolongkan kejahatan tingkat berat jumlahnya mencapai 3,12% terhitung 3,12% dari total jumlah kejahatan di Tiongkok, dan tingkat hukuman beratnya mencapai 8,50%.

Pada 22 April, Mahkamah Agung Tiongkok merilis data tentang jumlah persidangan pada kuartal pertama tahun 2024. Data menunjukkan, kasus pidana di Tiongkok yang telah melalui persidangan pertama berjumlah 289.000 kasus atau mengalami kenaikan sebesar 8,32% YoY.

Selama periode ini, 374.000 orang terdakwa telah dijatuhi hukuman, jumlah tersebut telah meningkat sebesar 14% YoY. Di antaranya 12.000 orang penjahat yang dijatuhi hukuman masih tergolong anak di bawah umur, jumlah tersebut juga meningkat sebesar 77,67% YoY.

Tingginya angka kejahatan remaja kembali menimbulkan kekhawatiran masyarakat.

Investor, blogger keuangan, dan influencer Weibo “Liu Ruidong” menulis : “Sulit dipercaya bahwa angka pertumbuhan begitu besar”.

Blogger video dan influencer Weibo “Yelei Xinlei” mengatakan : “Orang tua adalah guru pertama bagi anak-anak. Ketika mereka sangat membutuhkan disiplin dan bimbingan nilai, orang tua mereka tidak ada di samping (karena tuntutan mencari nafkah), hal tersebut yang menyebabkan anak berbuat salah … menghilangnya anak di bawah umur dan bersikap melawan norma, selain membutuhkan ketatnya hukum, tetapi juga kepedulian terhadap masyarakat, kehangatan kekeluargaan dan bimbingan lewat pendidikan. Sambil menganalisis dan menelaah masa lalu, kita juga harus menatap masa depan dan menggunakan pikiran yang luas dan kekayaan kebijaksanaan untuk membangun lingkungan yang mendukung. Lingkungan sosial untuk pertumbuhan generasi muda yang sehat”.

Akhir-akhir ini, serangkaian kejahatan remaja telah mengejutkan masyarakat di Tiongkok, banyak di antaranya berkaitan dengan anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka karena tuntutan mencari nafkah.

Misalnya, pada 10 Maret tahun ini, Wang Ziyao, seorang siswa tahun pertama sekolah menengah pertama di Distrik Feixiang, Kota Handan, Provinsi Hebei, disiksa, dibunuh dan dikuburkan oleh tiga teman sekelasnya yang seumuran dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Hal ini sempat mengejutkan masyarakat Tiongkok. Di bawah tekanan kuat dari opini publik, Kejaksaan Agung Tiongkok terpaksa memutuskan untuk menyetujui penuntutan terhadap ketiga orang tersangka kriminal yang masing-asing bermarga Zhang, Li dan Ma.

Ini adalah kasus kedua di Tiongkok dalam sebulan di mana anak di bawah umur 14 tahun telah disetujui untuk  dibawa ke depan meja hijau. Kasus kejahatan remaja pertama yang disetujui penuntutannya oleh Kejaksaan Agung Tiongkok adalah kasus pembunuhan secara brutal seorang gadis tetangga berusia 8 tahun yang dilakukan oleh seorang remaja pria berusia 13 tahun di Gansu. 

Kasus-kasus di atas semuanya melibatkan anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka karena desakan ekonomi. Anak tertinggal merupakan fenomena unik di daratan Tiongkok. Karena salah satu atau kedua orang tuanya terpaksa meninggalkan kampung halaman untuk mencari nafkah, anak-anak tersebut ditinggal di kampung halaman atau ditampung oleh kerabat mereka di pedesaan, dan tinggal terpisah dari orang tuanya dalam waktu yang lama. 

Dilihat dari situasi di mana sebagian besar anak-anak tertinggal saat ini, mereka yang terpisah dari orang tuanya dan dibesarkan oleh kakek atau nenek pada dasarnya kurang mendapatkan pendidikan karakter. Apa lagi jika kakek atau nenek yang dititipi anak-anak di bawah umur itu dalam kondisi sakit-sakitan, mungkin saja untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan pun sudah sulit, bagaimana mereka bisa memberikan konseling saat anak bawah umur tersebut membutuhkan.

Artikel tersebut mempertanyakan, apakah jutaan orang tua dari anak-anak yang ditinggalkan tidak mau menyekolahkan anaknya di kota tempat mereka bekerja ? Coba tanyakan saja kepada Komisi Pendidikan Kota Beijing, Komisi Pendidikan Kota Shanghai, Komisi Pendidikan Kota Guangzhou, atau bahkan tanyakan kepada Komisi Pendidikan Kota Shijiazhuang, ibu kota Provinsi Hebei, apakah anak-anak pekerja migran dapat mendaftar di kota-kota tersebut tanpa syarat dan masuk sekolah menengah atas. ujian masuk tanpa perbedaan ?

Jawabannya adalah tidak mungkin. Anak-anak tidak diperkenankan sekolah di luar daerahnya.

Menurut data resmi Partai Komunis Tiongkok pada tahun 2016, 70% tindak kriminal di Tiongkok adalah anak remaja, dan 70% nya dilakukan anak-anak yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka. (sin)