Di Kuil Lingyin Menyambut Tamu Negara, Apa Sebenarnya Kepercayaan Xi?

Wang You’qun

Pada 22 September pagi hari, Presiden Suriah Bashar al-Assad yang diundang untuk menghadiri upacara pembukaan Asian Games di Hangzhou, dengan membawa serta istri dan anaknya telah berwisata ke kuil Buddha yang terkenal di Hangzhou yakni Kuil Lingyin. 

Dalam rangka menyambut rombongan tamu undangan, Kuil Lingyin telah membuat dua pengecualian: Pertama, membuka pintu gerbang utamanya yang telah bertahun-tahun tertutup rapat; kedua, membentangkan karpet merah yang sangat panjang di gerbang utama tersebut.

Menurut penjelasan, sebelumnya orang terakhir yang masuk ke Kuil Lingyin melalui pintu gerbang utama itu adalah Kaisar Kangxi (Memerintah: 1661 – 1722) sang penguasa Dinasti Qing. Suatu ketika Kaisar Kangxi menyamar sebagai rakyat biasa berkunjung ke Kuil Lingyin, waktu itu langit telah gelap, kepala biara tidak mengenali sang kaisar, jadi ia tidak diperkenankan masuk melalui gerbang utama. Kangxi tidak mempermasalahkannya, dan ia pun masuk dari pintu samping. Tetapi setelah kaisar masuk dibuatlah peraturan baru: Sejak saat itu, siapapun tidak boleh masuk melalui gerbang utama. Kali ini kunjungan Bashar al-Assad ke Kuil Lingyin, telah mendobrak tradisi kuil tersebut yang telah dipertahankan sekitar 3 abad lamanya.

Kuil Lingyin, atau disebut juga Kuil ‘Chan’ (Bahasa Jepang: Kuil ‘Zen’, red.) Lingyin, terletak di sisi barat laut Danau Xihu Kota Hangzhou, di kaki Gunung Lingyin antara Puncak: Feilai Feng dan Beigao Feng, merupakan kuil Buddha tertua, juga merupakan salah satu dari sepuluh kuil kuno terbesar di Tiongkok.

Kuil Lingyin dibangun pada 326 Masehi pada masa pemerintahan Dinasti Jin Timur (266-420 M) dan hingga kini telah memiliki sejarah lebih dari 1.670 tahun. Ketika seorang bhikkhu India yang bernama Huili datang ke Tiongkok untuk menyebarkan agama, karena pemandangan di tempat ini terasa sangat sakral, dan ia merasakan tempat ini “tempat berdiamnya para dewa”, maka dibangunlah kuil disini, yang diberi nama “Lingyin” yang bila diartikan bermakna “kuil tempat retret jiwa”. Pada periode Lima Dinasti (907 – 960), Raja Qian Chu dari Kerajaan Wuyue menganut agama Buddha, sang raja sangat memperhatikan pembangunan kuil. Waktu itu pembangunan kuil telah mencapai skala memiliki 9 lantai, 18 paviliun, 77 ruang suci, serta dapat menampung 3.000 orang bhikkhu, menjadikannya sebagai kuil ternama agama Buddha di wilayah Selatan (dari Sungai Yangtse). Menurut legenda, Bhikkhu Ji Gong (baca: ci kung, red.) menjadi biarawan di kuil ini.

Memasuki Kuil Lingyin, yang menyambut pandangan mata adalah budaya agama Buddha atau jejak budaya Tionghoa warisan dewa, langsung membuat pengunjung teringat akan Kaisar Kangxi, Kaisar Qianlong, teringat akan agama Buddha, aliran Chan (Zen), teringat akan Bhikkhu Ji Gong yang memiliki kemampuan supernatural dan lain sebagainya.

Pada 22 September sore hari, Xi Jinping menemui Assad di West Lake State Guest House yang berjarak sekitar 6 km dari Kuil Lingyin.

Ada suatu ungkapan masyarakat kuno yang mengatakan, “Di langit ada surga, di dunia ada Suzhou dan Hangzhou”. Hangzhou memiliki banyak sekali destinasi wisata terkenal. Mengapa Xi Jinping memilih Kuil Lingyin sebagai tempat yang dikunjungi oleh Assad? Ini bukan perkara biasa.

Xi Jinping selaku pemimpin PKT yang menganut ateisme, akan tetapi, pikiran manusia memang sangat rumit, tidak sesederhana hitam dan putih saja, apa sebenarnya kepercayaan Xi Jinping? Hal ini patut dibahas.

1. Percaya Dewa dan Buddha?

Bicara soal kepercayaan, perlu dibahas soal kepercayaan yang dianut ayah Xi Jinping yakni Xi Zhongxun. Xi bisa seperti hari ini, ada kaitan langsung dengan pengaturan yang diniati oleh ayahnya Xi Zhongxun kala itu. Setelah lulus dari Tsinghua University, Xi Jinping ditempatkan sebagai sekretaris untuk Sekjend Komisi Militer Pusat pada masa itu yakni Geng Biao, kemudian dimutasikan menjadi Sekkab Kabupaten Zhengding Provinsi Hebei, setelah itu dimutaskan lagi ke Provinsi Fujian, semua pengaturan itu ada kaitannya dengan Xi Zhongxun.

Xi Zhongxun adalah salah seorang sesepuh PKT. Di era Mao Zedong, pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri dewan negara merangkap sebagai sekretaris jenderal; di era Deng Xiaoping, ia pernah menjabat sebagai anggota Biro Politik Komite Pusat PKT dan Wakil Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional.

Seumur hidupnya Xi Zhongxun pernah dianiaya sebanyak tiga kali: Pertama pada 1935, di saat PKT melakukan “gerakan menekan para kontrarevolusioner” dan dirinya hampir saja dikubur hidup-hidup; kedua pada 1962, karena sebuah buku novel berjudul “Biography of Liu Zhidan”, dirinya dicap sebagai gembong anti partai, dan sejak saat itu ia ditindas selama 16 tahun; ketiga pada 1990, karena berani menyinggung kekuasaan absolut Deng Xiaoping, dengan alasan “sakit” Deng Xiaoping mengurangi 2 tahun 5 bulan masa jabatannya sebagai Wakil ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional lebih awal, dan “diasingkan” di Kota Shenzhen.

Xi Jinping meninggalkan warisan kepada putra putrinya, termasuk kata-kata: Hormati Buddha, dukunglah Qigong (baca: chikung, secara umum sebutan untuk ilmu senam pernapasan/meditasi, red.), “Memberikan pertolongan pada orang yang sangat membutuhkan adalah keinginanku”, dan lain sebagainya.

Waktu itu, ketika Xi Zhongxun masih berkuasa di Provinsi Guangdong, pernah mengabaikan semua komentar miring dengan melakukan satu hal yang mengharukan kalangan umat Buddha di Tiongkok, yakni memulihkan serta kembali melakukan sembahyang bagi tubuh sejati (jasad yang tidak membusuk tanpa proses pengawetan, red.) milik Patriark keenam aliran Zen yakni Bhikhu Huineng (meninggal pada 713 Masehi, 1.310 tahun silam, red.).

Berkat pengaruh sang ayah, di dalam hati sanubari Xi Jinping mungkin percaya pada Buddha.

2. Percaya Takdir?

Menurut pemimpin redaksi surat kabar The Epoch Times yakni Guo Jun, pada saat Xi bertugas di Provinsi Fujian, pernah ada seorang arif bijaksana meramalkan, di masa mendatang dirinya akan memangku jabatan besar (sebagai pemimpin tertinggi PKT). Sejak saat itu Xi Jinping senantiasa sangat low profile, serta selalu berhati-hati dalam perkataan dan perilaku, karena takut terjadi kesalahan yang mungkin dapat merusak karirnya.

Kala itu, di kalangan putra mahkota partai (Taizidang, atau Princeling, red.), kemungkinan ada dua orang calon yang akan menjadi penerus takhta: Pertama adalah Xi Jinping, yang kedua adalah Bo Xilai. Pada akhirnya Bo kalah pada Xi, alasan utamanya adalah karena Bo terlalu menonjolkan diri, terlalu buat heboh, dan terlalu arogan. 

Dalam Kongres Nasional ke-18 pada November 2012, ternyata benar Xi Jinping menjadi penerus takhta Sekjend PKT Pusat, sekaligus sebagai Ketua Komisi Militer Pusat; pada Maret tahun berikutnya dalam suatu rapat Kongres Rakyat Nasional ke-12, Xi Jinping dilantik sebagai kepala negara RRT.

Ramalan orang arif bijaksana waktu itu ternyata menjadi kenyataan. Oleh sebab itu Xi mungkin menjadi semakin percaya bahwa sudah menjadi suratan takdir dirinya akan bercokol di Zhongnanhai (pusat perkantoran dan kediaman para petinggi top PKT, red.).

3. Percaya Pada Vena Naga?

Sejak zaman dulu kala, para penguasa Tiongkok sangat mementingkan perlindungan terhadap vena atau urat nadi naga, mereka beranggapan bahwa vena naga berkaitan erat dengan kehidupan kaisar/raja dan nasib imperium. Bila vena naga eksis, maka usia penguasa akan panjang, dan kerajaan akan tentram.

Dalam sejarah, Pegunungan Qinling (dibaca: chin ling) disebut juga Gunung Nanshan. Sejak zaman dulu kala, rakyat Tiongkok menganggap Gunung Nanshan sebagai rumah bagi Dewa Langit dan Dewa Tanah. Master Fengshui zaman dulu, memandang Gunung Nanshan sebagai vena naga, mereka berpendapat, di kaki Gunung Nanshan adalah tempat yang paling cocok untuk didiami oleh para raja. Tanpa keberuntungan dan perlindungan dari vena naga ini, maka tidak akan ada kota Xi’an yang pernah menjadi ibukota bagi 13 dinasti.

Setelah Xi menjabat, sampai tahun 2014, ada orang yang melaporkan kepada Xi, di Pegunungan Qinling telah dibangun banyak sekali vila ilegal, yang menyebabkan kerusakan lingkungan di pegunungan tersebut. Xi langsung menginstruksikan: Bongkar semua vila ilegal itu. Tapi waktu itu Sekprov Shaanxi dijabat oleh Zhao Zhengyong, yang sama sekali tidak mengindahkan instruksi Xi Jinping, ia memerintahkan bawahannya agar sembarangan mengisi angka, lalu dilaporkan ke Zhongnanhai untuk mempermainkan Xi. Mengapa?

Zhao Zhengyong adalah antek dari kubu Jiang. Di saat Jiang Zemin masih menjabat sebagai Sekjend PKT Pusat dan Zeng Qinghong masih menjabat sebagai Menteri Departemen Organisasi, Zhao Zhengyong yang tadinya adalah Sekretaris Komite Politik Hukum Provinsi Anhui merangkap Kepala Biro Keamanan Publik dimutasi menjadi anggota tetap Komite Provinsi Shaanxi merangkap Sekretaris Komite Politik dan Hukum Provinsi; setelah itu, berkat dukungan penuh Jiang dan juga Zeng, Zhao Zhengyong dipromosikan menjadi Gubernur Provinsi Shaanxi merangkap Sekretaris Komite Partai Provinsi.

Pada 2014, bertepatan dengan momentum krusial dimana Xi merebut kekuasaan tertinggi dari tangan Jiang dan Zeng lewat gerakan pemberantasan korupsi. Waktu itu pertikaian antara Xi dengan Jiang dan Zeng sangat sengit. Selama berfokus dalam pemberantasan korupsi, Xi Jinping terus memelototi vila ilegal di Pegunungan Qinling itu. Dari 2014 hingga 2018, Xi telah enam kali berturut-turut memberikan instruksi bahwa harus menggusur vila ilegal di Pegunungan Qinling.

Pada Juli 2018, setelah memberikan instruksi untuk keenam kalinya, secara khusus Xi mengutus Wakil Sekretaris Komisi Inspeksi Kedisiplinan Pusat yakni Xu Lingyi sebagai ketua tim kerja rektifikasi khusus pusat, pergi ke Provinsi Shaanxi mengawasi secara langsung situasi dan kondisi di lokasi. HIngga saat itulah Sekretaris Provinsi Shaanxi yakni Hu Heping baru benar-benar bertindak, dengan menggusur sebanyak 1.185 unit vila ilegal. Xi tidak hanya memerintahkan penggusuran terhadap 1.185 unit vila illegal itu saja, ia juga memberhentikan dan memeriksa banyak pejabat Komite Provinsi Shaanxi dan Komite Kota Xi’an yang “tidak mengindahkan perintahnya”.

Mantan Sekretaris Komite Partai Provinsi Shaanxi yakni Zhao Zhengyong, divonis hukuman mati dengan tuduhan menerima suap, dengan pelaksanaan ditunda dua tahun. Hukuman mati itu kemudian diperingan menjadi hukuman penjara seumur hidup, dan tidak boleh mendapat pengurangan masa tahanan atau dijamin dengan pembebasan bersyarat. Semua ini berasal dari anggapan Xi bahwa titik vital dari pembangunan vila ilegal adalah ada orang yang hendak merusak vena naga, dan merusak masa depan Xi. Sekretaris Komite Partai Provinsi Shaanxi yakni Hu Heping, tadinya dianggap merupakan orang kepercayaan Xi, tapi karena tidak becus melindungi vena naga, maka dimutasi menjadi Menteri Kebudayaan dan Wisata.

Pada 24 April 2020, Xi secara khusus mengunjungi Pegunungan Qinling di Provinsi Shaanxi. Kepada rombongannya Xi berkata, “Pegunungan Qinling menghubungan utara selatan, mensejahterakan manusia, ini adalah menara air (daerah resapan) pusat negara kita, dan merupakan simbol penting urat nadi leluhur dan kebudayaan Tiongkok.”

4. Percaya Ramalan?

Setelah Maret 2023, media massa dalam dan luar negeri mengabarkan Xi Jinping telah “membuang” para petinggi Angkatan Roket (AR) dengan dalih memberantas korupsi.

Mengapa para pemimpin AR mendadak dilanda musibah? Dikabarkan ada kaitannya dengan ramalan yang dipercayai oleh Xi Jinping.

The Epoch Times memperoleh informasi dari saluran yang dapat diandalkan yang mengatakan: “Xi Jinping benar-benar percaya pada ramalan, dan dibayangi oleh kematian. Dalam ramalan itu terdapat ilustrasi sosok yang membentang busur siap menembakkan anak panah, ia merasa gambar dimaksud berpadanan dengan roket (zaman kini), maka Angkatan Roket pun dipreteli dan ditangkap. Inilah alasan yang paling utama.” Dari ramalan tersebut bisa dilihat, di dalam tubuh AR mungkin saja ada yang berniat melakukan kudeta.

5. Percaya Marx & Lenin?

Ideologi panutan PKT adalah Marxisme-Leninisme. Pada Kongres Nasional ke-19 PKT, Wang Hu’ning dari faksi Jiang yang ditempatkan di sisi Xi Jinping sebagai “pemikir senior” dipromosikan oleh Xi Jinping sebagai Komite Tetap Politbiro yang menangani ideologi partai. Setelah menjabat, Wang Huning terus menerus mencekoki Xi Jinping dengan ramuan pemabuk sukma: Marxisme-Leninisme.

Pada 31 Oktober 2017, begitu Kongres Nasional ke-19 PKT berakhir, Xi memimpin enam orang anggota Komite Tetap Politbiro lainnya pergi ke Shanghai, untuk mengambil sumpah di bekas lokasi Kongres Nasional pertama PKT, sambil mengepalkan tangan, akan berjuang seumur hidup demi menyebarluaskan komunisme yang dipromosikan Karl Marx yang ateis. Ide untuk “mengambil sumpah di Shanghai”, mungkin berasal dari Wang Huning.

Pada 23 April 2018, Komite Tetap Politbiro PKT secara berkelompok mempelajari “Manifesto Partai Komunis” yang dipublikasikan oleh Marx pada 1848. Dengan “ajaran fundamental” yang dijelaskan oleh Marx seperti ateisme, anti kapitalisme, menjunjung kekerasan, filosofi perjuangan, dan lain-lain, semuanya tercakup di dalam buku saku itu. Ide untuk mempelajari “Manifesto Partai Komunis” ini, kemungkinan juga diusulkan oleh Wang Huning.

Dalam laporan Kongres Nasional ke-20 pada 2022 lalu dan resolusi terkait laporan ini, yang menempati posisi pertama bukan Xi Jinping, melainkan Karl Marx. Dalam laporan itu, nama “Marx” disebut sebanyak 41 kali, dan Xi Jinping hanya muncul 17 kali. Laporan dan resolusi Kongres Nasional ke-20, juga ditulis oleh orang-orang suruhan Wang Huning, dan diperiksa kembali oleh Wang Huning.

Jurnalis terkenal AS Hugh Hewitt pada 16 Desember 2021 lalu melansir artikel di surat kabar Washington Post mengatakan, di antara ke tujuh orang anggota Komite Tetap Politbiro PKT, hanya ada satu orang yakni Wang Huning yang “memiliki pengaruh ideologi yang luar biasa” terhadap Xi Jinping, dan berdasarkan hal ini ia menilai bahwa “Wang Huning adalah orang yang paling berbahaya di muka bumi ini”.

Komentar ini adalah tepat. Pasca Kongres Nasional ke-20, hanya dalam tempo lima tahun saja, Xi Jinping telah memainkan semua kartu bagus di tangannya dengan sangat buruk. Dengan Marxisme dan Leninisme Wang Huning telah berhasil menyihir Xi Jinping, mendorong Xi Jinping kembali ke ajaran fundamental Marx dan Lenin, ini adalah alasan yang terpenting.

Kesimpulan

Singkat kata, pemikiran Xi sebenarnya adalah suatu campur aduk yang saling bertolak belakang: di satu sisi, di dalam pikirannya ia percaya Tuhan, percaya takdir, percaya vena naga, serta percaya ramalan; dan di sisi lain, ia juga percaya Marx dan Lenin. Yang disebut pertama bersumber dari kebudayaan tradisional Tiongkok, dan yang kedua berasal dari pikiran asing yang menentang tradisi dan menentang nilai universal.

Pada 2 Juni 2023, dalam seminar “Warisan dan Pengembangan Budaya”, Xi Jinping mengemukakan “hendak menggabungkan prinsip fundamental Marxisme dengan kebudayaan tradisional Tiongkok yang brilian”. 

Permasalahan yang krusial adalah: Marxisme-Leninisme menganut ateisme, sedangkan kebudayaan Tiongkok meyakini adanya Tuhan (teisme). Ateisme dengan teisme adalah saling bertentangan. Tuhan tidak akan melindungi orang yang tidak percaya dan tidak respek kepada Tuhan.

Xi Jinping percaya Tuhan juga menganut ateisme, hal yang sangat tidak mungkin bisa menemukan jalan kebenaran. Inilah penyebab utama jalan Xi semakin sempit, dan kondisinya semakin berbahaya. 

Pada 22 September barusan, Xi Jinping mengundang tamu negara berkunjung ke Kuil Lingyin, ini telah menjelaskan bahwa Xi masih memiliki sedikit kepercayaan pada Tuhan. 

Bertepatan dengan bahaya yang tengah mengepungnya, satu-satunya jalan bagi Xi Jinping hanyalah meninggalkan Marxisme-Leninisme dan ateisme, serta kembali ke jalan yang benar dimana “tiga kaki di atas kepada ada dewa (bermakna: Tuhan Maha Tahu)”, barulah dapat selamat dari marabahaya. (Sud/whs)