Bank Dunia : Meningkatnya Ketegangan di Timur Tengah akan Mendorong Harga Minyak ke USD. 157 per Barel

oleh Andrew Moran

Menurut pandangan terbaru Bank Dunia, eskalasi konflik terbaru di Timur Tengah dapat mendorong harga minyak mentah naik ke USD.157 per barel. Bank Dunia memperkirakan bahwa seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, harga minyak rata-rata USD. 90,- per barel pada kuartal ini dapat turun menjadi rata-rata USD. 81,- per barel tahun depan.

Meskipun terjadi perang di Israel, harga minyak mentah berjangka AS dan Brent masih terus merosot. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 7,5% bulan ini menjadi di bawah USD. 83,- per barel, sementara minyak mentah Brent turun sekitar 4% pada Oktober menjadi di bawah USD. 87,- per barel.

Namun Bank Dunia menyebutkan bahwa jika konflik meningkat, prospek harga energi akan cepat melemah.

Laporan tersebut menyoroti tiga skenario “gangguan” yang dapat menaikkan harga minyak mentah.

Pertama, “gangguan kecil” akan mengurangi pasokan minyak global sebanyak 2 juta barel per hari. Hal ini akan mendorong harga minyak mentah naik ke kisaran USD. 93 hingga USD. 102 per barel.

Skenario “gangguan sedang” akan mengakibatkan penurunan produksi minyak sebesar 3 juta hingga 5 juta barel per hari, sehingga mendorong harga minyak naik ke kisaran USD. 109 hingga USD. 121 per barel.

Jika skanario “gangguan besar” ini terjadi, maka pasokan minyak global akan berkurang 6 juta hingga 8 juta barel per hari, dan harga satu barel minyak akan naik mencapai USD. 157.

Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Bidang Ekonomi Pembangunan Bank Dunia mengatakan, bahwa jika konflik Israel meningkat, perekonomian global akan mengalami “kejutan energi ganda” untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir akibat perang di Ukraina dan perang di Timur Tengah.

“Konflik terbaru di Timur Tengah ini terjadi setelah dampak terbesar terhadap pasar komoditas sejak perang Rusia-Ukraina pada tahun 1970an. Dampak buruk perang tersebut terhadap perekonomian global masih berlanjut hingga hari ini, dan para pembuat kebijakan perlu untuk tetap waspada”, kata Gill.

Tank dan pasukan Israel bergerak di dekat perbatasan Gaza di Sderot, Israel pada 28 Oktober 2023. (Dan Kitwood/Getty Images)

M. Ayhan Kose, Wakil Kepala Ekonom Grup Bank Dunia dan Direktur Grup Prospek, Ekonomi Pembangunan menegaskan, bahwa harga minyak yang lebih tinggi dalam jangka panjang akan menyebabkan harga pangan lebih tinggi, sehingga berdampak serius pada negara-negara berkembang yang sudah menghadapi banyak penduduknya yang menderita kekurangan gizi.

“Meningkatnya konflik baru-baru ini akan memperburuk kerawanan pangan, tidak hanya di kawasan ini tetapi juga di seluruh dunia”, kata Kose.

Sejak Hamas melancarkan serangan mematikannya terhadap Israel pada 7 Oktober, dampaknya terhadap pasar komoditas global sejauh ini masih terbatas. Namun, Bank Dunia memperkirakan bahwa harga komoditas secara keseluruhan akan turun sebesar 4,1% pada tahun 2024, termasuk harga komoditas pertanian dan logam juga akan turun pada tahun depan.

Sementara itu, para pengambil kebijakan perlu tetap waspada dan mungkin mengawasi harga emas. Karena emas yang merupakan aset safe-haven tradisional yang selalu merespons masa kekacauan dan ketidakpastian, telah naik sekitar 8% sejak konflik terjadi.

“Bermain api”

Banyak bankir, ekonom, dan analis pasar sepakat bahwa perang antara Israel dan Hamas akan tetap terbatas pada konflik antara kedua belah pihak, dan tidak akan meluas ke negara-negara lain di kawasan.

Jonas Goltermann, Wakil Kepala Ekonom Pasar “Capital Economics” menjelaskan dalam sebuah laporan penelitian : “Hasil yang paling mungkin dari perang Hamas-Israel adalah tidak akan ada prubahan yang berarti”, yakni tidak akan berdampak signifikan terhadap sejumlah prediksi utama para pakar.

Dia mengatakan bahwa sebagian besar dari negara-negara besar mengalami perlambatan pertumbuhan, tekanan inflasi mereda, bank sentral akan beralih ke kebijakan moneter yang longgar pada tahun 2024, dan imbal hasil obligasi mungkin akan menurun.

Namun, jika ekspektasi optimistis terbukti terlalu optimis, guncangan harga energi akibat meningkatnya konflik di Timur Tengah “akan merugikan prospek pertumbuhan global dan mungkin memaksa bank sentral untuk mempertahankan sikap hawkish mereka lebih lama dari yang kita perkirakan”.

“Kekhawatiran utama yang ditimbulkan oleh konflik Hamas-Israel adalah potensi terjadinya perluasan konflik yang melibatkan sekutu Hamas yaitu Iran, negara produsen energi utama. Jadi kami yakin bahwa dalam situasi di mana pasar minyak dan LNG yang sudah sangat ketat ini, jika skenario ini dianggap mungkin terjadi, maka rasa ketidakpuasan itu saja sudah mampu mendorong kenaikan harga minyak hingga jauh di atas USD.100 per barel, meskipun itu cuma terjadi sementara,” ujar Jonas Goltermann.

Faktanya, meskipun ada hari-hari dalam perdagangan di mana harga minyak melonjak tajam, tetapi momentum kenaikan tersebut dengan cepat memudar. Hal ini karena investor memperkirakan gangguan pada produksi dan transportasi energi tidak terjadi.

Phil Flynn, analis pasar senior di “PRICE Futures Group” mengatakan, apa pun situasinya, pasar minyak global sudah membuat grogi para ahli terlepas dari naik tidaknya konflik, dan dunia “tidak memiliki kemampuan apa pun untuk menghadapi gangguan pasokan”. Dia menulis dalam catatan analisisnya bahwa kemunduran apa pun kemungkinan hanya bersifat sementara karena kesenjangan pasokan yang semakin lebar.

“Risiko yang dihadapi oleh pasokan global bisa lebih tinggi daripada yang dihadapi 50 tahun silam,” kata Flynn.

Pada 1 Februari 2023, tank tempur utama Leopard 2 A6 berada di Augustdorf, Jerman. Jerman akan memasok sejumlah tank jenis ini ke Angkatan Bersenjata Ukraina, dan telah mulai melatih pasukan tank Ukraina. (Sascha Schuermann/Getty Images)

Faward Razaqzada, Analis pasar “City Index” dan “FOREX.com” tidak melihat penurunan harga minyak baru-baru ini sebagai alasan karena persediaan minyak berkurang.

“Mengingat situasi Timur Tengah saat ini dan campur tangannya OPEC+ , mengurangi persediaan minyak mentah dalam kondisi saat ini sama saja dengan bermain api”. Demikian tulis Faward Razaqzada dalam komentar pasar hariannya.

Dalam beberapa minggu terakhir, berbagai perkiraan telah memperingatkan bahwa situasi di Timur Tengah menyebabkan harga minyak berfluktuasi, dan perkembangan lebih lanjut di wilayah tersebut dapat mendorong harga minyak mentah bergerak menuju USD. 100 per barel. (sin)

Teks asli : “Middle East Escalation Could Send Oil Prices to $157 : World Bank” diterbitkan di Epoch Times berbahasa Inggris.