Penerapan Pasal 23 Hukum Dasar Hong Kong Mempercepat Rencana Imigrasi Warga Hong Kong

oleh He Yating

Untuk pertama kalinya Hong Kong mengadakan pameran imigrasi setelah penerapan Pasal 23 Hukum Dasar Hong Kong. Jajak pendapat menunjukkan bahwa 70% warga Hong Kong yang sudah memiliki rencana imigrasi akan meninggalkan Hong Kong dalam waktu 2 tahun. Pada saat yang sama, warga Hongkong yang telah berimigrasi ke luar negeri mendesak pemerintah di berbagai negara untuk memberikan sanksi kepada pejabat Tiongkok dan Hong Kong yang bertanggung jawab atas terbitnya Pasal 23 ini.

Pameran imigrasi setelah penerapan Pasal 23 Humun Dasar Hong Kong

Pameran bertemakan “International Immigration & Property Expo” yang dihadiri oleh 25.000 warga yang mendaftar diadakan di Hong Kong pada Sabtu (23 Maret).

Sehari sebelumnya, panitia penyelenggara pameran tersebut melakukan survei opini publik mengenai niat imigrasi masyarakat Hongkong, yang hasilnya menunjukkan bahwa 70% dari responden yang telah memiliki rencana untuk pindah tinggal ke luar negeri akan meninggalkan Hongkong dalam waktu 2 tahun ini. 16% responden di antaranya berharap bisa meninggalkan Hongkong dalam waktu 6 bulan mendatang, dan sisanya sekitar 30% berencana untuk berimigrasi dalam 2 tahun atau lebih.

Jajak pendapat menunjukkan bahwa di antara responden yang dengan jelas menyatakan niatnya untuk berimigrasi, 23,9% karena alasan “tidak optimis” terhadap prospek pembangunan ekonomi Hong Kong. 21,8% karena alasan bahwa mereka tidak puas dengan sistem pendidikan di Hong Kong saat ini. 19,9% karena alasan ingin menyiapkan jalan keluar ekstra bagi diri mereka. Dan 14,3% secara blak-blakan menyebutkan bahwa mereka memilih berimigrasi karena memburuknya lingkungan politik di Hong Kong.

Di antara responden, 34% memilih bermigrasi ke Inggris, 23,5% ke Kanada, dan 19,4% ke Australia.

Di antara responden yang memiliki anak yang saat ini sedang bersekolah di Hongkong tetapi ingin berimigrasi, 31,7% responden mengatakan bahwa pilihan pertama untuk mengatur anaknya belajar di luar negeri adalah Inggris, 23,6% responden memilih Kanada, dan 20,3% memilih Australia.

Xie Peihao, Penanggung jawab “International Immigration & Property Expo” mengatakan pada konferensi pers bahwa dibandingkan dengan jumlah prapendaftaran di empat pameran imigrasi terakhir, tren imigrasi Hongkong saat ini tidak menunjukkan adanya pelambatan, malahan lebih dari 100.000 responden dalam jajak pendapat memiliki rencana untuk berimigrasi. 60% dari mereka berusia antara 31 hingga 50 tahun yang diyakini sudah masuk kelas manajerial di tempat kerja. Kepergian dari orang-orang ini ke luar negeri akan berdampak pada pasar tenaga kerja di Hongkong di masa mendatang.

Ini adalah pameran imigrasi pertama yang diadakan di Hongkong sejak Dewan Legislatif Hong Kong mengesahkan rancangan “Pasal 23 Hukum Dasar”.

Penduduk Hong Kong di luar negeri berunjuk rasa untuk mengecam “Pasal 23” pemerintah Hong Kong dan meminta semua negara untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat Tiongkok dan Hong Kong 

Pada hari yang sama dengan pameran imigrasi di Hong Kong (23 Maret), para aktivis di berbagai tempat di Inggris mengadakan unjuk rasa dan protes terhadap penerapan Pasal 23 di Hong Kong.

Di London, Inggris, “Hong Kong Watch” dan organisasi Hong Kong lainnya yang didirikan di Inggris mengadakan unjuk rasa di luar gedung Kantor Luar Negeri Inggris. Para pengunjuk rasa mengusung slogan-slogan seperti “Menentang penerapan Pasal 23 jahat”, untuk menyatakan tuntutan mereka. Banyak tamu yang hadir ikut berbicara pada rapat umum tersebut. Mereka mengecam pemerintah Hongkong yang secara tergesa-gesa menerapkan Pasal 23. Juga mengatakan bahwa saat ini “Hongkong sudah tidak dapat lagi menoleransi perbedaan pendapat”, mereka meminta masyarakat Hongkong yang telah berada di luar negeri untuk mengawasi penerapan Pasal 23 ini melalui berbagai cara. Dan mendesak Pemerintah Inggris mengambil tindakan praktis untuk memenuhi tanggung jawab historis dan moralnya terhadap Hongkong, termasuk memberikan sanksi kepada pejabat Tiongkok dan Hongkong yang melanggar hak asasi manusia baik di Hongkong mau pun Tiongkok.

Usai acara orasi, para pengunjuk rasa ini berbaris menuju Kantor Ekonomi dan Perdagangan Hongkong di London untuk menyampaikan protes mereka.

Selain itu, kelompok pemuda Hongkong dan beberapa warga Hongkong yang berada di pengasingan di Taiwan melancarkan unjuk rasa di Taipei pada hari Sabtu (23 Maret) untuk mengutuk Pasal 23 jahat yang diberlakukan pada hari itu. Dengan diberlakukannya ketentuan ini makan kebebasan di Hongkong akan semakin terbatas. Karena itu para pengunjuk rasa menghimbau komunitas internasional untuk memberikan sanksi kepada pemerintah Hongkong, anggota Dewan Legislatif, dan hakim.

Sejumlah pemuda Hongkong dan organisasi rakyat Hongkong lainnya di Taiwan, juga puluhan orang warga Tibet di Taiwan dan aktivis hak asasi manusia Taiwan berorasi di jalan Ximending, Taipei untuk mengecam Pasal 23 jahat yang dikatakan sebagai “membunyikan lonceng kematian bagi demokrasi Hongkong” ——Tidak hanya menggunakan serangkaian kejahatan yang tidak jelas definisinya untuk membatasi hak asasi manusia dasar masyarakat Hongkong seperti kebebasan berpikir dan berbicara, tetapi sasaran dari peraturan jahat ini juga akan berdampak terhadap warga Taiwan dan semua orang. orang asing di luar wilayah. Karena pasal itu dapat menjebak siapa pun yang mengkritik PKT atau rakyat Tiongkok sehingga bisa ditangkap dan dipenjarakan.

Para pengunjuk rasa mengecam bahwa pemerintah Hongkong telah sepenuhnya menjadi boneka rezim komunis Tiongkok, dan memperingatkan bahwa setelah Hongkong “jatuh”, maka sasaran Partai Komunis Tiongkok berikutnya adalah Taiwan. Untuk tujuan ini, para pengunjuk rasa meminta orang-orang saleh di seluruh dunia, termasuk Taiwan, untuk mendukung demokrasi Hongkong. Pemerintah semua negara harus mengambil tindakan praktis untuk menentang pemberlakuan “Pasal 23” di Hongkong.

Mantan anggota Dewan Distrik Hongkong Lee Man-ho dalam pernyataannya yang disampaikan pada 23 Maret 2024 menyerukan kepada komunitas internasional agar menjatuhkan sanksi kepada pejabat pemerintah, anggota Dewan Legislatif, dan hakim Hongkong.

Lee Man-ho mengatakan, dalam persidangan yang diadakan di pengadilan Hongkong baru-baru ini terlihat jelas bahwa banyak hakim Hongkong telah kehilangan kualitas paling mendasar dalam mengadili suatu perkara, Terutama dalam persidangan yang melibatkan demonstran pro-demokrasi Hongkong. Hakim Hongkong secara bias telah mengkritik dan bahkan mengejek para demonstran sehingga menyebabkan pengadilan Hongkong kehilangan “fungsi terakhir dari membela kewajaran dan keadilan”. Oleh karena itu, ia menyarankan untuk memberi sanksi khusus kepada hakim Hongkong.

Di hari yang sama, banyak aktivis hak demokrasi Taiwan juga mendatangi lokasi unjuk rasa untuk menyampaikan dukungan kepada rakyat Hongkong. Di antara mereka, Lee Ming-che, seorang pekerja LSM Taiwan, dalam orasinya mengatakan : “Sejak Tiongkok (pemerintah Komunis Tiongkok) mengambil alih Hongkong pada tahun 1997, mereka tidak pernah ingin benar-benar menerapkan supremasi hukum di Hongkong, dan tidak pernah benar-benar ingin menerapkan Satu Negara Dua Sistem di Hongkong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunis Tiongkok adalah negara yang tidak pernah mematuhi komitmennya sendiri, apalagi mematuhi hukum internasional”.

Tsao Hsing-cheng, seorang taipan di industri teknologi Taiwan, yang juga seorang mantan pendiri United Microelectronics Corporation (UMC), mengkritik PKT karena merusak demokrasi Hongkong dengan mengatasnamakan keamanan nasional. Tujuan PKT sebenarnya adalah untuk mempertahankan pemerintahan otokratis jangka panjangnya. Dia mengatakan : “Di mata PKT, hanya rezimnya yang paling penting, dan negara serta rakyatnya tidak penting. Jadi hari ini, saya menentang undang-undang Pasal 23 dan undang-undang keamanan nasional demi menguak kebohongan PKT”.

Tsao Hsing-cheng juga mengatakan bahwa Taiwan dan Hongkong terhubung dalam takdir. Jika Taiwan tidak belajar dari hal ini, maka Taiwan mungkin akan menjadi Hongkong yang lain di hari mendatang. (sin)