Erabaru.net. Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR menilai tindakan-tindakan pembatasan akses layanan telekomunikasi di Papua adalah tindakan melawan hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam keterangan tertulisnya menyebytkan, pembatasan itu, menurut pihak Kominfo dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya. Akan tetapi, tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi hambatan yang dialami bagi pemulihan Papua jika layanan telekomunikasi tidak diblokir.
“Hingga saat ini, juga tidak infokan dan diketahui akan sampai kapan pemblokiran layanan tersebut dilakukan,” tulisnya, Kamis (22/8/2019).
ICJR sedari awal selalu menyerukan bahwa pembatasan akses layanan komunikasi adalah bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia, yang harus dilakukan dengan berdasar pada batas-batas kondisi yang telah ditetapkan UUD 1945 dan sesuai dengan Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 ICCPR mensyaratkan ada dua kondisi mendasar harus dipenuhi untuk dapat membatasi hak asasi manusia, yaitu:
Pertama, Situasi sebagai latar belakang pemblokiran harus berupa keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa,
Kedua, Presiden harus penetapan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden sebagai dasar pembatasan layanan telekomunikasi tersebut.
Sebelumnya pun Kominfo juga telah melakukan perlambatan (throttling) akses jaringan internet di beberapa wilayah Papua saat terjadi aksi massa pada Senin, 19 Agustus 2019. Hal ini juga bagian dari pembatasan Hak Asasi Manusia yang seharusnya hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu dan limitatif.
Menurut ICJR, kebijakan pemerintah dinilai tidak sesuai dengan kewenangan Pemerintah dalam Pasal 40 UU ITE bahwa Pemerintah berwenang untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bagi ICJR, UU ITE menyatakan bahwa Pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dapat dibatasi oleh Pemerintah hanya untuk konten yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ICJR menjelaskan, pemutusan akses hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan aksesnya secara keseluruhan. Pembatasan layanan data komunikasi secara keseluruhan dapat merugikan kepentingan yang lebih luas.
Secara jelas, jika Pemerintah ingin melakukan upaya pemutusan layanan secara total, maka terlebih dahulu Pemerintah harus deklarasi politik negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.
“Bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia tanpa penjelasan dan mengenai dasar dilakukannya tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum yang serius yang seharusnya segera dihentikan,” pungkas ICJR. (asr)