Home Blog Page 1827

Amerika Kerahkan Kapal Induk dan Pesawat Bomber Tanggapi Indikasi Serangan Iran

0

EpochTimesId — Amerika Serikat mengerahkan komando kapal induk dan satuan tugas pesawat bomber ke Timur Tengah. Pengerahan ini untuk mengirim pesan yang jelas ke Iran, bahwa setiap serangan terhadap kepentingan AS atau sekutunya akan berhadapan dengan ‘kekuatan yang tiada habisnya’, seperti dikatakan oleh penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, Minggu (5/5/2019) waktu Amerika.

Di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran, Bolton mengatakan keputusan itu sebagai tanggapan terhadap sejumlah indikasi dan peringatan yang mengganggu dan semakin meluas.

Seorang pejabat AS mengatakan kepada ABC News bahwa pengerahan USS Abraham Lincoln dan gugus tugas bomber menanggapi ‘indikasi yang jelas’ bahwa Iran dan proksi Iran sedang merencanakan serangan terhadap pasukan AS di wilayah itu baik di darat maupun di laut.

“Amerika Serikat tidak mencari perang dengan rezim Iran, tetapi kami sepenuhnya siap untuk menanggapi serangan apa pun, baik dari Korps Pengawal Revolusi Islam atau pasukan reguler Iran,” kata Bolton dalam sebuah pernyataan menyusul pengumuman mengejutkan dari Gedung Putih.

Ini menandai langkah terbaru dari serangkaian kebijakan pemerintahan Presiden AS, Donald Trump melawan Iran dalam beberapa pekan terakhir.

Washington mengatakan akan menghentikan pengabaian bagi negara-negara yang membeli minyak Iran, dalam upaya untuk mengurangi ekspor minyak Iran menjadi nol. Amerika juga memasukkan Korps Garda Revolusi elit Iran ke dalam daftar hitam.

Upaya pemerintahan Trump untuk memaksakan isolasi politik dan ekonomi terhadap Teheran dimulai tahun lalu, ketika secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir yang dinegosiasikan oleh era pemerintahan Obama dan kekuatan dunia lainnya dengan Iran pada 2015.

“Amerika Serikat sedang mengerahkan kekuatan Kapal Induk USS Abraham Lincoln dan satuan tugas bomber ke wilayah Komando Sentral AS untuk mengirim pesan yang jelas dan tidak salah kepada rezim Iran bahwa setiap serangan terhadap kepentingan Amerika Serikat atau pada sekutu kami, akan berhadapan dengan kekuatan yang tiada habisnya” kata Bolton.

Bolton, yang telah mempelopori kebijakan terbaru AS terkait Iran, tidak memberikan perincian lainnya.

Menurut ABC News, USS Abraham Lincoln berada di Mediterania pada saat pengumuman setelah meninggalkan Norfolk, Virginia, pada 1 April 2019.

Pejabat AS lainnya mengatakan kepada ABC News, “Pergerakan kapal induk USS Abraham Lincoln ke wilayah itu dipercepat dan diperintahkan segera meninggalkan lokasi terakhir.” (EPOCH NEWSROOM dan REUTERS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Pesawat Personel Militer Amerika Mendarat Darurat di Sungai

0

EpochTimesId – Sebuah jet carteran militer yang membawa 143 orang mendarat dengan keras, lalu melambung dan berbelok ketika pilot berjuang untuk mengendalikannya di tengah guntur dan kilat. Pesawat penumpang itu akhirnya tergelincir di landasan pacu dan berhenti di sebuah sungai di Landasan Udara Naval Air Station Jacksonville.

Kekacauan dan teror bagi penumpang pada pesawat Boeing 737 itu terjadi ketika pesawat itu tersentak naik turun. Masker oksigen pun bergelantungan, dan kemudian tempat sampah terbuka, mengirim sampah yang berhamburan di kabin pesawat.

Akan tetapi, pihak berwenang mengatakan semua orang di dalam pesawat selamat tanpa cedera serius pada insiden Jumat malam lalu. Mereka berbaris di sayap pesawat ketika menunggu untuk dievakuasi. Hanya bayi berusia 3 bulan yang dirawat di rumah sakit, dan itu dilakukan hanya untuk berjaga-jaga.

“Saya pikir ini adalah mukjizat,” kata Kapten Michael Connor, komandan pangkalan udara milik angkatan laut AS itu, beberapa jam setelah pesawat mendarat darurat. “Kita bisa berbicara tentang cerita yang berbeda malam ini.”

Komandan Pangkalan Udara NAS Jacksonville, Kapten Mike Connor, dan Wakil Ketua NTSB, Bruce Landsberg (kanan), berbicara tentang kecelakaan pesawat di sebuah konferensi pers di gerbang depan Pangkalan Udara Angkatan Laut di Jacksonville, Florida, pada 4 Mei 2019. (Foto : Gary McCullough/AP Photo/The Epoch Times)

Dewan Keselamatan Transportasi Nasional mengirim tim penyelidik pada hari Sabtu ke lokasi kecelakaan di Sungai St. Johns di Florida utara, tempat pesawat itu sebagian masih terendam dalam air dangkal dan moncong hidung pesawat tampak tergores.

Tim penyelamat melihat ke area kargo setelah pesawat berakhir di sungai tetapi tidak melihat peti dan tidak mendengar suara binatang. Ketika mereka kembali, mereka tidak melihat ada kandang hewan peliharaan di atas air, kata Connor.

Anggota tim NTSB yang beranggotakan 16 orang berhasil menemukan perekam data penerbangan pada hari Sabtu (4/5/2019).

Penyelidik akan memeriksa pesawat, lingkungan, dan faktor manusia dalam mencoba mencari tahu mengapa pesawat meluncur ke sungai. Trotoar di landasan tidak beralur, dan Landsberg mengatakan alur dapat membantu aliran air dari trotoar lebih cepat. Dia mengatakan para penyelidik akan memeriksa peran apa yang mungkin terjadi, sebab ada laporan hujan lebat selama pendaratan.

Penerbangan lepas landas dari Landasan Angkatan Laut Teluk Guantanamo, Kuba, dengan 136 penumpang dan tujuh anggota awak. Itu adalah penerbangan reguler yang dijalankan oleh Miami Air International, yang memiliki banyak kontrak militer, termasuk penerbangan mingguan antara Teluk Guantanamo dan pangkalan udara Jacksonville serta Pangkalan Angkatan Udara Andrews di Maryland. Perusahaan belum menjawab permintaan konfirmasi dari The Associated Press.

Pesawat tidak memiliki sejarah kecelakaan sebelumnya, menurut wakil ketua NTSB Bruce Landsberg.

Pihak berwenang mengatakan semua orang di dalam pesawat itu selamat dan sehat. Akan tetapi, sekitar 20 orang sempat mendapat perawatan medis.

Para penumpang adalah campuran personel militer dan keluarga mereka, serta beberapa warga sipil. Sebagian penumpang memang tinggal di daerah itu, dan sebagian lainnya berencana untuk terbang ke bagian lain negara bagian, menurut Connor.

Belum ada penyebab pasti insiden. Boeing mengatakan dalam tweet Jumat malam bahwa pihaknya juga sedang menyelidiki penyebab insiden, “Kami mengetahui sebuah insiden di Jacksonville, Florida, dan sedang mengumpulkan informasi.”

Connor mengatakan dia tidak tahu apakah ada dampak cuaca pada penerbangan. “Saya berada di rumah ketika ini terjadi dan ada badai dan kilat,” katanya.

Belum jelas juga berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengevakuai pesawat dari sungai.

“Kami memiliki tantangan karena bagian bawah badan pesawat terendam air,” kata Landsberg.

Connor mengatakan roda pendaratan tampaknya menyentuh dasar sungai, sehingga tidak memungkinkan pesawat melayang jauh. Dia mengatakan para kru mulai bekerja untuk mengatasi kebocoran bahan bakar jet segera setelah mengamankan keselamatan penumpang.

Aroma bahan bakar dan minyak sangat tajam saat wartawan AP naik perahu untuk melihat lebih dekat. Bagian bawah pesawat berada di bawah air, sehingga sulit untuk mengakses ruang kargo.

“Kami jelas sangat peduli dengan lingkungan dan kami melakukan segala yang kami bisa untuk mengatasinya,” kata Connor tentang bahan bakar itu. “Setelah kami yakin bahwa personel aman, upaya prioritas kami berikutnya adalah, mengevakuasi semua jenis bahan bakar.” (THE ASSOCIATED PRESS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Puluhan Penumpang Pesawat Jatuh Meregang Nyawa di Rusia

EpochTimesId — Sebanyak empat puluh satu orang meninggal dunia ketika pesawat penumpang Rusia, Aeroflot terbakar pada hari Minggu (5/5/2019) waktu setempat. Diantara para korban, termasuk dua anak-anak.

Pesawat terbakar ketika mendarat darurat di bandara Moskow, menurut penyelidik Rusia. Tayangan televisi menunjukkan kecelakaan Sukhoi Superjet 100 itu memantul di sepanjang landasan, di bandara Sheremetyevo, Moskow sebelum bagian belakang pesawat tiba-tiba terbakar.

Sejumlah penumpang pada SU 1492 itu kemudian melarikan diri melalui slide darurat pesawat yang terbuka setelah pendaratan yang sangat keras. Pesawat itu, yang terbang dari Moskow ke kota Murmansk di Rusia utara, mengangkut 73 penumpang dan lima awak, menurut pengawas penerbangan Rusia.

Svetlana Petrenko, juru bicara Komite Investigasi Rusia, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hanya 37 dari 78 orang yang ada di pesawat yang selamat. Itu berarti ada 41 orang yang kehilangan nyawa.

Belum ada informasi penyebab resmi bagi insiden ini. Komite Investigasi mengatakan telah membuka penyelidikan dan sedang memeriksa apakah pilot melanggar aturan keselamatan udara. Sedangkan beberapa penumpang menyalahkan cuaca buruk dan kilat.

“Kami lepas landas dan kemudian kilat menghantam pesawat,” kata seorang penumpang selamat, Pyotr Egorov, seperti dikutip harian Komsomolskaya Pravda.

“Pesawat berbalik dan ada pendaratan yang keras. Kami sangat takut, kami hampir kehilangan kesadaran. Pesawat melompati landasan seperti belalang dan kemudian terbakar di tanah.”

TV pemerintah menyiarkan cuplikan ponsel yang direkam oleh penumpang lain di mana orang bisa terdengar berteriak.

Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Perdana Menteri Dmitry Medvedev menyatakan belasungkawa.

Kantor berita Interfax mengutip “sumber informasi” yang tidak disebutkan namanya mengatakan evakuasi pesawat sempat tertunda oleh beberapa penumpang yang bersikeras untuk mengambil barang bawaan mereka terlebih dahulu.

Kantor berita Rusia melaporkan bahwa penumpang yang terluka dirawat di rumah sakit.

Puing-puing Di Mesin
Layanan pelacakan Flightradar24 menunjukkan bahwa pesawat telah berputar dua kali di atas Moskow sebelum melakukan pendaratan darurat setelah kurang dari 30 menit terbang di udara.

Bagasi bawah pesawat diduga menyentuh landasan dan membuat mesin pesawat terbakar.

Interfax mengutip sebuah sumber yang mengatakan pesawat itu hanya berhasil melakukan pendaratan darurat pada upaya kedua, dan bahwa beberapa sistem pesawat kemudian gagal.

Pendaratan darurat sangat keras sehingga puing-puing diduga masuk ke mesin, sehingga memicu api yang dengan cepat menelan bagian belakang pesawat, kata sumber yang sama.

Penyelidik Rusia mengatakan bahwa mereka mencari berbagai versi penyebab kecelakaan.

Kantor-kantor berita Rusia melaporkan bahwa pesawat itu diproduksi pada tahun 2017 dan telah diperbaiki pada bulan April tahun ini.

Aeroflot sejak lama mengabaikan catatan keselamatan pasca-Soviet yang bermasalah dan sekarang memiliki salah satu armada paling modern di dunia pada rute internasional dimana mereka bergantung pada pesawat Boeing dan Airbus.

Para pejabat Rusia ingin Aeroflot membeli lebih banyak Sukhoi Superjets, sebuah pesawat regional, untuk penerbangan domestik guna mendukung industri pesawat terbang sipil negara yang masih baru. Pesawat ini dibangun di Timur Jauh Rusia.

Sukhoi Superjet jatuh di Indonesia pada tahun 2012, dan menewaskan semua dari 45 orang di dalam kecelakaan karena ‘human eror’.

Superjet memasuki layanan komersial pada 2011 dan merupakan jet penumpang baru pertama yang dikembangkan di Rusia sejak jatuhnya Uni Soviet.

Namun, hal itu telah dilanda oleh kekhawatiran sporadis atas keselamatan dan keandalan pesawat, termasuk pada awal Desember 2016 setelah cacat ditemukan di bagian ekor pesawat.

Para pejabat Rusia mengatakan pada hari Minggu bahwa masih terlalu dini untuk membicarakan Superho Sukhoi untuk saat ini. Pesawat ini sebagian besar digunakan oleh maskapai Rusia seperti Aeroflot, tetapi juga digunakan oleh beberapa operator asing lainnya, termasuk maskapai penerbangan Meksiko berbiaya rendah.

Puluhan jadwal penerbangan di Bandara Sheremetyevo tertunda karena bencana itu. (REUTERS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Komunis Tiongkok Perluas Pengawasan, Perangkat Pengenalan Wajah Sudah Masuk Perumahan di Beijing

0

oleh Li Xinru

Upaya komunis Tiongkok memperketat pengawasan di daratan Tiongkok terus diperluas. Perangkat pengenalan wajah yang digunakan di Xinjiang untuk memantau para warga etnis minoritas, kini diperluas bahkan sampai ke Beijing.

Masyarakat khawatir bahwa teknologi yang dikembangkan untuk tujuan pemantauan dan kontrol masyarakat ini akan dipopulerkan di seluruh wilayah Tiongkok.

Beberapa tahun terakhir, Teknologi pengenalan wajah ini telah dimanfaatkan komunis Tiongkok untuk memantau 11 juta warga etnis Uighur di Xinjiang.

VOA mengutip ‘TechCrunch’, sebuah majalah online yang mengkhususkan diri dalam pemberitaan pada industri teknologi, pada Jumat (3/5/2019) mengungkap perluasan pengawasan pengenalan wajah ini.

Diperluas sampai 16 Provinsi

Teknologi pengenalan wajah kini telah meluas sampai 16 provinsi termasuk kota Hangzhou, Wenzhou dan Fujian.

The New York Times mengutip orang dalam pada 14 April menyebutkan bahwa departemen keamanan publik di Sanmenxia, Kota di pesisir Sungai Kuning yang sejak tahun lalu telah menggunakan teknologi ini untuk melakukan 500.000 inspeksi dalam sebulan, guna memantau apakah ada warga etnis Uighur di antara penduduk.

The New York Times menemukan bahwa hampir 24 kantor polisi di 16 provinsi di Tiongkok mulai menggunakan teknologi pengenalan wajah sejak tahun 2018.

Tahun lalu, departemen penegakan hukum Provinsi Shaanxi bahkan berencana untuk membuat sistem kamera pintar yang dapat mendukung pengenalan wajah yang mampu membedakan karakteristik etnis antar Uighur dengan non-Uighur.

Selain itu, Wall Street Journal pernah memberitakan melalui artikel berjudul Tiongkok Membangun Jaringan Pemantauan yang Komprehensif Melalui Teknologi Pengenalan Wajah. Disebutkan bahwa komunis Tiongkok menerapkan teknologi pengenalan wajah di jalan-jalan, stasiun kereta bawah tanah, bandara dan tempat-tempat penyeberangan perbatasan.

Kebocoran pada data pemantauan

‘TechCrunch’ melaporkan, seorang peneliti keamanan jaringan telah menemukan bahwa database pemantauan wajah penyedia layanan komputasi awan dan e-commerce Tiongkok Alibaba terdapat “pintu belakang” yang tanpa langkah pengamanan, sehingga dapat diakses secara bebas oleh pengguna.

Data pemantauan yang ditemukan oleh peneliti tersebut dikumpulkan dari dua daerah perumahan di Beijing, salah satunya adalah Liangmaqiao, yang merupakan distrik kedutaan. Ketika ditemukan, data dalam basis masih meningkat pesat, menunjukkan bahwa pemantauan sedang berlangsung. Salah satu target pemantauan adalah perbedaan antara etnis Uighur dengan etnis Hans. Diperkirakan pemantauan terhadap apakah ada warga etnis Uighur sedang berlangsung.

Siapa pun dapat me-replay “rute perjalanan harian seseorang” berdasarkan data pemantauan ini. Para ahli khawatir bahwa pelanggaran data seperti itu akan disalahgunakan oleh orang-orang yang memiliki niat buruk (misalnya, untuk tujuan seperti merencanakan penculikan atau pemerasan).

Seorang reporter majalah Forbes kemudian menghubungi Alibaba Cloud agar mereka bisa segera menangani masalah ini.

Kasus database pengenalan wajah dibocorkan itu bukan yang pertama kalinya terjadi. Pada pertengahan bulan Februari tahun ini, sebuah perusahaan pembuat perangkat pengenalan wajah di kota Shenzhen, ‘SenseNets’ terungkap “berpintu belakang” sehingga isi database bisa diambil.

Di dalam database tersebut berisi lebih dari 2,5 juta informasi pribadi, termasuk nomor ID, masa berlakunya, jenis kelamin, kebangsaan, alamat, tanggal lahir, izin perjalanan, nama majikan, dan rekaman kamera tentang tempat-tempat yang dikunjungi dalam 24 jam terakhir.

Victor Gevers, seorang peneliti keamanan siber di organisasi nirlaba Belanda GDI Foundation mengungkapkan bahwa informasi pribadi yang begitu penting ini tersedia semuanya yang dengan mudah dapat diakses siapa saja secara online, bahkan oleh editor. Informasi yang dibocorkan ini dalam kondisi tanpa perlindungan selama berbulan-bulan.

Selain itu, menurut organisasi riset pasar internasional IDC pada bulan Januari tahun ini, hingga tahun 2022, penyebaran kamera pengawas yang dipasang komunis Tiongkok akan mencapai 2,76 miliar buah. Jumlah kamera pengintai ini hampir mencapai 2 kali lipat jumlah populasi Tiongkok yang kini 1,4 miliar jiwa.  Jadi setiap penduduk Tiongkok rata-rata dipantau lewat 2 buah kamera.

Mantan insinyur perangkat lunak senior Intel, Gao Mu pernah mengatakan kepada Epoch Times bahwa teknologi pengenal wajah digunakan untuk melacak warga negara mana pun, itu adalah hal yang mengerikan, karena dapat digunakan oleh komunis Tiongkok untuk menganiaya pengacara, warga yang mengajukan petisi, pemohon hak asasi manusia, kelompok agama, dan kelompok-kelompok etnis minoritas lainnya. (Sin/asr)

Keterangan FOTO : Pengunjung difilmkan oleh kamera-kamera keamanan intelijen menggunakan teknologi pengenalan wajah di pameran keamanan internasional di Pusat Pameran Internasional Tiongkok di Beijing pada 24 Oktober 2018. (Nicolas Asfouri / AFP / Getty Images)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=CIInUQSBX7g

Atau Simak Ini :

https://www.youtube.com/watch?v=vbusm3DSB3s

Anggota Parlemen Amerika Serikat Mendukung Pemrotes Hong Kong Terhadap Usulan Amandemen Ekstradisi

0

EpochTimesId – Anggota parlemen Amerika Serikat menyuarakan dukungannya kepada para pemrotes terhadap perubahan undang-undangekstradisiHong Kong yang akan memungkinkan buron dikirim ke Tiongkok Daratan untuk diproses pidana.

Senator Republikan Amerika Serikat Christopher Smith (RN.J.) mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diemailkan ke The Epoch Times bahwa amandemen ekstradisi yang diusulkan tersebut harus ditarik, karena “amandemen ekstradisi tersebut mengancam keselamatan siapa pun yang berani mengkritik atau mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan Pemerintah Komunis Tiongkok.”

Christopher Smith menambahkan bahwa “85.000 warga Amerika Serikat yang tinggal di Hong Kong, serta jurnalis dan bisnis Amerika Serikat yang beroperasi di sana memiliki alasan untuk sangat khawatir.”

Christopher Smith mengeluarkan pernyataan tersebut saat lebih dari 100.000 orang turun ke jalan-jalan di Hong Kong pada 28 April untuk memprotes amandemen ekstradisi tersebut.

Pertama kali diumumkan pada bulan Februari 2019, perubahan amandemen ekstradisi tersebut akan memungkinkan negara mana pun, termasuk Tiongkok, untuk mencari ekstradisi individu, sebagaimana disetujui oleh kepala eksekutif kota, berdasarkan kasus per kasus.

Saat ini, Hong Kong telah menandatangani perjanjian ekstradisi individu dengan 20 negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris — tetapi tidak dengan Tiongkok.

Undang-undang ekstradisi tersebut mendapat tentangan dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk penduduk Hong Kong, kelompok bisnis, dan organisasi hak asasi manusia, yang mengatakan bahwa, mengingat rezim Tiongkok mengabaikan aturan hukum, amandemen ekstradisi tersebut memungkinkan Beijing untuk menuntut dan mengekstradisi kritikusnya dengan impunitas.

Kelompok bisnis menambahkan bahwa langkah ini juga akan membahayakan status kota Hong Kong sebagai pusat komersial internasional.

Amandemen ekstradisi tersebut diharapkan akan disetujui oleh legislatif Hong Kong pada paruh kedua tahun ini.

Perubahan ekstradisi yang diusulkan adalah yang terbaru dalam garis panjang perkembangan yang menurut para kritikus telah mengikis kemerdekaan kota Hong Kong dan perlindungan hukum di Hong Kong sejak Hong Kong beralih dari Inggris ke pemerintahan Tiongkok pada tahun 1997, dengan jaminan nyata bahwa Hong Kong akan menikmati otonomi dan kebebasan tingkat tinggi yang tidak diizinkan di Tiongkok Daratan — kebijakan yang dikenal sebagai “satu negara, dua sistem.”

Insiden baru-baru ini termasuk penolakan  memperbarui visa untuk editor nasional Inggris dan Financial Times, Victor Mallet, aktivis demokrasi yang dipenjara, dan anggota parlemen oposisi didiskualifikasi dari jabatan publik.

Kekhawatiran Amerika Serikat

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga mengemukakan kekhawatiran mengenai proposal ekstradisi, mengingat “pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh sistem hukum Tiongkok, serta kemunduran rasa hormat terhadap supremasi hukum,” dalam pernyataannya tanggal 25 April.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menambahkan bahwa mereka akan memonitor situasi di Hong Kong. “Masyarakat paling baik dilayani ketika pandangan politik yang beragam dihormati dan dapat diungkapkan secara bebas. Erosi berkelanjutan dari ‘satu negara, kerangka kerja dua sistem’ berisiko terhadap status khusus Hong Kong yang telah lama terjalin dalam urusan internasional,” demikian bunyi pernyataan itu.

Sebelumnya pada bulan April, Senator Republikan Amerika Serikat James P. McGovern (D-Mass.) dan Senator Marco Rubio (R-Fla.) mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa amendemen ekstradisi yang direncanakan “akan mengikis reputasi Hong Kong sebagai pusat perdagangan yang diperintah oleh aturan hukum.”

“Rakyat Hong Kong dan orang asing yang tinggal di Hong Kong — termasuk 85.000 orang Amerika Serikat – harus dilindungi dari sistem peradilan pidana di Tiongkok Daratan yang secara teratur digunakan sebagai alat penindasan,” kata anggota parlemen tersebut, menambahkan bahwa “pemerintah Tiongkok berhak melakukan penahanan sewenang-wenang, pengakuan paksa, penolakan perwakilan hukum dan perawatan medis, dan jenis penganiayaan lainnya pada warganegara Tiongkok dan asing.”

Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi (D-Calif.) sebelumnya juga menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas potensi ancaman amandemen ekstradisi tersebut terhadap keselamatan pribadi orang Amerika yang tinggal di kota Hong Kong, demikian South China Morning Post melaporkan pada bulan Maret.

Baru-baru ini, seorang penjual buku Hong Kong yang sebelumnya ditahan di Tiongkok melarikan diri ke Taiwan. Ia mengatakan ia mencari perlindungan di pulau itu karena ia khawatir akan amandemen ektradisi tersebut, jika disahkan, maka mengakibatkan ia diserahkan kepada rezim Tiongkok.

“Ada kemungkinan 99 persen bahwa rezim Tiongkok akan menangkap saya dan mengirim saya kembali ke Tiongkok. Otoritas Tiongkok  sudah secara eksplisit mengatakan bahwa saya adalah seorang buron,” kata Lam Wing-kee kepada Reuters di Taipei.

Lam Wing-kee ditahan di Tiongkok pada tahun 2015 karena bekerja di sebuah perusahaan penerbitan yang mencetak buku-buku yang kritis terhadap para pemimpin komunis Tiongkok dan kehidupan pribadi mereka. (Cathy He/ Vv)

Reuters berkontribusi pada artikel ini.

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=svsbNh0w8CM

Jelang Peringatan 30 Tahun Pembantaian Mahasiswa Tiananmen 4 Juni 1989

0

oleh Li Yun

Menjelang peringatan 30 tahun pembantaian mahasiswa Tiananmen 4 Juni 1989, topik terkait peristiwa tersebut dijadikan kata-kata sensitif di jaringan internet oleh pihak berwenang Tiongkok.

Tetapi dalam sebuah video pendek tampak seorang lelaki yang berbaju putih dan bercelana hitam berdiri di depan tank untuk menghadang laju tank di Museum Militer Beijing. Karena fakta bahwa Wang Weilin, orang yang menghadang tank dan yang menimbulkan kekhawatiran publik, tidak ada lagi kabar berita tentang dirinya setelah dibawa pergi oleh beberapa orang preman komunis Tiongkok tak lama kemudian. 30 tahun berlalu, orang-orang di seluruh dunia terus mencarinya.

Dari video pendek terlihat, seorang pria yang berbaju putih dan bercelana panjang hitam dengan dua kantong plastik di tangannya sedang berdiri di depan tank di depan Museum Militer Beijing. Karena adegan dalam video itu cukup mirip dengan adegan penindasan Lapangan Tiananmen di Jalan Changan pada 4 Juni 1989, jadi menarik banyak perhatian publik.

Video tersebut telah diunggah ke YouTube oleh netizens. Beberapa netizen khawatir tentang keselamatan pria ini dan meninggalkan pesan agar ia tetap baik-baik saja. Ada juga netizen yang menulis : Satria, rakyat tidak akan lupa”.

https://www.youtube.com/watch?v=iB_rhwuQuJw

Patung Wang Weilin Menghadang Tank yang pertama di dunia sudah hampir selesai dibuat dan akan dipamerkan di Liberty Sculpture Park, Los Angeles pada 4 Juni mendatang.

Wang Weilin menghadang tank terjadi pada 3 Juni malam hingga 4 Juni dini hari tahun 1989.

Komunis Tiongkok menggunakan tank dan kendaraan lapis baja untuk membunuh mahasiswa dan warga Beijing yang berada di Lapangan Tiananmen. Pada keesokan harinya, di Jalan Chang’an di Beijing, seorang pemuda bertubuh kurus menghadang sekitar 18 buah tank yang sedang berjalan.

Meskipun pengemudi tank yang dihadang oleh Wang berusaha menghindar, mencoba berjalan melalui sisi kiri maupun kanan tempat Wang berdiri, namun Wang terus bergerak mengikuti agar tank tidak bisa lewat kecuali menabrak dirinya. Setelah tank berhenti, Wang Weilin pun naik ke menara tank dan mencoba berkomunikasi dengan kapten. Pada saat kebuntuan, seorang preman komunis Tiongkok dengan mengendarai sepeda datang untuk membujuk, dan akhirnya Wang pun dibawa pergi oleh beberapa orang berseragam warna biru.

Media berbahasa Mandarin mengklaim bahwa pria itu bernama Wang Weilin, dan media Barat menjulukinya sebagai The Tank Man.

Hingga kini, Manusia Tank Wang Weilin yang dibawa oleh preman komunis Tiongkok sudah hampir 30 tahun, nasibnya belum diketahui. Setiap tahun dunia tetap mencarinya.

Sejarawan Wu Renhua dalam artikel yang dikeluarkan pada bulan Juni 2010 menyebutkan bahwa setelah Wang Weilin dibawa pergi oleh polisi berpakaian preman, ia pun dibunuh.

Dalam buku The Story of Jiang Zemin diungkapkan bahwa setelah 4 Juni 1989, media asing memuji Wang Weilin atas keberaniannya untuk menentang kekerasan dengan cara yang sangat mengagumkan, menyebutnya sebagai pahlawan abad ke-20. Jiang Zemin kesal dengan hal itu. Ia kemudian mengeluarkan perintah penangkapan secara rahasia dan membunuh Wang Weilin setelah tertangkap.

Tidak hanya hidup atau dibunuhnya Wang Weilin menjadi sebuah misteri. Berapa banyak orang yang dibunuh komunis Tiongkok selama peristiwa 4 Juni juga tidak diketahui.

Menurut Dokumen Deskripsi Gedung Putih tahun 2014, selama periode 4 Juni, jumlah orang yang tewas dan terluka mencapai 40.000 orang, di mana sekitar 10.454 orang terbunuh. Dokumen rahasia yang dikeluarkan Inggris tahun 2017 juga menyatakan bahwa militer Tiongkok setidaknya telah membunuh 10.000 orang selama peristiwa Tiananmen pada 4 Juni. (Sin/asr)

 

https://www.youtube.com/watch?v=UMugmzHaK1E

Banjir dan Longsor Bengkulu Menyebabkan Kerugian Rp 144 Miliar

Epochtimes.id- Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho merilis kerusakan dan kerugian dari dampak banjir dan longsor yang melanda Bengkulu hingga Rabu (1/5/2019).

Menurut BNPB, pada sektor peternakan sejumlah ternak mati seperti sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik dengan jumlah total 857 ekor. Wilayah paling terdampak untuk sektor peternakan berada di Bengkulu Utara dengan total ternak 320 ekor.

Selain itu, sekitar 3.000 hektar lahan pertanian mengalami kerusakan. Rincian kerusakan lahan sebagai berikut sawah 2.648,06 ha, jagung 221,59 ha, kacang hijau tanah 8,25 ha, dan kacang hijau 3,25 ha. Sedangkan sektor perkebunan, sejumlah 775 batang sawit terdampak.

Sementara itu, di sektor infrastruktur, jaringan listrik masih dilakukan perbaikan dengan perkembangan pemulihan mencapai 74,28% pada 30 April lalu.

BPBD melaporkan gardu distribusi sejumlah 42 unit masih padam dan 2.496 jaringan listrik pelanggan belum menyala.

Total kerugian sementara hingga hari ini (1/5) senilai Rp 144 milyar. Namun jumlah akan terus bertambah karena perkiraan kerugian tersebut menggunakan data sementara. Mengingat luas banjir dan skala dampak yang ditumbulkan maka jumlah kerugian akan banyak bertambah.

BPBD masih melakukan pendataan kerusakan akibat banjir dan longsor yang dipicu hujan deras di seluruh wilayah Bengkulu pada 26/4/2019 sore hingga 27/4/2019 pagi.

BNPB masih terus mengirimkan bantuan ke Bengkulu seperti tenda, makanan siap saji, dan logistik lainnya.

Saat ini sebagian besar banjir sudah surut dan daerah dapat dijangkau. Sampah, lumpur dan material yang dihanyutkan banjir banyak menutup jalan dan permukiman sehingga perlu dibersihkan. (asr)

Pemerintah Taiwan Mengecam Hong Kong Yang Menolak Kedatangan Praktisi Falun Gong

0

EpochTimesId – Otoritas Hong Kong mencegah 68 warganegara Taiwan dan satu warganegara Jepang untuk masuk ke Hong Kong untuk menghadiri pawai akhir pekan lalu, meskipun mereka semua telah memperoleh visa yang valid sebelum naik ke pesawat terbang yang ditumpanginya.

Pihak berwenang Hong Kong memerintahkan mereka untuk kembali ke negara masing-masing.

Mereka adalah praktisi Falun Gong, latihan spiritual yang ditindas di Tiongkok Daratan. Mereka pergi ke Hong Kong – bekas koloni Inggris yang kini berada di bawah kedaulatan Tiongkok – untuk menghadiri pawai pada tanggal 27 April 2019 yang menyerukan rezim Tiongkok untuk menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung terhadap Falun Gong.

Latihan meditasi Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, mengajarkan serangkaian ajaran moral berdasarkan pada Sejati, Baik dan Sabar.

Pada tahun 1999, jumlah praktisi Falun Gong di Tiongkok tumbuh sekitar 100 juta, menurut perkiraan otoritas Tiongkok. Khawatir popularitas Falun Gong akan mengancam kekuasaan Partai Komunis Tiongkok, pemimpin Partai Komunis Tiongkok saat itu Jiang Zemin melancarkan kampanye untuk membasmi latihan Falun Gong, di mana terjadi penahanan massal, kerja paksa, cuci otak, dan penyiksaan terhadap praktisi Falun Gong.

Tanggapan Otoritas Taiwan

Sementara presiden Taiwan Tsai Ing-wen menghadiri upacara peletakan batu pertama untuk taman teknologi di kota Taoyuan pada tanggal 29 April 2019, seorang wartawan Epoch Times meminta komentar Tsai Ing-wen mengenai insiden tersebut.

“Saya pikir apa yang menimpa warganegara Taiwan adalah kasus yang khas, bahwa warganegara Taiwan diperlakukan secara berbeda saat bepergian ke negara lain,” kata Tsai Ing-wen dalam tanggapannya.

Praktisi Falun Gong pada pawai mengecam 20 tahun penindasan rezim Tiongkok terhadap keyakinan spiritual mereka, di Hong Kong pada tanggal 27 April 2019. (Li Yi / The Epoch Times)

Sementara itu William Lai Ching-te, mantan ketua Legislatif Yuan, badan legislatif satu kamar Taiwan, mengutuk pihak berwenang Hong Kong atas tindakan mereka, dalam wawancara pada tanggal 29 April 2019 dengan cabang penyiar independen NTD cabang Asia-Pasifik.

“Teman-teman Falun Gong kami ditekan di Hong Kong ketika mereka berusaha pergi ke sana dan menggunakan hak mereka untuk kebebasan berbicara. Masyarakat internasional kita harus melihat kasus ini dengan jelas, bahwa kita semua perlu mendukung kebebasan berbicara di Hong Kong, dan mendukung Falun Gong,” kata William Lai Ching-te.

Chiu Chui-cheng, wakil menteri Dewan Urusan Daratan Taiwan, agen utama yang berurusan dengan hubungan lintas selat, mengatakan kepada NTD dalam wawancara pada tanggal 27 April 2019: “Kami sangat mendesak pemerintah Hong Kong untuk menegakkan hak-hak beradab bagi warganegara Taiwan yang mengunjungi Hong Kong dengan dokumen resmi.”

Hong Kong menikmati otonomi relatif, dengan pemerintahan administratif yang terpisah. Tetapi banyak warga Hong Kong percaya bahwa sejak Hong Kong diserahkan dari Inggris pada tahun 1997, Beijing telah memperketat cengkeramannya pada urusan kota Hong Kong dan melanggar kebebasan dasar.

Juga akhir pekan ini, pada tanggal 28 April 2019, sekitar 130.000 warga Hong Kong berpartisipasi dalam pawai dan demonstrasi untuk menentang amandemen yang diusulkan terhadap undang-undang ekstradisi kota yang akan memungkinkan tersangka kriminal dikirim ke Tiongkok Daratan.

Mengingat rezim Tiongkok mengabaikan aturan hukum, penduduk, kelompok bisnis, dan kelompok hak asasi internasional di Hong Kong menyatakan keprihatinannya bahwa perubahan tersebut memungkinkan Beijing untuk menuntut dan mengekstradisi para pengritiknya dengan bebas dari hukuman.

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen juga mengomentari pawai anti-ekstradisi tersebut: “Pawai ini mengungkapkan bahwa ‘satu negara, dua sistem’ bukanlah solusi yang diinginkan atau diterima warga Hongkong. Taiwan tidak mungkin menerima‘ satu negara, dua sistem,” kata Tsai Ing-wen.

“Satu negara, dua sistem” dirumuskan oleh mantan pemimpin Partai Deng Xiaoping, ketika Hong Kong pada tahun 1997 dan Makau pada tahun 1999, bekas koloni Portugis, dikembalikan ke kedaulatan Tiongkok. Di bawah konsep itu, Beijing menetapkan bahwa selama 50 tahun ke depan, Hong Kong dan Makau akan beroperasi di bawah sistem ekonomi dan administrasinya sendiri, sementara Tiongkok Daratan akan terus diperintah di bawah otoritarianisme komunis.

Baru-baru ini, Beijing telah berulang kali mengumumkan niatnya untuk memerintah Taiwan di bawah pengaturan yang sama; ia menganggap pulau di dalam wilayahnya, meskipun Taiwan menjadi negara de-facto dengan pemerintah, mata uang, dan militer yang dipilih secara demokratis.

69 Oran Asing Dicegat di Bandara Hong Kong

Pada tanggal 26 April 2019, 33 praktisi Falun Gong asal Taiwan tiba di bandara Hong Kong dengan visa yang sah. Tetapi bea cukai Hong Kong tidak mengizinkan mereka masuk, tanpa memberikan alasan. Mereka dikembalikan ke Taiwan.

Sehari setelahnya, 35 praktisi Falun Gong asal Taiwan juga ditolak masuk dan dipaksa naik pesawat kembali ke Taiwan. Dan seorang warganegara Jepang yang juga adalah praktisi Falun Gong bernama Zhang Jun juga ditolak memasuki Hong Kong pada saat kedatangan pada tanggal 25 April 2019.

Ibu Ting mengatakan kepada Epoch Times berbahasa Mandarin bahwa ia dipaksa untuk kembali ke Taiwan pada tanggal 27 April 2019: “Inspektur bea cukai Hong Kong menatap saya dengan ekspresi aneh [setelah memindai paspor saya] … Ia memberitahu saya bahwa kebijakan Hong Kong memberinya hak untuk mencegat saya memasuki Hong Kong, meskipun saya punya visa.”

Ibu Ting mengatakan ia yakin namanya berada dalam daftar hitam yang telah disusun pemerintah Hong Kong untuk mencegah orang-orang yang kritis terhadap rezim Tiongkok memasuki Hong Kong.

Zhang Jun mengatakan kepada reporter The Epoch Times Tokyo pada tanggal 28 April 2019 bahwa ia bertanya kepada inspektur bea cukai Hong Kong alasan penolakan masuk, dan diberitahu: “Paspor anda memiliki beberapa masalah.” Ketika ia meminta perincian lebih lanjut, inspektur tersebut berkata: “Saya tidak boleh membiarkan anda memasuki Hong Kong.”

Mereka semua berada di Hong Kong untuk pawai memperingati peringatan 20 tahun aki damai massal oleh para praktisi Tiongkok daratan di Beijing. Tidak peduli pada permohonan para praktisi Falun Gong, rezim Tiongkok meluncurkan penganiayaannya pada bulan Juli 1999.

Menurut situs web Minghui.org yang berpusat di Amerika Serikat, yang berfungsi sebagai tempat klarifikasi fakta mengenai berita penganiayaan Falun Gong, 4.296 praktisi Falun Gong dipastikan telah meninggal dunia akibat dianiaya. Jumlah praktisi Falun Gong yang meninggal dunia sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi, karena sulitnya mendapatkan informasi sensitif dari Tiongkok.

Insiden Masa Lalu

Ini bukan pertama kalinya otoritas Hong Kong tidak mengizinkan praktisi Falun Gong masuk ke kota Hong Kong.

Pada bulan Juli 2017, setidaknya 43 praktisi Falun Gong asal Taiwan yang pergi ke Hong Kong untuk pawai peringatan yang sama dicegat setelah mendarat di bandara Hong Kong dan dipulangkan kembali ke Taiwan. Petugas keamanan dan polisi Hong Kong menahan mereka selama berjam-jam di kantor imigrasi, menyisir barang bawaan mereka, dan menginterogasinya secara individual.

Praktisi Falun Gong menunjukkan dokumen perjalanan yang sah. Mereka juga tidak diberi penjelasan resmi mengapa mereka ditolak.

Tahun 2007 adalah untuk pertama kalinya pihak  berwenang di Hong Kong tidak mengizinkan lebih dari 100 praktisi Falun Dafa asal Taiwan memasuki Hong Kong. (Nicole Hao/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=svsbNh0w8CM

https://www.youtube.com/watch?v=CJmtVKz1BS0

Pendiri WikiLeaks Divonis Penjara Oleh Pengadilan Inggris

EpochTimesId — Seorang hakim Inggris menjatuhkan vonis terhadap pendiri WikiLeaks, Julian Assange pada hari Rabu, 1 Mei 2019. Assange dijatuhi hukuman hingga 50 minggu penjara karena melanggar hukum bebeas dengan jaminan. Dia tidak datang melapor kepada aparat berwajib tujuh tahun lalu dan bersembunyi di kedutaan Ekuador hingga tahun ini.

Hakim Deborah Taylor mengatakan sulit untuk membayangkan versi pelanggaran yang lebih serius ketika dia memberi hukuman kepada hacker yang berusia 47 tahun itu, mendekati maksimum satu tahun dalam tahanan.

Dia mengatakan, Assange yang bersembunyi selama tujuh tahun di kedutaan negara sahabat telah membebani pembayar pajak Inggris hingga 21 juta dolar AS (16 juta pound). Assange mencari suaka sebagai ‘upaya sengaja untuk menunda penegakan hukum dan keadilan’.

Assange yang kini berambut putih berdiri tanpa ekspresi dengan tangan tergenggam saat kalimat vonis itu dibacakan. Pendukungnya di galeri publik di Pengadilan Southwark Crown meneriakkan kata-kata ‘Anda Memalukan’ kepada hakim ketika Assange dibawa pergi.

Julian Assange berbicara kepada media dari balkon Kedutaan Besar Ekuador pada 19 Mei 2017 di London, Inggris. (Jack Taylor / Getty Images)

Pemburu rahasia negara asal Australia itu mencari suaka di gedung kedutaan negara Amerika Selatan di London pada Juni 2012, untuk menghindari ekstradisi ke Swedia. Di negara Eropa itu, Dia menjadi buronan untuk diinterogasi atas tuduhan pemerkosaan dan penyerangan seksual.

Pengacara Assange, Mark Summers, mengatakan di ruang sidang yang penuh dengan wartawan dan pendukung WikiLeaks, bahwa kliennya mencari perlindungan di Kedutaan Besar Ekuador karena Dia hidup dengan ketakutan yang luar biasa karena akan diserahkan ke Amerika Serikat.

Dia mengatakan Assange memiliki ‘ketakutan yang mendasar’ bahwa dia akan dianiaya, dan mungkin dikirim ke kamp tahanan AS untuk para tersangka terorisme di Teluk Guantanamo.

Summers juga membaca sepucuk surat dari Assange yang meminta maaf atas perilakunya pada 2012 dan mengatakan, “Saya melakukan apa yang menurut saya terbaik.”

“Aku mendapati diriku berjuang dengan keadaan yang menakutkan,” kata surat itu.

Assange ditangkap pada 11 April 2019, setelah Ekuador mencabut suaka politiknya, setelah menuduhnya melakukan segala sesuatu mulai dari campur tangan dalam urusan luar negeri negara itu hingga kebersihan yang buruk.

Sidang Ekstradisi AS
Secara terpisah, pendiri WikiLeaks juga menghadapi sidang ekstradisi hari Kamis atas tuduhan kriminal di AS. Ia dituduh membantu mantan spesialis intelijen Angkatan Darat, Chelsea Manning untuk mendapatkan akses ke komputer Departemen Pertahanan AS pada 2010 untuk mengungkapkan dokumen rahasia pemerintah.

Dia didakwa atas dugaan konspirasi untuk melakukan intrusi komputer yang disimpan di bawah segel selama lebih dari setahun sampai penangkapannya di London tiga minggu lalu.

Di bawah hukum Inggris, pemerintah AS memiliki 65 hari sejak penangkapan, hingga 15 Juni, untuk memberikan dokumen ekstradisi penuh kepada hakim distrik Inggris.

Jennifer Robinson, salah satu pengacara di tim hukum Assange mengatakan kepada CNN pada hari Sabtu, “Ini adalah masalah keprihatinan internasional bahwa seorang penerbit ditahan di penjara keamanan tinggi menghadapi ekstradisi ke AS untuk karyanya yang telah memenangkan penghargaan jurnalisme. Akhir dunia. Kami sangat peduli dengan kesehatannya.”

“Dia berterima kasih atas solidaritas yang ditunjukkan di seluruh dunia,” sambung Robinson.

Dalam minggu-minggu sejak penangkapannya, Assange ditahan di HMP Belmarsh di Thamesmead, London tenggara.

Salah satu fasilitas paling aman di Inggris dan Wales, penjara Belmarsh memiliki kapasitas untuk menampung lebih dari 900 narapidana dan terkenal karena pernah menampung para tersangka teror terkenal, Abu Hamza al-Masri dan Anjem Choudary dalam unit keamanan yang tinggi.

Andy Keen-Downs, kepala eksekutif Pact, sebuah badan amal rehabilitasi yang menyediakan layanan keluarga di penjara di seluruh negeri, mengatakan Belmarsh menerima campuran narapidana yang dialokasikan sel tunggal atau bersama.

“Di tengah-tengah penjara adalah area yang dibangun untuk tahanan berkeamanan tinggi,” Keen-Downs menjelaskan.

“Kondisinya sangat mendasar. Staf penjara bekerja keras untuk menjaga agar para tahanan tetap aman, tetapi seperti kebanyakan penjara, ada saat-saat ketika ada kekerasan. Itu bisa menjadi suasana yang sangat menakutkan,” lanjutnya. (THE ASSOCIATED PRESS dan CNN Wire/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Harga Daging Babi Akan Melonjak Akibat Penyakit Babi Yang Mematikan Melanda Tiongkok

0

EpochTimesId – Harga daging babi mungkin akan naik bagi konsumen di Amerika Serikat dan di seluruh dunia akibat wabah demam babi Afrika di Tiongkok, yang telah memangkas produksi daging babi di Tiongkok.

Penyakit demam babi Afrika, yang pertama kali terdeteksi Agustus 2018, telah menyebabkan kerugian besar bagi ternak di Tiongkok, di mana  total 129 wabah ditemukan.

Pihak berwenang di Tiongkok telah memusnahkan lebih dari 1 juta ekor babi. Namun, banyak rakyat Tiongkok yang percaya bahwa situasi sebenarnya jauh lebih buruk daripada akun resmi.

Demam babi Afrika, yang tidak mempengaruhi manusia, sangat menular dan fatal bagi sesama babi. Tidak ada obat atau vaksin untuk penyakit ini.

Rabobank memperkirakan bahwa hingga 200 juta ekor babi — hampir tiga kali lipat populasi babi di Amerika Serikat — dapat dimusnahkan atau mati karena infeksi ketika penyakit demam babi Afrika  menyebar ke seluruh Tiongkok, yang mengurangi produksi daging babi di Tiongkok sebesar 30 persen sejak awal tahun 2019.

Tiongkok, konsumen dan produsen daging babi terbesar di dunia, kini beralih ke negara lain untuk membeli daging babi demi memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri, termasuk dari Uni Eropa, Brasil, Kanada, dan Amerika Serikat.

Hal ini dapat menyebabkan konsumen Amerika Serikat harus membayar harga yang lebih mahal untuk bahan pokok seperti bacon dan sosis, kata para analis.

Sementara harga eceran Amerika Serikat untuk produk daging babi adalah tetap stabil, Christine McCracken, direktur eksekutif penelitian daging di Rabobank, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa konsumen babi di Amerika Serikat dapat membayar lebih mahal untuk daging babi pada akhir tahun ini jika pemusnahan babi terus berlanjut di Tiongkok.

Arlan Suderman, kepala ekonom komoditas di INTL FCStone mengatakan kepada CNN bahwa mengingat Tiongkok menyumbang hampir setengah dari konsumsi daging babi global, “kami meramalkan masalah ini memakan waktu lima hingga tujuh tahun sebelum produksi dapat dipulihkan.”

Arlan Suderman mengatakan kasus tersebut  adalah “masalah jangka panjang yang akan menaikkan harga hampir semua daging di seluruh dunia,” karena konsumen cenderung beralih ke sumber protein lain seperti ayam dan daging sapi untuk mengimbangi kekurangan daging babi.

Departemen Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok mengumumkan pada tanggal 17 April 2019 bahwa harga daging babi dapat meningkat lebih dari 70 persen pada paruh kedua tahun ini, di mana mencetak rekor tertinggi di Tiongkok.

Harga grosir daging babi rata-rata di Tiongkok pada bulan Maret 2019 adalah 19 yuan (2,82 dolar Amerika Serikat) per kilogram, naik 6,3 persen dari bulan sebelumnya, dan 7,6 persen lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu.

Foto ini diambil pada tanggal 10 Agustus 2018 yang menunjukkan anak babi berdiri di kandang di sebuah peternakan babi di daerah Yiyang, di provinsi Henan, Tiongkok bagian tengah. (Greg Baker / AFP / Getty Images)

Wabah Menyebar

Pada awal April 2019, Kamboja melaporkan wabah demam babi Afrika pertama di dekat perbatasan Vietnam, yang menewaskan sekitar 400 ekor babi.

Wabah itu terjadi di provinsi Rattanakiri, yang terletak paling timur laut Kamboja, yang berbatasan dengan Vietnam.

Pihak berwenang Vietnam melaporkan kasus demam babi Afrika pertamanya pada tanggal 19 Februari 2019.

Vietnam berbatasan dengan Tiongkok di utara; sebagian besar dari 556 kasus wabah demam babi Afrika telah terjadi di daerah Rattanakiri. Beberapa pejabat Vietnam mengatakan virus demam babi Afrika itu mungkin masuk ke Vietnam melalui orang-orang yang membawa babi yang terinfeksi dari Tiongkok, atau dari pakan babi buatan Tiongkok.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian  Perserikatan Bangsa-Bangsa, sejak tanggal 19 Februari 2019, 23 dari 58 provinsi telah melaporkan wabah demam babi Afrika, di mana lebih dari 89.600 ekor babi telah disembelih.

Sejak wabah demam babi Afrika melanda Tiongkok, Mongolia, tetangga Tiongkok di utara juga mendeteksi demam babi Afrika, yang belum pernah melihat penyakit tersebut sebelum wabah di Tiongkok.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian  Perserikatan Bangsa-Bangsa, setidaknya 3.115 ekor  babi telah mati karena penyakit atau telah dimusnahkan, sekitar 10 persen dari total populasi babi di Mongolia.

Pada bulan Maret 2019, agen-agen perbatasan Amerika Serikat menyita sekitar 1 juta pon produk daging babi dari Tiongkok dengan dugaan bahwa daging itu mungkin terinfeksi oleh penyakit demam babi Afrika. (Cathy Zhang/ Vv)

Reuters berkontribusi pada artikel ini. Staf penulis Epoch Times Olivia Li dan Nicole Hao juga berkontribusi pada laporan ini.

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=7wqLq_pJ51k

https://www.youtube.com/watch?v=4shqcCbvq-w

Desersi Militer Venezuela Banjiri Brasil

0

EpochTimesId – Personel militer Venezuela semakin banyak yang membelot dan kabur ke Kolombia dan Brasil. Mereka menolak untuk mengikuti perintah untuk menekan protes terhadap pemerintah Presiden sosialis diktator, Nicolas Maduro.

Reuters berhasil memwawancarai enam diantaranya. Seorang letnan dan lima sersan Garda Nasional, pasukan utama yang digunakan oleh pemerintah Maduro untuk menekan demonstrasi yang meluas, mengatakan sebagian besar pergi ke Kolombia. Sebab perbatasan Kolombia paling mudah diakses. Namun, banyak juga yang seperti mereka, memilih pergi ke Brasil.

Pihak berwenang imigrasi Kolombia mengatakan sekitar 1.400 personel militer Venezuela telah meninggalkan Kolombia dan memasuki negara mereka tahun ini. Sementara itu, Angkatan Darat Brazil mengatakan mendeteksi lebih dari 60 anggota angkatan bersenjata Venezuela yang memasuki Brasil sejak Maduro menutup perbatasan pada 23 Februari. Perbatasan ditutup oleh Maduro untuk memblokir upaya oposisi dalam mendapatkan bantuan kemanusiaan bagi warga Venezuela.

“Kebanyakan anggota militer yang membelot berasal dari Garda Nasional. Mereka akan terus datang. Lebih ingin pergi,” kata seorang letnan Garda Nasional, awal bulan ini.

Dia baru saja menyeberang ke Brazil dengan berjalan kaki. Letnan itu tiba di kota perbatasan Pacaraima setelah berjalan selama berjam-jam menyusuri jalan adat melalui sabana.

Para pejabat di kedua negara mengatakan laju desersi telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir karena kekacauan politik dan ekonomi di Venezuela telah semakin memburuk.

Para desertir, meminta agar nama mereka tidak dipublikasikan mereka karena khawatir akan pembalasan terhadap keluarga mereka. Mereka mengeluh bahwa para komandan tertinggi di Venezuela hidup dengan baik, dengan gaji besar dan komisi dari penyelundupan dan skema pasar gelap lainnya. Sementara tentara dengan pangkat rendah menghadapi konflik di jalan-jalan Venezuela, dengan upah rendah.

“Mereka sudah memiliki keluarga yang tinggal di luar negeri. Mereka hidup dengan baik, makan dengan baik, memiliki gaji bagus dan mendapat keuntungan dari korupsi,” kata letnan itu.

Kementerian Informasi pemerintah Venezuela, yang menangani semua pertanyaan media, tidak menjawab permintaan komentar untuk cerita ini.

Pada bulan Februari, duta besar Maduro untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Samuel Moncada, mengklaim selama pertemuan Dewan Keamanan bahwa jumlah desersi militer telah dibesar-besarkan. Juru bicara kementerian luar negeri William Castillo mengatakan pada saat itu bahwa hanya 109 dari 280.000 pasukan bersenjata yang meninggalkan Maduro.

Seorang sersan Venezuela, yang dengan bangga mengenakan seragam Garda Nasionalnya untuk sebuah wawancara di sebuah kamar hotel di Pacaraima, mengatakan bahwa Dia tidak dapat menghidupi dua putranya yang kecil dengan gaji 12 dolar AS sebulan.

“Kami sangat mempertaruhkan hidup kami untuk sedikit (gaji) kami dibayar,” katanya. “Aku pergi karena ini dan perintah buruk yang diberikan komandan kepada kami.”

Ketua kongres yang dipimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, yang didukung oleh sebagian besar negara-negara Barat, sedang berusaha menggulingkan Maduro dengan dasar bahwa pemilihan kembali presiden sosialis itu pada tahun 2018 tidak sah.

Namun, para komandan pasukan bersenjata tetap setia kepada Maduro karena mereka mendapat banyak uang dalam dolar AS dan akan terlalu banyak kehilangan dengan meninggalkan Maduro, menurut para desertir Garda Nasional.

Maduro telah menempatkan panglima militer dalam pekerjaan tingkat tinggi yang menjalankan perusahaan negara sehingga mereka tidak akan mau berbalik melawannya, kata sersan itu.

“Maduro tahu bahwa jika dia memindahkan mereka dari pos-pos itu, militer akan meninggalkan dia dan bisa menggulingkannya dalam kudeta,” sambung desertir Garda Nasional.

Maduro menyebut Guaido sebagai boneka AS yang mencoba untuk menimbulkan kudeta dan menyalahkan masalah ekonomi negara itu karena sanksi Amerika.

Narapidana berseragam
Pemberontakan di jajaran menengah Garda Nasional telah diatasi dengan intimidasi dan ancaman pembalasan terhadap keluarga mereka, kata para desertir itu kepada Reuters. Mereka mengatakan telepon personel militer yang dicurigai sebagai simpatisan anti-Maduro disadap untuk mengawasi perilaku mereka.

Dengan desersi yang meningkat dan berkurangnya dukungan untuk Maduro, pemerintah telah menggunakan kelompok-kelompok sipil bersenjata yang dikenal sebagai ‘colectivos’ untuk meneror lawan-lawan Maduro, kata orang yang diwawancarai. Kelompok-kelompok HAM di Venezuela telah memperingatkan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok militan.

Pemerintah juga telah membebaskan para tahanan dan menempatkan mereka dalam seragam Garda Nasional, yang membuat para tentara jijik dengan karier militer bertahun-tahun di belakang mereka, kata keenam pembelot itu. Tidak jelas apakah mantan tahanan atau militan dibayar oleh pemerintah.

Kurangnya makanan, air dan obat-obatan, bersama dengan pemadaman listrik yang berkepanjangan, telah menambah rasa anarki, kata para desertir.

Sersan berseragam itu mengatakan Dia takut akan pertumpahan darah di tangan ‘colectivos’ yang berusaha mempertahankan Maduro tetap berkuasa jika angkatan bersenjata menolak keras perintah pemerintah untuk menekan aksi protes.

“Tidak akan ada cukup prajurit yang tersisa dengan hati batu untuk menembaki orang-orang,” katanya. “Kami militer tahu bahwa di antara orang banyak di jalan-jalan ada kerabat kami yang memperjuangkan kebebasan dan masa depan yang lebih baik untuk Venezuela.” (REUTERS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Diktator Maduro Batal Kabur Diduga Gara-Gara Rusia

0

EpochTimesId – Amerika Serikat mengatakan bahwa diktator yang tidak sah dari Venezuela, Nicolás Maduro bersiap untuk kabur dan meninggalkan Venezuela pada 30 April 2019. Akan tetapi, Maduro membatalkan rencana kaburnya setelah Rusia membujuknya untuk tetap tinggal di Venezuela.

Pengungkapan itu datang ketika presiden sementara sah negara itu, Juan Guaido, menyerukan ‘aksi pawai terbesar’ di negara itu dengan inisialisasi rencana ‘tahap akhir’ untuk menggulingkan diktator sosialis yang sedang ‘diperangi’.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan bahwa Maduro akan berangkat dengan pesawat ketika Guaido menyerukan pemberontakan militer. Sebelumnya pada hari itu, Pompeo mengatakan di Twitter bahwa ‘demokrasi tidak dapat dikalahkan’.

“Kami benar-benar membuat Nicolás Maduro bersiap-siap untuk menaiki pesawat dan menuju ke luar negeri, (rencana) itu benar-benar dibatalkan karena Rusia,” kata Pompeo pada sebuah acara di Washington.

Sementara itu penasihat keamanan nasional AS, John Bolton menunjukkan peran Kuba dalam menopang Maduro. Dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada 1 Mei 2019, dia mengatakan bahwa, “Rusia sudah menyelesaikan semua ini; Kuba sudah menyelesaikan semua ini.”

“Ketika kerusuhan membengkak, Maduro tetap tinggal di markas besar Kuba di Venezuela karena dia tidak cukup percaya pada angkatan bersenjatanya sendiri,” kata Bolton.

Dia juga membalas dengan karakterisasi kudeta yang salah, merujuk pada legitimasi Guaido sebagai presiden sementara.

“Kudeta di sini dilakukan oleh Kuba dan Rusia yang telah mencangkokkan diri mereka ke Venezuela,” kata Bolton. “Saya pikir mereka menjalankannya dalam beberapa hal (lebih berkuasa) daripada Maduro.”

Rusia dan Tiongkok selama bertahun-tahun telah ‘menyuapi’ rezim diktator Maduro miliaran dolar melalui pinjaman dan kesepakatan energi. Kedua terus mendukung Maduro menghadapi gempuran politik Guaido, yang diakui secara internasional sebagai Presiden Interim Venezuela dengan dukungan lebih dari 50 negara.

“Kami telah menyaksikan sepanjang hari, sudah lama sejak ada yang melihat Maduro,” kata Pompeo kepada CNN pada 30 April. “Dia memiliki pesawat terbang di landasan, dia siap untuk pergi pagi ini karena kami memahaminya dan Rusia mengindikasikan dia harus tinggal.”

Pompeo juga mengatakan bahwa dia percaya Maduro akan pergi jika Rusia dan Kuba tidak campur tangan dengan ‘dukungan yang memadai’.

Pada awal April, Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi kepada dua operator pengiriman Venezuela dan sebuah kapal yang mengirimkan minyak ke Kuba. Presiden Donald Trump, sementara itu, telah memperingatkan Kuba untuk menghentikan keterlibatan militernya.

“Jika Pasukan Kuba dan Milisi tidak segera CEASE operasi militer dan lainnya dengan tujuan menyebabkan kematian dan kehancuran terhadap Konstitusi Venezuela, embargo penuh dan lengkap, bersama dengan sanksi tingkat tertinggi, akan ditempatkan di pulau Kuba,” Trump menulis di Twitter pada 30 April 2019.

Rekaman di lapangan menunjukkan beberapa pasukan militer Maduro meninggalkan pos mereka dan bergabung dengan Guaido pada bentrokan jalanan. Ketika kerumunan membengkak menjadi ribuan, lebih dari 100 orang terluka ketika Venezuela merasakan apa yang bisa menjadi peluang terkuat mereka untuk menggulingkan rezim.

“Hari ini kita lanjutkan,” kata Guaido dalam sebuah posting di Twitter awal 1 Mei. “Kami akan terus berjalan dengan kekuatan lebih dari sebelumnya, rakyat Venezuela.”

Rusia membantah tudingan Pompeo, dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova mengatakan kepada CNN bahwa Washington sedang berusaha keras untuk menurunkan moral tentara Venezuela. Rusia bahkan menuding Amerika menggunakan kebohongan sebagai bagian dari perang informasi.

Dalam sambutan sebelumnya, Zakharova mengatakan bahwa keterlibatan Washington di Venezuela dapat menyebabkan makin rumitnya situasi. (BOWEN XIAO/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

 

Sekitar 200 Perusahaan Amerika Serikat Mempertimbangkan Untuk Memindahkan Produksi Dari Tiongkok ke India

EpochTimesId – Grup teratas yang berbasis di Amerika Serikat yang mendukung hubungan bisnis yang kuat dengan India baru-baru ini mengungkapkan bahwa sekitar 200 perusahaan Amerika Serikat telah menghubunginya mengenai kemungkinan akan mendirikan basis manufaktur alternatif di India untuk menggantikan jalur perakitan mereka saat ini di Tiongkok.

Dalam wawancara pada tanggal 27 April dengan Press Trust of India, kantor berita terbesar India, Mukesh Aghi, presiden dan CEO Forum Kemitraan Strategis Amerika Serikat-India yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, ia telah menerima peningkatan jumlah pertanyaan dari sekitar 200 perusahaan Amerika Serikat.

Untuk meningkatkan daya saing India, Mukesh Aghi menyarankan agar India dan Amerika Serikat menyusun perjanjian perdagangan bebas, terutama “jika India peduli dengan barang murah yang datang dari Tiongkok” yang dapat melenyapkan bisnis perusahaan dalam negeri.

Perselisihan perdagangan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok — di mana dikenakan tarif Amerika Serikat untuk barang-barang buatan Tiongkok — telah mendorong banyak produsen yang berbasis produksi di Tiongkok untuk memindahkan pabriknya ke luar negeri untuk mencegah kerugian.

Pada bulan Desember 2018, muncul berita bahwa Foxconn, produsen kontrak Taiwan yang terkenal membuat produk Apple, akan mulai merakit iPhone kelas atas di India. Beberapa pemasok Apple lainnya juga mengumumkan bahwa mereka akan membangun pabrik manufaktur baru atau meningkatkan kapasitas produksi di India.

Sebuah komentar pada tanggal 23 April di Los Angeles Times mendalilkan mengapa pemerintahan Donald Trump bersikeras memaksakan tarif: “Gedung Putih Donald Trump dan yang lainnya di Washington melihat Beijing sebagai ancaman serius bagi kepentingan Amerika Serikat dan ingin mendesak perusahaan Amerika Serikat untuk mengalihkan rantai pasokan dari Tiongkok, lebih disukai ke Amerika Serikat atau negara pihak ketiga.”

Tetapi jauh sebelum perang dagang Amerika Serikat -Tiongkok dimulai pada musim semi 2018, banyak merek terkenal seperti Samsung, Intel, LG, Nokia, Nike, dan Adidas sudah mulai memindahkan basis manufakturnya dari Tiongkok ke negara lain karena meningkatnya biaya produksi, seperti kenaikan upah serta biaya sewa dan sarana yang lebih mahal.

Tiongkok Menghadapi Persaingan Panas

Meningkatnya biaya produksi di Tiongkok dan masa depan yang tidak jelas dari perang tarif Tiongkok  dengan Amerika Serikat telah membuka peluang bagi negara-negara Asia untuk menarik lebih banyak investasi asing.

Mukesh Aghi mengatakan ia berharap pemerintah India selanjutnya akan mempercepat reformasi ekonomi dan membuat proses pengambilan keputusan lebih transparan, sehingga dapat menarik lebih banyak perusahaan asing untuk berinvestasi di India.

India, dengan 900 juta pemilih, saat ini mengadakan pemilihan dalam tujuh tahap dari tanggal 11 April 2019 hingga 19 Mei 2019 untuk memilih anggota Lok Sabha, majelis rendah Parlemen dua kamar di India.

Hasil pemungutan suara akan diumumkan pada tanggal 23 Mei 2019. Baik Partai Bharatiya Janata yang dipimpin oleh Perdana Menteri saat ini Narendra Modi dan partai oposisi utamanya Kongres Nasional India telah menyatakan bahwa mereka akan menyambut peningkatan investasi asing.

Menurut Institut Penelitian Mizuho di Jepang, Vietnam adalah penerima manfaat terbesar di Asia akibat perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok, di mana investasi asing langsung di Vietnam mencapai 19,1 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2018, 9,1 persen lebih tinggi dari nilai tahun 2017.

Memanfaatkan kepentingan perusahaan hengkang dari Tiongkok, negara-negara seperti Kamboja, Filipina, Malaysia, Meksiko, dan Taiwan dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong kebijakan untuk menarik investasi asing langsung, seperti menurunkan tarif.

Misalnya, Vietnam, Meksiko, dan Malaysia menandatangani Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik dengan Australia, Kanada, Jepang, dan lima negara lain pada tahun 2018, yang menetapkan bahwa barang yang diperdagangkan antara negara anggota bebas tarif.

Vietnam juga telah merundingkan Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa-Vietnam dan Perjanjian Perlindungan Investasi Uni Eropa -Vietnam, yang akan mengurangi tarif barang yang diperdagangkan antara Uni Eropa dengan Vietnam. Perjanjian sedang menunggu tanda tangan dari Uni Eropa. (Nicole Hao/ Vv)

Komite Mengecam Pelanggaran HAM oleh Tiongkok dan Mempromosikan Etika di Bidang Keuangan

0

EpochTimesId – Para ahli memperingatkan pelanggaran HAM di Tiongkok dan risiko berurusan dengan perusahaan Tiongkok di sebuah konferensi pada tanggal 25 April 2019.

Roger W. Robinson, mantan direktur Urusan Ekonomi Internasional untuk Dewan Keamanan Nasional di bawah pemerintahan Ronald Reagan, berbicara di “Konferensi Perang Ekonomi Tanpa Batas Partai Komunis Tiongkok melawan Amerika.”

Roger W. Robinson mengatakan dua kategori risiko material utama baru harus difokuskan pada: risiko terkait keamanan nasional; dan risiko serta pelanggaran terkait hak asasi manusia.

“Sering terjadi para pelaku pelanggaran HAM sering merupakan pelaku pelanggaran keamanan nasional, dan sebaliknya,” kata Roger W. Robinson.

Roger W. Robinson menunjukkan bahwa di luar nilai-nilai etika yang dipertaruhkan, ada juga perspektif pasar mengenai syarat dan ketentuan. Perusahaan Tiongkok yang bersalah atas pelanggaran HAM diperdagangkan secara publik dan disembunyikan di dalam portofolio investasi merupakan risiko besar untuk berbagi nilai dan reputasi perusahaan.

“Saya tidak berpikir ada di antara kita yang ingin bangun di pagi hari dan menyadari bahwa uang kita diinvestasikan dalam kamp konsentrasi oleh aktivis hak asasi manusia,” kata Roger W. Robinson.

Pengungkapan penuh

Roger W. Robinson menegaskan bahwa perusahaan Tiongkok menghadirkan masalah nyata dan harus diungkapkan dan diekspos dengan baik kepada calon investor.

“Kita benar-benar tidak memiliki cara untuk mengetahui dunia saat ini, seperti apa yang terjadi pada rekening pensiun kita, dan reksa dana kita, tidak ada yang benar-benar melakukan pemeriksaan forensik di mana uang mereka diinvestasikan dan bagaimana menggunakannya,” kata Roger W. Robinson.

Roger W. Robinson menyarankan Komisi Sekuritas dan Pertukaran serta regulator lainnya perlu memastikan risiko ini diungkapkan dengan benar.

“Kita perlu tahu ke mana uang kita diinvestasikan  dan bagaimana uang itu digunakan,” kata Roger W. Robinson.

Roger W. Robinson, membahas etika dalam bisnis dan keuangan di Komite Bahaya Masa Kini: “Konferensi Perang Ekonomi Tanpa Batas Partai Komunis Tiongkok melawan Amerika” di New York City pada tanggal 25 April 2019. (Shenghua Sung / NTD)

Masalah Moral

Mantan kepala ahli strategi Gedung Putih dan mantan penasihat senior untuk Presiden Donald Trump, Stephen K. Bannon, dan salah satu anggota pendiri Komite Bahaya Masa Kini: Tiongkok, berbagi wawasannya mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang masih terjadi di Tiongkok.

“Di luar masalah ekonomi di sini, jelas ada masalah moral yang sangat besar, dan masalah moral itu adalah kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi di Tiongkok,” kata Stephen K. Bannon.

Stephen K. Bannon mengatakan bahwa mengingat perbudakan rakyat Tiongkok oleh rezim komunis Tiongkok, perusahaan Amerika Serikat harus berhenti membiayai dan mendukungnya.

“Sejarah akan menghakimi kita, kita akan ditimbang dan diukur dengan apa yang terjadi,” kata Stephen K. Bannon.

“Saat ini kita memiliki sistem keuangan global, sistem ekonomi global yang memungkinkan kader radikal berada dalam kediktatoran totaliter di Tiongkok untuk memperbudak rakyatnya sendiri,” kata Stephen K. Bannon.

“Apakah itu orang Uyghur, apakah itu umat Buddha Tibet, apakah itu umat gereja Katolik Roma, apakah itu kaum penginjil atau praktisi Falun Gong. Di mana pun ada orang yang memiliki aspirasi spiritual, Partai Komunis Tiongkok tidak dapat membiarkan hal itu terjadi. Jadi, anda melihat secara keseluruhan penindasan agama terbesar berlaku untuk semua keyakinan, apa pun keyakinan anda,” kata Stephen K. Bannon.

Kebebasan Dasar

Stephen K. Bannon menyatakan bahwa perubahan harus datang dari dalam, dari rakyat Tiongkok, dan bahwa Partai Komunis Tiongkok harus berhenti menindas rakyatnya sendiri.

“Sistem Westphalia adalah yang bekerja. Kebebasannya yang bekerja. Tidak ada contoh yang lebih baik selain Hong Kong, dan Taiwan, dan apa yang telah dilakukan orang Tiongkok-Amerika di Amerika Serikat,” kata Stephen K. Bannon.

“Anda memberi mereka kebebasan, anda memberi mereka kebebasan berbicara, kebebasan berpikir, kebebasan beragama. Mereka dapat melakukan apa saja. Tetapi jika anda membiayai gulag, anda akan mendapatkan gulag dalam skala global, dan percayalah bahwa itu adalah rencana kader Partai Komunis Tiongkok yang radikal.”

Stephen K. Bannon membahas pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok di Komite Bahaya Masa Kini: Tiongkok “Konferensi Perang Ekonomi Tanpa Batas Partai Komunis Tiongkok melawan Amerika” di New York City pada tanggal 25 April 2019. (Shenghua Sung / NTD)

Stephen K. Bannon mengatakan Tiongkok memiliki sejumlah pekerja paling keras di dunia yang layak untuk bebas dari penindasan rezim komunis Tiongkok.

“Saya percaya setiap hari bahwa rakyat Tiongkok melihat dunia dan berkata,’Hei, mengapa kita tidak memiliki kebebasan dasar? Kami bekerja keras, memproduksi, mengapa kami tidak memiliki kebebasan dasar seperti yang dimiliki rakyat di Barat, kami pantas mendapatkannya.’ Dan saya pikir saat itulah anda akan melihat perubahan besar di Tiongkok.”

Gordon Chang, pakar Tiongkok dan penulis “Keruntuhan Tiongkok Yang Semakin Dekat” mengatakan rezim Tiongkok melancarkan perang tanpa henti terhadap keyakinan.

“Semua keyakinan, bukan hanya Falun Gong, bukan hanya agama Islam, bukan hanya agama Kristen. Mereka bahkan mengejar umat Buddha, sesuatu yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Gordon Chang.

“Amerika Serikat harus membicarakan hal ini, dan kita tidak boleh berdagang, kita seharusnya tidak memiliki hubungan baik dengan negara yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Gordon Chang. (Jeremy Sandberg/ Vv)

Dari Berita NTD

VIDEO REKOMENDASI

Kapal Perang RI Ditabrak Kapal Vietnam, Berikut Pernyataan TNI AL

0

Epochtimes.id- Pengguna media sosial di Tanah Air dihebohkan dengan KRI Tjiptadi-381 ditabrak oleh kapal Vietnam di Laut Natuna Utara.

Berikut tanggapan resmi Pangkoarmada I Laksamana Muda TNI Yudo Margono :

1- Kejadian/Insiden tersebut terjadi pada hari Sabtu, 27 April 2019 pkl 14.45 WIB.

2- Kejadian berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tepatnya di Laut Natuna Utara.

3- Kejadian bermula saat KRI Tjiptadi-381 melaksanakan Penegakan Hukum di *ZEE* Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara terhadap Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam BD 979 yang sedang melaksanakan Illegal Fishing dan menangkap KIA Vietnam tersebut. Namun KIA tersebut dikawal oleh Kapal Pengawas Perikanan Vietnam. Dan Kapal Pengawas Perikanan Vietnam berusaha untuk menghalangi proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KRI Tjiptadi-381 dengan memprovokasi melalui usaha mengganggu proses penegakkan hukum dengan cara menumburkan kapalnya ke KRI Tjiptadi-381.

4- Berdasarkan lokasi penangkapan, bahwa benar kejadian berada di *ZEE* Indonesia. Sehingga tindakan penangkapan yang dilaksanakan oleh KRI TJIPTADI-381 adalah sudah benar dan sesuai prosedur. Namun pihak Vietnam juga mengklaim bahwa wilayah tersebut merupakan perairan Vietnam.

5- Terkait tindakan yang dilakukan oleh KRI Tjiptadi-381 sudah benar dengan menahan diri, untuk meminimalisir adanya ketegangan atau insiden yang lebih buruk diantara kedua negara, dimana kejadian/insiden di atas akan diselesaikan melalui Goverment to Goverment (G to G).

6- Akibat dari provokasi kapal dinas Perikanan Vietnam (KN.264 dan KN.231) dengan menabrak lambung kiri KRI Tjiptadi-381 dan telah menghadang serta menabrak lambung kiri buritan KIA BD.979 yang sedang ditunda oleh KRI Tjiptadi-381 sehingga terjadi kebocoran dan tenggelam, ABK Kapal Ikan Vietnam yang berjumlah 12 Orang berhasil diamankan ke atas KRI TPD-381, namun 2 ABK yang berada diatas Kapal Ikan tersebut berhasil melompat ke laut dan ditolong oleh Kapal Pengawas Perikanan Vietnam.

7- Selanjutnya ke-12 ABK Kapal Vietnam dibawa dan akan diserahkan ke Lanal Ranai guna proses hukum selanjutnya.

(asr)