ErabaruNews – Otoritas Beijing baru-baru ini mengusir penduduk musiman yang mereka golongkan sebagai warga kelas rendah. Mereka juga memaksakan pergantian pemakaian batubara dengan gas alam, dan melakukan pembongkaran paksa papan-papan iklan dan tindakan penegakan hukum lainnya dengan cara-cara yang memprovokasi kebencian warga terhadap pemerintah.
Sebenarnya, di bawah pemerintahan Partai Komunis Tiongkok, isu-isu sosial di Tiongkok selain tidak berkurang malahan menjadi semakin serius. Konflik antara pejabat dengan warga semakin meningkat.
Kekuasaan komunis di Tiongkok kini sedang mengalami ancaman. Baru-baru ini, beredar sebuar artikel seorang penulis bernama (samaran) Hu Dudu yang dirilis di internet. Ia menyebutkan bahwa kekuasaan rezim komunis Tiongkok itu akan jatuh karena 5 alasan berikut :
Pertama, berbohong, menipu, propaganda demi cuci otak.
Sebagai contoh, ketika masyarakat petani membutuhkan lahan untuk bercocok tanam demi memberi makan keluarga, membesarkan anak dan menjamin hari tua. Maka PKT mencanangkan program ‘ganyang tuan tanah, membagi lahan kepada petani’.
Namun, dalam kenyataannya petani tetap tidak memiliki lahan garapan, mereka tidak dapat memiliki kecuali hak atas sewa lahan.
Kedua, Kemerosotan ekonomi dan gejolak sosial meningkat.
Perusahaan-perusahaan BUMN yang memonopoli bidang penghidupan dengan seenaknya menaikkan harga demi meraih kekayaan. Mereka terus memeras ekonomi riil dan ruang hidup perusahaan milik swasta.
Perusahaan BUMN itu akhirnya tidak dapat menahan defisit keseluruhan yang disebabkan oleh keserakahan mereka dan ambruk satu per satu. Akibatnya, terjadi gelombang pengangguran berskala besar.
Ketiga, Menjaga stabilitas dengan kekerasan sehingga konflik semakin intensif.
Dengan semakin populernya penggunaan internet, semakin banyak orang sadar bahwa PKT membohongi rakyat. Ketika kebohongan sudah kehilangan pengaruhnya, penguasa akan menyalakan lagi mesin kekerasan, seperti memaksa pembongkaran bangunan, memaksa penertiban pedagang dengan menghancurkan kios-kios kaki lima, menangkap orang secara ilegal, mengusir warga kelas rendah dan seribu satu cara lainnya yang hanya akan mengundang konflik sosial yang semakin tajam.
Keempat, Perselisihan di kalangan petinggi kekuasaan, masing-masing orang hanya menjaga keselamatan demi diri sendiri.
Untuk mengatasi kemarahan masyarakat, para penguasa terpaksa mengambil tindakan tegas terhadap pejabat-pejabat yang korupsi. Tetapi pembasmian dan penyitaan kekayaan akan membuat anggota keluarga tidak rela untuk melepas kekayaan yang sudah berada dalam genggaman.
Akhirnya mereka akan menggunakan segala cara untuk menggulingkan penguasa demi menyelamatkan kekayaan.
Kelima, Ketika ‘Cuci Otak’ gagal, kekerasan tidak efektif lagi maka terjebak dalam perangkap Tacitus.
Dengan makin populernya penggunaan internet, pencucian otak dan kebohongan makin sulit untuk berhasil; Seiring kemerosotan ekonomi, bertambahnya jumlah pengangguran, menjaga stabilitas melalui cara kekerasan semakin kurang efektif.
Dengan melakukan anti-pembongkaran dan anti-tindakan tidakadil sebagai target pergerakan, makin banyak masyarakat akan berpartisipasi dalam perjuangan melawan penguasa.
Pengamat politik Tiongkok yang tinggal di Amerika Serikat, Lan Shu mengatakan bahwa artikel tersebut menganalisa kejatuhan PKT dari segi ekonomi dan politik. Secara keseluruhan, alasan utamanya adalah bahwa situasi itu terjadi akibat PKT tidak melakukan reformasi struktural politik.
“Ia hanya mementingkan liberalisasi ekonomi dan bukan reformasi politik, hasil dari liberasisa itu adalah korupsi yang meluas.”
“Pada saat yang sama, 30 tahun setelah liberalisasi berjalan, akhirnya, ekonomi Tiongkok berjalan sesuai dengan hukum ekonomi obyektif, yakni mulai menurun dari puncaknya. Dalam proses menurun itu, akan banyak konflik sosial yang meletus dan sulit mendapatkan solusi untuk mengatasinya, sehingga mempercepat dan mempertajam konflik antara masyarakat dengan pejabat pemerintah,” jelas Lan Shu.
Lan Shu menambahkan, karena PKT tidak melakukan reformasi sistem politik dan menerima nilai universal masyarakat internasional, maka perkembangan ekonomi yang disebut-sebut cepat itu pada kenyataannya adalah dihasilkan dari merampas kepentingan rakyat dengan tanpa memperdulikan saran masyarakat.
“Oleh karena itu, pemerintah Tiongkok mendapat kecaman masyarakat internasional. Dengan meningkatnya tekanan dari dalam dan luar, maka komunis Tiongkok akan segera ambruk,” jelasnya.
Zhu Xinxin, seorang penulis independen di Daratan mengatakan bahwa pecahnya konflik sosial yang tajam dapat mendorong percepatan dibubarkannya PKT.
“Sistem mereka yang lama, terlepas dari masalah kewenangannya, legitimasinya atau kekuatannya, semua itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Jadi, mungkin saja akan muncul seseorang yang berasal dari dalam, kemudian akan berbalik dan memihak kepada rakyat. Meskipun kemungkinan ini tidak besar tetapi dinilai dari resiko dalam mengatasi timbulnya kerusuhan sosial, maka hal ini masih relatif lebih baik,” jelas Zhu Xinxin.
Zhu percaya bahwa isu ekonomi seperti tingkat inflasi yang tinggi, lapangan kerja yang menyempit akan melukai semua lapisan masyarakat. Dengan demikian mereka secara sadar atau tidak sudah terikat jadi satu, dan situasi ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk rame-rame meninggalkan sistem yang dibangun rezim komunis.
“Ini baru akan muncul jika sudah terkait dengan urusan nasional, Kalau hanya yang bersifat kedaerahan, kerusuhan lokal masih belum cukup untuk merongrong kekuasaan rezim penguasa. para warga yang tidak dapat bertahan hidup, pasti ada yang berani mengambil resiko. Mereka ini akan memberanikan diri untuk menggalang massa guna melawan pemerintah, dan biasanya karena menyangkut kepentingan orang banyak, maka barisan mereka juga akan terus membesar,” beber Zhu Xinxin.
Setelah 20 tahun Uni Soviet dibubarkan, pernah ada netizen Tiongkok yang mencoba untuk menganalisa kejatuhan mereka dan menemukan 9 alasan penyebabnya. Antara lain seperti memperoleh medali emas terbanyak di Olimpiade, insiden berdarah setiap tahunnya mencapai sekitar 200.000, korupsi merajalela, tingkat inflasi tinggi.
Komentar menyebutkan bahwa hampir semua alasan itu sudah dipenuhi rezim komunis Tiongkok. Ibarat sebuah bom yang sudah siap diledakkan, tinggal menunggu seseorang untuk menyalakan sumbunya. (NTDTV/SInatra/waa)