Oleh Zhang Tianliang
Epochtimes.id- Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah berakhir, Anggota Tetap Politbiro (Pimpinan kolektif tertinggi PKT) yang baru telah dinobatkan.
Sejumlah analisa saat ini rata-rata menyebutkan Xi Jinping pada dasarnya telah merampungkan pengukuhan kekuasaan dan penempatan personelnya. Namun ada empat aspek yang masih perlu dianalisa dan dijelaskan lebih lanjut, sebagai berikut:
Pertama, “Pemikiran Paham Sosialis Era Baru Berkharakter Tiongkok ala Xi Jinping” telah dituliskan ke dalam konstitusi partai, menandai Xi Jinping sebagai orang ketiga setelah Mao Zedong dan Deng Xiaoping yang telah menorehkan namanya di dalam konstitusi partai, juga menandai Xi Jinping telah meraih posisi otoritas ideologis di dalam PKT.
Bagi PKT yang menganut sistem “politik dan partai menjadi satu”, meraih otoritas ideologis juga berarti memiliki kekuasaan tertinggi berbicara dan membuat kebijakan.
Di dalam konstitusi partai, baik teori “tiga perwakilan” ala Jiang Zemin maupun “konsep perkembangan iptek” ala Hu Jintao, tidak dicantumkan nama keduanya, oleh karena itu dikategorikan sebagai “kristalisasi kebijaksanaan kolektif” generasi ketiga dan keempat.
“Kristalisasi kolektif” seperti ini membuat orang-orang yang tercakup di dalamnya memiliki kekuasaan untuk memberi penjelasan. Dan “pemikiran” ala Xi Jinping telah dicantumkan nama Xi Jinping sendiri, ini berarti hanya Xi Jinping seorang yang memiliki kekuasaan untuk memberi penjelasan.
Dengan kata lain, dari segi kedisiplinan organisasi, anggota partai harus mematuhi konstitusi partai, oleh karena itu harus mematuhi dan menerapkan “pemikiran Xi Jinping”.
Dan karenanya dalam resolusi “Konstitusi Partai Komunis Tiongkok (Revisi)” dari Kongres Nasional ke-19 PKT disebutkan secara jelas: pemikiran Xi Jinping adalah “pedoman perilaku bagi seluruh partai dan seluruh rakyat negeri untuk mewujudkan kebangkitan bangsa Tionghoa”.
Sejak saat itu, baik dari organisasi maupun dari pemikiran, Xi Jinping telah menempatkan diri pada posisi yang tidak diragukan lagi dan tidak boleh ditantang.
Walaupun Han Zheng memiliki latar belakang dari kubu Jiang, pada kondisi di Anggota Tetap Politbiro dengan rasio personel dua kubu Xi-Jiang adalah enam banding satu, Han Zheng adalah Anggota Tetap Politbiro urutan paling akhir, yang sulit untuk menyabot instruksi Xi Jinping.
Kedua, mundurnya Wang Qishan dari inti kekuasaan, dibandingkan dengan dimasukkannya pemikiran Xi ke dalam konstitusi partai terlihat sudah tidak begitu penting lagi. Alasannya, pada Kongres Nasional ke-18 PKT, Jiang Zemin berupaya meneruskan model “kepemimpinan kolektif” di masa pemerintahan Hu Jintao.
Posisi Sekjend setara dengan Anggota Tetap Politbiro lainnya, pada saat voting juga hanya memiliki satu suara. Sehingga Jiang Zemin bisa memanfaatkan Zhang Dejiang, Zhang Gaoli dan Liu Yunshan di dalam Anggota Tetap Politbiro menjegal Xi Jinping. Xi Jinping pun terpaksa harus mengandalkan kemampuan, karisma dan koneksi Wang Qishan untuk membersihkan kubu Jiang dengan alasan pemberantasan korupsi.
Kali ini dengan mundurnya Wang Qishan dari inti kekuasaan tidak serta merta membuat posisi Xi Jinping lemah atau membuat internal partai harus berkompromi. Yang diperoleh Xi jauh melebihi harga yang telah dibayar.
Dengan kata lain, setelah pemikiran Xi masuk ke dalam konstitusi partai, Xi telah dipatuhi di dalam partai. Meski tidak ada Wang Qishan sekali pun, kemauan individu Xi juga bisa dilaksanakan. Xi Jinping hanya perlu mencari satu orang yang setia padanya, yang bisa secara serius merampungkan keinginan Xi.
Ketiga, mundurnya Li Yuanchao dari politburo membuat banyak orang penasaran, karena hingga November tahun ini Li Yuanchao baru genap berusia 67 tahun. Sesuai dengan peraturan (tak tertulis) yang berbunyi “usia 67 naik usia 68 turun”, walaupun tidak lagi menjadi Anggota Tetap Politbiro, Li Yuanchao masih bisa menjabat satu kali masa jabatan lagi.
Bertahun-tahun lamanya banyak beredar kabar angin bahwa Li Yuanchao memiliki kaitan dengan kelompok kudeta Jiang, Zeng, Zhou, Bo dan Ling Jihua (Tiga nama yang disebut belakangan telah meringkuk di penjara). Oleh sebab itu mundurnya Li Yuanchao menandakan Xi tidak akan lunak pada kelompok kudeta.
Menciduk Sun Zhengcai (calon suksesor Xi yang digadang-gadang oleh Jiang) telah menjadi pernyataan tekad Xi. Jiang Zemin dan Zeng Qinghong sebagai dalang di balik kudeta itu juga akan menghadapi masa depan yang tidak menggembirakan.
Keempat, mundurnya Wang Qishan selain sebagai pertukaran mundurnya “dua orang Zhang, satu orang Liu” dari kubu Jiang, berarti juga telah mengukuhkan kembali “usia 67 naik usia 68 turun” tersebut.
Dengan demikian, di antara Anggota Tetap Politbiro saat ini hanya Wang Yang, Wang Huning, Zhao Leji yang secara usia masih diijinkan untuk menjabat satu kali masa jabatan lagi, dan biasanya PKT menunjuk suksesor adalah agar mereka masih bisa terus menjabat sebanyak tiga kali masa jabatan pada Anggota Tetap Politbiro.
Dengan kata lain Sekjend dan PM di masa mendatang setelah melalui 5 tahun penggemblengan di Anggota Tetap Politbiro akan menjabat selama 10 tahun lagi. Tetapi dengan pengaturan seperti saat ini, tidak terlihat Xi Jinping menunjuk suksesornya.
Dulu ketika menjabat sebagai Sekjend PKT, Jiang Zemin pernah mendobrak kebiasaan “usia 67 naik usia 68 turun”, oleh karena itu sangat besar kemungkinannya Xi Jinping akan menjabat satu masa jabatan lagi pada Kongres Nasional ke 20 nanti. Tentunya ini hanya sebatas menyimpulkan peraturan internal yang ada sekarang, dan perubahan sejarah di masa mendatang adalah di luar kuasa manusia.
Orientasi Xi Jinping setelah merampungkan kolektif kekuasaan adalah yang patut dicermati.
Selama beberapa tahun terakhir membasmi antek kubu Jiang Zemin dengan alasan pemberantasan korupsi adalah aksi yang harus dilakukan oleh Xi Jinping. Dalam proses ini, praktisi Falun Gong senantiasa berniat baik, terus menerus mengingatkan Xi Jinping akan apa yang harus dilakukan.
Jika Xi Jinping cukup cerdik, seharusnya bisa menyadari “pengamanan (atas kota Beijing)” yang super ketat selama kongres terakhir, sebenarnya sudah sama seperti darurat militer. Pengawasan setara militer seperti ini pasti tidak akan menjadi kewajaran masyarakat.
Hal ini merefleksikan betapa dalamnya jurang pemisah antara pemerintah dan rakyat, di sisi lain juga menunjukkan minimnya rasa percaya diri PKT. Rezim seperti ini tidak akan bertahan lama.
Jika Xi Jinping peduli pada posisi sejarahnya maka hendaknya dimulai dari menghentikan penindasan terhadap Falun Gong, membuka jalan damai dengan rakyat, perlahan mencerai-beraikan partai komunis dengan mengandalkan kekuatan bersama dengan rakyat.
Sebaliknya, jika terus menempuh kebijakan keras, perseteruannya dengan Jiang Zemin hanya akan menjadi konflik internal mafia saja, tidak akan menjadi sejarah yang bisa dibanggakan.
Sebagai seorang penganut agama kepercayaan, saya sangat meyakini peristiwa akbar sejarah telah sejak awal diatur oleh Tuhan, tidak akan berubah hanya karena pilihan manusia. Dan manusia yang memilih antara kebaikan dan kejahatan sebelum semua pengaturan ini terjadi, telah menentukan masa depannya sendiri. (SUD/whs/asr)