Home Blog Page 1987

Rusia Kirim Pasukan Ke Perbatasan Korea Utara

0
Pelaut-pelaut Rusia (Alexander Aksakov / Getty Images)

Rusia mengirim pasukan ke wilayah yang berbatasan dengan Korea Utara dan Tiongkok. Pasukan Rusia tampak di Bukit Zaozyornaya, dekat pertemuan perbatasan Korea Utara, Tiongkok, dan Rusia baru-baru ini.

Ditulis oleh Colin Fredericson – EpochTimes Group

Bungkam Faksi Jiang, Xi Jinping Batalkan Program Berita

0
Program berita Phoenix TV.

Media adalah senjata berbahaya dalam rezim yang gemar melakukan penindasan. Media bisa digunakan untuk mendistorsi kebenaran serta menyebarkan informasi palsu, ini adalah suatu bentuk pengendalian pikiran.

Di Tiongkok, propaganda dapat disebarkan lewat kedok media yang terlihat seolah sah dan benar.

Mahasiswi Liu Kuliah Sambil Rawat Nenek

0
Liu Lin merawat neneknya sambil kuliah.

EpochTimesId – Kebanyakan generasi muda yang baru terjun ke masyarakat masih membutuhkan bantuan keuangan dan perhatian orangtua. Maka akan menjadi mustahil jika meminta mereka merawat lansia di sela-sela kesibukannya. Namun, ternyata seorang mahasiswi bernama Liu Lin dari Sichuan, Tiongkok ini bisa melakukannya.

Tablet PCC Reinkarnasi Obat Jantung

0
Deputi Penindakan dan Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari didampingi Kepala Bagian Humas BNN Kombes Pol Sulistiyandri Atmoko saat memberikan keterangan di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur (Foto : Asari/Erabaru.net)

EpochTimesId – Puluhan remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara berhalusinasi, berteriak bahkan kejang-kejang. Mereka pun dilarikan di rumah sakit karena mengalami gejala seperti orang gila.

Gunung Agung Ancam Meletus Puluhan Ribu Warga Mengungsi

0
Warga mengungsi dari ancaman letusan Gunung Agung di Karangasem, Bali (Sonny Tumbelaka/AFP/Getty Images/TheEpochTimes)

EpochTimesId – Puluhan ribu warga mengungsi menyusul ancaman meletusnya Gunung Agung di Bali. Data pengungsi yang tercatat oleh Pusdalops BPBD Bali pada Selasa (26/9/2017) pukul 12.00 Wita mencapai 75.673 jiwa. Pengungsi ini tersebar 377 titik pengungsian di 9 kabupaten/kota di Bali.

Orang Tionghoa Berasal dari Mana?

0

Oleh : Hua Feng

Orang Tionghoa berasal dari mana, siapakah leluhurnya, dari dongeng masa silam yang jauh, dari legenda tiga raja lima kaisar dan dari catatan kitab sejarah, kita mengetahui, orang Tionghoa adalah “anak cucu Yan dan Huang” (raja Yan dan kaisar Huang Di 炎黃子孫), kaisar Kuning yang pernah hidup di wilayah perairan sungai Kuning (Huang He) adalah leluhur suku bangsa Tionghoa.

Namun jawaban ini, dewasa ini mengalami tantangan dari para ilmuwan, sehingga orang Tionghoa sendiri merasa kebingungan  karenanya.

Pada era tahun 30an abad 20, ditemukan “manusia Peking” di Zhou Kou Dian-Beijing yang oleh para ilmuwan dianggap sebagai leluhur umat manusia, maka jadilah seluruh orang Tionghoa keturunan “manusia Peking” tersebut yang 5 sampai 600.000 tahun yang lampau turun dari pohon, berhasil mempelajari berjalan dengan badan tegak dan di saat kelaparan meng-kanibal daging dan otak serta sumsum sesama jenis manusia lainnya.

Untungnya ditemukan lagi bahwa di dalam mata rantai fosil umat manusia zaman kuno Tiongkok, terdapat sebuah missing link yang besar, yakni salah satu masa tidak terdapat fosil manusia.

Jadi “manusia Peking” yang menghebohkan dunia sama sekali tidak memiliki keturunan yang berlangsung hingga sekarang, dengan orang Tionghoa tidak lagi bisa dikait-kaitkan.

Pada 1987, “Weekly News” –AS telah memuat sebuah berita sensasional, ilmuwan meneliti DNA memperoleh sebuah kesimpulan – “Hawa” leluhur umat manusia berada di Afrika dan dipublikasikan: “Kita semua memiliki seorang nenek Afrika yang pernah hidup pada 150.000 tahun yll, dan manusia zaman sekarang semuanya adalah keturunannya.”

Pada cover majalah tersebut  dimuat seseorang yang disebut “Hawa” yang berkulit hitam dan setengah telanjang sedang memberikan sebuah apel kepada Adam yang berkulit hitam pula. Keturunan “Nenek Afrika” tadi setelah keluar dari Afrika, lahirlah kita-kita ini.

Para pakar genetika Tiongkok selanjutnya mengatakan, para leluhur yang berasal dari Afrika, semenjak 40.000 tahun yang silam sesudah memasuki wilayah Tiongkok, jalan – berhenti – berkumpul – terpisah, demikianlah lambat laun dalam perjalanan waktu berubah menjadi berbagai suku bangsa Tionghoa.

Dengan kata lain, orang Tionghoa berkulit kuning zaman sekarang, semuanya merupakan keturunan orang berkulit hitam Afrika yang telah bermetamorfosa, sewaktu mereka di dalam perjalanan nan panjang dari zaman primitif ke peradaban, para cucu-cicit tersebut telah berubah menjadi jenis manusia yang lain.

Dikatakan bahwa asal usul manusia adalah melalui evolusi dari makhluk primata (nenek moyang monyet) telah menimbulkan pro-kontra, orang Tiongkok pun sama saja sulit menerima “nenek Afrika” yang tak jelas juntrungannya.

Sedangkan yang diketahui setiap keluarga dan telah diwariskan turun temurun, sesudah awal penciptaan di mana dunia masih berada dalam keadaan chaos, orang Tionghoa memiliki seorang ibu pertiwi: “Nu Wa 女媧”, yakni seorang dewi yang konon tinggal di gunung Kun Lun (di wilayah barat laut Tiongkok), Ia menggunakan tanah liat (kuning) untuk mencipta melalui membentuk bangsa kulit kuning yang paling dini di wilayah timur, memberikan kepadanya kulit kuning yang tak berubah selamanya dan menetapkan tata susila pernikahan serta memperpanjang jiwa umat manusia, ia adalah dewi leluhur suku bangsa Tionghoa.

Akan tetapi di balik “Nu Wa sang pencipta manusia”, sepertinya samar-samar masih dapat ditelusuri semacam jodoh hulu-nadi yang jauh lebih kuno.

Tiongkok kenapa dinamakan “tanah dewata 神州”, “dinasti langit 天朝” dan kaisar Tiongkok disebut “putera langit 天子” , orang Tionghoa berbicara “bahasa paling awal taman Eden”, 5.000 tahun yang sambung menyambung, dari kaisar bertanya nasib kepada bintang hingga ke rakyat yang percaya Tuhan dan memuja leluhur, dimana-mana ada jejak dewata.

Dibandingkan dengan manusia yang diciptakan dari tanah, asal usul orang Tionghoa sepertinya lebih kuno dan mulia. Namun, aliran sungai sejarah yang begitu panjang, sama halnya orang hanya dapat merindukan “Nu Wa” dari cerita dongeng saja, juga tentang hulu-sumber prasejarah asal-usul orang Tionghoa tersebut, hanya bisa mengandalkan imajinasi dan estimasi untuk menyentuh gambaran yang redup.

Dipikir lebih mendalam, semestinya bukanlah suatu kebetulan, dewasa ini, abad 21, pertunjukan “Shen Yun” yang menggemparkan dunia, dengan musik, tarian dan nyanyian, busana dan layar, corak warna dan lighting yang demikian indah absolut, mempertontonkan kondisi surga dewata dan makhluk tinggi alam semesta, di dalam lingkup awan dan atmosfer yang menentramkan.

Kita dipersilakan menyaksikan dengan mata kepala sendiri asal usul peradaban Tionghoa, masa lampau dan masa depan orang Tionghoa serta dengan riel menyelami tema mendalam seperti “reinkarnasi”, “penyelamatan”, “welas asih”, “suci”.

”Maha pintu surga terbuka lebar pada suatu masa silam yang amat sangat jauh, ada berapa orang datang dan tinggal berapa orang berhasil balik. ”.

Orang Tionghoa berasal dari mana, umat manusia berasal dari mana, bakal kemana? Misteri maha sulit terungkapkan ini, setelah melalui menonton Shen Yun, Anda akan memperoleh inspirasi dan jawabannya. (Epochtimes/Whs)

Artikel ini hanyalah mewakili sudut pandang si penulis.

Menantang Einstein dengan Hipotesa Bumi Terdapat Ruang Dimensi ke-5

0

Epochtimes.id– Menurut teori relativitas Einstein, bahwa ruang 3 dimensi plus poros waktu tempat kehidupan manusia terbentuk menjadi ruang yang disebut 4 dimensi.

Namun fisikawati dari Universitas Harvard, AS, yang pernah dimuat oleh majalah Times yakni Lisa Randahl dengan berani membuat hipotesa, bahwa di bumi, kemungkinan memiliki ruang dimensi ke-5.”

Dunia fisika Internasional dibuat terkejut begitu teori yang revolusioner ini dikemukakan.

Beberapa waktu lalu, profesor Lisa bertolak ke Jepang memenuhi undangan Universitas Tokyo dan memberikan kuliah dalam pertemuan itu, dengan berani ia mengemukakan sebuah hipotesa yang bersifat revolusioner, di bumi kemungkinan eksis ruang dimensi ke-5.

Karena hipotesa ini saling bertentangan dengan teori tentang ruang 4 dimensi dalam teori relativitas umum Einstein, sehingga dunia fisika Internasional dibuat terperangah.

Lisa menuturkan : “menurut saya di bumi terdapat ruang dimensi ke-5 dan dimensi lainnya. Jika hipotesa ini benar, maka ruang dimensi lainnya (dimensi 5) sebenarnya tidak jauh dari kita, bahkan dapat dikatakan sangat dekat, hanya saja mereka tersembunyi dengan baik, hanya saja kita tidak dapat melihatnya.”

Jika Lisa bernasib mujur, maka paling cepat tahun depan, ia dapat mengubah hipotesa ruang dimensi ke-5 nya menjadi teori yang baru sepenuhnya. Ini dikarenakan, pusat riset atom Eropa saat ini tengah membangun sebuah mesin tabrak partikel yang terbesar di dunia di kedalaman 100 meter lebih di bawah tanah di perbatasan antara Perancis dan Swiss.

Jika dioperasikan secara resmi, maka dalam beberapa pekan ke depan, mesin unik ini dapat menjawab sejumlah soal yang paling muskil dalam fisika, misalnya struktur dan asal muasal alam semesta, serta ruang dimensi lain dan sebagainya.

Menurut informasi, bahwa proyek percobaan dengan skala yang belum pernah ada sebelumnya itu telah mengumpulkan ilmuwan dari 34 negara di dunia, dengan menelan biaya mencapai 4 miliar dollar AS.

Di Universitas Tokyo, profesor Lisa meninggalkan pesan yakin dengan intuisi dan nikmati ilmu pengetahuan.

Lisa berharap dapat mendorong semangat ilmuwan muda lainnya dengan kata-katanya ini, dan bisa seperti dirinya, menemukan kemungkinan yang tak terbatas dari suatu ketidakdugaan, menerobos dunia laki-laki”.

Selama ini, teori fisika yang dalam dan sulit dimengerti dianggap sebagai “dunia-nya laki-laki” oleh akademisi Internasional, namun terhadap purbasangka yang umum ini, Lisa Randahl dengan berani menantangnya.

Sebagai seorang profesional dalam bidang fisika Universitas Harvard, bertahun-tahun Lisa melakukan penelitian cermat.

Dalam sebuah karya representatifnya : Menyingkap misteri dimensi alam semesta yang tersembunyi, karena menceritakan secara mendetail tentang alam semesta, sehingga masuk dalam salah satu dari 100 buku best seller dunia pilihan , dan diakui sebagai fisikawati dimensi ekstrayang paling berpengaruh di dunia saat ini. (Erabaru.net/asr)

(Sumber: Secret China)

Akhir Komunisme Dorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

0

Oleh Tianlun Jian

Beijing selalu mengambil tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) yang tinggi sebagai bukti keberhasilannya.

Tentu saja, tingkat pertumbuhan GDP merupakan salah satu indeks untuk mengukur pembangunan ekonomi sebuah negara, dan memang kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan tingkat pertumbuhan sebuah negara.

Tapi apakah peranan yang telah diperankan oleh rezim Tiongkok dalam pembangunan ekonomi Tiongkok?

Mari kita lihat perkembangan ekonomi Tiongkok selama 60 tahun terakhir, dimana selama waktu itu rezim telah memerintah di daratan Tiongkok.

Dalam sekitar 30 tahun pertama dari pemerintahannya (1949-1978), pembangunan ekonomi Tiongkok sangatlah lambat. Kira-kira pada 30 tahun terakhir kedua (1979-2008), reformasi ekonomi yang mempercepat pertumbuhan pasar sangat kontras dengan tahun-tahun sebelumnya.

Sejak berkuasa, rezim  Tiongkok telah mengambil apa yang disebut sebagai jalan sosialis – sebuah sistem kepemilikan yang secara total dikendalikan oleh negara, yang pada dasarnya tidak ada kepemilikan pribadi.

Selama 30 tahun pertama, lebih dari 95 persen ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara, yang diberi label sebagai “kepemilikan publik.”

Sejak reformasi ekonomi tahun 1979, paradigma kepemilikan telah bergeser. Pada tahun 2008, perusahaan yang dimiliki oleh swasta menyumbang lebih dari dua pertiga dalam perekonomian.

Sekarang ada jenis kepemilikan lain, seperti kepemilikan kolektif, joint venture, dan kepemilikan campuran – perusahaan secara bersama-sama dimiliki oleh swasta dan kesatuan pemilikan kolektif. Jadi bobot kemurnian dari kepemilikan publik sekarang sudah agak kecil.

Perbedaan besar dalam tingkat pertumbuhan GDP antara tahun pertama dan 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan kepemilikan pribadi dan penurunan kepemilikan publik. Pertumbuhan ini terkait dengan proses pelepasan ideologi komunis dan perencanaan ekonomi. Oleh karena itu, Ia berkaitan dengan gerakan  yang menjauhi sosialisme dan komunisme.

Menurut perkataan pihak berwenang Tiongkok, selama 30 tahun terakhir, Tiongkok telah bergerak dari “perencanaan ekonomi sosialis,” ke sebuah “perencanaan ekonomi pasar sosialis,” dan kemudian ke “ekonomi pasar sosialis.” Sekarang mungkin kita harus memanggilnya sebagai sebuah “ekonomi pasar semi-sosialis.” Namun, orang tidak boleh salah mengira bahwa Tiongkok sedang mempraktekkan kapitalisme seperti di Amerika Serikat, Jepang, atau ekonomi Barat lainnya.

Perekonomian Tiongkok paling tepat digambarkan sebagai “ekonomi semi pasar dengan karakteristik Tiongkok.” Namun menjelaskan karakteristik demikian dan evolusinya adalah di luar jangkauan dari artikel ini. Singkatnya, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang tinggi selama 30 tahun belakangan telah didorong oleh akhir dari komunisme di Tiongkok.

Faktanya, selama 30 tahun pertama negara komunis, ada terlalu banyak intervensi pemerintah. Perekonomian sepenuhnya diborgol, dan tidak ada jalan bagi orang-orang Tiongkok untuk mengajukan produktivitas dan kreativitas mereka.

Secara kontras, reformasi selama 30 tahun terakhir telah melonggarkan beberapa kontrol ini sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi. Secara khusus, dengan didorong oleh mekanisme pasar, perusahaan-perusahaan swasta telah tumbuh, sementara investasi asing telah mengalir masuk.

Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan memiliki hubungan dekat dan latar belakang budaya yang sama. Namun, ketiga negara adalah negara-negara maju, dengan GDP per kapita jauh di atas US $ 10.000, Tiongkok masih tetap menjadi negara yang agak miskin. GDP per kapita di daratan Tiongkok adalah sekitar  US $ 3.259 pada tahun 2008, yang setara dengan nilai Korea Selatan pada tahun 1987, nilai Taiwan pada tahun 1984, dan bahkan nilai di tahun yang lebih awal di Jepang. GDP per kapita Taiwan telah mencapai US $ 3.233 pada awal tahun 1984.

Saat ini, GDP per kapita Korea, Jepang, dan Taiwan telah mencapai sekitar US $ 10.000. Sebenarnya Jepang telah mencapai level US $ 10.000 pada lebih dari 30 tahun yang lalu. Namun, kembali pada tahun 1949, Taiwan dan Korea Selatan juga tidak jauh lebih kaya daripada Tiongkok. Secara khusus, pada waktu itu standar hidup Taiwan adalah sangat mirip dengan di daratan. Apa yang telah berkontribusi dalam kontribusi itu?

Dari tahun 1949 sampai 1978, perekonomian Tiongkok tumbuh agak lambat. Akibatnya, mereka ketinggalan jauh di belakang Taiwan dan Korea Selatan, belum lagi dibandingkan dengan Jepang.

Ekonomi dunia berkembang sangat cepat setelah Perang Dunia II. Rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan tertinggi terjadi pada negara-negara seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, yang terjadi pada tahun 1950-an, 1960-an, dan 1970-an.

Namun, pada waktu itu daratan Tiongkok mengadopsi sebuah sistem sosialis, dan menutup pintu bagi dunia. Sektor swasta pada dasarnya dihapuskan; para petani bahkan tidak diizinkan untuk menanam sayuran pada lahan-lahan pribadi mereka. Konsep komunis atas kesetaraan mutlak telah memimpin rakyat Tiongkok menjadi sama-sama miskin.

Di bawah ideologi dan sistem sosialis seperti ini, pembangunan ekonomi Tiongkok ditekan secara hebat. Bagaimana kalau reformasi ekonomi terjadi lebih awal 30 tahun, apakah daratan Tiongkok akan tetap menjadi pendapatan ekonoi menengah ke bawah? Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah tertunda selama 30 tahun, telah kehilangan peluang-peluang pertumbuhan yang tinggi dalam perkembangan dunia.

Beberapa berpendapat bahwa ketika Chiang Kaishek meninggalkan daratan Tiongkok untuk pulau Taiwan pada tahun 1949, dia membawa cukup banyak harta dan cadangan bank untuk membuat Taiwan kaya. Jika itu benar, uang itu hanya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada tahun pertama atau kedua saja.

Ekonomi Taiwan memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi di tahun 1960-an dan 1970-an dan rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan 9 % selama hampir empat dasawarsa antara tahun 1950-an dan 1980-an. Jadi uang apapun yang dibawa dari daratan akan sangat sedikit proporsinya dalam total perekonomian Taiwan dan terlalu kecil untuk membuat dampak jangka panjang.

Taiwan dan daratan Tiongkok mempunyai budaya dan bahasa yang sama. Satu-satunya perbedaan di antara mereka adalah dalam pemerintahannya; Satu menganut kapitalisme dan lainnya, sosialisme. Taiwan berkembang sangat cepat, jauh lebih cepat daripada daratan Tiongkok. Bahkan setelah laporan atas periode pertumbuhan cepat dari 30 tahun terakhir, perekonomian daratan masih jauh di belakang Taiwan.

Saat ini GDP per kapita di daratan Tiongkok adalah setara dengan seperdelapan dari yang di Taiwan. Kesenjangan pendapatan terutama disebabkan oleh perbedaan sistem sosial yang diadopsi oleh kedua pemerintah, dan telah menyempit sejak Tiongkok mulai bergerak menjauh dari sosialisme ke kapitalisme. (EpochTimes/khl)

Tianlun Jian, pemegang gelar doktor untuk ilmu ekonomi, menulis secara teratur mengenai perekonomian Tiongkok.

Jackie Chan, Gao Zhisheng, dan Arti Sejati dari Keberanian

0

Oleh: D.J. McGuire

Kebanyakan orang tidak akan menanamkan rasa “pengecut” dan Jackie Chan juga begitu. Keberanian secara fisik Chan-dia melakukan sendiri adegan ketankasan untuk film-filmnya, yang mana tak seorangpun yang yakin bisa melakukannya-ini adalah yang sudah di kenal.

Namun demikian, ada sebuah keberanian yang lebih dari hanya sekedar berani menanggung risiko cedera dalam pembuatan film. Ketika akan berhadapan dengan hal yang paling penting untuk dilakukan, Jackie Chan berani meninggalkannya, berbeda dengan keberanian Gao Zhisheng.

Di Pulau Hainan, Chan di tanyakan tentang sensor Beijing yang melarang film terbarunya. Di mana sebagai Perdana Menteri Wen Jiabao duduk sebagai penonton, Chan membelot menjadi anti-kebebasan berkata: “saya tidak yakin apakah baik memiliki kebebasan atau tidak,” dia mengatakan. “Sekarang saya sangat bingung. Kalau anda terlalu bebas, anda akan seperti Hong Kong sekarang. Adalah sangat kacau. Taiwan juga kacau.”

Dia menambahkan: “Saya bertahap mulai merasakan kita orang Tiongkok perlu dikontrol. Kalau tidak dikontrol kita akan melakukan apa yang ingin kita lakukan.”

Teori Chan yang sejalan dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT): untuk memoles PKT agar film berikutnya tidak bermasalah, pandangan kaum elit pada orang Tiongkok yang miskin dan lain-lain. Apapun dampaknya itu sangat jelas Chan mengetehui di sebelah mana rotinya dioles. Dia meletakkan kepentingan finansial di atas kebenaran, kebebasan dan rekan sesama orang Tiongkok. Sangat menyakitkan untuk dilihat.

Keberanian Gao

Sementara itu beberapa mil jauhnya, di sebuah penjara yang tidak di ketahui orang-orang, Gao Zhisheng terus dan terus menderita di tangan polisi.

Seperti Chan, di mata PKT Gao berada di puncak kejayaannya-dalan kasus Gao, profesinya legal. Seperti Chan, Gao mengahadapi pilihan: berlanjut menuruti garis PKT atau menerima kebenaran tentang rejim dan menentang demi keadilan. Tidak seperti Chan, Gao memilih jalan kedua.

Gao mulai ingin tahu mengapa rejim ini begitu kejam terhadap praktisi Falun Gong dan pemeluk Kristen yang menolak untuk meletakkan Partai diantara Tuhan mereka. Sangat buruk (bagi rejim), dia ingin tahu secara terbuka mengapa ini terjadi. Waktu itu dia menjadi orang terdepan untuk membela (secara legal, politik dan dengan vokal) para korban dari penindasan Komunis.

Sebagai pengharapan orang-orang tidak lama lagi dia akan mengikuti mereka.

Keluarga Gao berhasil untuk kabur awal tahun ini; ketika PKT mengetahui ini,  Gao menghilang. Sampai hari ini tidak seorangpun tahu dimana dia berada, sebetapa buruk dia telah dianiaya, bahkan apa dia masih hidup atau tidak.

Kita tahu ini, bagaimanapun : Gao Zhisheng adalah pahlawan. Dia mempertaruhkan keahliannya, reputasinya, karirnya, kehidupannya bahkan jiwanya untuk membantu yang tertindas dan berbicara kebenaran untuk kekuatan.

Pandangan para elit

Jackie Chan, secara kontras bermain di keramaian, bersenang-senang diantara tepuk tangan, dan tidak beresiko apapun. Seperti John Pomfret mencatat dengan fakta,  Chan selalu membeo digaris PKT yang kaum “elit” yang telah digumakan beberapa waktu: “Reaksi saya, dalam hal ini: Chan hanya mengatakan apa yang dirasakan oleh kebanyakan orang-orang Tiongkok yang kaya. Sejak 20 tahun peristiwa Tiananmen, masyarakat Tiongkok telah berubah banyak.

“Salah satu yang paling mencolok adalah kembalinya mayarakat kelas dan meremehkan cara pandang orang Tiongkok kaya terhadap orang Tiongkok miskin. Ketika Chan mengatakan bahwa orang Tiongkok perlu ‘dikontrol’ sangat jelas dia berbicara tentang orang miskin. Dia tidak seharusnya mengatakan itu.

“Tetapi itulah yang penonton di Boao dengar dan itu sebabnya mereka menyanjungnya. Siapa saja yang secara mendalam membicarakan tentang kaum elit Tiongkok telah mendengar argumentasi ini sebelumnya. ‘Kualitas dari rata-rata orang Tiongkok sangat rendah,’ yang mana kwalitas dasarnya telah hilang. (Zhongguoren de suzhi tai di le.) ‘Tentu saja kita tidak akan pernah memiliki kebebasan penuh.’

“Tentu saja para elit menjadi semakin bebas. Tetapi mereka juga semakin banyak yang tergantung alat negara untuk melanggengkan kebebasannya dan mempertahankan keuntungan lebih dari Hoi polloi Tiongkok (Tiongkok kebanyakan).”

Gao Zhisheng juga termasuk pada kaum elit yang sama. Tetapi dia memandang secara berbeda. Itu yang membuatnya sangat berbahaya bagi rejim, dan sangat gagah berani bagi kita semua. Gao Zhisheng menolak untuk di beli oleh PKT.

Karena hal ini generasi yang akan datang akan mengingat lama Gao Zhisheng setelah Jackie Chan pensiun, perusahaan filmnya memudar, dan filmya tersimpan berdebu di lemari Blokbuster.

Jackie Chan berakting gagah berani di layar lebar; Gao Zhisheng membubuhkan keberanian aslinya dalam kehidupan yang nyata. Sekali lagi minggu ini Gao Zhisheng menunjukkan dia adalah pahlawan sejati; Chan hanya mementaskannya sekali dalam televisi.

D.J. McGuire adalah peserta pendiri dari Tiongkok e-lobby dan pengarang dari Naga dalam kegelapan: Bagaimana dan mengapa Tiongkok membantu musuh kita dalam perang melawan teroris.

Fakta Xinjiang Sejak Beberapa Tahun Silam

0

Oleh Robert Burns

Selama bertahun-tahun, penderitaan etnis minoritas Turkistan Timur (Xinjiang), kelompok terbesar suku Uyghurs, sudah hampir seluruhnya terkubur oleh Tibet dan warganya. Hal itu tampaknya hanya dikarenakan kekerasan baru-baru ini dan propaganda rezim Tiongkok tentang ancaman terorisme yang  mereka atur untuk mengelabui perhatian media dan publik.

Akibatnya, jika kita bertanya kepada orang-orang tentang Xinjiang beberapa tahun yang lalu, sebagian besar pasti sangat sedikit atau sama sekali tidak mengetahui apapun tentang hal itu (Xinjiang), kecuali jika mereka memiliki minat khusus.

Bahkan sekarang, dalam percakapan saya sendiri dengan berbagai orang, banyak orang yang menunjukkan tanda-tanda tidak tahu sama sekali tentang Xinjiang, sampai waktu belakangan baru-baru ini, mereka tidak tahu sama sekali tentang Xinjiang atau bahwa kelompok-kelompok etnis Xinjiang bahkan eksis-banyak orang Australia mungkin masih berpikir bahwa hanya ada satu.

Mereka menganggap masalah ini meluas setelah media baru-baru ini memberi perhatian.

Mungkin masih layak ditegaskan kembali secara singkat bahwa, setelah perjuangan untuk kemerdekaan dan dua kali upaya pembentukan Negara republik kecil yang tidak berumur panjang di dalam wilayah Xinjiang pada paruh pertama abad lalu, Xinjiang berada di bawah kontrol PKT saat PLA (TPR) memasuki Xinjiang pada tahun 1949.

Sebuah peristiwa yang banyak orang menganggap hal itu sebagai invasi dan sesuatu yang damai tanpa pertumpahan darah. Eksploitasi sumber kekayaan alam di daerah Xinjiang, meliputi cadangan minyak dan gas alam yang signifikan, dimulai segera setelah aneksasi di wilayah ini.

Hal itu bermula pada tahun 1955 dimana Xinjiang menjadi apa yang disebut  sebagai Daerah Otonomi.

Akan tetapi, sama seperti semua daerah di Tiongkok – termasuk Mongolia Dalam, yang didirikan setelah merampas tanah orang-orang lokal pada pertengahan abad 19. Meskipun syarat otonomi dituangkan ke dalam hukum, daerah-daerah ini menerima haknya sangat kurang dari apa yang seharusnya layak mereka terima secara hukum, dengan konsekuensi serius.

Sekarang orang di dunia lebih mengenal orang-orang Xinjiang. Mereka telah menderita banyak kesengsaraan yang serupa dengan warga Tibet sebagai akibat langsung dari penghinaan yang ditunjukkan oleh kebijakan dan pandangan negatif rezim Komunis Tiongkok yang diabadikan terus-menerus, pada akhirnya semuanya hanya berfungsi memperburuk ketegangan.

Selain itu, jika Anda pergi ke wilayah timur Tiongkok, Anda akan menemukan migran dari Xinjiang.

Mereka mencoba bertahan hidup dalam kondisi sulit, mendapatkan reputasi sebagai sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, penjahat kelas teri.

Mereka menderita diskriminasi tak berperasaan oleh banyak dari mayoritas orang Han yang menunjukkan sedikit minat dalam memahami stereotip menjadi orang yang dipekerjakan dan penyebab dari kesulitan orang-orang Xinjiang.

Sayangnya bagi orang Xinjiang, Tibet memiliki beberapa keuntungan yang mendukungnya. Sejauh ini agama menjadi perhatian, bagi masyarakat Internasional. Buddhisme Tibet memiliki banyak hal yang atraktif, penuh warna dan elemen eksotis yang sangat menarik perhatian orang.

Seperti kisah tentang pencarian terhadap Dalai Lama dan keyakinan mengenai statusnya. Kisah ini menyediakan narasi yang menarik, bahkan dengan tanpa berbagi kepercayaan Buddha. Sedangkan  Uyghur memiliki perbedaan menjadi Islam, dengan semua syarat yang dibawanya secara historis dan saat ini.

Meskipun Rebiya Kadeer telah menyatakan tertarik untuk menjadi sesuatu seperti Dalai Lama, karena Budaya dan Agama yang signifikan berbeda antara dua daerah otonom, hal itu akan menjadi perjuangan yang berat baginya untuk mengangkat isu-isu Xinjiang untuk mendapat simpati dan pengakuan Internasional yang sama seperti orang Tibet.

Selanjutnya, mengingat catatan sejarah tiongkok, kita tidak boleh menipu diri sendiri tentang apa yang dapat dicapai oleh Tiongkok dalam kampanye politik dan mencoba meningkatkan kesadaran isu internasional.

Pihak berwenang Tiongkok baru saja membuktikan bahwa sejak tahun 1949 mereka akan melakukan apa yang mereka inginkan tanpa memperhatikan pendapat dari komunitas internasional yang lebih luas. Memang, cara PKT memperlakukan lawan politiknya tak ubahnya seperti seorang tawanan yang mengenakan jaket pengikat (yang biasanya digunakan untuk mengikat orang gila yang sering berontak).

Jika mereka tidak suka memakainya dan berusaha melawan, hal itu hanya akan menariknya lebih erat/ketat.

Apabila Rebiya Kadeer akhirnya tidak mengikuti jalur Dalai Lama, mungkin sekarang ini kita mempunyai sedikit informasi tentang Xinjiang yang mungkin hanya berupa sebuah rangkaian tur promosi internasional dan siklus perhatian media  selama rentang dekade ini.

Sangat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan nyata yang dibuat dalam negeri Tiongkok, kecuali, tentu saja, apakah mungkin terjadi perubahan substantif di Beijing.(lsn)

Robert Burns adalah seorang pengamat masalah sosial Internasional yang bermukim di Australia.