oleh Luo Tingting
Dalam KTT Dewan Uni Eropa yang diadakan di Brussel, Belgia pada 20 – 30 Juni 2023, para pemimpin dari 27 negara anggota Uni Eropa yang berkumpul untuk membahas kebijakan Tiongkok, memperoleh kesepakatan untuk menentang Tiongkok mengubah status quo di Selat Taiwan secara sepihak. Ini merupakan pertama kalinya negara-negara anggota Uni Eropa mengklasifikasikan sikap dasarnya dalam masalah Taiwan.
Dokumen kesimpulan pertemuan yang dikeluarkan menunjukkan bahwa PKT bukan hanya mitra Uni Eropa, tetapi juga pesaing dan lawan sistemik Uni Eropa.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Laut Tiongkok Timur dan Laut Tiongkok Selatan memiliki kepentingan strategis untuk kemakmuran dan keamanan regional dan global. Uni Eropa prihatin dengan terus memburuknya ketegangan di Selat Taiwan dan menentang upaya apa pun oleh pihak mana pun untuk mengubah status quo di Selat Taiwan, apalagi melalui kekerasan atau paksaan. Meskipun demikian, perlu ditegaskan kembali bahwa Uni Eropa tetap akan mematuhi “kebijakan satu Tiongkok”.
Pernyataan UE jelas ditujukan terhadap tekanan militer, politik, diplomatik, dan ekonomi yang dilakukan Tiongkok terhadap Taiwan. Selama ini, Beijing telah berulang kali menyatakan niatnya untuk menyatukan Taiwan dengan bila perlu menggunakan kekuatan militernya.
KTT kali ini juga membahas soal perang Rusia – Ukraina. Uni Eropa menyatakan bahwa Tiongkok sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, memiliki tanggung jawab khusus untuk menegakkan tatanan internasional berbasis aturan, Piagam PBB, dan hukum internasional. Uni Eropa menghimbau Tiongkok untuk menekan Rusia agar secepatnya mengakhiri perang agresi militernya dan menarik pasukan sepenuhnya dan tanpa syarat dari wilayah Ukraina.
Para pemimpin juga membahas bagaimana memberikan lebih banyak bantuan kepada Ukraina, termasuk jet tempur F-16 dan sistem pertahanan udara.
Mengenai masalah hak asasi manusia di Tiongkok, Uni Eropa dengan tegas berkomitmen untuk terus mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Uni Eropa menyatakan keprihatinan tentang kerja paksa, pembela hak asasi manusia dan etnis minoritas, situasi yang terjadi di Tibet dan Xinjiang, serta kegagalan dalam mengimplementasikan komitmennya terhadap Hongkong yang perlu dibuat PKT sebelumnya.
Dalam KTT kali ini juga dibahas soal kebijakan “de-risking” terhadap Tiongkok. Para pemimpin negara yang menghadiri pertemuan tersebut menyatakan bahwa mereka telah belajar banyak dari ketergantungan terhadap energi Rusia di masa lalu, dan berniat menerapkan kebijakan “de-risking” demi memastikan keamanan rantai pasokan.
Pada 20 Juni sebelum KTT diadakan, Uni Eropa menerbitkan “Strategi Keamanan Ekonomi Eropa”, yang menekankan perlunya “bekerja sama dengan negara-negara yang sejalan menuju de-risking”.
Baru-baru ini, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang yang melakukan kunjungan kenegaraan ke Jerman dan Prancis mengkritik kebijakan “de-risking” yang diusung oleh Uni Eropa. Pada 27 Juni, Li Qiang yang hadir di Forum Davos di Kota Tianjin kembali menyebutkan bahwa ungkapan sensasional Barat tentang “mengurangi ketergantungan dan mengurangi risiko” dari Tiongkok adalah proposisi yang salah.
Dia bahkan membujuk perusahaan-perusahaan Eropa untuk melawan pemerintah mereka, menggunakan pengamatannya untuk menolak kebijakan “de-risking”, dan mendorong mereka untuk berinvestasi di Tiongkok.
Namun, pada hari yang sama ketika Li Qiang menyampaikan pidatonya, menteri ekonomi dari tiga negara besar Eropa, yakni Jerman, Prancis, dan Italia dalam konferensi pers bersama di Berlin malahan memberikan pernyataan yang tidak seirama dengan Li Qiang. Ketiga negara tersebut sepakat untuk bekerja sama lebih erat dalam memastikan pasokan bahan mentah ke negara-negara Uni Eropa, dan mengurangi ketergantungan Uni Eropa terhadap bahan mentah impor dari negara-negara seperti Tiongkok dan lainnya dalam rangka menghadapi persaingan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat.
Qing Peng, komentator urusan terkini mengatakan bahwa kerja sama ketiga negara itu mencerminkan bahwa Eropa sudah mulai tidak lagi berharap banyak dari Tiongkok. (sin)