Li Yan
Sikap haluan kiri dan kanan media massa di AS (Amerika Serikat) terbagi jelas, mayoritas media massa arus utama cenderung berpihak pada Partai Demokrat yang berhaluan kiri, Fox News sepertinya adalah satu-satunya media massa arus utama yang condong kepada Partai Republik yang konservatif.
Belum lama ini, pembawa acara yang paling dijagokan Fox News Tucker Carlson yang memiliki pandangan sangat konservatif mendadak dipecat, kejadian ini menggemparkan kalangan politik AS maupun media massa dunia. Sejumlah tokoh Partai Demokrat dan liberalis AS bersorak sorai atas hengkangnya Carlson, bahkan pejabat Pentagon pun bersorak kemenangan.
Kaum konservatif Partai Republik sangat terkejut atas diberhentikannya Tucker Carlson dari Fox News. Mantan Presiden AS Donald Trump menyatakan di Truth Social, ini adalah “pukulan amat keras bagi berita kabel dan AS”. Media massa sayap kanan AS telah kehilangan satu banteng andalannya, media massa sayap kiri hampir menguasai seluruh negeri, dominasi satu partai oleh Partai Demokrat sepertinya semakin dekat.
Setelah memberhentikan Carlson, rating Fox News langsung menurun, harga sahamnya juga ikut anjlok, dalam dua hari saja nilai pasarnya telah menguap lebih dari 500 juta dolar AS (7,4 triliun rupiah, kurs per 12/06). Setelah diberhentikan, sosok Carlson menjadi incaran banyak media massa lainnya, bahkan stasiun TV nasional Rusia: RT juga ikut meminangnya hanya beberapa jam setelah dirinya dipecat.
Selain itu, sejumlah lembaga masyarakat mendorong Carlson untuk mencalonkan diri sebagai presiden, perusahaan judi terbesar dunia yakni Betfair baru-baru ini bahkan telah membuka taruhan apakah Carlson akan mencalonkan diri dalam Pilpres 2024 mendatang atau tidak.
Mengapa pengaruh Tucker Carlson begitu besar? Dari mana asal kekuatannya?
Dick Carlson, sang ayah adalah pembimbingnya dalam memasuki dunia media massa. Nasib karir dan masa depannya di industri media massa berkaitan dengan orang top bisnis dan politik Donald Trump dan juga Elon Musk. Ia baru saja menyelesaikan wawancara dengan dua tokoh kelas berat konservatif yakni mantan presiden AS Donald Trump dan tokoh pelopor sayap kanan yang baru melejit, dan juga pemilik Twitter Elon Musk, tak lama setelah itu ia langsung dipecat oleh Fox News. Dalam acara Tucker Carlson, membela kebebasan dan mencari kebenaran adalah sebuah topik yang tidak pernah berubah.
Ayah dan Anak Pejuang Media Massa
Tucker Carlson lahir dalam keluarga berada pada Mei 1969 di San Francisco, California, ia sejak kecil disekolahkan di sekolah swasta yang mahal. Ayahnya Dick Carlson memiliki pengalaman kerja yang sangat kaya di media massa dan politik, pernah menjabat sebagai Direktur VoA selama 6 tahun semasa pemerintahan Ronald Reagan, di saat yang sama juga menjabat sebagai Kepala Departemen Penerangan AS. VoA yang dipimpin oleh Dick Carlson memainkan peran penting dalam meruntuhkan rezim komunis Uni Soviet dan mengakhiri Perang Dingin. Ia juga memimpin Radio Televisión Martí yang disiarkan ke Kuba.
Dick Carlson pernah menjadi wartawan surat kabar dan kantor berita, penulis di majalah, televisi, reporter siaran juga menjadi produser film dokumenter, ia adalah seorang tokoh senior di kalangan pers dan media massa. Dari Oktober 1991 hingga Juli 1992, Dick Carlson diangkat sebagai dubes AS untuk Negara Seychelles oleh Presiden George Bush.
Karier dan pencerahan pemikiran Tucker Carlson sangat dipengaruhi oleh sang ayah, berkat arahan ayahnya ia menapak karir di bidang media massa, sekaligus mewarisi sikap konservatif sang ayah.
Ibu Tucker adalah seorang seniwati, tetapi dia telah meninggalkan keluarganya saat Tucker masih berusia 6 tahun. Ibu tirinya adalah anak perempuan pewaris kerajaan bisnis Swanson Frozen Foods. Pada 1991, Carlson menikah dengan kekasihnya di SMA yakni Susan Andrews dan memiliki 3 putri dan 1 putra. Carlson adalah seorang umat Kristen Anglikan yang taat. Mertuanya adalah seorang pendeta, sekaligus kepala sekolah di SMA swasta tempat dia dan istrinya bersekolah. Tucker Carlson kemudian meraih gelar sarjana ilmu sejarah di Trinity College di Hartford, negara bagian Connecticut AS.
Pengalaman di Tiga Media Massa Besar Haluan Kiri Maupun Kanan
Carlson muda agak condong berhaluan liberal, ia pernah berturut-turut bekerja di tiga raksasa media massa mulai dari CNN, MSNBC, dan terakhir di Fox News, serta menampilkan bakatnya yang amat luar biasa dalam bidang media.
Pada era 1990-an, Carlson mulai menulis naskah untuk The Weekly Standard, kariernya di media massa dimulai disini. Antara tahun 2000 hingga 2005, Carlson pernah bergabung dalam media TV haluan kiri terbesar yang sangat berpengaruh kala itu yakni CNN, dengan menjadi co-host dalam acara Crossfire, disitulah ketenarannya melejit, tapi kepribadiannya terlalu keras, sehingga diberhentikan oleh CNN karena terlibat adu mulut dengan sesama rekan pembawa acaranya.
Setelah itu ia beralih ke media sayap kiri lainnya yakni MSNBC, dan membawakan acara malam yang dinamai dengan namanya sendiri “Tucker”. Ia pernah memberitakan Perang Lebanon 2006 secara langsung dari lokasi pada acaranya itu. Tapi acara tersebut tidak sukses, tiga tahun kemudian, Carlson kembali diberhentikan. Carlson mengalami liku-lliku kehidupan, dan tidak bisa menemukan tempat yang cocok baginya di tengah media sayap kiri.
Tahun 2009, ia memilih bergabung dengan Fox News yang pengaruhnya semakin kuat sebagai media massa konservatif, dan menjabat sebagai komentator analisis politik, serta kadang kala membawakan berbagai acara dengan status sebagai guest host.
Mulai 14 November 2016, di saluran Fox News Carlson membawakan acara talk show politik dengan namanya sendiri yakni “Tucker Carlson Tonight”. Acara tersebut terus menerus memecahkan rekor rating jam tayang tertinggi, lalu dialihkan ke pukul 8 malam. Setelah 2017, acara itu menjadi acara dengan rating tertinggi dalam sejarah acara tersebut. Fox News adalah tempat berkumpulnya tokoh kaum konservatif AS, akhirnya Carlson pun menemukan tempat bagi dirinya di media massa sayap kanan.
Survei menunjukkan, acara Carlson pada pukul 8 malam mampu memecahkan rating episode tunggal dengan mencapai 3 juta audiens, jumlah ini lebih dari dua kali lipat rating CNN dan MSNBC pada jam tayang yang sama.
2016 adalah tahun krusial dimana Trump memenangkan pencalonan presiden dari Partai Republik, serta mengalahkan rivalnya dari Partai Demokrat yakni Hillary, dan terpilih menjadi presiden AS. Carlson juga di tahun tersebut membuka jalan ketenaran acaranya, dan selanjutnya menjadi pembawa acara selebriti yang paling berpengaruh di AS.
Bantu Trump “Basmi Berita Palsu”, Ciptakan Trade Mark Sebagai “Bos”
Sejak mantan Presiden Trump mencalonkan diri untuk pertama kalinya pada 2016, ia selalu berseteru dengan “media palsu” dan “berita palsu” (fake news).
Pada 8 November 2016 adalah hari pemilihan presiden AS yang ke-45. Trump di luar dugaan berhasil menerobos keluar dari kepungan berbagai media massa arus utama sayap kiri, serta mengalahkan Hillary dan memenangkan pilpres. Fox News yang konservatif yang selama jangka panjang berada dalam kepungan media massa sayap kiri juga seakan telah memenangkan sebuah perang perubahan haluan yang membanggakan. Seminggu kemudian, Tucker Carlson yang bergaya lugas seperti Trump terpilih oleh Fox untuk mengambil alih acara sesi malam yang sebelumnya dibawakan host selebriti wanita yakni Megyn Kelly yang pernah melecehkan Trump, dengan memanfaatkan kemenangan Trump dikeluarkan acara baru “Tucker Carlson Tonight”.
Trump adalah presiden yang paling banyak diupayakan untuk dimakzulkan selama menjabat, juga merupakan presiden yang paling banyak berkonfrontasi dengan media massa arus utama. Selama 4 tahun masa jabatannya, oleh media arus utama Trump selalu dibenamkan dalam bentuk “politik ala perburuan penyihir” kasus-kasus seperti “Russian Gate”, “Telephone Gate” dan lain-lain yang sulit dibuktikan kebenarannya. Trump terus menghantam yang ia sebut sebagai “berita palsu”. Fox News sebagai satu-satunya media massa besar konservatif, setiap kali Trump “menghantam kepalsuan” sama dengan membantu mendorong Fox, juga memberikan amunisi dan topik bagi acara politik Carlson.
Dengan slogan “Make America Great Again”, Trump mendorong kebijakan prioritas AS, memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi warga pemilih konservatif Partai Republik. Bertentangan dengan media sayap kiri, pemberitaan yang positif mengenai Trump, tidak hanya membuat rating Fox News naik drastis, dan melampaui media sayap kiri, juga membuat talk show politik yang dibawakan oleh Carlson semakin cemerlang, terus memecahkan rekor rating tertinggi, audiens yang menyaksikannya melampaui jumlah audiens pada slot waktu yang sama di CNN, MSNBC, dan ABC, dan menjadi “bos” pemandu acara televisi yang sangat layak di AS.
Perang Membela Kebebasan
Setelah Trump meninggalkan Gedung Putih pasca Pilpres 2020 yang penuh kontroversi itu, pemerintahan Biden yang mewakili Partai Demokrat sayap kiri naik jabatan. Media massa sayap kiri kembali mendapat tempat. Trump pun diblokir bersama oleh semua media massa sayap kiri, bahkan Twitter, Facebook, dan YouTube pun berturut-turut memblokir akunnya, serta tidak membiarkan Trump bersuara bebas seperti dulu. Trump pun dipaksa mendirikan media sosial kebenarannya sendiri yakni Truth Social.
Pasca Pilpres 2020, Carlson terus mempertahankan gaya bicaranya yang lugas, membela pandangan politik di masa pemerintahan Trump, dan berperang melawan sayap kiri. Ia mengkritik tajam kebijakan pemerintahan Biden; ia berani menyentuh topik kecurangan Pilpres 2020 yang dianggap tabu oleh media massa sayap kiri; juga berani meragukan legalitas dan keilmiahan dari pemakaian masker dan vaksin COVID-19 di masa pandemi. Acaranya melejit naik pada Juli 2021, dan menempati posisi pertama rating acara berita televisi di AS.
Trump dan Carlson saling melengkapi, Carlson bersikukuh membela kebijakan Trump, yang telah menjadikan pengaruhnya semakin kuat di Fox News maupun di kalangan konservatif. Awal April lalu, Trump didakwa di Pengadilan Distrik Manhattan New York, Carlson langsung melakukan wawancara tatap muka dengannya, ketika banyak media massa memanfaatkan peluang ini mengepung Trump, ia justru membantu Trump bersuara menyerang balik aksi “politik ala perburuan penyihir” tersebut.
Belum lama ini Carlson menayangkan kembali rekaman video di lokasi kejadian saat terjadi peristiwa kerusuhan gedung Capitol Hill oleh pendukung Trump pada 6 Januari 2021, hal ini semakin mengejutkan dan membuat berang media dan kubu sayap kiri. Tindakan mengejutkan Carlson terus menerus mendobrak zona terlarang yang juga membuat Fox yang terjebak dalam guncangan menjadi tidak senang. Dikabarkan, banyak klien iklan yang takut ikut terseret dampaknya dan mulai mencabut iklan yang disematkan pada acara Carlson. Selain itu, Carlson mencurigai sistem pemungutan suara elektronik mencurangi pilpres, hal ini menyebabkan Fox News harus membayar biaya penyelesaian setinggi 780 juta dolar AS (11,6 triliun rupiah), yang juga membuat pusing para petinggi Fox. Media sayap kanan Fox News semakin terbelenggu, kebebasan telah semakin dipasung.
Bersama Elon Musk, Membuka Ajang Perang Baru
Pasca Pilpres 2020, media massa sayap kiri yang mendorong kebijakan radikal Partai Demokrat semakin kuat mengendalikan opini. Konglomerat AS Elon Musk yang dulunya sayap kiri mendadak berbelok ke kanan, lalu tampil bersumpah akan melindungi kebebasan berpendapat. Setelah melalui berbagai liku-liku, Musk akhirnya membeli media sosial Twitter yang telah memblokir akun Trump, dengan harga mencapai 44 milyar dolar AS (654 triliun rupiah), dan berhasil merebut kembali kubu media yang krusial itu.
Seminggu sebelum meninggalkan Fox, Carlson sempat mewawancarai Musk. Elon Musk mengatakan dirinya hendak mendirikan TruthGPT yang tidak berpihak dan tidak ada pembenaran politik. Sama-sama mencari fakta kebenaran, sangat memungkinkan bagi Musk yang memiliki kekuatan finansial yang sangat besar, teknologi AI dan Starlink, juga memiliki platform Twitter itu, untuk membangun pola baru media massa. Kalangan luar pun menilai, meninggalkan media arus utama, streaming digital yang terdesentralisasi tengah menjadi kekuatan dominan media massa saat ini.
Dua hari setelah meninggalkan Fox, Carlson mengunggah sebuah video pidatonya di Twitter, dalam 12 jam saja telah disaksikan sebanyak 45 juta kali, ini adalah 30 kali lipat jumlah audiensi prime time di Fox TV.
Beberapa waktu lalu, di akun Twitter Carlson merilis sebuah video yang mengatakan, ia akan membawa acaranya sendiri ke platform Twitter. Dalam dua hari saja video tersebut telah disaksikan sebanyak 120 juta kali.
Carlson berkata, “Jika tidak membiarkan masyarakat mengatakan hal yang mereka anggap benar, maka Anda tidak mungkin mendapatkan sebuah masyarakat yang bebas… sekarang sudah tidak banyak platform yang memperbolehkan kebebasan berpendapat. Sebuah platform besar terakhir yang tersisa di dunia adalah Twitter, maka kita berada disini sekarang.”
Kombinasi Carlson dan Twitter, besar kemungkinan akan menjadi awal mula revolusi media massa. Twitter akan menjadi ajang perang baru bagi Carlson untuk menuntut kebebasan dan fakta kebenaran. (sud/whs)