Mantan Inspektur NTSB AS Mengajukan Teori Baru Tentang Hilangnya MH370

oleh Li Yan

Pada 8 Maret 2014 dini hari, pesawat penumpang Boeing 777 milik Malaysia Airlines MH370 menghilang dari layar radar saat dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Meskipun telah menghabiskan biaya pencarian yang sangat mahal, tetapi hilangnya pesawat tersebut masih tetap menjadi misteri yang belum terpecahkan. Baru-baru ini, mantan inspektur Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) mengemukakan teori baru tentang penyebab dan keberadaan pesawat yang hilang tersebut.

Menurut laporan Fox News Digital Channel pada  Jumat (8 Maret), Alan Diehl, seorang inspektur NTSB AS yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun dalam menyelidiki kecelakaan pesawat, yakin bahwa Boeing 777 yang hilang itu jatuh di Laut Andaman yang berada di bagian barat laut Malaysia. Jika klaim Alan Diehl benar, hal ini akan merevolusi upaya pencarian yang selama ini difokuskan di bagian selatan Samudera Hindia di lepas pantai barat daya Australia.

Alan Diehl yakin pilot MH370, Zaharie Ahmad Shah, Ingin membuat pernyataan politik melawan rezim saat itu melalui pembajakan pesawat.

Alan mengatakan bahwa pilot bermaksud untuk menyiarkan pernyataannya dalam penerbangan, kemudian mendaratkan pesawat untuk melepaskan penumpangnya.

Penerbangan jalur rutin MH370 dari Kuala Lumpur ke Beijing pada 8 Maret 2014 ternyata disimpangkan dari rute semestinya oleh pilot lewat serangkaian tikungan tajam yang tidak normal, setelah hilangnya kontak radar, pesawat kemudian menghilang, meninggalkan misteri yang belum terungkap sampai sekarang. 

Sejauh ini, misteri hilangnya pesawat MH370 telah menimbulkan berbagai spekulasi dan teori.

Hingga 10 tahun ini, sebagian besar dari keluarga, kerabat dan teman-teman dari 239 orang korban yang mayoritasnya adalah warga negara Tiongkok hanya dapat mengandalkan berita spekulatif itu, meskipun kedengarannya aneh. Tetapi bagaimana pun juga, itu karena pemerintah terkait tidak mempunyai jawaban yang pasti.

“Pernyataan politik”

Alan Diehl, seorang ahli psikolog riset yang mengabdikan hidupnya untuk menampilkan kembali tindakan yang mungkin dilakukan pilot dan awak pesawat dalam penerbangan melalui analisis kondisi mental mereka. Dia percaya bahwa pilot memang sengaja melakukan pembelokan arah pesawat dan meredupkan beberapa perangkat elektronik pesawat.

“Pesawat itu terbang melewati udara Thailand dan Malaysia, juga keluar masuk wilayah udara internasional, dan dia (pilot) mungkin mematikan lampu penerangan”, kata Alan Diehl, bahwa itu hanya terlihat sebagai satu titik kecil di layar operator radar.

Pada pukul 01.19 waktu setempat, pilot mengirimkan pesan terakhirnya yaitu “Selamat malam. Malaysia MH370” kepada pengatur lalu lintas udara Malaysia. Kemudian komunikasi terputus.

Setelah itu terjadilah kekacauan di mode penebangan. Meskipun pengatur lalu lintas udara kehilangan jejak pesawat tersebut, tetapi radar militer Malaysia mampu melacaknya. Radar tersebut menunjukkan bahwa MH370 berbelok tajam di luar rencana (keluar dari jalur rutin).

Sementara beberapa pihak menduga pilot pesawat ingin melakukan bunuh diri dan bermaksud agar pesawat menghilang di lokasi terpencil, yakni lepas pantai barat daya Australia, dan percaya pesawat tersebut jatuh di sana.

Berdasarkan dugaan tersebut, pilot mengunci co-pilotnya, Fariq Abdul Hamid di luar kokpit, lalu mematikan perangkat komunikasi dan menurunkan tekanan udara pesawat agar para penumpang meninggal karena kekurangan oksigen, lalu pesawat jatuh ke laut.

Namun Alan Diehl mengatakan, informasi publik tidak menemukan adanya motif bunuh diri pilot tersebut, sedangkan kopilot dapat kembali ke kabin melalui kabin elektronik.

Alan Diehl percaya bahwa pilotnya akan mengarahkan pesawat menuju Palung Mariana. Palung yang terletak di Samudera Pasifik dengan panjang kira-kira 1.580 mil dan kedalamannya mencapai lebih dari 40 mil. Lebih dalam daripada ketinggian Gunung Everest, jika pilot MH370 ingin menghilangkan pesawat.

“Itu memberi indikasi kepada saya bahwa pilot tidak ingin menghilang pesawat”. Diehl menambahkan, bahwa palung itu sudah berada di jalur penerbangannya, jadi dia tidak perlu berbelok tajam ke kiri.

“Hal itu membuat saya berkesimpulan bahwa pilot hanya ingin membuat pernyataan politiknya, tapi ada yang tidak beres dengan pesawatnya”.

“Batu rosettta”

Diehl mengatakan kepada Fox News Digital bahwa dirinya mengajukan fiksi yang masuk akal bahwa pilot sengaja mengunci kopilot ketika dia ingin membuat pernyataan politiknya. Tapi kopilot tahu dia bisa membuka pintu kokpit melalui lubang tersembunyi.

Menurut penjelasan Diehl dalam bukunya “Best Laid Plans”, lubang tersembunyi itu mengarah ke kompartemen elektromekanis. “Area yang penuh dengan rak peralatan elektronik, kotak hitam, dan kabel-kabel panjang yang mirip spageti Italia”.

Pada saat itulah, pilot mungkin membelokkan pesawat secara tajam. “Karena di dalam area itu banyak kabel bertegangan tinggi, jika sampai badan dia (kopilot) berbenturan dengan sesuatu di sana, mungkin saja akan terjadi konsleting yang dapat menimbulkan masalah besar”, kata Alan Diehl.

“Kabin dalam pesawat akan dipenuhi dengan asap, dan sebuah lubang dapat terbakar di badan pesawat … hal ini dapat menyebabkan dekompresi yang eksplosif bagi pesawat yang berada pada ketinggian 35.000 kaki”. “Sisanya, seperti yang dikatakan orang, yaitu menjadi sejarah”, katanya.

Alan Diehl telah mempelajari sejarah pesawat Boeing 777, yang ia sebut “sangat aman”, walau pesawat jenis ini juga pernah terjadi kecelakaan fatal akibat kebakaran di kompartemen listrik dan mekanik.

Sejak kecelakaan 2014, beberapa puing pesawat telah ditemukan di lepas pantai Afrika Selatan dan di pulau Madagaskar, Mauritius, Reunion, dan Rodrigues.

Diehl mengatakan puing-puing itu merupakan “bukti paling penting” dan menjadi “Batu Rosetta” untuk mendukung teorinya. Tanpa puing-puing tersebut, salah satu misteri terbesar dalam sejarah penerbangan mungkin tidak akan pernah terpecahkan.

Dia mengatakan jika kesimpulannya benar, bahwa pesawat itu terbang menuju pangkalan militer AS di Diego Garcia, maka pencarian harus difokuskan di Laut Andaman dekat Malaysia.

Sebelumnya, pemerintah Australia, Malaysia, dan Tiongkok melakukan pencarian seluas hampir 50.000 mil persegi di bawah Samudera Hindia yang menghabiskan biaya sekitar USD.150 juta. Pada  Januari tahun 2017 pencarian di bawah air secara resmi dihentikan.

Pada  Januari 2018, pemerintah Malaysia mulai bekerja sama dengan perusahaan swasta bernama “Ocean Infinity”. Kabarnya perusahaan tersebut terus melakukan analisis data untuk mempersempit pencarian. Pejabat Malaysia mengatakan pada awal pekan ini, bahwa jika kerja sama dapat disepakati, maka pemerintah Malaysia akan membahas operasi pencarian baru dengan perusahaan tersebut. (sin)