Kementerian Pertahanan AS Memperingatkan : Tiongkok Sedang Memperbesar Persediaan Senjata Nuklirnya
oleh Meng Xinqi dan Chang Chun
Kementerian Pertahanan AS pada 19 Oktober merilis “Laporan Kekuatan Militer Tiongkok Tahun 2023” (China Military Power Report. CMPR) yang memperingatkan, bahwa Partai Komunis Tiongkok sedang mempercepat perluasan senjata nuklirnya, dan meningkatkan tekanan diplomatik, politik dan militer terhadap Taiwan.
“Laporan Kekuatan Militer Tiongkok Tahun 2023” menyebutkan bahwa tercatat hingga Mei tahun ini, PKT diperkirakan telah memiliki lebih dari 500 buah hulu ledak nuklir, lebih tinggi dari perkiraan pada 2021 yang berjumlah 400-an dan juga melebihi ekspektasi sebelumnya.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa hingga 2030 nanti, Partai Komunis Tiongkok mungkin sudah memiliki lebih dari 1.000 unit hulu ledak nuklir.
Laporan juga menyinggung soal Beijing yang saat ini mungkin sedang mengembangkan sistem rudal antarbenua yang menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat.
Mark, pembawa acara saluran militer “Mark Space” mengatakan : “Percepatan pengembangan senjata nuklir sudah dijadikan sebagai strategi mapan oleh Xi Jinping. Hal itu terutama disebabkan oleh Xi Jinping yang ingin bersaing dengan Amerika Serikat untuk mendapatkan hegemoni. Sebenarnya senjata nuklir sulit digunakan dalam perang, tetapi masih ampuh sebagai kekuatan pencegah yang oleh mereka akan terus dikembangkan. Ditinjau dari level kemampuan PKT saat ini, skala senjata nuklirnya masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat dan bekas Uni Soviet”.
CMPR juga menyebutkan bahwa Angkatan Laut Tiongkok memiliki lebih dari 370 unit kapal perang dan kapal selam, melebihi tahun lalu yang berjumlah 340 unit.
Su Tzu-yun Ph.D, Direktur Institut Strategi dan Sumber Daya Pertahanan di Akademi Pertahanan Nasional Taiwan mengatakan : “Sejak era Trump, kami telah memperhatikan bahwa Partai Komunis Tiongkok sudah mulai mengembangkan senjata nuklir generasi baru. Yang pertama tentu saja untuk meningkatkan kemampuan penolakan politiknya. Kedua adalah mengubah struktur politik internasional. Meskipun komunitas internasional berbicara tentang struktur politik, struktur politik ini menyiratkan kekuatan ekonomi, kekuatan militer, termasuk kekuatan senjata nuklir. Jika persediaan hulu ledak PKT bertambah menjadi 1.500 unit, maka akan ada peningkatan efek ekspansi eksternal, PKT akan menggunakannya sebagai alat lain untuk melakukan penekanan atau pemaksaan”.
Mark dalam saluran militer “Mark Space” menunjukkan bahwa PKT memang buruk dalam hal komunikasi informasi manajemen medan perang.
“Jika Partai Komunis Tiongkok berada di bawah premis bahwa Partai Komunis menguasai segalanya, maka akan sulit untuk mengubah sistem tempur dan komandonya yang jelas menjadi kaku. Meskipun ia ingin belajar dari Barat, Termasuk teknologi, dan lain-lain, tetapi keseluruhan dari gagasan tempur dan gagasan komandonya benar-benar berbeda dengan Barat. Jika Beijing tidak bersedia menanggalkan Partai Komunis menguasai segalanya, maka aspek yang menjadi kelemahan mereka itu tidak akan berubah,” ujar Mark.
Ketika PKT mempercepat perluasan kekuatan militernya, PKT juga terus memperkuat tekanan atau paksaan militer terhadap eksternal.
Antara 2021 hingga 2023 di kawasan Indo-Pasifik, pesawat militer Tiongkok telah mencatatkan lebih dari 180 insiden intersepsi udara yang membahayakan pesawat militer AS. Pesawat militer Tiongkok juga terus melakukan tindakan provokatif serupa terhadap pihak sekutu dan mitra AS di kawasan tersebut.
“Perairan teritorial yang diklaim oleh PKT tidak diakui secara internasional, tetapi PKT masih bersikeras atas perairan teritorialnya, karena itu konflik dengan negara-negara tetangga akan terus terjadi. Saat ini, PKT menggunakan senjata nuklir, termasuk rudal nuklir, atau nuklir pembom untuk menekan pihak lain. Situasi ini mirip dengan situasi yang terjadi di masa Perang Dingin,” kata Mark.
CMPR secara khusus menyebutkan bahwa Partai Komunis Tiongkok meningkatkan tekanan diplomatik, politik, dan militernya terhadap Taiwan.
Menurut CMPR bahwa tentara komunis telah meningkatkan provokasi, tindakan destabilisasi di Selat Taiwan dan sekitarnya, termasuk rudal balistik yang terbang di atas Selat Taiwan, peningkatan secara signifikan penerbangan pesawat militer yang memasuki Zona Identifikasi Pertahanan Udara Taiwan, dan serangkaian latihan militer besar-besaran di dekat Taiwan.
Su Tzu-yun mengatakan : “Pertama, pengeluaran militer PKT sudah meningkat empat kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Kedua, yang lebih penting adalah, kekuatan militer PKT bersifat ekspansionis, dan selalu menggunakan tindakan intimidasi. Jadi ekspansionisme sistemiknya sangat menonjol”.
Dengan mengutip data dari Kementerian Pertahanan Nasional Republik Tiongkok, CMPR menunjukkan bahwa pada tahun lalu (2022), Partai Komunis Tiongkok telah mengirimkan 1.737 kali penerbangan pesawat militer ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan, meningkat sebesar 79% dari 972 kali yang tercatat pada 2021.
Laporan tersebut mengingatkan bahwa militer Tiongkok mungkin juga melakukan serangkaian blokade internet atau tindakan lain untuk memaksa Taiwan menyerah.
Su Tzu-yun mengatakan : “Poin ketiga adalah PKT ingin mengubah dunia menjadi dunia bipolar tipe baru. Karena selama Perang Dingin di masa lalu, dunia bipolar adalah Amerika Serikat dengan Uni Soviet, sekarang mungkin menjadi dua kubu yakni Amerika Serikat dengan Tiongkok dan Rusia. Hal ini pada gilirannya akan mendorong negara-negara yang didominasi oleh Amerika Serikat untuk ikut meningkatkan hulu ledak nuklirnya. Tentu saja, dunia akan memasuki situasi baru yang saling mencegah”.
Selain itu, CMPR juga memperingatkan bahwa apa yang disebut strategi “anti-akses” Partai Komunis Tiongkok adalah upaya untuk membatasi kekuatan militer AS di Laut Tiongkok Timur dan Laut Tiongkok Selatan, serta membatasi akses militer AS ke wilayah Indo-Pasifik. Selain mencegah intervensi militer AS, Partai Komunis Tiongkok juga sedang memperbesar kekuatan militernya di Pasifik dan kawasan lainnya. (sin)
Pejabat Senior AS : Wang Yi Berencana Mengunjungi AS untuk Membahas Berbagai Masalah
oleh Xia Yu
Seorang pejabat senior pemerintah AS pada Senin (23 Oktober) mengatakan bahwa diplomat utama Tiongkok Wang Yi akan mengunjungi Washington, DC pada akhir pekan ini untuk membahas sejumlah isu. Apakah pembahasan juga termasuk topik pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dengan Xi Jinping di California November mendatang ? Mari kita nantikan beritanya.
Pejabat AS mengatakan bahwa Wang Yi akan berada di AS dari 26 hingga 28 Oktober, di mana ia akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan.
Pejabat AS tidak mengatakan apakah Wang Yi akan bertemu dengan Presiden Joe Biden.
Saat berkunjung ke Beijing Blinken telah bertemu dengan Xi Jinping. Salah satu pejabat AS menggambarkan perjalanan Wang Yi sebagai “kunjungan balasan setelah perjalanan Menteri Luar Negeri Antony Blinken ke Beijing pada Juni lalu”.
Rencana kunjungan Wang Yi ke Washington pekan ini bertepatan dengan hubungan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok yang masih tegang, perang Israel – Hamas sedang berkobar. Meskipun Amerika Serikat berharap agar perang tidak berkembang menjadi konflik Timur Tengah. Sementara itu, perang Rusia – Ukraina masih berlanjut. dan ketegangan soal teritorial di Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok dengan Filipina juga tidak kunjung mereda. Salah satu penyebab keretakan hubungan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok adalah situasi di Selat Taiwan.
Seorang pejabat AS mengatakan : “Kunjungan Wang Yi adalah bagian dari upaya (AS) untuk menjaga agar saluran komunikasi mengenai penanganan berbagai masalah dengan Tiongkok dapat tetap terbuka.”
Cakupan masalah yang akan dibahas
Pejabat tersebut memperkirakan, bahwa Amerika Serikat besar kemungkinan akan mendiskusikan isu tentang Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur dengan Wang Yi. Juga isu-isu seperti lintas selat, Timur Tengah, perang Rusia – Ukraina, provokasi Korea Utara dan lainnya.
Pejabat AS mengatakan bahwa perang Israel – Hamas dan perang Rusia – Ukraina merupakan topik utama yang akan dibahas dalam pembicaraan. Ia menambahkan bahwa Amerika Serikat akan mendesak Tiongkok untuk mengambil sikap yang lebih konstruktif terhadap kedua masalah ini.
Pejabat tersebut tidak merinci pesan apa yang akan disampaikan Amerika Serikat kepada Wang Yi mengenai perang Israel – Hamas, ia hanya mengatakan : “Amerika Serikat sedang memantau dengan cermat situasi di Timur Tengah, yang merupakan bagian penentu dari alur dialog pada Kamis dan Jumat”.
Amerika Serikat memberikan bantuan militer kepada Israel dan Ukraina, sementara Tiongkok semakin dekat dengan Rusia sejak pecahnya perang di Ukraina dan sejauh ini tidak mengutuk Hamas atas serangan terorisnya terhadap Israel.
Pejabat AS tersebut juga mengatakan bahwa sengketa wilayah di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur juga dimasukkan dalam agenda pembicaraan dengan Wang Yi, dan Amerika Serikat sangat prihatin dengan perilaku Partai Komunis Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan yang menyebabkan terancamnya stabilitas regional.
Filipina sebagai sekutu AS, menuduh kapal penjaga pantai Tiongkok “sengaja” menabrak kapal pasokan Filipina pada hari Senin. Ini adalah sengketa paling serius yang terjadi di perairan sekitar Second Thomas Shoal yang disengketakan.
Berusaha memulihkan saluran komunikasi militer AS – Tiongkok
Pejabat senior pemerintah AS ini juga mengatakan pada hari Senin, bahwa memulihkan saluran komunikasi militer AS – Tiongkok tetap menjadi prioritas utama. Hal ini berarti adanya komunikasi tingkat tinggi yang perlu terus dipertahankan, dan tidak akan menjadi hambatan meskipun faktanya Tiongkok sekarang tidak memiliki menteri pertahanan.
Pejabat tersebut berkata : “Jika kita ingin terus mengelola hubungan ini dan persaingan kita secara bertanggung jawab, jika kita benar-benar ingin meminimalkan risiko salah perhitungan yang dapat menyebabkan konflik, kita harus sepenuhnya membuka saluran komunikasi militer-ke-militer.”
Ia juga menambahkan : “Ada beberapa kontak sporadis antara lembaga pertahanan kedua negara selama beberapa bulan terakhir, namun yang kami perlukan adalah dialog dan saluran komunikasi yang berkelanjutan antar militer kedua negara. Meskipun hal ini belum ada kepastian, namun saya dapat meyakinkan kepada kalian bahwa pembahasan soal ini akan dimasukkan ke dalam agenda pembicaraan dalam kunjungan Wang Yi kali ini.”
Menteri Pertahanan Tiongkok Li Shangfu sudah hampir 2 bulan tidak muncul di depan umum, konon sedang menjalani pemeriksaan kasus korupsi oleh pihak berwenang Tiongkok. (sin)
Kasus Cacar Monyet Terus Bertambah, Dinkes DKI Jakarta Imbau Masyarakat Agar Waspada
ETIndonesia- Kasus cacar monyet di wilayah DKI Jakarta terus bertambah. Oleh karena itu, Pemprov DKI melalui Dinas Kesehatan DKI Jakarta terus mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati mengatakan, dalam dua hari terakhir, terdapat tambahan kasus Monkeypox masing-masing 2 kasus baru pada 23 Oktober 2023 dan 3 kasus baru lagi pada 24 Oktober 2023, sehingga total kasus konfirmasi bertambah menjadi 12 kasus di tahun 2023 ini.
Ia juga mengatakan, telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI terkait penemuan kasus, pencatatan, dan pelaporan Monkeypox di DKI Jakarta, serta melakukan tindak lanjut penemuan kasus suspek atau probable atau konfirmasi Monkeypox dari fasilitas kesehatan di DKI Jakarta.
“Adapun investigasi 1×24 jam termasuk pelacakan kontak erat juga kami lakukan untuk menekan penyebaran kasus,” ujar Ani di Jakarta, Rabu (25/10) dalam siaran pers Dinas Kominfotik Pemprov DKI Jakarta.
Ani menambahkan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di DKI Jakarta dan Rumah Sakit (RS) Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso dapat menjadi rumah sakit rujukan bagi pasien terkonfirmasi Monkeypox untuk melakukan perawatan lebih lanjut. Hal itu juga ditujukan untuk memudahkan pasien dengan kondisi rumah tidak memungkinkan melakukan isolasi mandiri.
“Apabila pasien Monkeypox dinyatakan sembuh oleh dokter, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan follow up PCR atau pemantauan khusus. Selanjutnya pasien dapat beraktivitas seperti semula,” imbuh Ani.
Dinas Kesehatan juga telah berkoordinasi dengan instansi lain yang perlu mewaspadai penularan Monkeypox termasuk yang membidangi urusan kesehatan hewan dan satwa liar di DKI Jakarta. Koordinasi mencakup hal-hal seperti penilaian risiko dan penyebarluasan informasi tentang Monkeypox kepada masyarakat melalui berbagai media informasi. Pemberian vaksinasi monkeypox saat ini juga masih dilakukan kepada kelompok rentan penularan.
Selain itu, dilakukan juga komunikasi risiko sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Monkeypox Kementerian Kesehatan RI, terutama pada kelompok tertentu.
Selanjutnya, perihal tanda dan gejala khas penyakit Monkeypox, Ani kembali menjelaskan, yaitu apabila seseorang mengalami demam, nyeri tulang dan otot, lenting isi air atau luka pada kulit, adanya benjolan atau pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, leher, atau lipatan paha.
“Penularannya itu akibat kontak erat kulit atau gesekan kulit penderita yang terdapat lenting atau lesi dengan kulit orang yang semula sehat, menyebabkan timbulnya mikrolesi pada kulit yang memudahkan virus masuk ke tubuh seseorang,” tuturnya.
Dinkes DKI Jakarta terus mengingatkan dan mengajak seluruh masyarakat Jakarta untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dengan menerapkan PHBS, seperti rajin memakai masker dan mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, terutama jika sedang sakit dan bertemu orang sakit. Lebih bertanggung jawab dalam menjaga Kesehatan reproduksi dan tidak berganti-ganti pasangan.
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk aktif melaporkan masalah-masalah kesehatan di lingkungannya yang memerlukan penanganan dan perhatian khusus dari petugas kesehatan. Laporan tersebut dapat disampaikan melalui kader kesehatan, petugas Puskesmas setempat, atau kanal-kanal pengaduan yang telah disediakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (asr)
Petroglif Berwajah Manusia 2.000 Tahun Silam Muncul di Tepian Sungai Amazon yang Kekeringan
oleh Ji Weizhen
Sejumlah petroglif berukir wajah manusia dan simbol-simbol aneh yang diperkirakan berasal dari sekitar 2.000 tahun silam muncul di tepian bagian utara dari Sungai Amazon di Brasil, karena terpengaruh oleh cuaca panas dan kekeringan sehingga permukaan air sungai menurun drastis.
Petroglif ini terletak di dekat pertemuan Sungai Solimoes dan Rio Negro yang tidak jauh dari Manaus, ibu kota Negara Bagian Amazon.
Dilihat dari fotonya, sebagian besar petroglif tersebut berbentuk seperti wajah manusia, ada yang persegi panjang, ada yang lonjong, dengan ekspresi wajah mulai dari tersenyum hingga serius. Di sana juga terlihat sejumlah simbol aneh dan misterius yang tidak diketahui oleh manusia zaman now.
A drop in water levels of the Amazon has revealed rock carvings with human faces which had been mostly submerged since they were carved more than a thousand years ago in Ponta das Lajes, near where the Rio Negro and the Solimões river flow into the Amazonhttps://t.co/j4u1z9lS5R pic.twitter.com/rUGMMpQUgd
— Alfons López Tena 🦇 (@alfonslopeztena) October 24, 2023
Jaime de Santana Oliveira, arkeolog di National Institute of Historic and Artistic Heritage Brazil, mengatakan bahwa petroglif tersebut merupakan peninggalan masa prasejarah atau prakolonial, dan sampai saat ini belum dapat ditentukan usianya secara pasti, namun berdasarkan data arkeologi yang ada tentang catatan aktivitas manusia, petroglif tersebut diperkirakan umurnya sekitar 1.000 hingga 2.000 tahun.
Jaime de Santana Oliveira mengatakan bahwa petroglif ini untuk pertama kali ditemukan pada tahun 2010, yang muncul ke permukaan karena kekeringan parah yang menyebabkan permukaan air Sungai Negro menurun sebanyak 15 meter sejak Juli tahun ini, dan sekarang memperlihatkan kepada kita bentangan bebatuan dan pasir yang sangat luas. Kali ini, selain menemukan lebih banyak karya manusia zaman dahulu di petroglif, juga pahatan yang menyerupai wajah manusia.
Human faces sculpted into stone up to 2,000 years ago have appeared on a rocky outcropping along the Amazon River since water levels dropped to record lows https://t.co/ixZjH55O3O pic.twitter.com/Lym5rWXaUT
— Reuters (@Reuters) October 24, 2023
Selain itu, terdapat lekukan halus pada bebatuan di salah satu kawasan. Para ahli memperkirakan bahwa kawasan tersebut kemungkinan besar merupakan tempat masyarakat Aborigin untuk memoles busur, anak panah, tombak dan sebagainya pada masa sebelum penjajah bangsa Eropa pada zaman dahulu.
Jaime de Santana Oliveira mengatakan bahwa diharapkan penemuan lebih banyak petroglif dapat membantu para arkeolog untuk menentukan asal usulnya.
Wilayah Amazon di Brazil yang mengalami kekeringan parah tahun ini telah menyebabkan permukaan air Sungai Amazon, sungai terbesar di Amerika Selatan mencapai level terendah dalam satu abad terakhir.
Manaus, ibu kota terpadat di sana terletak di pertemuan antara sungai Negro dengan Sungai Amazon, pada 16 Oktober tahun ini mencatatkan air kedua sungai itu setinggi 13,59 meter, padahal level air terendah tahun lalu masih 17,6 meter. Jadi tahun ini mencatatkan level air terendah sejak tahun 1902, di mana mulai diberlakukan pencatatan ketinggian air sungai.
Kekeringan parah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini tampaknya belum juga mau berakhir. Menurut statistik pemerintah Brasil, curah hujan di beberapa bagian Amazon pada Juli hingga September tahun ini adalah yang terendah sejak tahun 1980. Jadi kekeringan air sungai masih bakal berlanjut setidaknya hingga Desember tahun ini. (sin)
Mikroplastik yang Ditemukan di Awan Dataran Tinggi dapat Memengaruhi Kualitas Udara dan Iklim
WU RUICHANG
Di masa lalu, partikel plastik selalu diyakini hanya ada di lautan dan udara di dataran rendah. Namun, sebuah studi baru menemu- kan bahwa partikel plastik juga ada di awan di dataran tinggi. Partikel-partikel ini terkena sinar ultraviolet dalam jumlah besar dan dapat dengan mudah menghasilkan gas beracun yang mencemari lingkungan, memengaruhi pembentukan awan, dan kemungkinan mengubah iklim.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Waseda Jepang ini diterbitkan dalam jurnal akademis “Environmental Chemistry Letters” pada Agustus tahun ini, menarik lebih dari 7.000 penayangan dan lebih dari 100 laporan media.
Untuk memastikan apakah partikel plastik (AMP) ada di awan di lapisan batas atmosfer dan troposfer bebas, tim peneliti universitas mendaki ke gunung tinggi seperti Gunung Fuji di ketinggian 3.776 meter, mengumpulkan uap air awan di puncak gunung, serta menggunakan teknologi pencitraan canggih dan spektroskopi. Instrumen analitik mengukur objek dalam sampel dan menemukan bahwa uap air di awan mengandung beberapa jenis partikel plastik yang berbeda.
Penelitian menemukan bahwa rata-rata 6 hingga 13 partikel plastik per liter uap air awan terdiri dari 9 jenis polimer plastik dan 1 jenis karet, termasuk polietilen, polipropilen, polikarbonat, poliuretan, dan resin epoksi. Ukurannya berkisar antara 7,1 hingga 94,6 mikrometer (µm), dengan sebagian besar partikel lebih kecil dari diameter rambut manusia (80 mikron). Komunitas ilmiah saat ini meyakini bahwa selama ukuran partikel plastik kurang dari 5 milimeter (mm), maka dapat disebut “mikroplastik”.
Mikroplastik ini berasal dari berbagai sumber, seperti pembersih wajah, produk perawatan kulit, keausan ban, debu jalan, tempat pembuangan sampah, rumput plastik, dan lain sebagainya, yang semuanya merupakan sumber potensial partikel plastik.
Selama diameter mikroplastik di lautan kurang dari 2,5 mikron, partikel tersebut dapat terbawa ke angkasa melalui arus udara, tetesan gelombang, atau metode aerosolisasi lainnya. Laporan tersebut menunjukkan bahwa hal ini mungkin berarti bahwa mikroplastik telah menjadi komponen penting di awan. Ketika “hujan plastik” turun dari langit, mikroplastik akan dapat mencemari hampir semua sumber makanan.
Mikroplastik telah ditemukan pada ikan laut dalam di Kutub Utara dan di salju Pyrenees di perbatasan antara Prancis dan Spanyol, namun para ilmuwan belum mengetahui bagaimana partikel tersebut menyebar.
Pada Juli 2022, massa udara menghantam Gunung Fuji dari wilayah pesisir Tiongkok. Oleh karena itu, tim Universitas Waseda melakukan pengambilan sampel di air awan Gunung Fuji dua kali setiap minggunya untuk mengamati konsentrasi dan perubahan partikel plastik di uap air awan tersebut. Selama proses tersebut, tidak ditemukan peningkatan jumlah partikel. Oleh karena itu, massa udara diyakini tidak melewati lapisan batas atmosfer dan hanya beraksi di dalam troposfer. Diperkirakan partikel tersebut berasal dari laut atau faktor manusia.
Tim peneliti juga menunjukkan dalam laporannya bahwa paparan sinar ultraviolet dalam jangka panjang mengubah sifat plastik yang awalnya hidrofobik menjadi hidrofilik. Dilihat dari jumlah partikel plastik dalam sampel, mereka mungkin menjadi inti kondensasi awan, es, dan air, sehingga memengaruhi pembentukan awan dan mempengaruhi seluruh sistem iklim.
“Sepengetahuan kami, ini adalah studi pertama mengenai partikel plastik di udara dalam uap air awan,” tulis laporan penelitian tersebut.
Selain itu, beberapa makalah dan ahli baru menyatakan bahwa mikroplastik berukuran sangat kecil dan dapat memengaruhi jantung, paru-paru, darah, plasenta, dan organ lain dari manusia dan hewan, bahkan mempengaruhi kesehatan fisik. Dalam kasus yang serius, hal ini dapat menyebabkan kanker dan masalah lainnya.
Penanggung jawab penelitian ini, Profesor Hiroshi Okochi dari Institut Teknologi Kreatif Universitas Waseda, mengatakan kepada ruang redaksi universitas tersebut pada akhir September, “Jika kita tidak secara aktif mengatasi masalah polusi mikroplastik di udara, krisis ekologi dapat menjadi kenyataan, serta akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius dan tidak dapat diubah di masa depan.”
Dia juga mengatakan, “Radiasi ultraviolet yang kuat menyinari partikel plastik, akan dengan cepat mendegradasi partikel tersebut dan melepaskan gas beracun, yang dapat digunakan untuk menjelaskan penyebab polusi udara saat ini.” (osc)
Pandangan Orang Dalam Militer Tiongkok Tentang Invasi Taiwan
NTD
Militer Partai Komunis Tiongkok (PKT) terus meningkatkan provokasinya di Selat Taiwan untuk menciptakan ketegangan. Ada laporan bahwa Beijing sedang mempersiapkan konflik dengan Taiwan dan Amerika Serikat, namun banyak orang dari kalangan militer Tiongkok yang berpendapat bahwa sesungguhnya PKT tidak perlu berkonfrontasi dengan baik Taiwan maupun Amerika Serikat, karena militer Tiongkok tidak akan memenangkan perang dalam penyerangannya ke Taiwan.
Media Timur Tengah “Al Jazeera” pada 20 Oktober melaporkan bahwa beberapa orang dari kalangan militer Tiongkok tidak setuju untuk menganggap Barat sebagai musuh nomor satu Beijing, apa lagi bersiap untuk menghadapi pertempuran yang tidak dapat dimenangkan.
Miss Selena Fu dari Kota Quanzhou, Fujian mengatakan, bahwa saudara sepupu juga pamannya yang masih bertugas di militer, sama seperti kebanyakan masyarakat Tiongkok, mereka tidak memiliki rasa permusuhan terhadap Taiwan atau negara-negara Barat.
Meskipun para pemimpin militer Tiongkok dan pemerintah pusat tidak akan menyukai pandangan ini, tetapi Selena Fu yang berusia 29 tahun percaya bahwa kedua kerabatnya yang berada di militer bukanlah segelintir orang yang memiliki pandangan positif terhadap negara Barat, juga bukan satu-satunya orang yang meragukan, bahwa militer Tiongkok pasti dapat memenangkan pertempuran dengan Amerika Serikat bila itu benar-benar terjadi.
Dia mengatakan : “Beberapa perwira militer, seperti mereka, juga percaya bahwa jika terjadi perang, militer Tiongkok tidak bisa menang”. Namun pemimpin tinggi militer jelas menginginkan para perwira dan prajuritnya memercayai apa yang sudah digariskan, “percayalah militer Tiongkok akan menang !”.
Yang Zi, seorang mahasiswa doktoral di Sekolah Hubungan Internasional S. Rajaratnam di Universitas Teknologi Nanyang, Singapura, mengatakan bahwa anggota militer Tiongkok memiliki pandangan berbeda mengenai ancaman strategis, yang menyebabkan Xi Jinping berkali-kali mengadakan “kampanye cuci otak” untuk memastikan bahwa pemikiran para prajurit sejalan dengan pemikiran pemerintah pusat.
Namun cuci otak semacam ini tidak mengubah pemikiran paman dan saudara sepupu Selena Fu yang ditempatkan di pangkalan angkatan laut di Fuzhou yang tetap bersikap positif terhadap dunia Barat secara umum.
“Mereka tidak ingin pecah perang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Mereka berpikir bahwa cara terbaik adalah menjaga hubungan bilateral”, kata Selena Fu. “Yang pasti, mereka tidak berpikir ada pihak yang mau menyerang Tiongkok, jadi apa maknanya melakukan persiapan menghadapi perang ?”
Mr. Shi, seorang warga Wuhan, Hubei yang memiliki seorang teman baik yang bekerja di departemen logistik militer Tiongkok mengatakan bahwa, temannya juga tidak menganggap negara-negara Barat sebagai ancaman bagi Tiongkok, malahan berpendapat bahwa PKT telah melakukan tindakan yang salah dengan memutus saluran komunikasi militer dengan Amerika Serikat setelah Ketua DPR-AS Pelosi berkunjung ke Taiwan tahun lalu.
Selena Fu mengatakan bahwa orang-orang seperti paman dan adik sepupunya dalam militer Tiongkok tidak percaya pemerintahan Beijing dapat memimpin tentara menuju kemenangan dalam invasinya ke Taiwan.
Teman Mr. Shi di militer juga percaya bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak sekutu dan memiliki lebih banyak pengalaman tempur dibandingkan dengan militer Tiongkok. Jika Tiongkok berperang dengan Taiwan yang didukung Amerika Serikat dan sekutunya, Tiongkok tidak bakalan menang.
Sejak awal tahun ini, Angkatan Roket dan Departemen Persenjataan Umum yang menjadi tentara andalan Partai Komunis Tiongkok yang dibentuk sendiri oleh Xi Jinping telah mengalami pembersihan besar-besaran. Beberapa orang mantan komandan dan wakil komandan Angkatan Roket Tiongkok telah ditangkap, dilengserkan, bahkan Menteri Pertahanan Li Shangfu, sudah entah berada di mana selama hampir dua bulan. Banyak pengamat menilai militer Tiongkok kini sedang berada dalam situasi kacau.
Zhang Tianliang, seorang ahli masalah Tiongkok mengatakan dalam program “Tian Liang Times” bahwa banyak orang percaya bahwa jika Xi Jinping memerintahkan tentara untuk berperang, orang-orang di tentara tidak punya pilihan selain selain menjalankan perintah “hilangkan rasa takut maju terus”. Namun ada banyak kejadian di luar dugaan dalam sejarah di mana pasukan membelot di medan perang, jadi kita sulit memprediksi berapa banyak pasukan komunis yang menyerang Taiwan akan membalikkan arah senjatanya.
Zhang Tianliang percaya bahwa apa yang disampaikan oleh orang yang diwawancarai “Al Jazeera” ini mewakili pemikiran sebenarnya dari seluruh perwira dan prajurit yang berada di garis depan. Jika PKT benar-benar melancarkan serangan ke Taiwan, akan ada sejumlah besar prajurit Tiongkok yang melarikan diri. Saat ini banyaknya fenomena anti pemerintah muncul di Tiongkok. Jika Xi Jinping sadar akan hal-hal ini, niscaya ia akan berpikir ulang untuk menyerang Taiwan. (sin)
Tiongkok Mencatat Kurang dari 10 Juta Kelahiran pada 2022, Angka Terendah Sejak PKT Berkuasa
Sophia Lam
Jumlah kelahiran di Tiongkok turun selama enam tahun berturut-turut tahun lalu, dan sekarang menjadi yang terendah sejak 1949, ketika Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengambil alih kekuasaan di Tiongkok-meskipun PKT telah menghapus kebijakan satu anak yang terkenal kejam pada 2016.
Pada 12 Oktober, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) rezim komunis Tiongkok melaporkan 9,56 juta kelahiran pada 2022. Angka ini hanya lebih dari setengah jumlah 17,58 juta kelahiran yang tercatat pada 2017.
Menurut data resmi, 46,1 persen bayi yang lahir di Tiongkok pada tahun lalu adalah anak sulung, 38,9 persen kelahiran adalah anak kedua, dan 15 persen adalah anak ketiga atau lebih.
Rezim Tiongkok telah meningkatkan upayanya untuk menahan tren penurunan populasi. Setelah penghapusan kebijakan satu anak pada 2016, Beijing semakin melonggarkan kebijakan keluarga berencana pada tahun 2021 untuk mendorong orang memiliki lebih banyak anak.
Kebijakan satu anak di Tiongkok, yang diterapkan dari 1979 hingga 2016, diklaim oleh rezim komunis telah mencegah sekitar 400 juta kelahiran antara 1979 hingga 2011-termasuk jutaan kelahiran melalui sterilisasi paksa dan aborsi yang dipaksakan atau dipaksakan.
Dua alasan utama penurunan angka kelahiran adalah karena masyarakat Tiongkok menikah di usia yang lebih tua dan lebih banyak orang yang memilih untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak, menurut Jiang Quanbao, seorang profesor di Institut Studi Kependudukan dan Pembangunan di Universitas Xi’an Jiaotong, dalam sebuah wawancara dengan Yicai, sebuah media yang dikelola pemerintah.
Berbeda dengan angka kelahiran yang menurun, populasi pensiunan di Tiongkok justru meroket.

Penduduk Tiongkok yang berusia di atas 65 tahun-disebut sebagai “gelombang abu-abu” di media Tiongkok-mencapai 14,9 persen dari populasi pada tahun 2022, menjadikannya masyarakat yang menua dengan cepat.
Sebuah media milik pemerintah Tiongkok melaporkan tahun lalu bahwa “gelombang abu-abu terbesar yang pernah ada” diperkirakan akan terjadi dalam dekade mendatang. Orang-orang Tiongkok yang lahir pada tahun 1960-an mulai pensiun pada tahun 2022, dengan proyeksi jumlah rata-rata 20 juta orang dari kelompok usia ini yang akan pensiun setiap tahunnya.
Kaum Muda Khawatir Mempunyai Anak
Di tengah penurunan kelahiran yang signifikan secara terus menerus selama beberapa tahun terakhir, rezim komunis Tiongkok telah menerapkan berbagai langkah untuk meningkatkan kesuburan warga perempuan yang memenuhi syarat dan mempromosikan program melahirkan anak – termasuk memberikan anak perempuan berusia 15 tahun suplemen asam folat dan perempuan berusia 49 tahun bantuan dari tim medis lokal yang berfokus pada reproduksi, menurut laporan media Tiongkok.
Setelah pengumuman data populasi Beijing baru-baru ini, banyak netizen Tiongkok di platform media sosial populer Tiongkok, Weibo, mengungkapkan keengganan mereka untuk memiliki anak, dengan banyak yang khawatir bahwa mereka tidak akan mampu membesarkan mereka.
Seorang netizen dengan nama “Love China E5” menulis: “Anak-anak muda yang ingin memiliki anak harus berpikir terlebih dahulu: Dalam kondisi saat ini di Tiongkok, apa yang bisa Anda berikan kepada anak-anak Anda-kebahagiaan atau penderitaan?”
Netizen lain, yang disebut “Good Fortune”, mengungkapkan penyesalannya karena telah memiliki anak kedua. “Saya berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup; saya seharusnya tidak membawa mereka ke dunia ini, untuk terus menderita [seperti saya]! Saya sangat menyesal memiliki anak kedua. Istri saya kehilangan pekerjaan setelah melahirkan anak kedua. Biaya hidup terus melonjak setiap tahun, tetapi pendapatan kami tetap stagnan! Hidup ini sangat sulit!”
Pengguna Weibo lainnya mengungkapkan kekecewaannya terhadap prospek ekonomi masa depan di Tiongkok: “Apa yang bisa kita lakukan sebagai rakyat jelata? Ekonomi semakin memburuk, dan kami menjadi semakin miskin. Kami tidak memiliki kesempatan untuk mencari nafkah dan kami tidak mampu membesarkan anak.”
Pada awal 2021, seorang blogger dengan nama “Les Misérables” menerbitkan sebuah artikel di Zhihu, sebuah platform media sosial Tiongkok yang populer, yang merujuk pada “krisis kependudukan” yang sedang terjadi di Tiongkok.

“Di permukaan, tampak seolah-olah [kaum muda] tidak ingin memiliki anak, tetapi pada kenyataannya, ini adalah masalah ketidakberanian. Mereka tidak berani, itulah sebabnya mereka tidak mau,” demikian Les Misérables menyimpulkan dalam tulisannya. Blogger tersebut meninggalkan sebuah pertanyaan di akhir tulisan, yang tidak ia jawab: “Masalah intinya adalah mengapa orang tidak berani memiliki anak?”
Selain masalah populasi yang menua di Tiongkok, rezim Tiongkok melaporkan tingkat pengangguran kaum muda yang mencapai rekor tertinggi sebesar 21,3 persen pada Juni. Menurut laporan Forum Ekonomi Makro Tiongkok (CMF), krisis pengangguran kaum muda yang sedang berlangsung dapat bertahan selama 10 tahun ke depan dan “memburuk dalam jangka pendek.”
Langkah-langkah nol-COVID yang kejam dari rezim komunis menambah ketakutan kaum muda untuk memiliki anak yang akan lahir dan tumbuh dalam masyarakat yang totaliter.
Pada bulan Mei, seorang pria di Shanghai yang dilaporkan menolak untuk pergi ke tempat isolasi pusat diperingatkan oleh polisi bahwa tindakannya dapat menyebabkan konsekuensi yang akan mempengaruhi keluarganya selama “tiga generasi.” Pria itu menjawab: “Kami adalah generasi terakhir.” Sentimen “generasi terakhir” ini mewakili sejumlah besar anak muda yang memprotes kurangnya martabat yang mereka alami di bawah PKT dan kebijakan tanpa COVID-19 serta kebijakan kejam lainnya.
Xia Song dan Mary Hong berkontribusi dalam laporan ini.