“Buaya” Gantikan Mugabe, Masa Depan Zimbabwe Tak Menentu

Reporter Epoch Times, Huang Jiexuan, melaporkan

Setelah pemimpin negara Zimbabwe yakni Presiden Mugabe yang telah berkuasa selama 37 tahun mengundurkan diri di bawah tekanan Impeachment, beberapa hari lalu jabatan tersebut digantikan oleh wakil presiden pertama Emmerson Mnangagwa yang dijuluki sang “buaya”, dan dilantik pada 24 November pagi hari, Mnangagwa akan menyelesaikan sisa masa jabatan Mugabe sampai pemilu di bulan September tahun depan.

Tanggal 22 November, pertama kalinya setelah 40 tahun lamanya negara Zimbabwe menyambut pagi hari tanpa tangan besi Mugabe, masyarakat terhanyut dalam luapan bahagia. Namun pihak luar masih khawatir akan nasib Zimbabwe, karena Mnangagwa yang pernah menjadi wakil Mugabe, dianggap orang yang sejalan dengan pemerintahan tirani sebelumnya.

Epochtimes.id- Mugabe yang telah berusia 93 tahun memberhentikan jabatan Mnangagwa pada  6 November lalu, agar istrinya Grace bisa menjadi suksesor.

Yang tidak disangka oleh Mugabe adalah, tindakan ini menjadi kudeta militer , pemicu yang menekannya agar meletakkan kekuasaan. Di bawah tekanan militer dan para pendukung Mnangagwa dari internal partai, pada tanggal 21 November Mugabe mengundurkan diri.

Setelah diberhentikan dari jabatan, Mnangagwa tidak pernah terlihat di Zimbabwe, tanggal 21 November ia menyatakan bahwa dirinya tahu ada yang ingin membunuhnya, sehingga melarikan diri ke luar negeri, setelah memastikan keselamatan dirinya tidak terancam ia baru kembali.

Masyarakat Zimbabwe dan internasional berharap, semua ini hanya masa transisi, tahun depan pemilu bisa diselenggarakan sesuai rencana.

 Kubu Oposisi Nantikan Demokrasi Sejati

Kubu oposisi Zimbabwe pada dasarnya mendukung perkembangan ini, namun mereka menegaskan, Zimbabwe harus merangkul demokrasi.

Sekretaris partai oposisi MDC yakni Douglas Mwonzora memperkirakan pemilu tahun depan: “Kami sangat senang terlepas dari cengkeraman Mugabe, tapi walaupun kami telah bebas dari satu orang, namun belum terbebas dari sistem pemerintahan yang menindas rakyat selama 37 tahun. Oleh sebab itu kami akan berupaya menuju ke arah pemilihan secara bebas dan adil.”

Mensesneg AS, Tillerson tanggal 21 November lalu menyatakan, lengsernya Mugabe adalah momentum yang bersejarah bagi negara Zimbabwe. Ia kembali meluruskan bahwa AS tetap mendukung Zimbabwe yang adil, demokratis, dan makmur, juga menghimbau semua pihak agar menahan diri dan menghormati konstitusi.

 Suksesor Dijuluki “Buaya”

Mnangagwa (75) memiliki latar belakang badan intelijensi, dan terkenal dengan cara-caranya yang kejam, sehingga mendapat julukan sang “buaya”. Ia juga merupakan sekutu Mugabe selama lebih dari 30 tahun juga konsultan strategisnya, dan mendapat dukungan dari kaum elite.

Meskipun ada sejumlah kalangan yang berharap Mnangagwa dapat memimpin masa depan Zimbabwe, namun Mnangagwa juga ikut ambil bagian dalam gerakan pemberantasan puluhan ribu kaum oposan bersama Mugabe di tahun 1980an. Diplomat AS melukiskan, Mnangagwa bahkan ‘lebih sadis, dan lebih otoriter dalam hal politik’ dibandingkan Mugabe.

Pakar dari Institut Asia Afrika di University of London bernama Stephen Chan berpendapat, “Akan sulit untuk keluar dari ‘Mugabeisme’, karena telah dibangun di atas kehausan atas kekuasaan dan pengambil-alihan ekonomi; tujuannya adalah untuk segera mendapatkan pemuasan dan bukan perencanaan jangka panjang dan investasi; untuk gaya hidup elite dan bukan kesetaraan rakyat.”

Zimbabwe — Pernah Menjadi “Mutiara Afrika”

Bicara soal Zimbabwe, banyak orang akan teringat pemandangan terjadinya pergolakan sosial dan kemelaratan rakyat, akan tetapi Zimbabwe di masa lalu berbeda bagai langit dan bumi dibandingkan sekarang.

Saat baru merdeka, Zimbabwe adalah negara ekonomi kedua terbesar setelah Afrika Selatan di belahan selatan Benua Afrika.

Di saat yang sama, karena iklim yang sejuk dan tanah yang subur serta teknik pertanian yang baik, sektor pertanian Zimbabwe yang kuat juga membuat kagum banyak orang, dan pernah dijuluki sebagai “lumbung pangan Afrika” atau “keranjang roti Afrika”.

Zimbabwe pernah menjadi negara jajahan Inggris dan memerdekakan diri di bulan April 1980, dan melangsungkan pemilu demokratis yang pertama dalam sejarah di bawah pengawasan Inggris, waktu itu Partai ZANU-PF yang dipimpin oleh Mugabe meraih kemenangan.

Pada masa awal kemerdekaan, Mugabe masih menghargai hukum dengan membentuk sistem pemerintahan sesuai metode Inggris, dan menempuh kebijakan ekonomi campuran yang moderat.

Menurut informasi dari situs riset Afrika dan Timur Tengah, waktu itu Mugabe membuat situasi di dalam negeri relatif stabil, Zimbabwe pernah dijuluki sebagai “oasis Afrika yang tenang”.

Mugabe membawa perekonomian Zimbabwe menciptakan “keajaiban sepuluh tahun”, sehingga di tahun 1990 oleh majalah “New Africans” Mugabe terpilih sebagai “pemimpin terbaik Afrika”.

Di era tahun 80an Mugabe sempat meraih gelar kehormatan dari University of Edinburg Inggris dan juga dari University of Massachusetts. Pada saat itu, negara Zimbabwe dan Afrika Selatan adalah negara yang paling kaya di Benua Afrika.

Namun hal ini tidak berlangsung lama, sejak tahun 2000 Mugabe mulai menerapkan cara-cara PKT, reformasi lahan, tekanan militer dan gusur paksa yang dilakukan oleh Mugabe adalah cara-cara yang digunakan untuk memerintah Zimbabwe yang dipelajarinya dari PKT, dan membuat Zimbabwe telah kehilangan kemakmuran yang pernah diraihnya, dan terjerumus ke dalam krisis ekonomi.

Ini membuat “mutiara Afrika” ini kehilangan era kejayaannya, dan jatuh ke ambang kehancuran. (SUD/WHS/asr)