Uni Eropa Buka Hati untuk Inggris Jika Berubah Pikiran soal Brexit

EpochTimesId – Para pemimpin Uni Eropa nampaknya belum bisa mengiklaskan kepergian Inggris dari Uni Eropa. UE bahkan menyarankan referendum kedua mengenai Brexit, British Exit, atau keluarnya Inggris dari organisasi kawasan perdagangan Eropa yang mengambil alih sebagian kekuasaan negara-negara Eropa itu.

“Kami di benua ini belum memiliki perubahan hati, bahwa orang Inggris akan diijinkan untuk tinggal di UE. Hati kita masih terbuka untukmu,” ujar Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk, Selasa (16/1/2018) waktu Eropa, seperti dikutip The Epoch Times dari Reuters.

Perdana Menteri Theresa May dan lawan politik utamanya Jeremy Corbyn telah mengesampingkan opsi untuk menanyai ulang pemilih Inggris. Walau apa pun hasil perjanjian dengan Brussels (Ibukota UE) setelah nanti Inggris resmi meninggalkan blok tersebut pada bulan Maret 2019.

Namun, juru kampanye di kedua pihak telah mengangkat masalah ini lagi. Presiden Dewan Eropa Donald Tusk pun mengambil kesempatan untuk mendukung mereka yang meminta keputusan Brexit dipikir ulang.

Parlemen Eropa pada sebuah pertemuan puncak yang dipimpin Tusk bulan lalu, para pemimpin Uni Eropa sepakat untuk membuka perundingan dengan London pada nasib Brexit.

“Brexit akan menjadi kenyataan, dengan segala konsekuensi negatifnya, pada bulan Maret tahun depan. Kecuali ada perubahan hati di antara teman-teman Inggris kita,” kata mantan perdana menteri Polandia tersebut.

Warga Inggris yang pro-Uni Eropa berdemonstrasi di luar Gedung Parlemen di London, Inggris, 13 Desember 2017. (Reuters/Simon Dawson/The Epoch Times)

Menanggapi pernyataan Tusk, Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, yang sedang memimpin negosiasikan kepergian Inggris, menambahkan penegasan sikapnya, “Dia (Tusk) mengatakan bahwa pintu kami masih terbuka. Saya harap ini terdengar di London.”

Pengacara konstitusional terbagi atas apakah Inggris dapat menarik kembali pemberitahuan dua tahun untuk mengundurkan diri. Namun perbedaan tersebut menggarisbawahi pandangan di Brussels bahwa sebuah konsensus politik UE dapat ditemukan untuk mencegah Brexit. Bahkan jika sebagian besar mendukung Brexit dan negara-negara anggota tidak menyetujui kembalinya Inggris.

Juru bicara Theresa May mengulangi tekadnya untuk menindaklanjuti Brexit. Walaupun, May turut berkampanye menentang Brexit pada tahun 2016.

Dalam perdebatan tersebut, anggota parlemen senior Uni Eropa meminta dia untuk menawarkan kejelasan lebih pada apa yang dia inginkan. Beberapa anggota parlemen UE bahkan mengolok-oloknya.

Konservatif top Jerman bahkan meledek pengumumannya bahwa May akan mengembalikan warna paspor biru tua Inggris setelah Brexit. Pengumuman soal paspor itu disebut sebagai ‘penipuan’.

Paspor Inggris di depan bendera Uni Eropa. (Matt Cardy/Getty Images/The Epoch Times)

Persyaratan yang Sulit
Negara-negara anggota mendiskusikan di antara mereka satu set instruksi perundingan baru untuk negosiator, Juncker Michel Barnier. Diskusi digelar menjelang peluncuran pembicaraan yang diharapkan pada periode transisi pasca-Brexit dimana sebagian besar status quo akan dipertahankan.

Diplomat mengatakan bahwa diskusi tersebut mengungkapkan garis tegas di antara 27 orang yang meminta Inggris berkomitmen untuk menerima kewajiban berkelanjutan kepada UE selama masa transisi.

Kewajiban itu termasuk menerima imigrasi bebas yang berlanjut dari UE dan tunduk pada pengadilan Uni Eropa. Namun, itu adalah keluhan utama pendukung Brexit.

Pekerjaan berlanjut mengenai bagaimana Inggris dapat terus mengambil bagian dalam kesepakatan perdagangan bebas antara UE dan negara-negara lain selama masa transisi. Ada juga masalah bagaimana transisi tersebut dapat diperpanjang melampaui 31 Desember 2020.

Di antara yang paling mencolok dari tuntutan yang telah diklarifikasi oleh para diplomat adalah bahwa warga UE yang tiba di Inggris bahkan setelah Brexit, selama masa transisi, berhak mempertahankan hak hidup yang saat ini dinikmati oleh ekspatriat Uni Eropa.

Pembuat undang-undang senior di ruang Strasbourg umumnya sangat peduli dengan rencana May untuk Brexit. Pemimpin kelompok kanan tengah, sekutu Kanselir Jerman Angela Merkel, mengolok-olok pengumumannya bahwa paspor Inggris akan kembali menjadi biru setelah Brexit, dibandingkan dengan warna merah yang digunakan oleh sebagian besar negara anggota UE.

“Keseluruhan ceritanya palsu,” kata Manfred Weber, dia mencela, “kurangnya kepemimpinan dan kejujuran.”

Begitulah dia menggambarkan pergantian warna paspor sebagai pemulihan kedaulatan. Tidak ada undang-undang UE yang mengikat negara anggota menggunakan paspor merah.

Menurut Weber, negara anggota lain seperti Kroasia pun menggunakan warna biru.

Guy Verhofstadt, koordinator Brexit di kamar tersebut, menyebut kisah paspor itu ‘lucu’. Dia juga mencemooh May dan menteri-menterinya karena mengklaim kredit untuk undang-undang baru yang membatasi pemakaian kantong plastik dan biaya kartu kredit. Padahal undang-undang ini benar-benar merupakan undang-undang UE.

Untuk Partai Kemerdekaan Inggris, yang berkampanye untuk Brexit, David Coburn menuduh Barnier mencoba ‘menghancurkan Inggris’ sebagai pusat layanan keuangan. Karena dia menolak usaha London untuk mempertahankan akses yang ada ke pasar keuangan UE. (waa)