Depnaker AS Bantu Pekerja Asing Asal Tiongkok Tuntut Upah yang Belum Dibayar Perusahaan Tiongkok

oleh Xia Yu

Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat mengumumkan, 4 perusahaan konstruksi asal Tiongkok yang ditunjuk membangun gedung untuk kasino di Pulau Saipan harus membayar upah dan uang kompensasi karyawan yang jumlahnya mencapai hampir 14 juta dollar AS.

The Associated Press pada 6 Maret melaporkan bahwa menurut pernyataan Depnaker AS, penyidik ​​telah menemukan bahwa upah yang dibayarkan oleh kontraktor kepada karyawannya lebih rendah daripada upah yang ditentukan undang-undang AS.

Jumlah pekerja Tiongkok yang terkena dampak dari kekurangan pembayaran upah dan kompensasi mencapai 2.400 orang.

Keempat perusahaan tersebut adalah kontraktor bangunan yang ditunjuk oleh Imperial Pacific International Corporation, Hongkong untuk mendirikan gedung untuk kasino di Pulau Saipan.

Pejabat AS mengatakan bahwa pekerja asal Tiongkok itu menggunakan Visa Waiver Program untuk masuk ke Kepulauan Mariana Utara, Amerika Serikat. Kesepakatan penyelesaian menunjukkan bahwa sebelum diterima bekerja, para pekerja asal Tiongkok itu dipaksa untuk meminjam ribuan dolar AS untuk membayar tiket pesawat dan biaya perekrutan yang muncul.

Bryan Jarrett, seorang penanggung jawab di Depnaker AS dalam pernyataannya menyebutkan : Solusi ini memastikan bahwa ribuan pekerja (Tiongkok) dapat menerima upah yang seharusnya mereka terima secara legal, sambil mengirim pesan yang kuat dan jelas kepada pemberikerja lainnya.

Menurut Li Qiang, direktur eksekutif China Labor Watch bahwa, para pekerja asal Tiongkok akan bekerja 13 jam sehari, mereka tidak memiliki akhir pekan atau hari libur, dan paspor mereka telah disita pemberikerja begitu tiba di Saipan.

Li Qiang telah berbicara dengan pekerja Tiongkok yang terkena dampak, juga dengan pejabat AS berwenang untuk mendesak pertanggungjawaban atas penangguhan pembayaran upah yang mereka lakukan.

“Semakin banyak perusahaan Tiongkok melakukan pengembangan usaha di luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Eropa, di mana perekrutan tenaga kerja lokal mungkin saja mahal” kata Li Qiang. “Karena itu perusahaan lebih suka memakai tenaga kerja yang berasal dari Tiongkok”

Ia kemudian menambahkan, tetapi para tenaga kerja asal Tiongkok itu tidak jarang tertipu oleh janji muluk-muluk pemberikerja, seperti upah yang lebih tinggi …. sampai memperoleh green card. tapi setelah mereka sudah berada di AS , janji-janji itu tidak akan terwujud.

Li Qiang mengatakan, otoritas berwenang AS menerapkan denda yang lebih tinggi akan membantu memerangi praktik-praktik seperti ini.

Laporan tersebut mengatakan bahwa hanya segelintir pekerja yang masih tinggal di Pulau Saipan, dan kebanyakan dari mereka telah kembali ke Tiongkok. Beberapa pekerja perlu menunggu sampai satu tahun untuk mendapatkan uang.

Seorang pekerja asal Tiongkok di Pulau Saipan bernama Gong Benji dalam pernyataannya menyebutkan : Tidak ada orang yang memberitahu kami berapa banyak uang yang akan diterima oleh masing-masing pekerja. Bagaimana kita bisa pulang untuk menghadapi orang-orang yang akan meminta kembali dana yang pernah kita pinjam sebagai modal untuk berangkat ke mari ?

Aaron Halegua, seorang pengacara dan peneliti di New York University mengatakan bahwa pihak berwenang perlu lebih banyak pekerjaan untuk mencegah eksploitasi tenaga kerja semacam itu. Misalnya, Departemen Tenaga Kerja mungkin perlu secara tegas meminta Perusahaan Imperial Pacific International Corporation untuk ikut mengawasi perilaku kontraktor.

Aaron mengatakan: “Beberapa pekerja asal Tiongkok memiliki visa kerja legal namun masih juga disalahgunakan. ”

Perusahaan Imperial Pacific International Corporation di Hongkong dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di pada hari Selasa menyebutkan bahwa pihaknya senang karena masalah sudah dapat diselesaikan.

Pulau Saipan yang terletak di bagian barat Lautan Pasifik adalah rumah bagi pemerintah Kepulauan Mariana Utara AS. (Sinatra/asr)