Seni Nego Trump Terhadap Amerika Utara Indikasikan Situasi Berbahaya PKT

Tang Hao

Kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) adalah transaksi yang paling buruk sepanjang sejarah negara.” Ini ditegaskan berulang kali oleh Trump sebelum pilpres.

Menurut Trump, NAFTA yang dibahas di masa pemerintahan Bush senior, lalu ditandatangani dan diterapkan pada masa pemerintahan Clinton, telah mendatangkan angka defisit sangat besar yang sangat merugikan AS.

Oleh sebab itu, meralat isi kesepakatan NAFTA telah menjadi salah satu janji penting oleh Trump terhadap warga pemilihnya. Awal tahun lalu, Trump menjadi presiden, lalu mulai secara aktif mewujudkan janji-janjinya, berkali-kali ia menghimbau Kanada dan Meksiko untuk melakukan perundingan ulang, jika tidak maka AS akan mundur dari NAFTA.

Strategi Negosiasi Maju Bertahap, NAFTA Disepakati Ulang

Pada Agustus 2017, pemerintahan Trump secara resmi melakukan amandemen perundingan NAFTA dengan  Kanada dan Meksiko, namun beda pendapat antar ketiga negara itu sangat besar, perkembangan yang diraih sangat pelan.

Akhirnya lewat Twitter Trump mencuit, akan melakukan penjajakan opini dan tekanan awal, “Kami tengah berunding ulang dengan Meksiko dan Kanada terkait NAFTA, tapi pembicaraan kedua pihak relatif sulit, mungkin sudah waktunya diakhiri (NAFTA)?”

Akan tetapi, sikap kedua negara Kanada dan Meksiko tetap sangat pasif, perkembangan perundingan itu pun sangat lambat.

Tanggal 31 Mei 2018, pemerintah Trump mengumumkan mulai tanggal 1 Juni memberlakukan bea masuk 25% untuk produk besi baja dan 10% untuk produk aluminium yang diimpor dari Kanada dan juga Meksiko, tekanan keras ditempuh bagi kedua negara dengan harapan mempercepat proses negosiasi.

Tindakan keras sedikit banyak akan menuai reaksi keras dan kecaman.

PM Kanada Justin Trudeau berkali-kali menantang Trump lewat Twitter, media massa sayap kiri tentunya juga tidak lupa memprovokasi. Tapi Trump tetap berprinsip “tidak pernah menyerah”, menahan tekanan itu, teguh tak pernah mundur, tapi juga terus berunding secara aktif dengan pihak Kanada dan Meksiko.

Trump yang berlatar belakang pengusaha sangat memahami tingkat kesulitan perundingan tiga pihak ini. Apalagi jika Kanada dan Meksiko diam-diam bersekutu saling dukung dan melindungi, agar memiliki daya tawar lebih tinggi dengan AS, akan membuat AS semakin sulit mencapai tujuan negosiasi.

Oleh karena itu sejak awal ia telah mempersiapkan NAFTA dibagi menjadi dua kesepakatan bilateral (AS-Meksiko dan AS-Kanada), lalu menyerang secara terpisah, bila salah satu pihak saja bersedia bekerjasama, maka pihak lainnya akan kehilangan keseimbangannya.

Trump memilih menyerang Meksiko lebih dulu, karena Meksiko memiliki ketergantungan paling besar pada Amerika. Nilai perdagangan AS-Meksiko setiap tahunnya mencapai USD 6 trilyun dan sebanyak 80% dari produk Meksiko diekspor ke pasar AS, Meksiko bisa dibilang merupakan peraih manfaat terbesar dari NAFTA.

Ditambah lagi Meksiko baru saja melakukan pilpres awal Juli lalu, partai berkuasa kalah, pemerintahan baru akan berkuasa di akhir tahun ini.

Di satu sisi secara mencolok membina hubungan baik dengan presiden terpilih Andres Manuel Lopez Obrador; di sisi lain Trump yang sangat mengenal sifat manusia sangat paham, presiden sekarang Enrique Pena Nieto sangat mungkin berniat meraih prestasi politik bagi dirinya sebelum mundur dari jabatannya sebagai “hadiah perpisahan”, dan menorehkan nama harum dalam sejarah. Jadi sekarang inilah momentum paling tepat untuk berunding dengan Meksiko.

Tanggal 27 Agustus pagi hari, Trump menggelar konferensi pers di Gedung Putih, mengumumkan telah tercapainya kesepakatan perdagangan bebas antara AS dengan Meksiko, di hadapan wartawan Trump langsung menelepon Presiden Meksiko Nieto, selain menyampaikan ucapan selamat dan terima kasih pada Nieto dan rakyat Meksiko, juga memberi kesempatan bagi Nieto berpidato pada media massa internasional, berbagi kehormatan akan tercapainya kesepakatan bersejarah ini.

Kemudian Trump kembali berseru pada Kanada, memberi sedikit tekanan, dan mengingatkan Kanada jika tidak mau berunding dengan AS, maka AS akan menaikkan bea masuk terhadap mobil impor dari Kanada.

Tak Hiraukan Perselisihan Sebelumnya, Beri Kesempatan Lawan Berbagi Kehormatan

Satu hal kecil yang patut diperhatikan adalah, sebelumnya Trump sempat beberapa kali konflik dengan Nieto terkait masalah pembangunan tembok perbatasan, namun Trump tidak bersikap dingin atau mengabaikan Nieto, sebaliknya bahkan secara khusus mengatur Nieto tampil di depan media massa, dengan membuatnya tampil di hadapan media massa internasional dengan penuh kehormatan sebelum masa jabatannya berakhir.

Ini juga merefleksikan prinsip negosiasi Trump yang mempertahankan “semua senang”, serta sikap serius dan kemurahan hatinya dalam memperlakukan orang lain.

“Pakar negosiasi akan mengulurkan kedua tangan bagi lawannya, menunjukkan empatinya, lalu menciptakan hasil akhir yang menguntungkan diri sendiri juga menguntungkan lawannya.” Demikian seorang rekan bisnis Trump sekaligus wakil CEO Trump Group yakni George Ross menilai karakter Trump dalam bernegosiasi.

Interpretasi Penuh “Seni Bertransaksi” Taklukkan Lawan Tanpa Perang

Setelah AS dan Meksiko lebih dulu mencapai kesepakatan, Kanada menyadari situasi tidak menguntungkan, kehilangan dukungan dari Meksiko membuat Kanada kehilangan keseimbangan dan terjebak dalam kondisi pasif.

Jika terus bersikukuh dan tidak mau berkompromi, tidak hanya industri otomotif Kanada akan dikenakan bea masuk tambahan, juga akan dikucilkan oleh AS dan Meksiko, terlebih lagi mungkin akan merembet pada kenaikan harga barang di Kanada, perusahaan hengkang, dan pengangguran meningkat dan lain-lain.

Sore hari itu, PM Kanada Trudeau langsung menelepon Trump dan menyampaikan niatnya untuk berunding. Malam hari itu Trudeau mencuit di Twitter, memberitahu semua pihak bahwa perundingan dagang AS-Kanada akan segera dilaksanakan, dan ada harapan dalam minggu yang sama akan mencapai kesepakatan. Peta perdagangan bebas Amerika Utara akhirnya menunjukkan secercah sinar terang.

Mencermati perundingan dagang Amerika Utara kali ini, Trump secara mutlak menunjukkan kemampuan berundingnya di ajang bisnis, menyusun strategi secara tertata, teknik memberi tekanan secara tepat, sabar dan gigih bertahan, ditambah lagi kecermatannya menilai orang, memahami sifat manusia, serta menguasai situasi dan kondisi.

Sehingga bisa membuat keputusan yang tepat dan memanfaatkan momentum perundingan terbaik, dalam satu gebrakan langsung berhasil, dengan cepat mendobrak jalan buntu perundingan ketiga negara, mendesak lawan agar berkompromi dan mengalah, jika tidak akan kehilangan ruang gerak di pentas internasional, dan harus membayar mahal untuk perekonomian negaranya.

Dengan kata lain dalam perundingan dagang Amerika Utara ini, bisa dikatakan merupakan contoh klasik “seni perundingan” Trump (arts of the deal), juga memperlihatkan kehebatan taktik “mengalahkan lawan tanpa berperang” dalam taktik perang Sun Tzu.

Strategi Internasional Trump Pojokkan PKT

Perundingan dagang Amerika Utara, dalam tingkatan tertentu juga merefleksikan tren ke depan perang dagang AS-RRT: hadang dari segala penjuru, kepung dan kucilkan.

Menghadapi Partai Komunis Tingkok (PKT) yang tidak mau melepaskan perdagangan tidak adil dan pertumbuhan ekonomi yang tak bermoral, baru-baru ini Trump berupaya mengerahkan seni perundingan, bersekutu lintas negara: terlebih dulu mencapai kesepakatan perdagangan bebas dengan bea masuk nol dengan Uni Eropa, kemudian mencapai kesepakatan dagang dengan kedua negara Amerika Utara (Kanada dan Meksiko), membangun zona perdagangan bebas melintasi Amerika Utara dan daratan Eropa.

Dengan demikian, tidak hanya dalam sistem perdagangan telah mengucilkan PKT, di saat yang sama pihak AS memanfaatkan aturan detil pada perdagangan bebas untuk menyingkirkan suku cadang buatan RRT dalam jumlah besar, produk hulu akan masuk ke dalam sistem perdagangan ini, yang berarti menempatkan jaring yang akan menjerat PKT secara makro maupun mikro.

Faktanya, di dalam tubuh PKT juga telah mengetahui situasi membahayakan oleh kepungan internasional ini, namun PKT belakangan ini tidak hanya mempropagandakan bahwa pihaknya “berpijak pada moralitas”, dan mengatakan “PKT akan menjadi pemenangnya”, bahkan menekankan hubungan dagang dengan 30 negara Afrika sangat baik, tidak hanya tidak akan mengejar pembayaran hutang negara Afrika, bahkan menyumbang dana bantuan bagi negara Afrika.

Logika propaganda perang psikologis dengan “taktik kemenangan spirit” ini bisa dibilang adalah gangguan mental.

Daya beli dan kapasitas pasar negara-negara di Afrika bisa dibilang tidak bisa menandingi Eropa, Jepang dan Korsel, juga Amerika Utara, sulit untuk mendatangkan devisa bagi RRT; selain itu bila zona perdagangan bebas yang dipimpin oleh Amerika bersedia membukakan pintu bagi negara Afrika untuk bergabung, mayoritas negara di Afrika akan meninggalkan RRT, dan akan memilih peluang bisnis dengan konsumsi yang besar tanpa beban di zona perdagangan yang adil.

Apalagi, PKT masih berniat memberi uang pada negara lain dan tidak menagih hutang, aksi diplomatik yang boros seperti ini “membeli negara lain dengan uang”, tidak hanya akan membuat tekanan finansial RRT semakin besar, juga akan membuat devisa yang mengalir keluar menjadi semakin ketat. PKT berpura-pura kaya dengan memberikan uang, yang dihamburkan bukan kekayaan para petinggi PKT, melainkan hasil darah dan keringat milyaran jiwa rakyatnya.

Kini Trump telah menebar jaring raksasa di seluruh dunia untuk menjerat PKT, mengatur strategi, tidak hanya akan melakukan kepungan dari segala penjuru, juga telah menyiapkan kartu as ekonomi senilai USD 200 milyar, untuk memberi tekanan sekuat tenaga. Selanjutnya, tinggal dilihat bagaimana PKT akan memilih. (SUD/WHS/asr)