Kualitas Udara Beijing Kembali Memburuk, Pegawai Terpaksa Pakai Masker dalam Kantor

oleh Wu Ying

Hari Senin (26/11/2018), kualitas udara kota Beijing turun ke tingkat terburuk selama 18 bulan terakhir.

Para ahli mengatakan bahwa ini mungkin akibat otoritas Tiongkok mengijinkan adanya pelonggaran batasan dalam pembuangan emisi untuk musim dingin ini demi mengejar pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun.

Menurut data yang dirilis oleh Kedutaan Besar AS, konsentrasi PM2.5 di Beijing pada  Senin itu telah memencapai angka 328 µg/m³, meningkat dari rata-rata 149 µg/m³ yang terjadi dalam 5 hari terakhir.

PM2.5 mengacu pada partikel tersuspensi dengan ukuran partikel kurang dari 2,5 mikron yang berada di udara. Lebih mudah untuk menembus ke paru-paru manusia ketimbang partikel PM10. Karena itu berdampak serius terhadap kesehatan manusia. Jika partikel melekat pada kontaminan lain, maka itu akan lebih berbahaya bagi sistem pernapasan.

Bloomberg mengutip spekulasi dari beberapa ekonom melaporkan bahwa perlambatan ekonomi Tiongkok tahun ini mungkin menjadi penyebab dikendurkannya kontrol terhadap polusi udara oleh penguasa agar pabrik-pabrik dapat melanjutkan produksi.

Laporan itu menyebutkan, Kementerian Ekologi dan Lingkungan Hidup Tiongkok sebelumnya telah menyatakan akan mengadopsi langkah-langkah pengawasan yang fleksibel mulai musim dingin tahun ini untuk memfasilitasi rencana produksi berkelanjutan dari Pusat Industri Tiongkok Utara.

Yao Shaohua, Ekonom Hong Kong ABCI Securities kepada Bloomberg mengatakan : “Tekanan ekonomi Tiongkok sedang meningkat dibandingkan dengan tahun lalu, (pihak berwenang Tiongkok) tahun ini tidak akan menghambat produksi industri pencemar demi mengurangi tekanan.”

Seorang wanita bermasker yang ditemui di jalanan Beijing. (Nicolas Asfouri/AFP/Getty Images)

Akibat konflik perdagangan yang terus memburuk, pasar saham Tiongkok anjlok, sangat merusak kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Tiongkok, memaksa pihak berwenang untuk mengambil lebih banyak langkah-langkah stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Lu Ting, kepala ekonom Nomura International untuk Hongkong mengatakan dalam sebuah laporan penelitian, bahwa dengan mempertimbangkan dampak melemahnya permintaan, lebih banyak tantangan perdagangan, dan meningkatnya ketegangan perdagangan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat. Dia menambahkan, upaya pihak berwenang untuk mengurangi polusi udara, baik dalam skala maupun ruang lingkup, tidak akan seketat tahun lalu.

“Dalam beberapa bulan terakhir, Beijing telah berubah sikap menjadi sepenuhnya menstimulasi polusi, yang berarti bahwa pengontrolan terhadap kualitas udara tidak akan dilaksanakan seketat waktu lalu,” kata Lu Ting.

Pada Senin, warga Beijing kembali memakai masker untuk menghindari menghirup udara beracun.

Manajer investasi bernama Cedric Wang mengatakan bahwa kualitas udara sedang  sangat buruk dan semua orang memakai masker.

“Saya terpaksa pakai masker dalam kantor, karena sistem ventilasi kami yang baru dipasang tampaknya tidak mampu menghadang polutan,” katanya.

Menurut Program Pengendalian Pencemaran Udara yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada akhir bulan September, tujuan pengendalian yang diset dari 1 Oktober 2018 sampai 31 Maret 2019 terhadap kota Beijing, Tianjin, Propinsi Hebei dan sekitarnya dengan fleksibilitas untuk penyesuaian adalah 3 % dari batas atas atau bawah.

Namun menurut laporan media Hongkong ‘South China Morning Post’ pada akhir bulan September, bahwa fleksibilitas untuk penyesuaian bukannya 3 tetapi 5 % dari batas atas atau bawah.

Laporan resmi tidak menjelaskan alasan untuk pengurangan target pengendalian pencemaran udara untuk tahun 2018-2019.

‘South China Morning Post’ mengutip laporan analis memberitakan bahwa sesungguhnya otoritas Beijing sedang mengevaluasi prioritas dalam rangka mengurangi tekanan dari konflik perdagangan, untuk menentukan pilihan antara merangsang pertumbuhan ekonomi dengan membatasi kualitas udara, tampaknya pengendalian polusi dan mengurangi utang diletakkan pada posisi sekunder.  (Sin/asr)