Versi Komunis Tiongkok, Infrastruktur dan Sistem Informasi Diharuskan ‘Terkendali’

Joshua Philipp – The Epochtimes Times

Di bawah rezim komunis Tiongkok, semua infrastruktur jaringan dan sistem informasi diharuskan oleh hukum untuk “aman dan terkendali.”

Persyaratan pemantauan data ini ditegakkan di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional, yang disahkan pada tahun 2015 oleh Kongres Rakyat Nasional, legislatif palsu Tiongkok.

Di antara keprihatinan utama seputar Huawei dan perusahaan teknologi Tiongkok  yang serupa adalah apakah mereka berbagi data dengan otoritas Tiongkok atau militer Tiongkok; di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional, argumen ini diperdebatkan.

Semua perusahaan yang beroperasi di Tiongkok diharuskan untuk mematuhi hokum. Bahkan, rezim Tiongkok telah menciptakan undang-undang yang mengharuskan perusahaan tersebut untuk memberikannya kendali atas data.

Komisi Tinjauan Ekonomi dan Keamanan Amerika Serikat- Tiongkok mencatat implikasi Undang-Undang Keamanan Nasional dalam sebuah laporan tahun 2015.

Ini menyatakan bahwa aturan baru “akan mewajibkan perusahaan yang beroperasi di Tiongkok untuk menyerahkan kode komputer dan kunci enkripsi kepada pemerintah Tiongkok, serta untuk menyediakan backdoor entry ke jaringan komputer komersialnya.”

Bagian dari Undang-Undang Keamanan Nasional adalah komponen yang kurang dibahas  memungkinkan Partai Komunis Tiongkok untuk secara selektif melarang impor asing sambil memihak perusahaannya sendiri.

Cara yang ditempuh memanipulasi celah dalam peraturan Organisasi Perdagangan Dunia mengenai proteksionisme, dan dipandang sebagai sesuatu yang dapat memungkinkan Partai Komunis Tiongkok untuk membaca seluruh hardware perusahaan  Amerika Serikat dari Tiongkok.

Di bawah aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai perdagangan bebas, negara-negara tidak diizinkan untuk mendiskriminasi impor. Namun, ada pengecualian untuk ini; negara-negara dapat melarang impor tertentu jika dianggap ancaman keamanan nasional.

Manipulasi hukum internasional adalah landasan dari strategi perang Partai Komunis Tiongkok yang tidak konvensional, seperti yang dijelaskan dalam konsep Three Warfares mengenai perang psikologis, perang media, dan perang hukum.

Di bawahnya, hukum dan peraturan luar negeri dipelajari, dan metode mengeksploitasi celah untuk menguntungkan kepentingan Partai Komunis Tiongkok, sementara merugikan kepentingan para pesaingnya, dianggap sebagai bentuk perang.

Ketika Partai Komunis Tiongkok menerapkan Hukum Keamanan Nasionalnya, implikasi dari fokus perang hukum rezim ini dikemukakan oleh Robert Atkinson, presiden Yayasan Teknologi dan Inovasi Informasi, sebuah wadah pemikir yang berbasis di Washington. Ia menjelaskan dalam sebuah wawancara pada saat itu bahwa “tujuannya adalah untuk sepenuhnya menggantikan teknologi informasi asing dengan teknologi informasi Tiongkok.”

“Pemerintah Tiongkok telah menghabiskan banyak waktu untuk memahami aturan dan hukum Organisasi Perdagangan Dunia yang sebenarnya, sehingga apa pun yang mereka lakukan tidak bertentangan dengan Organisasi Perdagangan Dunia,” kata Robert Atkinson.

“Orang Tiongkok pada dasarnya menginginkan lingkaran tertutup di mana perusahaan Tiongkok membuat barang-barang ini untuk Tiongkok,” kata Robert Atkinson, “dan ketentuan keamanan dalam Undang-undang Keamanan Nasional adalah salah satu dari banyak-banyak alat yang diterapkan pemerintah Tiongkok untuk mencapai tujuan ini.”

Seperti yang ia perhatikan, Undang-Undang Keamanan Nasional memperluas program Partai Komunis Tiongkok sebelumnya, Rencana Jangka Menengah hingga Jangka Panjang Nasional untuk Pengembangan Sains dan Teknologi, yang disahkan pada tahun 2006.

Program ini mewajibkan perusahaan untuk menjual produknya di Tiongkok , di mana terlebih dahulu perusahaan harus mentransfer teknologinya ke perusahaan Tiongkok.

Selain itu, di bawah aturan “keamanan internet” baru yang diumumkan oleh kepolisian Tiongkok pada bulan Oktober, setiap pejabat di dalam aparat keamanan Tiongkok kini dapat memasuki gedung perusahaan, ruang komputer yang sangat canggih, dan ruang kerja lainnya, dengan tujuan melakukan inspeksi.

Setelah masuk, pejabat keamanan dapat meminta pengawas atau administrator internet untuk mengajukan pertanyaan.

Para pejabat juga dapat mencari dan membuat salinan dari setiap informasi yang relevan dengan tugas inspeksinya.

Pejabat keamanan sekarang diberdayakan untuk mengeluarkan hukuman administratif atau tindakan pidana untuk setiap perilaku atau tindakan oleh perusahaan yang mereka anggap ilegal.

Peneliti menemukan bahwa Huawei membayar 12 orang politikus federal Australia untuk bepergian ke kantor pusat Huawei di Shenzhen antara tahun 2010-2018. (Vivi/asr)

Artikel Ini Terbit di Epochtimes Sepcial Editon Desember 2018 dengan judul Controlling Data: The CCP’s National Security Law