Mengubah Metode Penghitungan Memicu Peningkatan Ketidakpercayaan Terhadap Data Kasus Virus yang Dikeluarkan Komunis Tiongkok

Eva Fu – The Epochtimes

Data saling bertentangan terkait jumlah kasus Virus Corona COVID-19 dilaporkan oleh dua otoritas regional Komunis Tiongkok pada 20 Februari 2020. Laporan itu menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang keakuratan data tentang data wabah yang dikeluarkan oleh rezim Komunis Tiongkok.

Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok melaporkan, pusat penyebaran virus Kota Wuhan, ibukota Provinsi Hubei, mencatat sebanyak 615 kasus baru yang dikonfirmasi pada hari Kamis 20 Februari 2020. Angka itu ratusan lebih dari total kasus tambahan yang dilaporkan oleh provinsi Hubei sendiri, yang hanya melaporkan sebanyak 349 kasus.

Pejabat kesehatan Tiongkok berdalih angka Wuhan yang lebih tinggi dihasilkan dari perubahan cara mereka menghitung infeksi secara resmi. Itu berdasarkan pedoman baru yang mulai berlaku sehari sebelumnya. 

Ini adalah perubahan kedua pada metode penghitungan secara resmi versi Komunis Tiongkok untuk Provinsi Hubei dalam waktu satu bulan.

Pejabat tersebut tak memberikan penjelasan tentang perubahan metode yang disampaikan.

Kebingungan dari kriteria perubahan pelaporan menambahkan keraguan atas informasi yang dirilis oleh rezim Tiongkok  tentang wabah. 

Arus informasi yang bebas di daratan Tiongkok, kini  dibatasi oleh sensor ketat terhadap media dan diskusi online tentang tingkat keparahan wabah itu. 

Sementara, jumlah infeksi secara resmi tak melaporkan skala sebenarnya dari wabah tersebut. Pasalnya, banyak pasien yang diduga menderita penyakit tersebut belum dapat ditegakkan diagnosisnya secara resmi.

Perubahan Standar

Sebagai hasil dari perubahan metode penghitungan sebelumnya, selama lebih dari seminggu, otoritas Hubei melaporkan pasien yang hasil CT-nya menunjukkan infeksi paru-paru – yang dikenal sebagai “pasien yang didiagnosis secara klinis” – sebagai kasus yang dikonfirmasi. 

Sebelum itu, hanya mereka yang dites positif melalui kit diagnostik secara resmi, yang dikenal sebagai tes asam nukleat, diperlakukan sebagai kasus yang dikonfirmasi.

Ketika metodologi tersebut dipraktikkan pada 12 Februari, kasus-kasus baru di Hubei yang dilaporkan melonjak hampir sepuluh kali lipat menjadi hampir 15.000 kasus, dengan lebih dari 13.000 di antaranya merupakan kasus yang didiagnosis secara klinis.

Pedoman baru yang dirilis pada 19 Februari 2020, keenam sejak penyakit virus Corona COVID-19 menyebar di Tiongkok, menyarankan provinsi untuk memasukkan hanya dua angka dalam hitungan kasus : pertama, kasus suspek dan kedua kasus yang dikonfirmasi, konsisten dengan bagaimana provinsi dan negara lain melaporkannya.

Perubahan itu menyebabkan penurunan drastis dalam penghitungan harian, yang merupakan seperlima dari 1.693 kasus yang dilaporkan sehari sebelumnya.

Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok mengatakan angka Hubei dari 349 kasus di Hubei adalah hasil dari pengambilan 279 pasien yang didiagnosis secara klinis dari penghitungan, karena mereka kemudian diuji negatif dalam tes asam nukleat.

Angka yang Tidak Dapat Diandalkan

William Schaffner, seorang profesor di divisi penyakit menular  Fakultas Kedokteran Universitas Vanderbilt Amerika Serikat dan Direktur medis di National Foundation for Infectious Diseases, mengatakan, standar penghitungan kasus peralihan telah membuat sulit bagi orang luar untuk mengukur trajectory outbreak atau lintasan wabah.

“Jika Anda mengubah cara Anda menghitung, angka-angka dari waktu ke waktu tidak dapat diandalkan,” kata William Schaffner kepada The Epoch Times.

“Kita semua yang melihat angka-angka ini menggaruk-garuk kepala — kita tidak dapat memastikan apakah penularan virus telah berkurang karena karantina, Kami tidak bisa memberi tahu karena mereka terus menghitung kasus dengan cara yang berbeda,” ujar Schaffner. 

Menurut Schaffner, kuncinya adalah konsistensi. Jika perubahan diperlukan, maka harus dijelaskan alasannya dengan rinci dan “tetap dengan yang baru seiring waktu.”

“Anda tidak mengubahnya dua kali seminggu, karena itu hanya membingungkan. Itu membingungkan bagi orang-orang yang melakukannya, juga orang lain,” jelas Schaffner.

Kurangnya penjelasan dalam definisi kasus dan aliran informasi, membuat tantangan bagi ahli epidemiologi yang mencoba menilai wabah tersebut.

Schaffner mengatakan definisi bergeser “membuat Anda pertama-tama bingung dan membuat Anda curiga : Mengapa ada semua kebingungan ini?”

Setidaknya 1.073 kasus virus corona COVID-19 di luar Tiongkok, dengan 621 kasus dari  Kapal Pesiar Diamond Princess Cruise yang dikarantina di lepas pantai Jepang.

Setidaknya 29 warga asing telah didiagnosis dengan virus corona COVID-19 di Tiongkok. Dua dari mereka, seorang warga negara AS dan seorang warga negara Jepang. Menurut kementerian luar negeri negara itu, keduanya meninggal dunia karena virus corona COVID-19. (asr)

FOTO : Seorang wanita mengenakan topeng saat mengendarai sepeda listrik di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada 22 Januari 2020. (Getty Images)

Video Rekomendasi :