Setelah Epidemi Berlalu, Kesehatan Mental Orang Dewasa dan Anak akan Seperti Ini

Secretchina, oleh Yi Wen

Menurut media Kanada ‘Global News’ bahwa ahli strategi kesehatan mental Mark Henick mengatakan : Bagi banyak orang, epidemi adalah peristiwa sosial yang menyakitkan. Ketika trauma terjadi, orang akan melakukan apa saja untuk bertahan hidup, menanggungnya, dan kemudian mengatasinya.

Namun, setelah menghilangkan langkah-langkah dalam pembatasan sosial atau social distancing, apakah orang dapat kembali ke kehidupan normal ?

Mark Henick mengatakan bahwa orang masih akan memiliki tekanan tertinggal, depresi, tekanan keuangan, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan dunia dengan cara baru.

Sebagai individu, hampir tidak punya waktu untuk mempersiapkan atau menangani semua konsekuensi dari mengambil langkah-langkah sanitasi yang ketat untuk mengekang penyebaran virus komunis Tiongkok, seperti kehilangan pekerjaan, keruntuhan ekonomi, gangguan kehidupan sehari-hari, dan kerusakan pada hubungan antarpribadi.

Maggie Hou, seorang mahasiswi yang studi di McMaster University, Kanada, yang sebelumnya sudah menderita gangguan kecemasan. Sekarang ia merasa lebih lelah dan menutup diri. “Bagaimana tidak membuat saya khawatir ? Ini tidak mungkin”, katanya.

Mark Henick mengatakan, bagi mereka yang menderita kecemasan dan depresi, pandemi sedang memperburuk gejala mereka itu. Ia juga prihatin terhadap orang-orang yang sebelumnya tidak pernah mengalami masalah kesehatan mental.

Sejumlah besar studi ilmiah telah membuktikan bahwa, antara tingkat pengangguran, kesehatan mental dan kasus bunuh diri memiliki hubungan yang erat. 

Buktinya, melalui studi saat terjadinya resesi tahun 2008 dapat diketahui bahwa begitu tingkat pengangguran di Amerika Serikat naik 1%, pada saat yang sama tingkat bunuh diri juga naik 1%.

Mark Henick menjelaskan, bahwa ketika seseorang menghadapi trauma, maka sistem saraf manusia akan memiliki reaksi puncak-lembah. Saat ini, ia berada di puncak dan sedang melawan ancaman langsung dari pandemi, menghadapi trauma, ketakutan dan kecemasan. Setelah ancaman pandemi berlalu, orang mungkin mulai jatuh ke bawah lembah, jatuh ke dalam depresi baru setelah itu kembali normal.

Namun, tidak semua orang dapat pulih, ini yang secara serius akan memengaruhi kesehatan mental seseorang. Beberapa orang akan mengalami kelumpuhan, tidak yakin bagaimana caranya mengembalikan mental untuk pergi ke sekolah atau bekerja.

Laporan ‘USA Today’ menyebutkan, dengan penutupan terhadap departemen dan sekolah yang tidak penting di seluruh negeri AS, para orang tua mulai mempertanyakan apakah tindakan pembatasan sosial ini bukan sedang membahayakan perkembangan emosi anak-anak ?

Anak-anak itu mungkin duduk lama di depan komputer dan bermain game, sehingga waktu tidur dan makan sudah tidak teratur lagi, dan tidak lagi berolahraga.

Ketika generasi ini tumbuh, apakah mereka tidak takut untuk saling menyentuh atau berdiri terlalu dekat ? Apakah mereka mampu berteman atau berinteraksi dalam pertemuan kelompok ? Bagaimana ini akan mempengaruhi prospek akademik dan pekerjaan mereka ?

Laporan “USA Today’ itu menyebutkan bahwa beberapa keluarga yang memang sudah rentan karena kendala keuangan, menghadapi kehilangan pekerjaan, krisis pangan keluarga, ancaman tempat tinggal atau menghadapi putusnya hubungan relasi, dan sebagainya. 

Perilaku anak-anak dari keluarga ini mungkin adalah yang terburuk dan akan membutuhkan paling banyak bantuan. Tanpa dukungan emosional dan finansial yang kuat, anak-anak ini mungkin menghadapi pukulan paling berat dari perkembangan sosial, psikologis, dan akademik mereka.

Pada umumnya, keluarga berpenghasilan tinggi memiliki metode dan kebiasaan untuk menebus suspensi sekolah. Tetapi bagi keluarga berpenghasilan rendah, mereka akan menghadapi tekanan yang lebih besar. Sedangkan akses mereka untuk menerima sumber daya juga menjadi berkurang.

Siswa sekolah menengah bertukar konten pembelajaran di koridor sekolahan, sama sekali berbeda dengan belajar dalam kelompok virtual. Para pakar pendidikan mengatakan bahwa beberapa anak remaja akan stres, sementara yang lain akan seperti ikan mendapatkan air.

Pengaruh kolektif tersebut belum pernah ada dalam literatur penelitian. Psikolog mengatakan bahwa bagi anak-anak, hasil dari hubungan sosial dan emosional akan sangat tergantung pada seberapa dekat mereka dengan stres, durasi waktunya, stabilitas sumber daya di sekitarnya, serta hubungan antarpribadi yang membantu meringankan stres.

(Catatan editor) Virus yang menyebabkan wabah pneumonia di Wuhan berasal dari Tiongkok yang di bawah kekuasaan Partai Komunis Tiongkok. Pemerintah komunis Tiongkok menyembunyikan kebenaran mengenai epidemi sehingga virus menyebar secara global. Baik warga Wuhan, Hubei, dan bahkan rakyat Tiongkok dan penduduk di seluruh dunia adalah korban. Rezim Komunis Tiongkok bukan Tiongkok, juga tidak mewakili Tiongkok. Oleh karena itu, virus yang muncul di bawah pemerintahan komunis Tiongkok itu diberi nama virus komunis Tiongkok.

Keterangan Gambar : Ilustrasi Kesehatan mentel. (Adobe Stock)

 (Sin/asr)

Video Rekomendasi

https://www.youtube.com/watch?v=bB2Di80kSLI