Rezim Komunis Tiongkok Dilaporkan Meningkatkan Operasi Organisasi Sayap Rahasia untuk Memengaruhi Demokrasi di Luar Negeri

Cathy He dan Frank Fang

Rezim Komunis Tiongkok meningkatkan upaya untuk memengaruhi komunitas Tionghoa di luar negeri dan sistem politik di seluruh dunia. Oleh karena itu, negara-negara demokrasi harus menangani kampanye semacam itu dengan meresponnya secara tegas. Hal demikian menurut laporan terbaru.

Laporan wadah pemikir Australian Strategic Policy Institute atau ASPI pada 9 Juni 2020 menunjukkan bahwa The United Front Work Department, sebuah unit kepanjangan tangan Partai Komunis Tiongkok (PKT), mengkoordinasikan ribuan kelompok untuk melakukan operasi pengaruh politik asing, menekan gerakan oposisi, mengumpulkan info intelijen, dan memfasilitasi transfer teknologi ke Tiongkok, 

Laporan itu menyebutkan Inisiatif pengaruh politik dari unit ini menargetkan elit asing, termasuk politikus dan eksekutif bisnis, dan sering kali bersifat rahasia.

Komunitas Tionghoa perantauan juga merupakan target utama, dengan partai yang berusaha untuk mengkooptasi dan mengendalikan komunitas Tionghoa, asosiasi bisnis, dan media berbahasa Mandarin.

“Kesuksesan united front work menyatukan partai antara komunitas etnis Tionghoa dan masyarakat tempat mereka tinggal, memperluas kontrol partai terhadap saluran komunitas untuk representasi dan mobilisasi,” bunyi laporan itu.

Departemen itu juga mengoperasikan Kantor Berita Tiongkok, salah satu outlet berita terbesar rezim, menyebarkan propaganda ke diaspora Tionghoa.

Departemen ini juga telah mendirikan lembaga-lembaga think tank, sementara orang-orang Tionghoa yang memiliki ikatan dengan badan-The United Front Work, mendanai penelitian di lembaga-lembaga wadah pemikir Barat.

Alex Joske, penulis laporan itu, mengatakan bahwa The United Front Work , di luar negeri sama dengan “ekspor sistem politik Partai Komunis Tiongkok.

“Upaya-upayanya “melemahkan kohesi sosial, memperburuk ketegangan rasial, memengaruhi politik, merusak integritas media, memfasilitasi spionase, dan meningkatkan transfer teknologi tanpa pengawasan,” kata laporan itu.

Operasi di Amerika Serikat

Laporan menyebutkan bahwa Komponen utama dari sistem The United Front Work melibatkan “upaya transfer teknologi dan hukum Beijing.”

Disebutkan, Beijing mendirikan atau mengkooptasi “asosiasi profesional dengan anggota di universitas, pemerintah, dan perusahaan swasta.” Bahkan, merekrut ilmuwan luar negeri di bawah program rekrutmen yang disponsori Komunis Tiongkok seperti program seribu talenta.

Beijing meluncurkan program seribu talenta pada 2008 untuk secara agresif merekrut peneliti sains dan teknologi yang menjanjikan dari negara-negara asing untuk bekerja di Tiongkok.

Banyak profesor di Amerika Serikat didakwa karena gagal mengungkapkan keikutsertaan mereka dalam program seribu talenta, termasuk oknum di Emory University, University of Kansas, dan Harvard University.

Sejumlah yang berpartisipasi dalam program seribu talenta  didakwa dalam kasus pencurian kekayaan intelektual.

Organisasi-organisasi untuk Komunitas Tionghoa perantauan, seperti Western Scholars Returned Scholars Association (WRSA), juga turut andil dalam upaya rekrutmen.

WRSA diarahkan oleh United Front Work Department. Organisasi ini memiliki divisi yang didedikasikan untuk merekrut tenaga ahli dari luar negeri untuk program seribu talenta. WRSA memiliki cabang di 15 negara, termasuk Amerika Serikat.

Menurut People’s Daily yang dikelola pemerintah komunis tiongkok, cabang perekrutan didirikan pada Januari 2011.

Organisasi ini menilai rekrutmen sebagai prioritas utama. Pada April 2018, Chen Zhu, ketua WRSA, mengatakan selama pertemuan di Beijing bahwa penting bagi organisasi untuk menjadi “bank talenta” bagi Tiongkok.

Chen mengatakan cara itu adalah kunci untuk terus memperkuat “pedoman politik” bagi mereka yang belajar di luar negeri, sebagai bagian dari misinya untuk mewujudkan kebijakan United Front Work Department.

ASPI menyoroti kasus kriminal di Amerika Serikat sehubungan dengan United Front Work itu. Kasus tersebut melibatkan Yang Chunlai, warga negara AS yang dinaturalisasi dan mantan enginering di perusahaan pasar global CME Group yang berbasis di Chicago. Ia dihukum karena mencuri rahasia dagang pada tahun 2015.

Yang mulai bekerja untuk CME pada tahun 2000. Antara 2010 dan 2011, ia mengunduh lebih dari 10.000 file komputer kode sumber CME yang merupakan bagian penting dari platform perdagangan elektronik Globex.

Dia mentransfer file ke hard drive pribadinya. Yang dan dua mitra bisnis yang tidak disebutkan namanya, berencana untuk membentuk bisnis yang disebut Tongmei Futures Exchange Software Technology Company di Tiongkok.

Perusahaan Yang berencana untuk menyediakan teknologi ke Zhangjiagang Exchange, bursa perdagangan elektronik kimia di Tiongkok, yang dapat meningkatkan volume perdagangannya.

Zhangjiagang adalah kota di pesisir Provinsi Jiangsu, Tiongkok.

Dia mengaku bersalah pada September 2012 dan dijatuhi hukuman empat tahun masa percobaan pada 2015. Yang juga mantan presiden Association of Chinese Scientists and Engineers (ACSE) atau Asosiasi Ilmuwan dan Insinyur Cina (ACSE) di Amerika Serikat. Didirikan di Chicago pada tahun 1992, asosiasi ini memiliki anggota di lebih dari 20 negara.

Menurut laporan ASPI, ACSE sering bertemu dengan pejabat United Front Work.

Yang juga bertugas di komite penasehat di Kantor Urusan Luar Negeri Tiongkok – yang awalnya merupakan badan di bawah Dewan Negara Komunis Tiongkok, yang sekarang menjadi biro di bawah  United Front Work. Itu setelah restrukturisasi kelembagaan pada tahun 2018, menurut media yang dikelola pemerintahan komunis Tiongkok

Menurut laporan itu, pada tahun 2006, Yang mengunjungi Beijing untuk menghadiri kursus pelatihan untuk “para pemimpin muda Tionghoa perantauan.” Di sana, ia bertemu dengan delegasi investasi dan rekrutmen talenta dari pemerintah daerah Tiongkok. 

“Kode sumber yang kemudian dia curi, beberapa di antaranya dia kirim ke pemerintah daerah, dimaksudkan untuk membantu meningkatkan bisnis yang dia dirikan di zona perdagangan bebas,” bunyi laporan ASPI.

 Laporan tersebut merekomendasikan agar pemerintah mempelajari dan mengembangkan kapasitas mereka untuk memahami united front work. Termasuk membuat kebijakan tingkat tinggi untuk melawan campur tangan asing.

ASPI juga menyarankan, agar pemerintah bekerja sama dengan lembaga perguruan tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan respon terhadap pengaruh Komunis Tiongkok di kampus-kampus.

Pejabat publik direkomendasikan tak boleh melegitimasi kelompok united front work. Akan tetapi sebaliknya mendukung kelompok-kelompok masyarakat Tionghoa yang independen. Laporan itu menyarankan agar agen-agen asing Komunis Tiongkok di berbagai negara ditolak visanya atau dipulangkan. (asr)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=URLcUZnBRTE