Jepang Arahkan Pedang ke Komunis Tiongkok dengan Gandeng Barat Kontrol Ekspor 4 Teknologi

oleh Zhang Yujie

Pemerintah Jepang baru-baru ini berniat menggandeng 4 negara Eropa dan Amerika untuk merancang kebijakan baru, terkait larangan ekspor terhadap 4 bidang teknologi maju utama. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mencegah komunis Tiongkok memanfaatkan perusahaan mereka memperoleh teknologi asing demi keperluan modernisasi militer.

Media Jepang, Nikkei Shimbun melaporkan pada 26 September 2020 bahwa pemerintah Jepang telah mengimbau  Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Belanda untuk bekerja sama dalam pengembangan kerangka kontrol ekspor baru di empat bidang utama yang meliputi Artificial intelligence atau kecerdasan buatan, komputer kuantum, bioteknologi, dan teknologi hipersonik.

Alasan pemerintah Jepang melarang ekspor keempat bidang teknologi utama ini kepada  perusahaan Tiongkok adalah, sangat besar kemungkinan komunis Tiongkok akan menggunakan teknologi tersebut untuk tujuan militer mereka. Jika teknologi ini digunakan untuk tujuan militer, maka akan meningkatkan keakuratan senjata dalam menginterpretasikan kode, sehingga semakin menimbulkan ancaman bagi keamanan internasional.

Menurut laporan tersebut, negara-negara di dunia saat ini berpartisipasi dalam berbagai rezim kontrol ekspor multilateral atau Multilateral Export Control Regime -MECR- untuk target kontrol ekspor yang berbeda. Ada lusinan negara yang berpartisipasi dalam setiap jenis MECR. Misalnya, ‘Perjanjian Wassenaar’ yang ditandatangani oleh 42 negara pada tahun 1996. Perjanjian tersebut mengatur ekspor senjata tradisional dan barang-barang penggunaan ganda untuk tujuan militer dan komersial.

Namun, dibutuhkan waktu lama untuk mengambil keputusan yang relevan. Oleh karena itu, pemerintah Jepang berencana untuk membentuk kerangka kerjasama baru yang hanya melibatkan negara-negara teknologi maju, tak lain untuk segera membahas masalah dan dengan cepat menentukan hal-hal yang perlu dikendalikan.

Komunitas internasional telah memberikan perhatian besar terhadap komunis Tiongkok yang selama ini memanfaatkan perusahaan daratan Tiongkok untuk memperoleh teknologi asing. Terutama,  setelah Partai Komunis Tiongkok pada tahun 2015 mengumumkan kebijakan tentang meningkatkan pengembangan integrasi militer-sipil menjadi strategi nasional. Hal itu semakin membangkitkan kewaspadaan semua negara.

Komite Tinjauan Ekonomi dan Keamanan AS-Tiongkok pada Kongres AS (USCC) dan Pusat Penelitian Pertahanan Lanjutan Washington (C4ADS) yang merupakan lembaga pemikir AS, dalam laporan mereka yang dipublikasikan pada tahun 2019, semuanya menunjukkan bahwa tingkat tumpang tindih antara militer Tiongkok dan perusahaan swasta daratan Tiongkok semakin besar. Pemerintah komunis Tiongkok semakin menggunakan perusahaan swasta untuk membeli teknologi asing demi tujuan modernisasi militer mereka.

Niat menelurkan peraturan kontrol ekspor teknologi dengan menggandeng keempat negara Eropa dan Amerika tersebut, muncul setelah Jepang ikut negara Eropa dan AS menghentikan pasokan chip kepada komunis Tiongkok. Langkah tersebut diambil dengan tujuan ikut mengepung komunis Tiongkok melalui bidang teknologi tinggi.

Sebelumnya, setelah Amerika Serikat memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam chip, Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda mengumumkan penangguhan pasokan ketiga teknologi chip utama. Ketiga teknologi tersebut adalah photoresist yang diproduksi Tokyo Electronics, teknologi sputtering dan etching dari Applied Materials, Inc. AS dan Lam Research Corporation, serta teknologi extreme ultraviolet lithography milik ASML Holding N.V. perusahaan Belanda.

Tokyo Electronics of Japan pada bulan Juni 2019 telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan memasok pelanggan Tiongkok yang dimasukkan ke dalam daftar hitam di AS.

Baru-baru ini, ketika sanksi AS terbaru terhadap Huawei mulai berlaku, banyak perusahaan Jepang lainnya juga mengumumkan penangguhan pasokan ke Huawei, termasuk Sony, Kioxia, Toshiba, Mitsubishi Electric dan lainnya.

Selain negara-negara Eropa dan Amerika, pemerintah Jepang juga aktif mengupayakan kerjasama dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) di bidang semikonduktor. 

Pada bulan Juli tahun ini Jepang memutuskan untuk berinvestasi miliaran dollar AS untuk mengajak TSMC bekerjasama dalam pendirian pabrik chip di Jepang.

Selain itu, pemerintah Jepang mendorong produsen semikonduktor utama dalam negerinya untuk hengkang dari daratan Tiongkok. 

Pada bulan Juni tahun ini, perusahaan Rohm yang telah beroperasi di 20 kota di daratan Tiongkok selama 20 tahun mengumumkan rencananya untuk memindahkan proses manufaktur back-end dari Tiongkok kembali ke Jepang. Pada bulan September, pabrik pembuat silikon semikonduktor Jepang Ferrotec Holdings mengumumkan penjualan 60% saham anak perusahaannya di daratan Tiongkok Hangzhou Zhongxin Wafer Semiconductor Co., Ltd. (sin)

Keterangan Foto : Pemerintah Jepang baru-baru ini berencana menyerukan upaya bersama dengan empat negara Eropa dan Amerika untuk merumuskan kerangka kendali ekspor baru di empat bidang utama teknologi maju. (FRED DUFOUR / AFP / Getty Images)