Komunis Tiongkok Gelontorkan Dana, Akankah Laos Jatuh ke Dalam Perangkap Utang Proyek OBOR?

 oleh Zhang Ting

Komunis Tiongkok gelontorkan dana untuk Laos guna memperluas proyek One Belt One Road atau OBOR. Diantaranya, proyek kereta api senilai USD. 6 miliar di Laos. Dikhawatirkan itu, tidak hanya memperburuk beban utang Laos, tetapi manfaatnya juga sulit diprediksi. Studi kelayakan yang dibuat komunis Tiongkok dituding mengandung asumsi yang tidak realistis.

Laporan South China Morning Post yang dikutip Epochtimes.com (22/02/2021) menyebutkan sebagai kreditur dan investor terbesar, komunis Tiongkok telah menginvestasikan lebih dari USD. 12 miliar di Laos melalui 785 proyek, dengan proyek-proyek kunci. Proyek itu meliputi pembangunan zona ekonomi khusus, kawasan industri hingga infrastruktur berskala besar.

Kelayakan dari pengadaan kereta api Tiongkok – Laos senilai USD. 6 miliar dipertanyakan

Menurut laporan tersebut, pembangunan kereta api Tiongkok – Laos adalah proyek infrastruktur terbesar  OBOR di Laos dan menjadi nvestasi komunis Tiongkok yang paling menarik perhatian. 

Pembangunan rel kereta api senilai USD. 6 miliar sudah dimulai pada tahun 2016. Menurut laporan, 90% pekerjaan telah selesai dan sesuai rencana jalur Kereta Api ruas Vientiane – Vang Vieng akan mulai beroperasi pada bulan Desember tahun ini.

Selina Ho, profesor urusan internasional di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Universitas Nasional Singapura mengatakan bahwa meski tertunda akibat pandemi  virus Komunis TIongkok atau COVID-19, perkeretaapian diharapkan selesai sesuai jadwal. 

Menurut Selina Ho, meskipun ada kritik mengenai tiketnya terlalu mahal untuk rakyat Laos biasa dan pasar terlalu kecil untuk skala investasi seperti itu, tetapi pemerintah Laos memutuskan untuk terus membangun rel kereta api ini.

Selina Ho mengatakan bahwa studi kelayakan proyek tersebut dilakukan oleh pihak Tiongkok, dan alasan Beijing adalah bahwa Laos tidak dapat melakukan studi tersebut. Studi kelayakan ini dikritik karena mengandung asumsi yang tidak realistis dan terlalu optimis tentang perkiraan jumlah angkutan penumpang dan barang.

Selina Ho mengatakan bahwa negara besar lainnya termasuk Jepang, tidak mau menerima proyek ini.

Keith Barney, dosen senior di Crawford School of Public Policy, Australian National University (ANU) mengatakan bahwa Laos perlu mengembangkan strategi proaktif dan praktis tentang bagaimana perkeretaapian dapat meningkatkan investasi dan pendapatan, seperti membangun dan mengoperasikan pergudangan, pengaturan transportasi dan rantai pasokan yang terkait, dan penyelesaian masalah imigrasi dan manajemen visa.

Menurut Barney, hal yang berbahaya adalah pemerintah Laos hanya mengundang investor Tiongkok untuk mendirikan serangkaian zona khusus di sepanjang rel kereta api, yang akan menjadi daerah kantong baru Tiongkok di Laos. Laos telah memiliki kantong kasino yang terkait dengan Tiongkok.

Martin Stuart-Fox, Profesor Sejarah di Universitas Queensland, secara terus terang menyatakan bahwa perkeretaapian ini akan meningkatkan penetrasi komunis Tiongkok di Asia Tenggara dan dapat meningkatkan jumlah imigran Tiongkok yang sudah mengalir ke Laos untuk mencari peluang bisnis dan istri.

Profesor Panos Mourdoukoutas, Dekan Departemen Ekonomi di Long Island University di New York menerbitkan sebuah artikel di Forbes pada bulan Juli 2019. Artikel mengungkapkan tiga masalah utama dari proyek OBOR komunis Tiongkok .

Pertama, proyek OBOR tidak layak secara ekonomi. 

Kedua, proyek OBOR  diadakan dengan biaya yang diperbesar. 

Ketuga, proyek OBOR membebani negara yang bekerja sama dengan utang yang besar. 

Artikel menyebutkan bahwa hal ini telah membawa banyak proyek “gajah putih” yakni proyek yang sebanding antara biaya dengan manfaat, yang mahal tapi tidak praktis buat negara-negara kecil yang berpartisipasi. Akan tetapi komunis Tiongkok menggunakan suap mempromosikan proyek OBOR mereka.

Proyek bendungan komunis Tiongkok di Laos kurang mempertimbangkan kapasitas yang menghasilkan pendapatan

Selain proyek kereta api, komunis Tiongkok juga mendanai pembangunan bendungan di Sungai Mekong dan anak-anak sungainya buat Laos. Susanne Schmeier, seorang profesor di Sekolah Internasional Konservasi Air dan Teknik Lingkungan di Belanda mengatakan bahwa langkah ini telah menimbulkan kekhawatiran besar di negara-negara hilir seperti Kamboja dan Vietnam. 

Mereka khawatir bendungan ini akan menyebabkan banjir dan kekeringan serta menghambat jalur migrasi ikan sehingga mempengaruhi ketahanan pangan dan mata pencaharian rakyat negara hilir.

Barney mengatakan bahwa Laos telah terbebani terlalu banyak proyek pembangunan bendungan tetapi tidak sepenuhnya mempertimbangkan kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan. Juga tidak mempertimbangkan apakah ada pasar listrik yang efektif dan kapasitas infrastruktur untuk menyalurkan listrik ke pelanggannya.

“Investor Tiongkok dan bank kebijakan komunis Tiongkok juga bertanggung jawab atas situasi ini”, kata Barney.

Laos berpotensi terjerumus ke dalam perangkap utang

Para analis memperingatkan bahwa proyek perkeretaapian Tiongkok – Laos, bersama dengan investasi komunis Tiongkok lainnya, pada akhirnya dapat menggiring Laos ke dalam perangkap utang.

Berbagai perkiraan menunjukkan bahwa komunis Tiongkok telah menginvestasikan lebih dari USD. 10 miliar di Laos. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lowy Institute of Australia, angka ini menyita sekitar 45% dari produk domestik bruto (PDB) Laos tahun 2019.

Lembaga pemeringkat kredit mengatakan bahwa Laos menghadapi tekanan  utang yang meningkat dan risiko gagal bayar pemerintah. Masalah ini diperburuk oleh pandemi COVID-19 dan sektor listrik Laos yang sedang dililit utang. 

Cadangan devisa negara tersebut telah turun di bawah USD. 1 miliar, lebih rendah dari  utang tahunan negara yang harus dibayar kembali.

Pada bulan September tahun lalu, Financial Times melaporkan bahwa Laos telah mencari kemungkinan proposal restrukturisasi dari kreditor terbesarnya komunis Tiongkok.

Para pengamat menunjukkan bahwa jika Laos mengira bahwa restrukturisasi semacam ini memang diperlukan, ia mungkin menemukan bahwa rasanya tidak ada kemampuan lain kecuali memberi kesempatan kepada komunis Tiongkok untuk mengambil energi dan sumber daya alam Laos untuk membayar utang.

Menurut Susanne Schmeier, itu bahkan mungkin membuat Laos membuat konsesi politik.

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan pemerintahannya sangat menentang inisiatif OBOR komunis Tiongkok. Mantan Wakil Presiden Mike Pence menyebut OBOR sebagai penghantar ke jalan mati bagi negara lain dan juga diplomasi perangkap utang untuk memperluas pengaruh global komunis Tiongkok. 

Pemerintahan Trump mengutuk bahwa inisiatif OBOR memungkinkan negara-negara yang bekerja sama untuk meminjam dana komunis Tiongkok guna membayar proyek-proyek kontraktor Tiongkok serta membangun proyek infrastruktur yang tidak mampu dilakukan oleh negara-negara yang bekerja sama.

 Ketika negara mitra tidak mampu membayar kembali utangnya, maka komunis Tiongkok akan mengambil kesempatan mengambil sumber daya strategis mereka.

Sri Lanka, negara kunci dalam inisiatif OBOR telah meminjam miliaran dolar kepada komunis Tiongkok untuk pembangunan infrastruktur. Karena kebangkrutan, Sri Lanka harus menyewakan 15.000 hektar tanah di sekitar pelabuhan laut dalam Hambantota yang strategis kepada pemerintah komunis Tiongkok pada tahun 2017 dengan jangka waktu sewa 99 tahun. 

Langkah ini memicu banyak kecaman dan protes di dalam negeri, para pengunjuk rasa mengatakan bahwa kedaulatan nasional telah dilanggar. (sin)

Keterangan Foto : Pekerja Tiongkok sedang mempersiapkan pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Tiongkok dan Laos pada bulan Maret 2011. (Hoang Dinh Nam/AFP/Getty Images)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=FJ298bi6ZCk