Pakar Memperingatkan Kemajuan Program Luar Angkasa Tiongkok Membuat AS Menjadi Rentan dalam Perang Luar Angkasa

Frank Fang

Para pembuat kebijakan Amerika Serikat perlu membuat sebuah strategi luar angkasa yang lebih baik, kata seorang ahli luar angkasa  dan ahli keamanan memperingatkan setelah Tiongkok mengirim tiga awak ke  stasiun luar angkasa milik Tiongkok yang belum selesai.

Brandon Weichert, penulis “Winning Space: How America Remains a Superpower,” mengatakan dalam sebuah wawancara dengan NTD pada tanggal 19 Juni dengan berkata : “Untuk bertarung dan memenangkan sebuah perang luar angkasa melawan Amerika Serikat, hal pertama yang dilakukan  [rezim Tiongkok] adalah melumpuhkan atau membutakan satelit-satelit Amerika Serikat di luar angkasa seperti acara Pearl Harbor.” 

Ia berkata : “Amerika Serikat belum siap untuk membela diri, apalagi membalas, terhadap cara yang akan menghalangi Tiongkok atau Rusia untuk berupaya melakukan hal ini selama sebuah krisis geopolitik.”

Badan yang bertanggung jawab atas program luar angkasa berawak Tiongkok, China Manned Space Engineering Office, bukanlah lembaga sipil seperti NASA. China Manned Space Engineering Office berada di bawah Komisi Militer Pusat Tiongkok, sebuah badan Partai Komunis China yang mengawasi militer Tiongkok.

Saat ini, China Manned Space Engineering Office saat ini dipimpin oleh Hao Chun, meskipun program luar angkasa berawak Tiongkok dipimpin oleh Jenderal Li Shangfu, yang juga adalah seorang direktur departemen di Komisi Militer Pusat Tiongkok.

Menggarisbawahi bagaimana program luar angkasa berawak Tiongkok adalah tidak dapat dipisahkan dari militer Tiongkok, tiga anggota awak–—Nie Haisheng, Liu Boming, dan Tang Hongbo—–adalah mantan pilot Angkatan Udara militer Tiongkok.

Tiga orang awak tersebut akan tinggal di modul utama stasiun selama tiga bulan, tinggal terlama di luar angkasa bagi warga negara Tiongkok sejak Beijing meluncurkan seorang astronot ke orbit Bumi pada tahun 2003. Stasiun luar angkasa Tiongkok, bernama Tiangong, akan menerima modul tambahan pada tahun 2022.

Stasiun Luar Angkasa Internasional, yang diluncurkan pada tahun 1998, merupakan sebuah kemitraan antara Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Rusia, dan negara-negara anggota Badan Luar Angkasa Eropa. Tiongkok dilarang ambil bagian dalam Stasiun Luar Angkasa Internasional sejak tahun 2011, ketika Amerika Serikat mengesahkan sebuah undang-undang yang melarang kerjasama luar angkasa antara NASA dengan organisasi-organisasi Tiongkok, karena alasan keprihatinan-keprihatinan keamanan nasional.

Tindakan-tindakan Tiongkok juga memicu ketidakpercayaan yang mengarah pada dilarangnya Tiongkok ambil bagian dalam Stasiun Luar Angkasa Internasional. Pada   Januari 2007, Tiongkok menembakkan sebuah rudal anti-satelit ke salah satu satelit cuaca miliknya yang tidak aktif, yang menarik keprihatinan internasional.

Brandon Weichert menunjuk dua teknologi luar angkasa Tiongkok yang dapat melumpuhkan satelit-satelit Amerika Serikat. Pertama, Brandon Weichert mengatakan sebuah lengan robot raksasa—–yang panjangnya 10 meter, yang dapat mengangkat benda-benda dengan berat hingga 20 ton, menurut media milik negara Tiongkok–—melekat dengan stasiun luar angkasa Tiongkok dan menimbulkan kesan sebuah ancaman yang serius.

“Jadi Tiongkok di masa damai dapat menggunakan lengan bergulat itu untuk membantu kapal-kapal berlabuh. Tetapi di masa perang, Tiongkok dapat menggunakan lengan bergulat itu untuk mengambil satelit-satelit kita dari orbit-orbit terdekat dan mendorong satelit-satelit kita keluar dari orbit atau menyabotasenya,” kata Brandon Weichert.

Pada April, Jenderal Angkatan Darat James Dickinson, seorang komandan Komando Luar Angkasa Amerika Serikat, mengatakan pada sebuah sidang Senat,  bahwa teknologi lengan robot Tiongkok  di luar angkasa “dapat digunakan dalam sebuah sistem masa depan untuk bergulat dengan satelit-satelit yang lain.”

Teknologi Tiongkok yang kedua yang menjadi ancaman bagi satelit-satelit Amerika Serikat adalah laser-laser, kata Brandon Weichert.

“Para perencana Tiongkok telah berbicara mengenai pemasangan sebuah laser yang besar ketika stasiun luar angkasa Tiongkok telah rampung di orbit. Kini, para perencana Tiongkok mengatakan di masa damai, laser tersebut akan digunakan untuk membersihkan puing-puing orbit. Tetapi, di masa perang, laser tersebut berpotensi digunakan untuk membutakan satelit-satelit Amerika Serikat yang sensitif di orbit,” kata Brandon Weichert.

Pada tahun 2018, para peneliti di Universitas Teknik Angkatan Udara Tiongkok memublikasikan sebuah makalah yang mengusulkan, bagaimana sebuah laser raksasa nantinya akan  efektif untuk membersihkan sampah-sampah luar angkasa dan satelit-satelit lama.

Komunikasi satelit adalah sangat penting tidak hanya bagi Washington untuk secara efektif mengerahkan pasukannya, tetapi juga penting bagi ekonomi Amerika Serikat. 

Brandon Weichert mengatakan bahwa  Amerika Serikat akan melihat ekonominya dikirim balik ke “era sebelum tahun 1970-an” tanpa satelit-satelit, mengingat sebagian besar transaksi-transaksi elektronik modern, seperti dana-dana yang diperdagangkan di bursa, mengandalkan satelit-satelit.

Lebih penting lagi, Tiongkok memanfaatkan kepemimpinan Amerika Serikat di luar angkasa, menurut Brandon Weichert.

“Tiongkok masih di belakang Amerika Serikat. Tetapi bukannya 18 tahun di belakang Amerika Serikat, 20 tahun di belakang Amerika Serikat, kini Tiongkok hanya sekitar enam atau tujuh tahun di belakang Amerika Serikat,” kata Brandon Weichert.

Saat ini, para pembuat kebijakan Amerika Serikat, “terlalu berpikiran sempit” sehubungan dengan kebijakan luar angkasa Amerika Serikat, kata Brandon Weichert. Para pembuat kebijakan Amerika Serikat perlu “mengembangkan sistem-sistem dan doktrin-doktrin” yang tidak hanya untuk membela satelit-satelit Amerika Serikat, tetapi juga untuk membela kepentingan-kepentingan komersial Amerika Serikat di masa depan. (Vv)