Jutaan Orang Di-Lockdown di Tiongkok Karena Upaya untuk Mengendalikan Wabah Varian Delta

Dorothy Li

Jutaan orang saat ini dikurung di rumah mereka di Tiongkok karena rezim Tiongkok berlomba untuk mengendalikan wabah COVID-19 terbesar di Tiongkok dalam beberapa bulan, didorong oleh penyebaran varian Delta. Lonjakan tersebut telah menyebabkan kekhawatiran akan kemanjuran vaksin Tiongkok terhadap strain yang sangat menular itu.

Otoritas kesehatan Tiongkok menyalahkan varian Delta sebagai penyebab sebuah peningkatan infeksi yang mencakup 14 provinsi dan termasuk Beijing. Wabah COVID-19 baru-baru ini penyakit yang disebabkan oleh virus Komunis Tiongkok, pertama kali dilaporkan pada 20 Juli di bagian timur kota Nanjing, tempat sembilan pekerja bandara diidentifikasi melalui test COVID-19.

Pada 2 Agustus, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok memastikan 43 kasus baru di seluruh Tiongkok, mendorong total jumlah yang terinfeksi lebih dari 300 dalam waktu 10 hari. Tetapi, angka ini sepertinya tidak mencerminkan jumlah yang sebenarnya, mengingat rezim Tiongkok diketahui terlalu meremehkan jumlah orang-orang yang terinfeksi virus tersebut di Tiongkok.

“Jangan percaya pengumuman [pihak-pihak berwenang]. Sebenarnya kami juga tidak percaya,” seorang penduduk Beijing bermarga Wang mengatakan kepada The Epoch Times pada 30 Juli.

Daerah perumahan tempat tinggal Wang telah di-lockdown sejak 28 Juli.

Pada 2 Agustus, pihak berwenang Beijing memberikan perintah untuk tetap tinggal di rumah kepada ratusan ribu orang di distrik Haidian, setelah seorang penduduk ditemukan terinfeksi virus Komunis Tiongkok pagi itu.

Seorang wanita penduduk bermarga Zhou memastikan kepada The Epoch Times pada 2 Agustus, bahwa ia diberitahu bahwa area perumahan itu di-lockdown di pagi hari. Ia mengatakan, para  penduduk menerima uji asam nukleat, dan menyatakan agar lockdown tidak akan dihentikan sebelum beberapa putaran test massal itu diselesaikan.

Penerbangan, kereta api, dan bus dibatalkan dari area di ibukota tempat virus  Komunis Tiongkok ditemukan, mengkarantina turis selama musim liburan puncak musim panas, meskipun sebagian besar penduduk telah diinokulasi dengan vaksin Tiongkok.

Pada 1 Agustus, lebih dari 96,98 persen populasi orang dewasa di ibukota telah divaksinasi dengan setidaknya satu dosis vaksin, sedangkan angka vaksinasi lengkap mencapai 92,14 persen, kata Komisi Kesehatan Nasional Beijing. Vaksinasi bagi mereka yang berusia 12 tahun hingga 17 tahun dimulai pada 1 Agustus.

“Divaksinasi tidak berarti aman,” kata Xu Hejian, juru bicara pihak berwenang Beijing pada sebuah konferensi pers pada tanggal 2 Agustus.

Data resmi menunjukkan banyak kasus infeksi dalam wabah baru telah menerima vaksin Tiongkok. Di kota Nanjing, pada 22 Juli pejabat kesehatan mengakui bahwa hampir semua kasus yang terinfeksi telah menerima vaksin, kecuali satu orang yang berusia di bawah 18 tahun. Situs web resmi bandara, tempat kluster pertama merebak, menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen staf bandara telah menerima vaksin Tiongkok pada bulan Mei.

Kendali yang Ketat

Rezim Tiongkok telah bergegas untuk melacak orang-orang yang telah melakukan perjalanan melalui Bandara Internasional Nanjing Lukou.

Kota Nantong, sekitar tiga jam perjalanan dari Nanjing, mengirim 16.000 orang yang pernah ke bandara Lukou sejak 6 Juli untuk dikarantina di hotel.

Pada 2 Agustus, para pejabat keamanan masyarakat setempat mengatakan bahwa hukuman administratif telah dikenakan pada dua orang karena dua orang itu gagal melaporkan riwayat perjalanan mereka, meskipun dua orang itu menunjukkan uji COVID negatif, demikian kata kantor berita yang dikelola negara, Xinhua melaporkan.

Lin Tian (nama samaran), pemilik sebuah perusahaan teknologi informasi setempat, mengatakan kepada The Epoch Times pada 31 Juli, bahwa dia telah dikarantina di sebuah hotel sejak 21 Juli.

“Saya tidak tahu bagaimana mereka tahu [riwayat perjalanan saya],” kata Lin Tian, yang menyatakan pihak berwenang dapat melacak kontak erat melalui pelacakan kartu identitas atau pemantauan lokasi telepon seluler.

Lin Tian mengatakan orang-orang yang dikarantina di hotel menerima uji asam nukleat setiap hari.

Sementara itu, pihak-pihak berwenang di Wuhan, tempat virus Komunis Tiongkok berasal pada akhir tahun 2019, menutup sejumlah kompleks perumahan dan jalan-jalan, dan mengkarantina lebih dari 2.000 orang setelah tujuh kasus dilaporkan pada 2 Agustus, demikian Xinhua melaporkan.

Seorang penduduk setempat bermarga Yang mengatakan kepada The Epoch Times pada 2 Agustus, bahwa orang-orang saat ini diharuskan untuk menjalani pengujian asam nukleat. Sementar itu, video yang beredar di media sosial Tiongkok menunjukkan rak-rak dan lemari-lemari es yang kosong di sebuah toko.

Menurut Komisi Kesehatan Nasional Wuhan, satu orang di antara orang-orang yang terinfeksi terkait dengan sebuah kelompok wisata yang pernah ke  tujuan turis yang populer Zhangjiajie, tempat banyak kasus terbaru muncul.

Kota Zhangjiajie, di barat laut Provinsi Hunan, telah menjadi  fokus perhatian lainnya, karena para pelancong dari Nanjing dianggap pernah mengunjungi Zhangjiajie. Para pejabat kesehatan Beijing mengatakan, tiga orang yang diuji positif virus  Komunis Tiongkok baru-baru ini, pernah mengunjungi Zhangjiajie.

Zhangjiajie sekarang berupaya melacak lebih dari 2.000 orang yang telah menghadiri sebuah pertunjukan pada 22 Juli. Zhangjiajie telah mengkarantina  1,5 juta penduduk dan menutup semua tempat wisata.

Di kota Zhengzhou yang baru-baru ini dilanda banjir, rezim Tiongkok  menerapkan pembatasan perjalanan setelah puluhan orang dilaporkan terinfeksi virus tersebut. (VV)