Mampukah Konferensi Video Biden – Xi Jinping Membuat Suasana Ketegangan Mereda ?

oleh Zhang Ting

Setelah Biden dan Xi Jinping mengadakan pertemuan video pada Senin (15/11/2021) waktu Amerika Serikat, kedua negara tidak mengeluarkan pernyataan bersama. Hal demikian membuat masyarakat internasional bertanya-tanya, apakah pertemuan itu berpengaruh positif terhadap hubungan AS-Tiongkok yang belakangan ini semakin tegang. 

Para pejabat AS menyatakan bahwa tujuan pertemuan itu bukan untuk meredakan ketegangan. Beberapa pakar berpendapat bahwa setelah pertemuan, kedua belah pihak yang mengeluarkan pernyataan terpisah hanya menunjukkan kedalaman perbedaan antara kedua kekuatan.

Selama pertemuan video itu, satu sama lain saling menyatakan ketidakpuasan terhadap beberapa masalah yang dilakukan pihak lawan. AS menyuarakan keprihatinannya tentang catatan hak asasi manusia di daratan Tiongkok, praktik ekonomi dan perdagangan yang tidak adil, perilaku di Laut Tiongkok Selatan, dan masalah-masalah seperti Taiwan dan Hongkong. Selain itu, komunis Tiongkok memperingatkan AS agar tidak “bermain api” dalam isu mengenai Taiwan.

Pejabat AS : Tujuan pertemuan itu bukan untuk meredakan ketegangan

Seorang pejabat senior pemerintah AS dalam briefing kepada wartawan usai konferensi video mengatakan bahwa, pertemuan kedua kepala negara bukanlah semata-mata bertujuan untuk meredakan ketegangan.

“Saya pikir hubungan AS-Tiongkok harus dilihat sebagai hubungan pasang surut yang agak mirip dengan hubungannya di masa lalu. Sampai batas tertentu, kami dapat menganggapnya sebagai keadaan yang stabil. Jadi dalam kondisi seperti ini, kami dapat melakukan dan sedang melakukan banyak hal yang berbeda pada saat yang sama”, kata pejabat tersebut.

 “Jadi, saya tidak berpikir bahwa tujuan (pertemuan) adalah khusus demi meredakan ketegangan, atau ini akan menjadi hasilnya. Kami ingin memastikan bahwa kompetisi dikelola secara bertanggung jawab. Kami punya cara untuk melakukan ini. Presiden sangat jelas dan yakin bahwa dirinya akan berpartisipasi langsung dalam kompetisi yang sengit ini,” tambahnya. 

Para pejabat AS juga mengatakan bahwa masalah hak asasi manusia telah berulang kali disinggung di tempat yang berbeda selama dialog. 

“Anda tahu, selama bertahun-tahun, para pemimpin Amerika Serikat dan komunis Tiongkok telah membahas masalah hak asasi manusia berkali-kali, dan mereka telah membahasnya secara lebih mendetail. Saya pikir memang ada perbedaan dalam pandangan dunia mereka. Ini bukan rahasia lagi”.

Pejabat itu juga menyatakan bahwa, presiden sangat jelas dan jujur ​​tentang serangkaian masalah hak asasi manusia yang ia khawatirkan, serta bagaimana pemerintah komunis Tiongkok berupaya membentuk kembali aturan mainnya. Presiden percaya bahwa metode ini pada dasarnya tidak sesuai dengan jenis tatanan internasional yang telah lama mendukung dunia.

Pejabat itu mengatakan bahwa pemimpin kedua negara juga berbicara tentang masalah ekonomi. 

“Saya ingin menunjukkan secara khusus bahwa presiden memang menekankan pentingnya komitmen Tiongkok pada perjanjian perdagangan tahap pertama, dan dirinya berharap dapat melihat adanya kemajuan nyata dalam dialog antara Katherine Tai (Perwakilan Dagang AS) dengan Liu He (Wakil Perdana Menteri Tiongkok). Kedua pemimpin itu juga berbicara tentang bidang-bidang dimana kedua belah pihak perlu mengambil beberapa tindakan lebih lanjut”, kata pejabat tersebut.

Seorang wartawan bertanya, apakah dalam konferensi video itu Biden ada meminta Xi Jinping untuk ikut berpartisipasi dalam pertemuan untuk membicarakan soal stabilitas senjata nuklir, serta membentuk pagar pembatas pada masalah Taiwan ? pejabat itu menjawab, bahwa tidak setiap poin yang disebutkan dibahas secara rinci, “Tapi yang pasti adalah bahwa presiden memang membahas bidang-bidang yang diyakini saling bersinggungan sehingga menghadapi risiko dalam hubungan, termasuk risiko strategis. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya untuk dapat menyelesaikan sejumlah masalah melalui dialog lebih lanjut”.

“Jadi, saya tidak bermaksud untuk menguraikan masalah ini lebih lanjut, hanya untuk mengatakan bahwa serangkaian masalah ini harus menjadi bagian dari diskusi malam ini (15 November waktu AS Timur)”, katanya.

Pakar : AS dan Tiongkok masing-masing mengeluarkan pernyataan yang menyoroti perbedaan antara kedua negara

Meskipun Presiden Biden mengatakan bahwa dia dan Xi Jinping mengadakan pertemuan yang cukup baik, dan pertemuan ini akan membawa banyak pekerjaan lanjutan. Namun, kedua negara tidak mengeluarkan pernyataan bersama, tetapi berbicara dengan kata-kata mereka sendiri. Para pakar percaya bahwa pernyataan terpisah menunjukkan kedalaman perbedaan antara kedua kekuatan.

‘The Guardian’ mengutip Todd Hall, direktur China Center di Universitas Oxford yang mengatakan : “Kedua  pihak sangat jelas dengan perbedaan yang ada pada diri mereka masing-masing dan tidak mungkin ada kesepakatan yang tercapai”.

“Tetapi kedua belah pihak juga mengakui bahwa mereka memiliki kepentingan bersama dalam mengurangi potensi bahaya utama dalam hubungan antara kedua negara dan, jika dimungkinkan, ya bekerja untuk mencapai tujuan bersama”, kata Todd Hall.

‘The Washington Post’ mengutip Ja Ian Chong, seorang pakar keamanan Asia dari National University of Singapore yang mengatakan : “Kedua belah pihak menghadapi beberapa masalah nyata. Kedua belah pihak tampaknya tidak ingin ketegangan lepas kendali sehingga menjadi konflik, tetapi mereka tidak bermaksud mundur dari posisinya masing-masing”.

Tidak ada pernyataan dari kedua belah pihak yang menunjukkan bahwa salah satu pihak bersedia mengalah. Posisi konfrontatif ini telah membawa hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia ini ke titik pergolakan bersejarah, terutama pada masalah Taiwan.

Reuters yang mengutip ucapan Scott Kennedy, seorang pakar urusan Tiongkok dari lembaga pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington, melaporkan bahwa sulit untuk melihat pengaruh yang nyata dari KTT tersebut. Kedua kepala negara secara terbuka bertukar pandangan tentang semua masalah, tetapi tidak ada keputusan atau langkah kebijakan yang diumumkan.

Scott Kennedy juga mengatakan bahwa mungkin hasil pertemuan ini, akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan, tetapi jika tidak, maka pertemuan ini hanya akan menjadi penegasan kembali posisi dasar kedua belah pihak. 

Kepala negara AS dan Tiongkok tampaknya setuju bahwa hubungan antara kedua negara membutuhkan beberapa pagar pembatas demi stabilitas, “Tetapi mereka gagal mencapai konsensus tentang bagaimana mencapai hal itu”, tegasnya.

KTT tersebut mencakup isu-isu seperti perubahan iklim dan klaim teritorial Beijing di Laut Tiongkok Selatan, tetapi nyaris tidak ada terobosan yang dibuat dalam mengatasi isu-isu yang paling kontroversial seperti Taiwan, perdagangan dan hak asasi manusia.

KTT tidak mencapai kemajuan nyata, komunis Tiongkok masih saja aktif mempromosikan hasil

‘The Washington Post’ menyebutkan bahwa meskipun KTT tidak mencapai kemajuan nyata, tetapi pemerintah Tiongkok memujinya sebagai awal dari hubungan yang lebih setara.

Sejumlah media daratan Tiongkok dibanjiri berita positif tentang KTT ini. Berbagai komentar pun bermunculan bahwa pertemuan ini menandai babak baru dalam menjalin hubungan yang lebih setara antara Beijing dengan Washington.

Kantor Berita Xinhua yang menjadi corong pemerintah melaporkan bahwa, Xi Jinping dalam pertemuan tersebut terus menekankan perlunya memperkuat kerja sama antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, juga mengatakan bahwa pertemuan itu berlangsung dalam suasana terus terang, konstruktif, substantif, yang akan berdampak positif terhadap hubungan kedua negara, dan sebagai sinyal kuat yang dikirim baik ke Tiongkok, Amerika Serikat juga dunia.

Artikel yang disajikan media corong Partai Komunis Tiongkok ‘Renmin Rebao’ dengan nada tinggi menyoroti tentang “Biden kembali menegaskan bahwa dirinya tidak mendukung kemerdekaan Taiwan”.

Komunitas bisnis menyambut baik pembicaraan AS-Tiongkok

Investor optimis dengan pertemuan tersebut. Dengan terselenggarakannya KTT ini, nilai tukar RMB di darat Tiongkok terhadap dolar AS naik 0,3%, yang mendekati level tertinggi sejak tahun 2018. Meskipun kemudian mengalami sedikit menurun pada penutupan transaksi bursa pada hari itu.

Pihak Amerika Serikat dengan jelas telah menyatakan bahwa pertemuan kali ini tidak akan mencapai hasil yang konkrit, yang ternyata terbukti demikian. Kedua belah pihak tidak membuat kemajuan dalam banyak masalah dalam konflik. Kecuali pemerintah Tiongkok yang mengumumkan lewat kesempatan tersebut, bahwa pihak berwenang Tiongkok setuju untuk menyediakan versi yang lebih ditingkatkan dari “jalur cepat” bagi pengusaha Amerika Serikat yang hendak melakukan perjalanan ke daratan Tiongkok. Dan, hal ini mendapat sambutan baik dari kelompok bisnis Amerika Serikat di Tiongkok.

Bloomberg melaporkan bahwa Ker Gibbs, ketua Kamar Dagang Amerika di Shanghai (AmCham) mengatakan  optimis dengan hubungan ini”.

“Semua yang perlu disampaikan sudah diutarakan. Sepertinya kedua pemimpin mengambil sikap yang sangat pragmatis terhadap hubungan ini”, kata Ker Gibbs. (sin)