Nancy Pelosi Tiba di Taiwan Di Tengah Ancaman Kekerasan Militer Tiongkok

Andrew Thornebrooke

Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi tiba di Pulau Formosa pada Selasa 2 Agustus, terlepas berlanjutnya ancaman kekerasan dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan organ propagandanya.

Pelosi menyampaikan pernyataan resmi setibanya di Taipei, merayakan komitmen bersama Taiwan dan Amerika Serikat terhadap nilai-nilai demokrasi dalam menghadapi kesulitan.

“Kunjungan delegasi Kongres kami ke Taiwan menghormati komitmen teguh Amerika serikat untuk mendukung Demokrasi Taiwan yang semarak,” kata Pelosi dalam pernyataan itu.

“Diskusi kami dengan kepemimpinan Taiwan akan fokus kepada penegasan kembali dukungan  untuk mitra kami dan  mempromosikan kepentingan bersama kami, termasuk memajukan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Solidaritas Amerika Serikat dengan 23 juta jiwa rakyat Taiwan hari ini lebih penting daripada sebelumnya, karena dunia menghadapi pilihan antara otokrasi dan demokrasi.”

Pelosi juga menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat sama sekali tidak mengubah kebijakan lama tentang hubungan Tiongkok-Taiwan, dan akan terus mematuhi status quo.

Kunjungan tersebut dilakukan di tengah tur multi-nasional Asia Tenggara yang juga akan mengunjungi Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang.

AS Tidak Terpengaruh oleh Ancaman Tiongkok

Rencana kunjungan ketua DPR AS ke Taiwan telah direncanakan setidaknya sejak April lalu, ketika dia diharapkan mengunjungi Taipei, tetapi tidak bisa karena kasus COVID-19 di menit-menit terakhir.

PKT kemudian mengubahnya menjadi semacam genderang perang dan  mengeluarkan sejumlah ancaman yang semakin agresif kepada Taiwan dan Amerika Serikat.

“Bermain dengan api akan membuat Anda terbakar,” kata pemimpin PKT Xi Jinping kepada Presiden Biden melalui panggilan telepon minggu lalu.

Sama halnya dengan media milik pemerintah Tiongkok di media sosial dengan mengeluarkan daftar panjang nada-nada provokatif. Kadang-kadang unggahan kekerasan tentang perjalanan tersebut. Terutama mendesak militer Tiongkok agar menembak jatuh pesawat Pelosi.

“Jika jet tempur AS mengawal pesawat Pelosi ke Taiwan, itu adalah invasi,” kata Xijin Hu, mantan editor Global Times milik negara Tiongkok, dalam sebuah cuitan.

“PLA [militer Tiongkok] memiliki hak untuk secara paksa mengusir pesawat Pelosi dan jet tempur AS, termasuk menembakkan tembakan peringatan dan melakukan gerakan taktis untuk menghalangi. Jika tidak efektif, tembak mereka.”

Ancaman tersebut bersamaan gencarnya lintasan retorika dari Beijing dalam beberapa bulan terakhir, karena PKT berusaha  memperkuat perubahan dalam kebijakan AS tanpa keterlibatan diplomatik yang signifikan. 

Pada Mei lalu, menteri pertahanan Tiongkok melangkah lebih jauh dengan mengancam bahwa rezim tersebut akan “tidak ragu  memulai perang tidak peduli biayanya” untuk mencegah pengakuan Taiwan lebih lanjut sebagai negara di panggung internasional.

Kepemimpinan AS, sebagian besar, menyikapi ancaman dengan tenang. Pada  Senin 1 Agustus, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby menegaskan bahwa AS tidak mengubah kebijakan apapun mengenai Taiwan.

“Tidak ada alasan bagi Beijing untuk mengubah kunjungan sederhana, konsisten dengan kebijakan lama AS menjadi semacam krisis atau konflik, atau menggunakannya untuk meningkatkan aktivitas militer secara agresif di atau sekitar Selat Taiwan,” kata Kirby. 

“Kami tidak akan mengambil umpan atau terlibat dalam derak pedang. Pada saat yang sama, kami tidak akan terintimidasi. Kami akan terus beroperasi di laut dan udara Pasifik barat seperti yang kami lakukan selama beberapa dekade.”

PKT sudah mulai menghukum Taiwan karena menerima Pelosi. Situs web presiden Taiwan diserang dengan serangan siber di awal Minggu 31 Juli. Serangan itu, diikuti oleh larangan impor Tiongkok terhadap lebih dari 100 perusahaan makanan dan pertanian Taiwan.

Terlepas dari berbagai serangan retorika, bagaimanapun, para pemimpin dari Taiwan dan Amerika Serikat menyatakan sikap solidaritas mereka dan  tidak menyerah kepada tuntutan PKT.

“Pesan apa yang akan dikirimkan kepada para pemimpin dunia bebas lainnya jika Ketua  legislatif negara besar membatalkan perjalanan mendadak ke Taiwan karena RRT telah mengancam akan menggunakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencintai kebebasan di pulau yang indah ini?” kata Wang Ting-yu, seorang anggota parlemen Taiwan, dalam sebuah tweet.

“Kami sudah jelas sejak awal bahwa dia [Pelosi] akan membuat keputusannya sendiri dan  Kongres adalah cabang pemerintahan yang independen, Konstitusi kita menyematkan pemisahan kekuasaan,” kata Kirby.

“Ini diketahui oleh RRT, mengingat hubungan diplomatik kami lebih dari empat dekade. Ketua memiliki hak untuk mengunjungi Taiwan, dan Ketua DPR telah mengunjungi Taiwan sebelumnya tanpa insiden, seperti halnya banyak anggota Kongres, termasuk tahun ini.”

Pelosi Tiba dengan Pesawat Militer

Mencuat desas-desus bahwa Pelosi berada di atas pesawat Angkatan Udara AS, SPAR19,  yang terbang keluar dari Malaysia Selasa 2 Agustus tanpa destinasi yang terdaftar. Destinasi penerbangan baru diperbarui ke Taipei saat melewati udara Filipina.

Pesawat  yang dinaiki Pelosi dan rombongan, menarik perhatian pengamatan Tiongkok, yang beramai-ramai dalam ratusan ribu pengguna melacak keberadaan pesawat. Flightradar24, sebuah situs web pelacak pesawat populer, mengumumkan tentang minat yang “belum pernah terjadi sebelumnya” kepada pesawat menyebabkan beban trafic pada servernya. Oleh karena itu, sementara waktu membuat situs web Flightradar24 tak tersedia.

“Suatu hal yang lumrah bagi Ketua DPR  bepergian dengan pesawat militer AS,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby selama konferensi pers pada 1 Agustus. “Itu sangat tipikal.”

“Bagian dari tanggung jawab kami adalah memastikan bahwa dia dapat melakukan perjalanan dengan aman dan selamat dan saya dapat meyakinkan kepada Anda bahwa dia akan melakukannya.”

Suatu hal lazim bagi anggota Kongres AS mengunjungi Taipei, dan  telah terjadi beberapa kali pada tahun ini. Namun demikian, terakhir kali seorang Ketua DPR  mengunjungi Taiwan pada 1997.

Baik Amerika Serikat dan Tiongkok, kemudian mengarahkan aset militer mereka ke wilayah sekitar Taiwan, mengabaikan ketegangan yang dirasakan oleh kedua negara.

Banyak ahli percaya bahwa ancaman PKT omong kosong belaka dan tidak lebih dari mempengaruhi kebijakan AS tanpa harus benar-benar menggunakan diplomasi. Namun demikian, Gedung Putih memperingatkan bahwa situasi seperti itu dapat dengan mudah menyebabkan miskomunikasi dan insiden bencana.

“Tak begitu banyak sehingga mungkin ada serangan langsung, tetapi meningkatkan risiko salah perhitungan dan kebingungan, juga dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan,” kata Kirby, Senin 1 Agustus.

Kirby menambahkan bahwa Amerika Serikat meningkat kewaspadaan terhadap peningkatan provokasi militer dari PKT, termasuk kegiatan udara dan laut serta peluncuran rudal.

Dia mengatakan ada kemungkinan bahwa PKT akan mengulangi tindakannya dari tahun 1995 dan 1996, ketika meluncurkan rudal ke perairan sekitar Taiwan setelah diumumkan bahwa presiden Taiwan akan mengunjungi almamaternya di Amerika Serikat.

Otoritas Tiongkok telah membuat serangkaian ancaman secara besar-besaran dan permusuhan terhadap Amerika Serikat sebagai upaya  mencegah terwujudnya perjalanan Pelosi. Tidak jelas seberapa jauh rezim dapat melanjutkan retorikanya tanpa kehilangan muka secara internasional.

Para pemimpin Tiongkok khawatir bahwa perjalanan semacam itu akan meningkatkan hubungan antara Taiwan dan Amerika Serikat dan selanjutnya melegitimasi Taiwan sebagai negara merdeka.

PKT mengklaim bahwa Taiwan adalah provinsi yang memisahkan diri dan harus dipersatukan dengan daratan, dengan paksa jika diperlukan. Taiwan telah memerintah sendiri sejak 1949, tidak pernah berada di bawah kendali PKT, dan membanggakan pemerintahan demokratis dan ekonomi pasar yang berkembang.

Situs pelacakan penerbangan Flightradar24 mengatakan pesawat Pelosi, Boeing C-40C Angkatan Udara AS, adalah yang paling banyak dilacak di dunia pada Selasa malam dengan 300.000 pemirsa. Pesawat mengambil rute memutar, terbang ke timur di atas wilayah Indonesia daripada langsung di atas Laut Cina Selatan.

Pelosi telah menggunakan posisinya di Kongres AS sebagai utusan  AS di panggung global. Dia telah lama menantang Tiongkok tentang hak asasi manusia, termasuk pada tahun 2009 ketika dia mengirimkan surat kepada Presiden Hu Jintao saat itu yang menyerukan pembebasan tahanan politik. Dia  berusaha mengunjungi pulau demokrasi Taiwan awal tahun ini sebelum dinyatakan positif COVID-19.

Pelosi memulai tur Asianya di Singapura pada Senin 1 Agustus, karena kemungkinan kunjungannya ke Taiwan memicu kegelisahan di wilayah tersebut.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong “menyoroti pentingnya hubungan AS-Tiongkok yang stabil untuk perdamaian dan keamanan regional” selama pembicaraan dengan Pelosi, kata Kementerian Luar Negeri negara kota itu. 

Pernyataan senada juga digaungkan oleh Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi di Tokyo, yang mengatakan hubungan yang stabil antara dua kekuatan saingan “sangat penting bagi masyarakat internasional.”

Filipina juga mendesak AS dan Tiongkok menjadi “aktor yang bertanggung jawab” di wilayah tersebut. “Penting bagi AS dan Tiongkok untuk memastikan komunikasi yang berkelanjutan untuk menghindari kesalahan perhitungan dan eskalasi ketegangan lebih lanjut,” kata juru bicara Luar Negeri Teresita Daza.

Tiongkok terus meningkatkan tekanan diplomatik dan militer terhadap Taiwan. Tiongkok memutuskan semua kontak dengan pemerintah Taiwan pada 2016 setelah Presiden Tsai Ing-wen menolak untuk mendukung klaimnya bahwa pulau dan daratan bersama-sama membentuk satu negara Tiongkok, dengan rezim Komunis di Beijing menjadi satu-satunya pemerintah yang sah.

Pelosi melanjutkan perjalanannya ke Jepang dan Korea Selatan pada akhir pekan ini. (asr)