Bersiap Serang Taiwan di 2024? Latihan Militer Pengepungan Guna Mematahkan Bala Bantuan Militer AS dan Jepang

oleh Tim Forum Elit

Setelah Ketua DPR-AS Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan, militer Tiongkok melakukan latihan militer berskala besar di laut dan udara sekitar Taiwan selama beberapa hari. Ini adalah pertama kalinya dalam 26 tahun pemerintah Tiongkok melakukan latihan militer berskala besar untuk memblokir Selat Taiwan dengan kekuatan senjata rudal.

Pada 22 Mei 1995, pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mengizinkan Presiden Republik Tiongkok Lee Teng-hui untuk mengunjungi Amerika Serikat dalam kapasitas pribadi pada bulan Juni tahun yang sama untuk menghadiri upacara kelulusan Universitas Cornell sebagai alumni terhormat. Langkah tersebut kemudian menjadi pematah hambatan praktik para petinggi Republik Tiongkok tidak mengunjungi Amerika Serikat yang terjadi selama hampir 17 tahun lamanya. Namun kunjungan Presiden Lee memicu reaksi keras dari rezim Beijing, dan juga menjadi salah satu pemicu krisis rudal di Selat Taiwan pada tahun 1995 dan 1996.

2 latihan militer Tiongkok di Selat Taiwan memiliki tujuan yang berbeda

Jenderal Yu Zongji, Dekan Fu Hsing Kang College, National Defense University of Taiwan saat memberikan pandangannya pada “Forum Elit” mengatakan bahwa, selama tahun 1995 dan 1996, rudal yang diluncurkan oleh Tiongkok ke perairan Kaohsiung dan Keelung di Taiwan yang merupakan bagian dari latihan blokade maritim itu sebagian besar adalah rudal Dongfeng-15 (DF-15) dengan jangkauan sekitar 500 – 600 Km. Namun dalam latihan militer sekarang, Beijing menetapkan 6 lokasi di sekeliling pulau Taiwan yang mereka namakan area blokade maritim, dan meluncurkan 16 rudal, termasuk DF-15B, DF-11 dan DF-16, di mana 6 rudal di antaranya terbang tinggi di atas wilayah Taiwan utara. 

Latihan PKT mengepung Taiwan

Selain itu, militer Tiongkok juga meluncurkan roket seri Weishi dan seri Tornado, yang memiliki jangkauan masing-masing 500 Km dan 150 Km. Jenderal Yu mengatakan bahwa, dibandingkan dengan latihan militer tahun 1996, skala latihan militer Tiongkok kali ini serta ancaman yang ditimbulkannya jauh berbeda, termasuk efek kejutan yang dihasilkannya juga relatif lebih kuat daripada sebelumnya.

Yao Cheng, mantan letnan kolonel Komando Angkatan Laut Tiongkok kepada “Forum Elit” mengatakan bahwa sebenarnya, krisis rudal di Selat Taiwan pada tahun 1996 itu terdiri dari dua bagian. Latihan militer pada tahun 1995 itu bernama “Shenwei-95”, dimana masing-masing kelompok militer melakukan latihan sendiri. Tetapi latihan di tahun 1996 yang  bernama “Shenjian-96” itu merupakan latihan gabungan. Yao Cheng mengungkapkan bahwa pada tahun 1995, dirinya yang berada di pos komando Armada Laut Utara juga terlibat dalam latihan. Sekitar bulan Maret 1996, tiba-tiba dua kapal induk AS berlayar mendekati tempat latihan, saat itu, para personil di pos komando membahas apakah peluncuran rudal perlu diteruskan ? Yao Cheng ada instruksi berbunyi “Tiga Tidak” dari Presiden Jiang Zemin yang wajib kita lakukan. Tidak pertama adalah tidak memprovokasi tetapi tidak juga menunjukkan kelemahan. Tidak kedua adalah rudal tidak boleh terbang melintasi udara Pulau Taiwan, angkatan laut dan angkatan udara Tiongkok tidak boleh melintas melewati garis tengah Selat Taiwan. Lalu tidak ketiga adalah tidak melakukan latihan pendaratan. Yao Cheng percaya latihan militer tahun 1996 itu hanya merupakan bentuk Beijing mengekspresikan kemarahannya. Tetapi sifat dari latihan militer kali ini benar-benar berbeda. Kali ini, Beijing tampaknya meluncurkan seluruh daftar pertempuran sebagai persiapan untuk perang reunifikasi.

Intelijen yang akurat, militer AS dapat menangani dua krisis Selat Taiwan tanpa kesulitan

Menurut pengamatan luar, selama krisis Selat Taiwan tahun 1996, kapal induk AS yang melintasi Selat Taiwan menimbulkan efek kejutan dan pencegahan bagi rezim Beijing. Tetapi latihan militer pengepungan Taiwan dan meluncurkan sejumlah rudal malahan ditanggapi dengan tenang dan tidak berlebihan oleh AS dan Taiwan. Dalam penjelasannya, Shi Shan, pemimpin redaksi dan editor senior Epoch Times kepada tim “Forum Elit” mengatakan, karena jika Tiongkok ingin melancarkan perang apakah  berskala kecil sampai besar seperti menyeberangi laut, tentu akan muncul berbagai macam intelijen sampai gelagat.

Shi Shan mengatakan : “Saya masih teringat benar bahwa ketika saya adalah seorang reporter berita di Hongkong pada tahun 1995 hingga 1996. Tentu saja kita semua berkhawatir apakah perang invasi ini akan berkobar. Saat itu, kami benar-benar dibuat percaya oleh beberapa informasi yang datang dari reporter yang berada di garis depan, Sebagai contoh, berita dari Shantou yang menjadi penempatan pasukan ke-55 Tiongkok, semua personilnya wajib membatalkan liburan dan harus berkumpul di barak untuk menunggu perintah. Kabarnya peralatan perang sudah disiapkan di atas kapal, termasuk kantong mayat dan sebagainya, Seperti itulah”.

Shi Shan mengatakan bahwa alasan mengapa Taiwan dan Amerika Serikat relatif tenang kali ini, adalah karena analisis intelijen yang komprehensif menunjukkan bahwa Beijing belum siap untuk melancarkan operasi militer berskala besar. Kali ini benar-benar hanya kegiatan menggertak. Shi Shan juga mengungkapkan bahwa seorang teman di daratan Tiongkok diam-diam mengiriminya berita tentang adanya instruksi keras dari komandan angkatan udara yang melarang personilnya meluncurkan tembakan senjata saat pesawat tempurnya terbang melewati garis tengah Selat Taiwan. 

“Begini pengertian saya, andaikata pilot pesawat tempur Tiongkok marah lalu menembakkan sebuah rudal ke arah lawan. ‘Blang’ suara yang bakal meletuskan perang sesungguhnya. Itu jelas akan merusak keseluruhan skenario yang dibuat rezim Beijing. Karena itu ada perintah keras dari komandan”, ujar Shi Shan.

Buku putih memperkuat rencana reunifikasi dengan kekuatan senjata, apakah 2024 tahun yang kritis ?

Pada 10 Agustus, pihak berwenang Tiongkok merilis buku putih isu Taiwan terbaru, yang mana menegaskan kembali bahwa Taiwan adalah bagian dari Tiongkok dan pemerintah Tiongkok tidak akan melepas rencana menggunakan kekuatan senjata dalam merealisasikan reunifikasi Taiwan. Meskipun buku putih tidak memberikan jadwal bagi rezim Tiongkok untuk melaksanakan reunifikasi, tetapi mengatakan : “Hal itu tidak bisa dibiarkan terus terjadi dari generasi ke generasi seperti saat ini”. 

Usai buku putih dirilis, militer Tiongkok langsung mengumumkan bahwa latihan militer yang berlangsung di sekitar Taiwan selama beberapa hari telah berakhir dengan menyelesaikan berbagai tugas yang ditargetkan, dan akan melakukan patroli rutin di masa mendatang.

Michael Beckley, profesor ilmu politik di Universitas Tufts, Amerika Serikat dalam sebuah wawancara eksklusif dengan “Voice of America” ​​baru-baru ini mengatakan bahwa latihan militer semacam ini di Beijing akan menjadi normal baru. Dalam 5 hingga 10 tahun mendatang, militer Tiongkok memiliki jendela untuk menyerang Taiwan dengan kekuatan senjata.

Michael Beckley menjelaskan, di 5 sampai 10 tahun ke depan kekuatan militer AS di Asia Timur akan menurun karena sebagian kapal penjelajah besar, kapal selam rudal dan pembom berat memasuki masa pensiun. Kapal-kapal yang sebagian besar dibangun selama pemerintahan Ronald Reagan sudah terlalu tua sekarang dan mulai terjadi keretakan yang sulit dapat ditingkatkan fasilitasnya. Sehingga di tahun 2020-an ini Amerika Serikat akan mengurangi hampir ratusan peluncur rudal yang ditempatkan dan melakukan aktivitasnya di Asia Timur.

Gambar ilustrasi menunjukkan bahwa pada 9 Februari 2020, pesawat militer Tiongkok melintasi garis tengah Selat Taiwan. Jet tempur F-16 Tentara Nasional Republik Tiongkok (kiri) langsur mengudara guna memantau. (Foto dari Kementerian Pertahanan Nasional Republik Tiongkok)

Michael Beckley mengatakan bahwa saat itulah kekuatan militer Tiongkok akan mencapai puncaknya, “Mengingat perilaku agresifnya, dan tekanan yang dialami Xi Jinping pada saat itu, kami jadi sangat khawatir dengan kecenderungan Tiongkok menggunakan kekuatan senjatanya”.

Dalam hal ini, kepada tim “Forum Elit” Yao Cheng mengatakan, bahwa latihan militer Tiongkok model pengepungan dengan menerobos garis tengah selat kali ini menandakan ada sesuatu yang akan terjadi, Yakni pada tahun 2024 nanti, dimana baik Taiwan maupun AS menyelenggarakan pemilu, Tiongkok telah diuntungkan dengan adanya waktu 2 tahun untuk membangun dan menyempurnakan kekuatan angkatan lautnya. Pada saat itu, kapal induk 003 akan menjadi barisan pertempuran, dan kapal perusak besar 055 sekarang menjadi 8 unit, 8 unit kapal 055, 3 kapal kapal serbu amfibi 075, dan kapal pendaratnya juga sedang dibangun saat ini akan menjadi kekuatan tambahan. Yao Cheng mengatakan bahwa 2024 adalah tahun yang paling berbahaya, Beijing akan mulai merebut pulau-pulau terluar, terus mengganggu Taiwan, memprovokasi perang, dan memanfaatkan situasi untuk menghancurkan peralatan pertahanan Taiwan, agar peralatan itu tidak menjadi kekuatan yang mengancam militer Tiongkok menyeberangi selat untuk merebut Taiwan.

Shi Shan mengatakan bahwa penataan militer secara keseluruhan yang dilakukan Tiongkok sekarang adalah menempatkan tahun 2024 sebagai tujuan, dan semua persiapan sudah harus terpenuhi pada saat itu. Jadi sebelum 2024, Tiongkok tidak akan secara sembrono memulai perang, karena kapan ingin mulai perang, di mana tempat pertempurannya, dengan metode apa. Siapa yang memegang kendali dialah yang akan memiliki inisiatif. inilah target persiapan yang dibuat rezim Beijing untuk mensukseskan reunifikasi. (sin)