Siapa yang Diuntungkan oleh Kembali Terpilihnya Xi Jinping Menjadi Presiden RRT ?

oleh Andrew – Aboluowang

Pusat Penelitian Pew (Pew Research Center) di Amerika Serikat merilis laporan hasil jajak pendapat global pada hari Kamis menunjukkan bahwa dalam 10 tahun sejak Xi Jinping berkuasa, citra internasional Tiongkok terus melorot, tetapi rasa benci terhadap Xi Jinping terus meningkat. Di dalam negeri Tiongkok, tak perlu dipungkiri lagi bahwa situasi ekonomi semakin buruk, dan semakin banyak orang yang tidak puas dengan kepemimpinan Xi Jinping. Namun, Xi Jinping mengabaikan aturan Partai Komunis Tiongkok (PKT)  yang mewajibkan pemimpin tertinggi lengser setelah 2 periode menjabat. Langkah Xi Jinping yang enggan lengser tampaknya tak terbendung.

Prospek terpilihnya kembali Xi Jinping telah membuat beberapa pakar urusan Tiongkok merasa pesimis. Deng Yuwen, seorang peneliti di China Strategic Analysis Think Tank, menunjukkan bahwa Xi Jinping membuat kisah dalam novel “Nineteen Eighty-Four” tulisan George Orwell menjadi kenyataan di Tiongkok (Red. cerita novel yang diterbitkan pada tahun 1949 ini berfokus pada risiko penjangkauan pemerintah, totalitarianisme, dan aturan represif atas semua orang dan perilaku dalam masyarakat). 

“Bagi kebanyakan orang Tiongkok, 10 tahun ‘era baru’ yang hampir berlalu, hanyalah akhir dari sebuah mimpi buruk. Dan ‘era baru’ ciptaan Kongres Nasional ke-20 nanti jangan-jangan menjadi awal dari mimpi buruk lainnya”.

Cai Xia, mantan guru besar Sekolah Partai Komunis Tiongkok, pernah meramalkan 2 tahun lalu bahwa jika pemerintahan Xi Jinping terus berlanjut, “5 tahun lagi kita akan melihat pergolakan besar terjadi di daratan Tiongkok”.

Di antara orang-orang yang anti-Xi ada yang berfungsi sebagai “akselerator”. Mereka percaya bahwa Xi memimpin Tiongkok untuk mempercepat menuju kerusakan dan kekalahan. Jika dia terus memerintah, itu akan mempercepat kehancuran PKT yang bukan merupakan hal buruk bagi negara. Namun, mereka yang menentang teori percepatan berpendapat bahwa, Xi mempercepat laju mundur hanya akan membuat rakyat Tiongkok semakin menderita, dan memperbesar biaya HAM. 

Sama seperti ada “akselerator” di antara para kritikus yang anti-Xi, di saat penelenggaraan Kongres Nasional ke-20 semakin dekat, di Barat juga muncul analisis serupa yang bahkan menganggap bahwa terpilihnya kembali Xi Jinping adalah “belum tentu buruk”. 

Pandangan tersebut terutama bisa diwakili oleh artikel yang dimuat ‘The Atlantic Monthly’ pada 26 September. Artikel tulisan Michael Schuman  itu menyebutkan bahwa meskipun Xi Jinping akan mematahkan preseden dan mendapatkan masa jabatan untuk ketiga kalinya lewat Kongres Nasional, ini bukan yang ingin dilihat oleh sebagian orang di Washington, karena Xi pasti bermaksud untuk melemahkan pengaruh global Amerika Serikat. Tetapi hasil praktis dari kebijakan Xi Jinping menunjukkan bahwa Xi Jinping justru sedang melemah posisi Tiongkok dalam bersaing dengan Amerika Serikat ketimbang memperkuatnya. Semakin lama Xi Jinping berkuasa, semakin tidak kompetitif Tiongkok dan semakin sulit untuk bersaing dengan Amerika Serikat. Oleh karena itu, Amerika Serikat tidak perlu khawatir tentang terpilihnya kembali Xi Jinping. Terpilihnya Xi belum tentu hal yang buruk bagi Amerika Serikat.

Beberapa kritikus menuduh Xi Jinping tidak kompeten, tetapi dia keras kepala. Misalnya, ia terus ngotot dengan kebijakan Nol Kasus yang telah berlangsung selama dua tahun, jelas memicu keluhan masyarakat dan penurunan serius pertumbuhan ekonomi. The Wall Street Journal mengutip laporan sejumlah ekonom pada awal September memberitakan bahwa Tiongkok tidak akan dapat mengejar keunggulan AS karena kebijakan pencegahan epidemi ekstrem dan upaya untuk mengekang spekulasi properti.

Bank Dunia merilis laporan pada 27 September yang memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2022 hanya 2,8%, jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang 5%. Semakin banyak tanda-tanda bahwa ekonomi Tiongkok telah kehilangan momentum perkembangan pesatnya dan memasuki jalur pertumbuhan paling lambat dalam 40 tahun terakhir.

Suara Amerika melaporkan bahwa Xi bukanlah pemimpin yang selihai Deng Xiaoping atau Zhou Enlai. Roger W. Robinson, mantan penasihat urusan internasional di era pemerintahan Ronald Reagan justru merasa beruntung, karena cenderung lebih mudah untuk menghadapi pemimpin yang brutal dan seperti gangster. Xi Jinping lebih cenderung melanggar aturan, ingin memerintah seumur hidup adalah tindakan yang tirani. Perusahaan Tiongkok terkonsentrasi di bawah kendali ketat PKT, membuat reputasi dan pembiayaannya di Barat menjadi tidak menguntungkan, partai telah memperumit kegiatan bisnis sehingga mereka berbuat salah.

Banyak orang di dalam maupun luar partai yang menentang Xi Jinping, mengapa Xi masih bisa terpilih kembali ? Su Xiaokang, seorang penulis yang tinggal di Amerika Serikat mengemukakan pandangan lain di akun Facebook, menyebutkan : “Xi sudah babak belur, sedang PKT sedang terhimpit masalah baik di dalam maupun di luar negeri, jelas pemimpin ini perlu diganti. Tetapi belum ada kandidat yang sesuai, jadi gampangnya biarlah Xi terus menjabat dan memikul tanggung jawab. Karena wabah menyebar ke seluruh dunia, pencegahan epidemi membatasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok, proyek “Sabuk dan Jalan” sedang macet, isu Selat Taiwan yang memanas, Tiongkok sedang dimusuhi dunia, dan lain-lain., Jadi jika Xi Jinping diganti, orang yang menggantinya harus menghadapi ini semua. PKT adalah organisasi yang sedang dijauhi dunia, apakah mudah untuk mendapatkan kandidat yang sesuai ?” (sin)