Profesor Ming Chu-cheng : Di Balik Kemenangan Besar “Golongan Xi” Tersembunyi Banyak Efek Negatif

 oleh Li Jiaqi – Secretchina.com

Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok telah berakhir pada Sabtu (29 Oktober 2022). Segera setelah itu, media serta lembaga pemikir Taiwan mengadakan simposium untuk membahas atau menafsirkan mengenai niat dan tindakan yang bakal dilakukan oleh pemimpin PKT Xi Jinping terhadap Taiwan setelah berhasil memperpanjang kekuasaannya. Ming Chu-cheng, profesor kehormatan Departemen Ilmu Politik di Universitas Nasional Taiwan, mengatakan, bahwa yang jelas Beijing tidak akan menanggalkan niatnya untuk mempersatukan Taiwan dengan menggunakan kekerasan, tetapi kecuali jika terjadi kesalahan dalam perhitungan, maka Xi Jinping seharusnya tidak boleh gegabah mengambil tindakan itu jika dia tidak sepenuhnya yakin dapat berhasil.

Menurut laporan “Central News Agency”, think tank Taiwan “National Policy Research Institute” mengadakan dua kali simposium yang bertemakan “Kongres Nasional ke-20 PKT dan Normal Baru Hubungan Internasional dan Lintas Selat” pada 24 Oktober. Menanggapi isu kemungkinan militer Tiongkok menyerang Taiwan. Akio Yaita, jurnalis “Sankei Shimbun” mengatakan bahwa posibilitas penyerangan itu memang sedang meningkat, dan telah menjadi “perang (keputusan) Xi Jinping seorang”. Taiwan ingin mencari pemburu sebagai teman untuk berurusan dengan serigala, jika Anda menganggap serigala tidak akan memangsa domba, maka itu akan menjadi masalah bagi domba.

Profesor Ming Chu-cheng yang juga menghadiri pertemuan itu mengatakan bahwa ketika hanya satu faksi yang berkuasa penuh, itu dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya salah penilaian atau perhitungan. Ming Chu-cheng mengambil contoh fakta dalam perang di Ukraina, itu semata merupakan kesalahan penilaian dari Rusia, Amerika Serikat dan Tiongkok. Oleh karena itu, Amerika Serikat perlu mengirimkan sinyal yang cukup kuat untuk menghindari kesalahan penilaian PKT tentang isu Taiwan, untuk menghindari pecahnya konflik.

Ming Chu-cheng menekankan bahwa rezim otokratis tidak mampu melakukan apa pun yang diinginkannya, karena kesabaran rakyat terbatas. Bahkan jika faksi Liga Pemuda Komunis “dimusnahkan”, masih tetap ada suara yang menentang Xi Jinping di dalam PKT.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa masalah internal dan diplomatik yang dihadapi PKT dalam beberapa tahun terakhir tidak akan berubah karena perubahan kabinet. Kali ini Xi Jinping memang memerintah negara, tetapi tampaknya saja yang kuat tetapi sebenarnya lemah, karena menurut kebiasaan dalam pertarungan antar faksi di PKT, ketika pertarungan antar faksi menghilang, maka pertarungan antar fraksi akan meningkat.

Profesor Ming Chu-cheng mengatakan bahwa dari perspektif personel Komite Tetap, tampaknya Xi Jinping memiliki sangat sedikit orang yang dapat dan mau ia gunakan, lingkarannya sangat sempit. Dapat diduga bahwa ia akan menghadapi banyak masalah dalam memerintah di hari-hari kemudian. Hasil dari kemenangan luar biasa faksi Xi saat ini telah  menyembunyikan efek negatif, dimana tidak ada seorang pun di puncak struktur kekuasaan PKT yang berani benar-benar mengatakan apa yang tidak ingin didengar oleh Xi Jinping. Jika kebijakan PKT yang dibuat kelak ternyata salah, konsekuensinya bakal sangat serius.

Profesor Ming menjelaskan bahwa Xi Jinping mungkin memiliki keyakinan yang kuat terhadap komunisme, tetapi banyak tindakan Xi Jinping saat ini yang menunjukkan bukan komunisme yang murni, tetapi bertindak karena ia melihat adanya peningkatan tekanan dari Eropa dan Amerika Serikat terhadap Tiongkok, kemudian menilai bahwa perang akan pecah, sehingga perlu melakukan persiapan lebih awal.

Isu tentang keamanan Taiwan

Su Tzu-yun, direktur Strategi Pertahanan Nasional dan Institut Informasi dari Institut Penelitian Keamanan Pertahanan Nasional, Taiwan mengemukakan : “Kemungkinan Tiongkok meluncurkan konflik militer langsung terhadap Taiwan adalah kecil, kecuali jika ia mengalami perubahan internal yang cukup besar”. Akibat kelangkaan energi, pangan, dan material lainnya secara global, Tiongkok yang sangat bergantung pada impor bahan pangan dan energi akan menghadapi tekanan yang sangat besar jika melakukan penyerangan ke Taiwan. Selain itu, kebijakan dalam pencegahan epidemi yang ekstrem akan merugikan perekonomian, maka Xi akan menghadapi fenomena “ketidakstabilan ganda” dari perlindungan hak-hak pribadi dan pemeliharaan stabilitas politik.

Lin Cheng-yi, seorang peneliti di European and American Institute of Academia Sinica, menekankan bahwa “normal baru” telah muncul, termasuk partai komunis Tiongkok merusak garis tengah Selat Taiwan, penjualan senjata AS ke Taiwan, dan hampir 40 negara-negara di seluruh dunia telah mengeluarkan pernyataan yang relevan tentang isu Selat Taiwan, hal ini menjadikan Amerika Serikat “tidak sendirian dalam melakukan intervensi”. Lin Cheng-yi menilai bahwa di bawah “normal baru” ini, Taiwan harus memikul tanggung jawab dan tekanan yang lebih besar, dan hanya dapat mengharapkan Amerika Serikat memainkan peran pencegahan dan dukungan yang efektif.

Tan Yao-nan, ketua ACI Foundation Taiwan menganalisis bahwa Xi Jinping akan menjabat setidaknya 10 tahun lagi, dan dia secara bertahap akan jatuh ke dalam “jebakan diktator” ala Vladimir Putin. Gejolak selanjutnya sudah terbayangkan, bahwa Tiongkok akan memasuki “masa gelap” yang panjang. Jadi perlawanan yang mengintimidasi dan kemauan rakyat adalah sangat penting bagi menjaga keamanan Taiwan.

Ma Cheng-kun, profesor di Institut Urusan Militer Universitas Pertahanan Nasional Tiongkok, Taiwan menyarankan, bahwa persiapan perang adalah cara terbaik untuk menghindari perang. Tentara nasional Taiwan harus memanfaatkan pengalaman perang asimetris dalam perang Rusia – Ukraina, mempersiapkan peluru artileri, drone, memiliki amunisi yang cukup, mempertahankan kemampuan tempur dan memperkuat kemampuan tempur cadangan untuk merespons serangan yang terjadi. Selain itu juga perlu mempersolid pertahanan sipil tetapi bukan milisi. (sin)