Menlu AS Blinken : Beijing Tidak Bersedia Menerima Status Quo dan Meningkatkan Tekanan Terhadap Taiwan

NTD

Dalam 2 pekan terakhir Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kembali menyinggung soal niat Beijing terhadap Taiwan. Ia mengungkapkan bahwa Beijing tidak puas dengan status quo dan  mulai meningkatkan tekanan termasuk menggunakan kekerasan terhadap Taiwan. Namun, beberapa orang kritikus percaya bahwa kesiapan tempur militer Tiongkok belum mencapai puncak saat ini.

Pada 26 Oktober, Reuters melaporkan bahwa dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Bloomberg, Menteri Luar Negeri AS Blinken mengatakan bahwa Tiongkok telah mengubah konsensus dasar antara Washington dengan Beijing yang dibuat beberapa dekade lalu. Yakni konsensus tentang menangani perbedaan antara kedua sisi Selat Taiwan dengan cara yang damai atau bukan kekerasan.

Blinken mengatakan bahwa pemerintah Beijing telah memutuskan untuk tidak menerima status quo, sehingga ingin mempercepat proses reunifikasi, mulai memberikan lebih banyak tekanan terhadap Taiwan. Dan jika strategi tekanan tidak berhasil, maka “mereka dapat menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan. Inilah perubahan mendasar yang Blinken maksudkan.”

Ini adalah peringatan kedua Blinken dalam dua pekan terakhir. Pekan lalu, Blinken mengungkapkan bahwa Beijing bertekad untuk menyatukan Taiwan pada “garis waktu yang lebih cepat”.

Blinken juga mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak menginginkan perang dingin dan tidak berusaha untuk menahan atau membatasi Tiongkok. Tetapi akan secara tegas membela kepentingan diri sendiri dan mempertahankan nilai-nilai universal.

Song Guo-cheng, seorang peneliti di Pusat Penelitian Hubungan Internasional Universitas Nasional Chengchi Taiwan mengatakan : “Pernyataan Blinken mewakili pandangan dua sisi Amerika Serikat tentang PKT selama periode waktu terakhir ini. Di permukaan, itu terlihat lebih lembut, karena mereka menganjurkan untuk mengatasi perbedaan melalui komunikasi dan dialog. Ini adalah penahanan yang mutlak dan mulus. Tetapi apakah AS bersedia membiarkan Taiwan. kapal induk yang tidak dapat tenggelam ini jatuh ke tangan PKT ? Begitu Taiwan jatuh ke tangan PKT, apakah mereka tidak menempatkan Dongfeng-20 dan Dongfeng-26 di Taiwan yang diarahkan ke Guam, atau ke daratan Amerika Serikat ?”

Di sisi lain, sebelum dan sesudah Kongres Nasional ke-20, PKT juga telah merilis lebih banyak sinyal tentang isu Taiwan.

Pada 26 Oktober, PKT mengumumkan lembaran konstitusi partai yang baru direvisi, yang untuk pertama kalinya memasukkan ungkapan “dengan tegas menentang dan menindak tegas tindakan untuk memerdekakan Taiwan”.

Pakar keuangan Taiwan Edward Huang mengatakan : “Kali ini, PKT memasukkan anti-kemerdekaan Taiwan ke dalam konstitusi partainya. Lalu, saya bertanya, apakah di Taiwan ada pemilihan untuk presidennya sendiri itu termasuk kemerdekaan ? Bagaimana Anda menentukannya ? Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa tindakan Xi Jinping sampai batas tertentu telah membuat ketegangan antar kedua sisi Selat Taiwan jadi meningkat. Dan ketika mencapai titik yang tidak dapat lagi didinginkan, maka tunggu kapan konflik diledakkan. Itu semua tergantung pada pemikiran Xi Jinping seorang diri, dan inilah yang sangat dikhawatirkan oleh Amerika Serikat”.

Dalam pidatonya di Kongres Nasional ke-20, Sekretaris Jenderal Xi Jinping menegaskan kembali bahwa Beijing berusaha untuk menempuh cara damai dalam reunifikasi Taiwan, tetapi tidak pernah berjanji untuk meninggalkan penggunaan kekuatan senjata. Kepemimpinan pusat baru yang dihasilkan oleh Kongres Nasional ke-20 umumnya dianggap murni orang-orang dekatnya Xi Jinping, yang sekiranya akan mengikuti kemauan Xi Jinping, sehingga tidak akan ada lagi mekanisme untuk mengoreksi kesalahan.

Yeau-Tarn Lee, seorang profesor di Institut Pembangunan Nasional Universitas Nasional Chengchi, Taiwan mengatakan : “Jika Xi Jinping menilai secara rasional, dia seharusnya tidak berani dengan gegabah menggunakan militer untuk mencapai reunifikasi, tetapi karena dia telah memusatkan kekuasaan, tidak ada lagi orang yang berani menentang suaranya. Maka dalam situasi seperti ini kita khawatir Xi Jinping melakukan penilaian yang keliru, lalu menggunakan cara kekerasan”.

Xi Jinping juga menunjuk Laksamana He Weidong, mantan komandan Komando Daerah Militer Wilayah Timur, sebagai Wakil Ketua Komisi Militer Pusat yang baru. Komando Daerah Militer Wilayah Timur merupakan basis militer yang jaraknya terdekat dengan Taiwan.

Komentator politik Li Linyi mengatakan : “Ada laporan yang menyebutkan bahwa He Weidong adalah orang yang merancang latihan militer “pengepungan Taiwan” beberapa bulan lalu. Tapi dia sebenarnya adalah seorang perwira angkatan darat. Karena itu, saya memiliki beberapa keraguan tentang rumor ini. Yang dibutuhkan dalam penyerangan ke Taiwan adalah angkatan laut, angkatan udara dan marinir. Bagaimana dia yang tidak akrab dengan cara pertempuran yang dilakukan angkatan laut dan angkatan udara akan memimpin ?”

Song Guo-cheng mengatakan bahwa sikap keras PKT adalah tuntutan yang tak terelakkan demi mempertahankan kediktatoran satu orang, tetapi dari intimidasi verbal hingga pertempuran nyata melawan Taiwan, akan melibatkan persiapan taktis yang sangat kompleks. Apakah rakyat Taiwan tidak akan melawan ? Apakah AS tidak akan campur tangan ? Apakah masyarakat internasional setuju ? Adakah konsistensi dalam internal PKT ? Ini semua adalah pertanyaan yang perlu dipertimbangkan oleh Xi Jinping. Oleh karena itu, orang-orang Taiwan daripada membahas jadwal serangan PKT ke Taiwan, lebih baik memikirkan bagaimana memperkuat persiapannya, memperkuat kerja sama dengan Amerika Serikat, dan menanggapi ambisi PKT. (sin)