KTT G7 Hiroshima Berfokus pada Isu Perang Rusia – Ukraina dan Ancaman PKT

 oleh Jin Shi

KTT G7 yang rencananya berlangsung selama 3 hari telah berlangsung di Hiroshima, Jepang pada Jumat (19/5). KTT kali ini para pemimpin G7 akan membahas 2 isu pokok yakni perang Rusia – Ukraina dan ancaman Partai Komunis Tiongkok

Pada Jumat pagi, para pemimpin negara G7 menerima sambutan hangat dari Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Kota Hiroshima.

Para pemimpin dari berbagai negara dan Uni Eropa terlebih dahulu mengunjungi Taman Peringatan Perdamaian Hiroshima untuk meletakkan karangan bunga dan berdoa kepada 140.000 orang korban yang tewas dalam serangan bom atom Perang Dunia II.

Selanjutnya, para pemimpin G7 mengadakan rapat kerja sambil makan siang, yang secara resmi mengawali pembukaan KTT G7.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dalam sambutannya mengatakan : “G7 harus secara mampu memimpin dunia dan secara efektif menanggapi isu-isu penting yang dihadapi komunitas internasional”.

Meskipun Tiongkok dan Rusia bukan anggota G7, isu Tiongkok – Rusia mendominasi pembahasan pada KTT G7 ini.

Terkait isu perang Rusia – Ukraina, para pemimpin sepakat untuk memperkuat bantuan kepada Ukraina sekaligus memperluas sanksi terhadap Rusia. Ini merupakan salah satu hasil penting dari KTT kali ini.

Pada Jumat (19/5), Amerika Serikat menjadi negara pertama yang mengumumkan gelombang sanksi terbaru terhadap Rusia dengan Kementerian Keuangan AS yang menambahkan 22 individu dan 104 entitas ke dalam daftar sanksi. Sanksi baru ini bertujuan untuk memperlemah kemampuan penyulingan energi dan sistem keuangan Rusia. Pada saat yang sama, sanksi baru juga mengarah pada penutupan semua kemungkinan yang dapat digunakan untuk menghindari sanksi.

Selain itu, para pemimpin G7 juga akan berfokus dalam membahas isu bagaimana menghadapi meningkatnya ancaman militer dan paksaan ekonomi PKT.

Reuters yang berkesempatan melihat sebuah draf komunike G7 pada hari Jumat melaporkan, bahwa negara-negara G7 akan membela kepentingan mereka sendiri sambil mencari “hubungan yang konstruktif dan stabil” dengan Beijing.

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan : “Semua negara harus berkomitmen untuk menghormati peraturan internasional dan menerapkan kebijakan dengan cara yang menjamin keselamatan semua orang”.

Meskipun tidak berusaha memisahkan diri dari Tiongkok, tetapi menghilangkan ketergantungan ekonomi dan perdagangan dengan Tiongkok akan menjadi salah satu isi utama komunike bersama KTT G7.

Analis menyebutkan bahwa PKT tidak pernah berhenti memecah belah G7, termasuk merayu negara-negara anggota G7 untuk bergabung dengan Inisiatif One Belt One Road (OBOR). Namun, sebelumnya telah muncul laporan bahwa Italia, satu-satunya negara G7 yang berpartisipasi dalam proyek OBOR kemungkinan besar akan menarik diri.

Apakah Presiden AS Joe Biden mampu memanfaatkan KTT G7 kali ini untuk menyatukan sekutunya, dan sepakat untuk mengadopsi sikap yang lebih keras terhadap PKT juga mendapat perhatian tinggi dari dunia luar. (sin)