Pemberontakan Wagner Mendorong Xi Jinping Mempertimbangkan Kembali Konsekuensinya Menginvasi Taiwan

oleh Luo Tingting

Pemberontakan tentara bayaran Rusia Wagner Group mengejutkan masyarakat internasional dan memicu panasnya opini publik tentang konsekuensi yang harus diterima Beijing jika menginvasi Taiwan. Analis mengatakan bahwa pemberontakan tentara bayaran Rusia Wagner Group memaksa Xi Jinping untuk mempertimbangkan kembali rencananya untuk menyatukan Taiwan dengan kekuatan senjata.

Pada 24 Juni, Yevgeny Prigozhin, orang kepercayaan Presiden Putin yang kepala tentara bayaran Wagner Group, melancarkan pemberontakan dengan menduduki kota militer Rusia Rostov, dan terus bergerak maju sampai mendekati Moskow.

Namun sore itu, di bawah mediasi Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, Yevgeny Prigozhin bersedia menerima negosiasi dan memerintahkan tentara untuk kembali ke kamp di Ukraina.

Menurut laporan media Rusia, dakwaan makar yang diarahkan kepada Yevgeny Prigozhin sebelumnya akan dicabut, dan tentara Wagner akan diberikan kekebalan hukum, selain akan dilakukan pergantian personel di Kementerian Pertahanan.

Ketika Ukraina melancarkan serangan balasan besar-besaran, pembelotan Wagner yang tiba-tiba memicu berbagai diskusi tentang analogi antara invasi Putin ke Ukraina dan rencana Partai Komunis Tiongkok (PKT) menginvasi Taiwan.

Edward Wong, mantan koresponden “New York Times” untuk Tiongkok dalam pesannya di Twitter berbunyi : Jika Xi Jinping bersedia mengambil hikmah dari perang Rusia – Ukraina dan insiden pembelotan Wagner Group, maka sepantasnya ia mempertimbangkan kembali rencananya untuk menginvasi Taiwan. Bahwasanya dukungan pemerintah Biden kepada Ukraina telah menyebabkan situasi ini terjadi.

Aktivis pro-demokrasi Wang Dan men-tweet : Mungkinkah (pemberontakan) yang sedang terjadi di Rusia saat ini juga terjadi di Tiongkok begitu Xi Jinping melancarkan perang ?”

Ada netizen yang memberikan komentar : Sangat mungkin, saya yakin Xi Jinping khawatir setiap harinya.

Insiden pemberontakan Wagner Group juga memicu perbincangan hangat di media sosial Tiongkok. Netizen Tiongkok menyebut insiden itu sebagai “Pemberontakan An Shi” versi Rusia (Pemberontakan An Shi terjadi di era Dinasti Tang, dari 16 Desember 755 hingga 17 Februari 763, dengan jumlah korban mati mencapai 36 juta orang). Tulis netizen tersebut : “Apakah kalian tidak merasa bahwa Sergei Shoigu (Menhan Rusia) memainkan peran Yang Huozhong (kanselir terkemuka di era Dinasti Tang). Koki (Yevgeny Prigozhin) memainkan peran An Lushan (jenderal yang meluncurkan pemberontakan melawan Dinasti Tang), dan Putin sebagai Kaisar Tang Ming (memegang kekuasaan selama 43 tahun). Bahkan naskahnya saja hampir mirip lho !”

Selama Kaisar Tang Ming berkuasa, An Lushan, seorang jenderal etnis Xiongnu yang dipercaya oleh kaisar, tapi menjadi kekuatan separatis yang akhirnya memberontak dan menyebabkan kemunduran Dinasti Tang. Sedangkan Prigozhin dulunya adalah seorang kokinya Putin, yang “dipupuk kembangkan” oleh Putin kemudian diberikan kewenangan untuk membentuk tentara bayaran Wagner Group dan diangkat menjadi kepalanya, sekarang malah melancarkan pemberontakan ini.

Putin berpidato di televisi pada 24 Juni sore, mengatakan bahwa tindakan para pembelot itu sama saja dengan melakukan “penikaman dari belakang”, meski ia tidak menyebut nama Prigozhin.

Komentator urusan terkini Yue Shan mengatakan bahwa Putin telah dikhianati oleh Prigozhin, orang kepercayaannya selama bertahun-tahun. Tentu saja sebagai sekutunya Putin, Xi Jinping juga dapat merasakan induksinya.

Dalam artikel Yue Shan yang dimuat pada media “Epoch Times”, ia menyebutkan bahwa PKT mengandalkan laras senjata untuk membangun kekuasaannya, sementara Xi Jinping sekarang dalam upayanya untuk menstabilkan kekuasaannya demi menghalangi kekuatan yang anti-Xi juga mengandalkan militer. Meskipun Xi Jinping menancapkan orang-orang kepercayaannya di lingkungan militer, menggantikan para pembesar militer yang lama lewat putusan Kongres Nasional ke-20 tahun lalu, tetapi apakah Xi Jinping mampu mengendalikan hati dan pikiran para jenderal yang baru ia angkat ini ? Tidak mudah, bukan !?! 

Pada akhir 2021, dilaporkan bahwa Liu Yazhou, seorang Putra Mahkota Partai di lingkungan militer Tiongkok telah ditangkap secara diam-diam. Tahun ini, ada sejumlah media Hong Kong yang melaporkan kasus jenderal tersebut, namun sejauh ini belum ada berita yang dirilis secara resmi. 

Baru-baru ini, militer Tiongkok telah mengeluarkan surat pengumuman dengan kepala berita yang berfokus pada pengaturan interaksi sosial para kader pemimpin militer. Surat mendesak para kader pemimpin militer untuk secara terus menerus memurnikan lingkaran sosial, lingkaran kehidupan dan lingkaran pertemanan yang berada dalam lingkungan militer wilayah mereka.

Yue Shan mengatakan bahwa praktik semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, hal ini menunjukkan bahwa Xi Jinping masih belum bisa benar-benar percaya terhadap militernya. Jika Xi Jinping ingin memulai perang di Selat Taiwan, ini mungkin adalah bahaya tersembunyi terbesar yang ia miliki. (sin)