Cuaca Ekstrem Berdampak Terhadap Tujuan Swasembada Pangan Tiongkok

oleh Huang Yimei

New York Times melaporkan pada 26 Juni bahwa cuaca ekstrem yang terjadi di Tiongkok seperti suhu udara yang tinggi serta hujan badai yang melanda silih berganti, telah  mengancam keinginan pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Komentator menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan ujian berat epidemi, dunia luar lebih peduli terhadap bagaimana pihak berwenang Tiongkok dapat memberi makan sekitar 1 miliar rakyatnya.

Distribusi sumber daya air yang tidak merata antara wilayah utara dan selatan Tiongkok menyebabkan beberapa daerah berlahan pangan mengalami kekeringan, sedangkan lahan lainnya kebanjiran. 

The New York Times mengungkapkan bahwa lahan pertanian Tiongkok sudah menyusut karena urbanisasi yang cepat mencemari petak tanah yang luas dan pemerintah menjual tanah pedesaan kepada perusahaan pengembang untuk dijadikan tempat hunian.

Kota Zhengzhou di Provinsi Henan diguyur hujan terus menerus selama beberapa hari. Pada 29 Mei, gandum yang disimpan dalam rumah seorang kakek berusia 79 tahun di Kabupaten Zheng’an, Zhongmu terlihat mulai berkecambah. Namun, seorang kader desa Taiqian mengklaim bahwa perkecambahan gandum umum terjadi di desa tersebut. Kasihan kakek tua yang telah menanam empat atau lima mu gandum, panennya akan berkurang sepertiga dari yang semestinya.

Analis pertanian Tiongkok Ma Wenfeng mengatakan : “Pemerintah daerah kita tidak mengambil kepentingan rakyat sebagai pedoman, hal mana menyebabkan petani kita yang menderita kerugian. Artinya kualitas 20 juta gandum akan menurun, dan dampaknya adalah menurunnya pasokan gandum untuk konsumsi pangan. Jika kita mau berbuat sesuatu agar tidak merugikan kepentingan para petani, sehingga produktivitas pertanian kita bisa ditingkatkan, kita tidak hanya mampu berswasembada pangan, bahkan bisa mendapatkan uang. Tetapi pemerintah kita tidak memperhatikan kekuatan petani, sehingga produksi pangan kita terbelakang.”

Menurut laporan, rekor curah hujan pada Juni tahun ini telah menyebabkan banjir di Tiongkok selatan. Beberapa wilayah, termasuk kota-kota besar seperti Shanghai dan Beijing, telah mengalami panas luar biasa yang datangnya lebih awal, dengan suhu melebihi 41°C.

Curah hujan yang luar biasa tinggi menggarisbawahi bagaimana guncangan iklim mengancam tujuan Xi Jinping untuk mempromosikan swasembada pangan.

Pakar keuangan Taiwan Edward Huang mengatakan : “Sebenarnya pertanian adalah industri yang bergantung pada cuaca. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, suhu tinggi atau hujan badai sering tiba-tiba muncul di Tiongkok. Padahal, produksi pertanian Tiongkok secara keseluruhan sudah cukup ketat. Tapi yang menghadang di depan justru adalah cuaca ekstrem yang akan berdampak sangat besar terhadap stabilitas produksi biji-bijian Tiongkok.”

Untuk memastikan pasokan pangan, pada 26 Juni, pemerintah telah mengajukan undang-undang ketahanan pangan kepada Kongres Nasional untuk dibahas. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan Tiongkok masih menghadapi banyak masalah, seperti lahan subur yang kian menyempit, kualitas biji-bijian rendah, sulit untuk menstabilkan dan meningkatkan produksi biji-bijian, serta perlunya perbaikan pada sistem dan mekanisme cadangan pangan.

Edward Huang mengatakan : “Kalau sampai gandum, beras, dan kedelai gagal diswasembadakan, maka jadi masalah keamanan nasional yang sangat penting bagi pemerintah Tiongkok. Xi Jinping juga sudah tahu dan memperhatikan hal ini, tetapi Tiongkok menghadapi pukulan dari iklim ekstrem yang mempengaruhi jalannya swasembada pangan. Kita telah melihat fakta, bahwa di era dinasti dulu di Tiongkok, alasan yang sangat penting untuk keruntuhan adalah pemberontakan petani, atau bencana tahunan dan kelaparan yang menyebabkan situasi seperti itu. Jadi saya pikir untuk keamanan nasional Tiongkok, jika Anda tidak ingin melihat ada pemberontakan, maka satu-satunya cara adalah membuat agar 1,4 miliar rakyat tidak kelaparan.”

Ma Wenfeng mengatakan : “Sebenarnya tidak cuma petani yang menderita, tetapi penduduk di desa dan kota juga menderita. Lantaran mereka sudah kehilangan lapangan kerja. Berapa banyak penduduk yang menyandang pekerja fleksibel sekarang ? Tahukah Anda apa itu pekerja fleksibel ? Yaitu orang yang tidak punya penghasilan, tetapi harus membayar sendiri jaminan sosial kepada pemerintah. Inilah para pekerja fleksibel. Sudah menjadi pengangguran, kehilangan penghasilan tetapi guna memastikan agar dana pensiun kelak tetap bisa diperoleh, sekarang premienya tetap harus dibayar”.

Ujian yang lebih berat daripada epidemi, dunia luar lebih peduli tentang bagaimana PKT dapat memberi makan 1,4 miliar penduduknya. Informasi tentang kuantitas dan kualitas yang tepat dari stok persediaan pangan Tiongkok dikategorikan sebagai rahasia negara, sehingga sulit bagi pihak luar untuk mengukur stabilitas pasokan bahan pangan di Tiongkok, kata laporan itu. (sin)