Protes Membisu Kawula Muda di Tiongkok,  Dari “Telentang” hingga ‘Empat Tidak’ 

Chen Yuexiu

Baru-baru ini, survei khusus tentang “Status Perkembangan Muda-mudi Guangzhou” yang digelar oleh Komite Kota Guangzhou Liga Pemuda Komunis menunjukkan bahwa hampir 10% mahasiswa dan pekerja muda memenuhi karakteristik “empat tidak”. Empat tidak adalah: Tidak berpacaran, tidak menikah, tidak membeli rumah, dan tidak memiliki anak. Ini adalah gelombang mode baru lainnya di kalangan anak muda di Daratan Tiongkok setelah “involution“, “telentang”, dan “pembiaran”.

Memilih “Empat Tidak” adalah perlawanan diam-diam kaum muda

Selama tiga tahun lockdown epidemi, tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok hampir turun ke level terendah dalam setengah abad ini, tingkat pengangguran kaum muda telah melebihi 20%. Kaum muda modern di RRT tidak melihat adanya harapan, dan tidak dapat melihat masa depan, sehingga penyebaran cepat dari “kaum muda empat tidak”, telah membentuk gelombang demi gelombang arus perlawanan diam nan putus asa.

Artikel “Saat ini fenomena ‘kaum muda empat tidak’ di kota kita sedang marak, direkomendasikan mengambil berbagai langkah untuk memperkuat pembangunan kota yang berorientasi pada pengembangan kaum muda” yang beredar di internet dicurigai dirilis oleh Komite Liga Pemuda Komunis Kota Guangzhou, yang diantaranya mengatakan bahwa dari pengumpulan 15.501 kuesioner yang valid, telah ditemukan, mahasiswa dan pekerja muda yang memenuhi karakteristik “empat tidak” berjumlah 1.215 orang.

Seorang netizen baru-baru ini berkata, “Saya seorang pria muda empat tidak, tidak mencari pacar, tidak menikah, tidak membeli rumah dan tidak menginginkan anak. Modal untuk berpacaran terlalu tinggi sekarang. Semua sikap dan ketulusan harus diakumulasikan dengan uang. Bukannya saya tidak mau bekerja keras, karena kerja keras tidak ada hasilnya. Sekarang involution begitu serius, pemerintahan RRT agak tidak berdaya. Cinta kebapakan paling besar dari saya adalah bahwa saya tidak akan membiarkan anak-anak saya datang ke dunia ini.”

Linghu Changbing (23), yang pergi ke Amerika Serikat pada tahun lalu, mengenang kondisi kehidupan di Tiongkok sebelum mewabahnya COVID-19 yakni pada masa 2019-an, ia mengatakan bahwa bukannya tidak ingin tidak mencari pasangan – membeli rumah – menikah dan punya anak, melainkan ia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mencapai cita-cita tersebut.

“Waktu itu saya sama sekali belum ada waktu untuk mencari pacar, karena jam kerjanya dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam, bahkan terkadang sampai jam 11 atau 12 tengah malam. liburan setiap bulan hanya sedikit, gaji lebih sedikit lagi, konsumsi sulit, tidak ada interaksi sosial, lebih-lebih jangan berpikir membeli rumah, dan mengatakan bahwa fenomena ‘pemuda empat tidak’ kebanyakan terkonsentrasi di kota, itu justru dikarenakan persaingan di perkotaan semakin ketat.”

Huang Yicheng, seorang pemuda Daratan Tiongkok yang dianiaya karena berpartisipasi dalam “Gerakan Kertas Putih” di Daratan Tiongkok, menunjukkan bahwa banyak rekannya yang lulus dari sekolah Ivy League bergengsi di Amerika Serikat kembali ke Tiongkok dan menjadi “kaum muda empat tidak” yang mendekam di rumah, meskipun latar belakang pendidikannya cukup menonjol, namun saat ini ekonomi Tiongkok merosot dan tingkat pengangguran melejit, mereka juga sangat sulit menemukan posisi mereka sendiri.

Tidak menikah, tidak melahirkan anak, Jumlah Bayi Baru Lahir di Tiongkok Mencapai Titik Terendah Baru

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Urusan Sipil Tiongkok pada Juni lalu, jumlah pencatatan pernikahan di Daratan Tiongkok pada tahun lalu mencapai 6,833 juta pasang, rekor terendah sejak 1986. Hingga 2022, jumlah bayi baru lahir di Tiongkok telah menurun tajam selama enam tahun berturut-turut, dan pada 2022, jumlah bayi baru lahir telah menurun ke level terendah baru sejak 60 tahun terakhir, hanya 9,56 juta, diperkirakan tahun ini tidak akan melebihi 8 juta anak.

Anak muda yang seharusnya penuh semangat, dipenuhi harapan dan cita-cita memilih untuk tidak menikah hanya karena tidak tahan dengan tekanan hidup. Ma Rui, seorang pemuda dari Hohhot, Provinsi Mongolia Dalam berkata bahwa saat ini anak muda tidak lagi bisa dibodohi, kehidupan sendiri saja sulit untuk dilewati, jika memiliki anak, lalu bagaimana saya bisa merawat mereka.

Ma Rui berkata: “Generasi sebelumnya lantaran dicuci otak oleh Mao Zedong (dibaca: mao ce tung), harus memiliki banyak anak dan menganggap perempuan sebagai alat reproduksi saja, dan ketika mereka merasa jumlahnya sudah cukup, lalu mereka menerapkan kebijakan keluarga berencana. Anak muda saat ini mungkin telah menyaksikan banyak hal, dan tidak mau lagi diarahkan oleh nilai-nilai partai komunis, atau rumor yang disebarkan oleh media berita, mereka hanya percaya pada kenyataan, dapat menjalani kehidupan sendiri dengan baik sudah cukup, mengenai menikah atau tidak, biarlah mengikuti keadaan secara wajar.”

Tuan Gao dari Shenzhen (36) hingga kini belum menikah, ia menyatakan, “Beberapa tahun lalu, para bibi saya sering mendesak-desak, tetapi mereka sekarang tidak lagi mendesak saya, mereka menyuruh saya menjaga diri sendiri dan mengatur kesehatan tubuh sendiri sudah cukup.”

Tuan Liu, penanggung jawab ruang biliar di Provinsi Guangdong menyatakan: “Ketika Anda menikah dan memiliki anak, Anda diperbudak oleh orang lain. Karena kawula muda zaman sekarang melihat usia mereka yang belia dan melihat bahwa mereka tidak tahu bagaimana berbicara, tetapi mereka sangat memahami di dalam hati, dan menyadari bahwa mereka adalah budak, mereka adalah obyek yang disalah-gunakan. Mereka tidak ingin bekerja, tidak ingin menikah dan punya anak, mereka tidak mau melakukan apa-apa lagi, mereka mengerti dengan sangat baik.”

Meningkatkan indeks kebahagiaan Anak muda tidak mau menjadi budak rumah dan tidak membeli rumah

Sebuah postingan yang beredar luas di Daratan Tiongkok tertulis: Anda menghasilkan 20.000 yuan sebulan, Anda dahulu memiliki pinjaman selama 30 tahun dan tidak mampu lagi membeli apartemen dua kamar tidur di kota lapis kedua, misalnya sudah terlanjur beli masih harus mengalami penurunan harga, keuangan keluarga amat sangat rapuh, satu keluarga tiga orang semua harapan ditumpukan pada ujian masuk perguruan tinggi anak dan real estat. Sekarang Anda menghasilkan 20.000 RMB sebulan, jika Anda mengubah gaya hidup Anda, Anda akan menemukan bahwa 20.000 RMB adalah jumlah uang yang sangat besar, apabila Anda membelanjakan semuanya setiap bulan, Anda akan dapat meningkatkan indeks kebahagiaan Anda, asalkan Anda mengenali dengan tepat tiga prasyarat utama yakni ‘tidak beli rumah, tidak menikah dan tidak memiliki anak’.

Tuan Gao dari Shenzhen berkata: Saya dulu kenal sepasang suami-istri dengan pendapatan tinggi, dan mereka membeli rumah seharga beberapa juta yuan, dengan pendapatan yang stabil, mereka dapat melunasi hipotek, serta kehidupan kecil mereka tidak buruk. Tetapi sekarang lingkungan ini memburuk dan pekerjaan hilang, maka bank akan memutus pasokan, semua pembayaran dalam beberapa tahun terakhir telah tiada, tidak ada apa-apa lagi, apalagi orang-orang seperti kita.”

Sulit mencari pekerjaan, menghadapi pengangguran setelah lulus

Foto kelulusan beberapa mahasiswa tahun ini tidak lagi dengan bangga menunjukkan sertifikat kelulusan mereka, juga tidak dengan senang hati melemparkan topi wisuda mereka ke udara, sebaliknya ditampilkan beraneka ragam gaya ‘pembiaran’ dan ‘telentang’.

“Sulit mencari pekerjaan setelah lulus tahun ini? Baiklah! saya akan melakukan pembiaran, tinggal di rumah dan menonton TV sepanjang hari.” Tulis seorang netizen yang sedang berjuang mencari pekerjaan.

Ada netizen yang menulis: “Saya merasa masa muda saya benar-benar tidak berharga sama sekali, dan saya terus bertanya-tanya mengapa saya hidup, terasa sangat mati rasa!”

Penyanyi country ala Daratan Tiongkok Li Zhi menyanyikan lagu “Mereka They”, dengan lirik: “Mereka menunjuk ke kiri, mereka menunjuk ke kanan, mereka memiliki rumah besar sepanjang hidup mereka; kami tidak boleh mengatakan, kami tidak boleh melakukan, betapa indahnya kehidupan kami; kami tidak membuat onar, kami tidak gantung diri, begini saja masih tidak termasuk tulus dan jujur.”

Pada 2016, Alice Iron, yang lulus dari perguruan tinggi teknik di Chengdu, Provinsi Sichuan, jurusan arsitektur, mengakui dirinya sebagai “pemuda empat tidak”, dan pada 2019, ia bekerja di sebuah perusahaan real estate kecil di Chongqing. Ia berkata: “Tahun 2020 baik-baik saja. Sejak 2021, gaji subkontraktor mulai ditunggak, demikian pula, gaji karyawan unit A kami juga ditunggak. Selama periode ini, juga ada PHK, dan PHK pertama adalah insinyur lanskap. Kemudian pada paruh kedua 2022 mulai menunggak gaji, saya sejak awal sudah tak tahan dengan tunggakan gaji, lalu saya mengundurkan diri.” 

“Enam bulan selanjutnya adalah hari mencari kerja dengan penuh susah payah, dan awalnya saya ingin masuk BUMN, tapi belakangan asalkan diterima perusahaan apa saja sudah cukup. Orang tua saya setiap hari memaksa saya untuk mengikuti ujian umum, ujian kejuruan dan ujian wajib militer, pelamar profesional dari kejuruan saya luar biasa banyak, pada dasarnya 200 – 300 orang bersaing untuk mendapatkan satu pekerjaan, tetapi saya gagal lulus setelah dua tahun ikut ujian.”

Resesi ekonomi Tiongkok membuat kaum muda tidak melihat harapan

Lin Zhou (nama samaran), mantan reporter sebuah surat kabar di Daratan Tiongkok menyatakan, “Ekonomi Tiongkok sudah dalam resesi, terutama masalah pekerjaan bagi kaum muda sangat serius. Anda bekerja keras juga tidak bisa, ini adalah kenyataan dari hidup di Tiongkok, dan sangat menyedihkan. Kaum muda empat-tidak adalah manifestasi dari sejenis telentang. Mentalitas seperti ini telah mengubah sikap kehidupan sebelumnya, maka itu ia tidak dapat melakukan keseluruhan pekerjaannya, maka lantas langsung merebah telentang.”

Huang Jinqiu, seorang profesional media senior di Tiongkok menyatakan bahwa bonus dari reformasi dan keterbukaan di masa lalu telah sirna. Sedangkan kebijakan sekarang kebanyakan harus kembali ke era ekonomi terencana Mao Zedong, maka banyak anak muda tidak melihat adanya harapan.

Huang Jinqiu berkata: “Lingkungan saat ini adalah modal asing dan perusahaan asing sedang hengkang, hubungan RRT-AS juga tidak terlalu baik, dan Eropa pun ingin decoupling (melepaskan keterkaitan ekonominya) dari Tiongkok. Perusahaan swasta dan banyak orang kaya Tiongkok juga telah pergi ke Amerika Serikat. Ada banyak anak muda dan kelas menengah juga menempuh jalur imigran gelap dari Amerika Selatan menyelundup ke Amerika Serikat.”

Huang Jinqiu percaya bahwa dalam keadaan seperti itu, kaum muda merasakan bahwa berjuang pada akhirnya hanya bisa menjadi korban sistem ekonomi di Tiongkok. Hanya bisa menjadi manusia kelas paria, selesai berjuang toh juga akan menjadi manusia kelas paria, jadi tidak ada artinya, maka banyak anak muda lantas memilih telentang.

Ji Feng, seorang komentator politik di Beijing menyatakan bahwa banyak teman artisnya di Songzhuang bahkan tidak mampu membayar uang sewa rumah, jadi mereka tak henti-hentinya pindah ke arah Provinsi Hebei dan Yanjiao (kota di sebelah timur tak jauh dari Beijing. Red.). Karena lukisannya tidak laku dijual, begitu ekonominya berantakan, maka tidak ada bos yang membeli lukisan, jadi sang pelukis tak mampu bertahan hidup, apa lagi yang bisa dilakukannya, selain pergi ya tetap harus pergi, saat ini bisa bertahan hidup saja sudah lumayan baik. 

“Coba Anda bertanya kepada kaum muda secara pribadi, kebanyakan dari mereka akan memberi tahu Anda bahwa mereka sudah putus asa terhadap era ini. Mereka sudah tidak dapat lagi melihat harapan, tidak ada harapan sama saja dengan putus harapan, apabila kita masih seperti ini, mungkin dua atau tiga generasi setelah generasi ini tetap tidak memiliki solusi.”

Kaum muda Tiongkok telah kehilangan kepercayaan diri akan masa depan dan tidak melihat harapan, tetapi mereka juga tidak berdaya untuk mengubah situasi ini. Oleh karena itu, mereka hanya dapat melampiaskan ketidakberdayaan dan ketidakpuasan diri melalui “telentang”, “pembiaran” dan “empat tidak”. Seperti yang dikatakan oleh Zhang Ailun, seorang mahasiswi internasional di University of Sydney di Australia: “Ini dapat dianggap semacam revolusi! Semacam perlawanan kaum muda dalam situasi keputus-asaan! Ini mirip dengan jenis non-kooperasi, tetapi juga tidak melawan. Karena semua orang mengetahui bahwa perlawanan itu terlalu sulit, revolusi pertumpahan darah terlalu sulit.” (Lin/Whs)