Gejolak Pilpres AS, Sayap Kiri Mengacau, Trump Ambil Peluang

Chu Yiding

Jika dibuka taruhan pada Pilpres AS (Amerika Serikat) 2024, Anda bertaruh siapakah yang akan menang? Apakah Donald Trump? Atau Joe Biden? Tentu saja, Anda mungkin bukan seorang penjudi. 

Tapi terlepas dari bertaruh atau tidak, hingga saat ini, kekuatan ekstrem kiri yang mendukung Biden dan kelompok kampanye pendukung Trump, sedang menggunakan strategi berbeda dalam melakukan pertaruhan milenial ini. Tentu Anda tidak perlu ikut bertaruh, tetapi strategi kedua belah pihak dan kunci penentu kemenangan pertaruhan ini tidak boleh tidak, perlu Anda ketahui.

Masih ada waktu lebih dari sepuluh bulan dari Pilpres AS 2024, tapi sepertinya sekarang tidak seorang pun yang tidak sepakat: Proses pilpres mendatang akan menjadi yang paling kompleks dan paling sengit sepanjang sejarah Amerika Serikat. 

Tentu, masyarakat AS sekarang ini juga sedang berada dalam kondisi perpecahan sayap kiri dan sayap kanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini pulalah, pertaruhan antara Trump dengan Biden pun menjadi memungkinkan.

Di AS saat ini, seharusnya kelompok orang yang tidak menyukai Biden tidak lebih sedikit daripada orang yang tidak menyukai Trump, kedua belah pihak sedang bersaing ketat. 

Di satu sisi mencaci Trump gila, di sisi lain menertawakan Biden bodoh. Baik si gila maupun si bodoh, suatu realita yang tidak bisa diabaikan saat ini adalah, Washington DC sebagai pusat politik dunia, siapapun yang menduduki Gedung Putih di tahun 2025, setiap keputusan yang ditentukannya akan berdampak pada seluruh pelosok dunia, bahkan pada setiap individu. Itulah sebabnya, adakah alasan bagi Anda untuk tidak mengamati pilpres ini?

Situasi Mendasar Pilpres 2024 di AS

Capres dari Partai Demokrat yang moderat yakni Robert F. Kennedy Jr. telah mengumumkan bahwa ia akan mencalonkan diri sebagai calon independen dalam pilpres tahun depan, jadi bisa dipastikan Biden akan menjadi capres Partai Demokrat. Sementara itu menengok lagi pada Partai Republik, hingga kini masih ada belasan kandidat yang bersaing ketat. Diperkirakan perebutan kualifikasi capres Partai Republik setidaknya masih akan berlanjut hingga Maret tahun depan.

Namun satu fenomena yang menarik adalah, hingga saat ini, terhadap seluruh perdebatan awal capres internal partai yang diadakan oleh Partai Republik, tidak satupun dihadiri oleh capres Donald Trump. Dalam kondisi absen dari perdebatan itu, tingkat dukungan terhadap Trump justru jauh lebih tinggi daripada pesaingnya di dalam partai. 

Faktanya, dukungan terhadap Trump tidak hanya yang tertinggi, bisa dikatakan melampaui semuanya, sampai para pesaingnya hanya bisa menatap pasrah. Dengan kata lain, yang diperebutkan oleh para pesaingnya hanya posisi sebagai cawapres, atau hanya sebagai rekan kampanye Trump saja.

Sementara dalam perbandingan lintas partai, dukungan jajak pendapat bagi Trump maupun Biden sudah cukup lama dalam kondisi hampir berimbang secara stagnan. Dengan kekuatan imbang keduanya, Robert F. Kennedy Jr mengumumkan pencalonan dirinya secara independen, hal ini semakin menambah faktor ketidak-pastian dalam kampanye pilpres ini.

Tidak sedikit orang menilai bahwa pencalonan Kennedy mungkin akan mengambil alih sebagian suara dari Partai Demokrat, sehingga berdampak buruk bagi Biden. Tapi ini hanya semacam ungkapan yang optimis saja. Karena di internal Partai Republik orang yang tidak mendukung Trump pun belum tentu lebih sedikit daripada di internal Partai Demokrat. Sedangkan latar belakang Kennedy yang moderat dari Partai Demokrat, besar kemungkinan tidak hanya menarik tidak sedikit warga pemilih Partai Demokrat yang moderat, tapi juga akan menarik tidak sedikit warga pemilih Partai Republik yang moderat pula.

Dalam sejarah pilpres AS, capres independen pada dasarnya tidak berpeluang menang, tapi mungkin malah akan menjadi variabel yang dapat mengubah hasil pemilu. Ross Perot yang mencalonkan diri dengan status pengusaha pada 1992 adalah capres independen yang paling kuat sepanjang sejarah AS, Perot berhasil meraih hampir 20% dari total suara dalam pemilu. 

Walaupun tidak terpilih, bahkan tidak memenangkan satu pun negara bagian, tetapi pada umumnya masyarakat menilai, Perot telah merebut tidak sedikit suara dari Presiden George Bush yang mencalonkan diri untuk menjabat kembali kala itu, sehingga Bill Clinton berhasil meraih kemenangan.

Akan tetapi, Pilpres AS 2024 akan menghadapi kondisi perpecahan sayap kiri dan kanan yang belum pernah terjadi dalam sejarah masyarakat AS. Antara kaum konservatif yang ekstrem dengan kekuatan ekstrem kiri saling bertentangan dan tak dapat diredakan, kondisi semacam ini mungkin akan menjadi peluang yang tak pernah ada sebelumnya bagi Kennedy yang berhaluan tengah. 

Pada tahun 1992, baik Clinton maupun Bush adalah capres moderat, hanya saja yang satu cenderung berhaluan kiri dan yang lain cenderung berhaluan kanan. Masyarakat arus utama AS pada masa itu juga mayoritas berhaluan tengah, sedangkan kedua sisinya lebih minor. Jadi munculnya Perot yang berhaluan kanan itu, tentu saja merebut sebagian suara Bush, sehingga membuat hasil pemilu lebih condong ke haluan kiri.

Tahun 2024 akan sangat berbeda dengan 1992. Faksi moderat pada internal Partai Republik mungkin akan memberikan suara kepada Kennedy karena tidak menyukai Trump. Sementara faksi tengah pada Partai Demokrat juga mungkin akan memberikan suara kepada Kennedy karena usia Biden sudah terlalu tua. Tapi fakta menunjukkan, rasio internal Partai Republik yang menyukai Kennedy selama ini lebih tinggi daripada rasio internal Partai Demokrat yang menyukai Kennedy.

Apakah capres independen akan menjadi kuda hitam yang mendobrak rintangan pada Pilpres AS 2024 ini, memang patut untuk dicermati.

Sayap Kiri dan Trump Unjuk Kehebatan

Kaum sayap kiri AS tidak menyukai Trump, semua orang tahu itu. Untuk mencegah terpilihnya Trump, kaum sayap kiri telah mengajukan empat kali gugatan hukum terhadap Trump. Keempat gugatan hukum itu bila satu saja berhasil, maka akan berdampak sangat serius terhadap kampanye Trump, bahkan Trump sendiri akan terancam dipenjara karenanya. Oleh karena itu, tak sulit dilihat strategi sayap kiri adalah mengacaukan situasi. Mengadakan proses peradilan untuk menyibukkan Trump, yang dapat berdampak pada arah kampanyenya.

Trump yang berlatar belakang pengusaha itu, dalam kampanyenya malah memanfaatkan cara-cara di bisnis dalam menghadapi tantangan dari kaum sayap kiri tersebut. Strategi Trump adalah meminjam ayam untuk menghasilkan telur. Trump meminjam proses peradilan dari kaum kiri, untuk memperoleh dukungan internal Partai Republik bagi dirinya, sehingga memenangkan pilpres primer internal Partai Republik.

Tolong tanya, siapakah capres paling ideal menurut hati nurani warga pemilih Partai Republik? Tentu saja adalah presiden yang mampu mengemban tanggung jawabnya, sekaligus yang paling dapat memenangkan hati warga pemilih. Trump telah memiliki prestasi politik selama empat tahun menjabat, yang telah membuktikan kepada para warga pemilihnya bahwa dirinya mampu mengemban jabatan tersebut. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun capres dari Partai Republik yang mampu menandingi Trump. Itu sebabnya, tugas Trump yang tersisa adalah, membuktikan kepada warga pemilih Partai Republik, bahwa dirinya merupakan lawan yang paling ditakuti oleh Partai Demokrat.

Aslinya, di dalam prosedur kampanye normal, Trump seharusnya menghadiri forum perdebatan capres internal partainya, untuk meraih keyakinan warga pemilih atas kemenangan dirinya dalam pilpres nanti. Tetapi justru pada saat ini, Trump diharuskan menghadapi serangkaian gugatan dari kaum sayap kiri. 

Kaum sayap kiri mengira, gugatan hukum dan perebutan pencalonan internal partai akan memaksa Trump berperang pada dua fron, serta terjepit dari depan dan belakang. Tetapi tak disangka Trump lihai dan berani, ia memilih meninggalkan ajang perdebatan internal partainya, dan mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menghadapi proses hukum dari kaum sayap kiri.

Jalan pemikiran Trump sederhana saja, juga sangat langsung: Kaum sayap kiri telah membuat empat gugatan sekaligus terhadap dirinya, hal ini membuktikan di antara semua capres Partai Republik, yang paling ditakuti oleh Partai Demokrat adalah Trump. Semakin kaum sayap kiri takut padanya, justru semakin membuktikan semakin besar pula kemungkinan dirinya akan menang. Jadi, warga pemilih internal partai akan semakin mendukung dirinya.

Asalkan dalam proses peradilan itu Trump dapat membuktikan bahwa dirinya telah ditindas secara politik oleh kaum sayap kiri, maka akan cukup untuk meyakinkan warga pemilih bahwa dirinya adalah capres yang paling memungkinkan untuk mengalahkan Biden. Yang diperoleh Trump dengan cara ini adalah, selain mendapatkan suara keyakinan dari internal Partai Republik, juga mendapatkan suara simpati. 

Dalam keseluruhan prosesnya, untuk mempromosikan dirinya Trump sama sekali tidak perlu mengeluarkan biaya kampanye seperti capres Partai Republik lainnya. Di mata warga pemilih Partai Republik, pemberitaan sayap kiri pada kasus gugatan itu adalah bagian dari penindasan politik sayap kiri terhadap Trump. Padahal yang dilakukan oleh kaum sayap kiri adalah promosi terbaik bagi Trump.

Tentu saja, cara semacam ini juga sangat berisiko bagi Trump. Tetapi pengusaha yang sudah sekian lama berkiprah di ajang bisnis itu paham, risiko yang tinggi menandakan hasil yang tinggi pula. Satu demi satu gugatan hukum dari kaum sayap kiri, membuat Trump memperoleh dukungan yang jauh melampaui semua pesaingnya di Partai Republik. 

Jadi, strategi Trump meminjam ayam menghasilkan telur, hingga kini telah membuat permainan memperkeruh suasana oleh kaum sayap kiri ini sulit untuk berhasil.

Intinya, antara kaum sayap kiri dengan Trump, risiko yang dimainkan oleh kedua pihak tidak kecil, keduanya sedang bertaruh besar untuk melihat siapa yang akan tertawa paling akhir nanti. (sud/whs)