Seiring Memburuknya Hubungan AS-Tiongkok, Kemungkinan Terlibat Perang di 2024 Telah Menurun?

DR Xie Tian

Sebuah laporan riset yang dipublikasikan oleh suatu wadah pemikir AS menjelaskan bahwa pada 2024 ini kemungkinan AS dan Tiongkok terlibat dalam perang telah menurun. Walaupun hubungan AS-Tiongkok sejak beberapa tahun lalu terus memburuk, tetapi hanya ditinjau dari pertemuan Biden dan Xi Jinping di San Francisco, berikut saling berkunjung antara sejumlah pejabat kabinet, lantas dinilai bahwa kedua negara telah efektif mengatasi perselisihan, sehingga menurunkan kemungkinan timbulnya konflik militer? Kesimpulan ini sepertinya masih terlalu dini, dan hal ini merefleksikan pemahaman yang masih kurang di kalangan wadah pemikir dan kaum intelek AS terhadap sifat asli PKT (Partai Komunis Tiongkok).

Persis setelah tahun baru 2024, Komando Palagan Selatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) PKT pada Rabu 3 Januari lalu mengumumkan, PLA akan mengadakan “patroli rutin” selama dua hari yakni pada Rabu dan Kamis (3 dan 4 Januari) di Laut Tiongkok Selatan. Sedangkan pada hari yang sama, pihak militer Filipina mengumumkan, AS dan Filipina akan mengadakan pelayaran patroli bersama yang diikuti oleh kapal induk AS, situasi di perairan itu pun kembali menegang. 

Menurut pengumuman militer Tiongkok pasukan palagan dalam kondisi siaga penuh, “Gigih mempertahankan keamanan kedaulatan negara dan hak maritim”. Mereka juga memperingatkan, “Setiap aktivitas militer yang mengacaukan Laut Tiongkok Selatan dan menciptakan titik panas sudah dalam kendali.” Akun Weibo milik Komando Palagan Selatan RRT telah mempublikasikan foto rudal balistik serial Dongfeng, yang dibubuhi dengan tulisan “berjalan setiap hari, tak gentar berapapun jarak yang ditempuh; berbuat setiap hari, tak gentar berapapun banyak peristiwa”. 

Rudal balistik RRT tentu bukan mengincar negara-negara yang mendeklarasikan sebagian atau seluruh kedaulatannya di Laut Tiongkok Selatan seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan, melainkan fokus mengincar AS.

Rabu lalu pihak militer Filipina mengumumkan, berdasarkan Mutual Defense Treaty (MDT) antara Filipina dengan Amerika Serikat, kedua negara akan mengadakan patroli gabungan selama dua hari di Laut Tiongkok Selatan. Kapal yang berpatroli termasuk kapal induk AS, berikut kapal jelajah dan kapal perusaknya. Ini adalah patroli gabungan AS-Filipina yang kedua dalam kurun waktu kurang dari dua bulan. Latihan sebelumnya diadakan pada November 2023, dan berdurasi tiga hari di dekat perairan Taiwan dan wilayah perairan Laut Filipina Barat (Mer de Luçon, red.)

Berdasarkan “Traktat Pertahanan Bersama Republik Filipina – Amerika Serikat” yang telah ditandatangani sejak Agustus 1951, kedua pihak berjanji akan mempertahankan serta mengembangkan kemampuannya dalam “menangkal serangan bersenjata” dengan cara “saling membantu satu sama lain”; dan, apabila salah satu pihak mengalami “serangan bersenjata” dari pihak ketiga, maka kedua negara akan berunding, dan mengambil tindakan untuk “menghadapi bahaya bersama”. Penasihat keamanan nasional Filipina yakni Eduardo Ano menekankan, patroli gabungan AS-Filipina masih akan terus berlanjut di masa mendatang. Oleh sebab itu, tidak hanya jika Taiwan bermasalah, atau Jepang bermasalah, berarti AS akan bermasalah; ternyata jika Laut Filipina Barat bermasalah, berarti AS juga bermasalah.

Pihak militer Filipina mengumumkan, berdasarkan MDT antara Filipina dengan AS, kedua negara akan mengadakan patroli gabungan selama dua hari di Perairan Filipina, kapal yang berpatroli termasuk kapal induk AS, berikut kapal jelajah dan kapal perusaknya. Foto: Pada 31 Desember 2023, kapal serbu amfibi kelas Wasp USS Bataan (LHD 5) berlayar berdampingan dengan kapal induk terbesar di dunia USS Gerald R. Ford (CVN 78) di Laut Mediterania. (Foto Angkatan Laut AS oleh Spesialis Komunikasi Massa Kelas 2 Nolan Pennington)

Wadah pemikir dari Washington DC yakni Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Rabu (3/1) lalu telah melakukan prediksi arah perkembangan hubungan AS-RRT di tahun 2024. Judul laporan evaluasi tersebut adalah “US-China Relations in 2024: Managing Competition Without Conflict”. Penulis laporan itu yakni Scoot Kennedy yang juga pakar kebijakan industri Tiongkok menilai, meskipun sejak 2018 hingga 2023 hubungan AS-Tiongkok terus memburuk akibat perang dagang, pandemi Covid-19, persaingan teknologi, kedaulatan Laut Tiongkok Selatan, masalah Taiwan dan lain sebagainya, pertemuan Biden dan Xi Jinping pada November tahun lalu di San Francisco, “cukup berhasil dalam menyampaikan sinyal bahwa kedua negara dapat mengatasi perselisihan secara efektif”. Oleh karenanya Kennedy beranggapan, meskipun persaingan kekuasaan global kedua negara akan terus berlanjut, tetapi jejaring pengaman juga sedang dibentuk, ini dapat membuat kedua belah pihak berpeluang mencegah akibat yang bersifat bencana karena keterlibatan dalam perang. Kennedy juga menjelaskan, pada tahun ini kedua negara “masih harus melakukan upaya diplomasi yang aktif, agar dapat menghindari semakin retaknya hubungan bilateral ini lebih lanjut”.

DR Kennedy menyandang gelar master di bidang riset Tiongkok dari School of Advanced International Studies di Johns Hopkins University (JHU) dan gelar doktor ilmu politik dari George Washington University, dan pernah mengajar di Indiana University selama 14 tahun. Selama tiga dasawarsa terakhir ia kerap berkunjung ke Tiongkok, mengunjungi ribuan pejabat negara, petinggi perusahaan, pengacara, organisasi nirlaba, serta para akademisi Tiongkok, karya tulisnya sangat kaya. 

Namun dalam hal pandangannya terhadap hubungan AS dan RRT, penulis menilai Kennedy terlalu optimis. Ia memprediksi dari 2024 dan seterusnya hubungan AS-RRT akan terhindar dari perpecahan, juga berasumsi bahwa PKT akan seperti AS, yang akan “berupaya melakukan diplomasi secara aktif”, kesimpulan ini sepertinya terlalu berangan-angan, asumsi ini juga mungkin tidak akan pernah terjadi.

Pertemuan Xi Jinping dengan Biden selama KTT APEC di San Francisco, adalah akibat dari kehangatan Biden yang ditanggapi dengan sikap dingin Xi Jinping. Sudah sejak lama pihak AS menyatakan ingin mengadakan dialog bilateral, sementara PKT tidak juga memberikan tanggapan, hingga detik-detik terakhir baru memastikan bahwa Xi Jinping akan menghadiri KTT APEC di AS.

Selain itu, pihak AS membawa harapan yang sangat besar pada dialog tersebut, serta berharap dapat meyakinkan Xi Jinping agar RRT berpihak pada AS, dan berhenti mendukung Rusia dalam Perang Rusia-Ukraina; tetapi PKT sama sekali tidak mau mengalah, kedua belah pihak bahkan tidak dapat mencapai pernyataan bersama. Secara terbuka pihak PKT menyatakan kunjungan Xi Jinping ke AS itu adalah kunjungan kerja, dan menghadiri KTT APEC itu justru hanya faktor sampingan.

AS tidak mendapatkan janji PKT untuk berhenti membantu Rusia dalam hal ekonomi dan militer, PKT juga tidak mendapatkan janji AS untuk mencabut tarif masuk dan sanksi teknologi serta melonggarkan kepungan militer. Sementara itu dari informasi yang diungkap pasca KTT APEC tersebut banyak kalangan mengetahui, Beijing yang berharap agar AS dapat menyediakan bantuan senilai 900 milyar dolar AS (13.963 triliun rupiah, kurs per 08/01) untuk membantu mengatasi masalah finansial dan ekonomi Tiongkok yang tengah hancur, juga tidak dapat terwujud.

Di mata PKT, hubungannya dengan AS sudah hancur total, di tahun terakhir masa pemerintahan Biden sudah tidak ada lagi tanda-tanda membaik, bagaimana mungkin kedua pihak akan “melakukan upaya diplomasi secara aktif” di tahun 2024? Tak hanya itu saja, 2024 adalah tahun pemilu penting bagi lebih dari 30 negara dunia termasuk pilpres Taiwan, pilres AS, dan pilpres Rusia. Pemilu presiden di Rusia diperkirakan tidak terlalu banyak variabel. 

Pemilu Taiwan  digelar pada 13 Januari, jika pilpres dimenangkan “pasangan Bi-Te” (makna harfiah: pasangan moral indah, red.) yakni Lai Ching-Te dan Hsiao Bi-Khim, maka hubungan dan kebijakan PKT terhadap Taiwan mungkin akan mengalami perubahan sangat besar, dan kemungkinan invasi militer RRT terhadap Taiwan pun akan meningkat, yang akan semakin memperburuk perseteruannya dengan AS. 

Hasil pilpres AS akan terungkap pada November mendatang, jika tidak ada kecurangan pemilu, Trump berpeluang menjabat kembali, dan hubungan Washington-Beijing akan semakin cepat mengarah pada konfrontasi baru; perang antara kebajikan melawan kejahatan dimana seluruh dunia sedang melawan komunisme dan kekuatan jahat, akan memasuki suatu fase baru. Kehancuran PKT di tahun 2024 ini akan mengarah lebih intuitif dan realistis. Variabel hubungan AS-RRT dan akibatnya setelah decoupling serta derisking, akan menjadi lebih sulit diprediksi, “jejaring pengaman” tak akan diperkuat lagi, hanya akan semakin dirobek; bagaimana mungkin hubungan AS-Tiongkok akan tenang, apalagi terkendali secara efektif tanpa ada konfrontasi?

Dalam laporannya DR Kennedy menjelaskan, ada beberapa hasil positif dari pertemuan Xi Jinping dengan Biden di Woodside, California, seperti mengaktifkan kembali jalur dialog militer; mempercepat penerapan sumber energi berkesinambungan, pengurangan emisi karbon, dan efek rumah kaca; memulihkan kerjasama memberantas Fentanyl; mulai membahas bagaimana mengurangi risiko AI; mendorong lebih banyak penerbangan langsung kedua negara; merundingkan kesepakatan pembaharuan kerjasama teknologi AS-Tiongkok, dan lain-lain.

Namun, laporan Kennedy tersebut tidak secara tepat menjelaskan titik krusialnya terletak pada PKT yang sama sekali tidak ada ketulusan dan kredibilitas untuk bisa mendorong terlaksananya “kesepahaman” tersebut, bahkan AS pun tidak akan secara nyata mendorong topik “memperbaharui kerjasama teknologi” yang dimaksud. Kedua belah pihak mengaktifkan kembali jalur dialog militer, bagi rezim otoriter seperti PKT hal ini sama sekali tidak bermakna, karena mereka tidak akan berkata jujur pada AS, posisi Menhan RRT bisa kosong untuk jangka waktu yang sangat lama, karena sama sekali bukan pengendali kekuatan militer mereka yang sebenarnya. Energi terbarukan, pengurangan emisi karbon dan efek rumah kaca memang bernilai tinggi bagi pemerintahan Biden yang berhaluan radikal kiri, tapi bagi Beijing hanya sebatas lelucon belaka.

Di saat perekonomian terpuruk di dasar jurang seperti ini, jika penggunaan bahan bakar fosil dapat memperbaiki kondisi ekonomi Tiongkok, maka PKT akan tanpa keraguan terus membakar batu bara, membakar minyak, dan melepaskan karbon. Dalam hal kerjasama memberantas Fentanyl, jika PKT memang ingin melakukannya, hanya dalam semalam saja mereka bisa menutup semua pabrik produsen Fentanyl di Tiongkok, dan memberantas masalah ini dari sumbernya; tetapi PKT pasti tidak akan melakukannya, karena mereka tidak akan melepaskan senjata narkoba era baru ini demi membalas dendam terhadap utang sejarah Barat. Membahas pengurangan risiko AI dengan PKT pada dasarnya ibarat meminta kulit dari harimau.

PKT hanya akan berusaha memperoleh teknologi AI dari pembahasan dengan AS, mulai dari peranti lunak sampai cip, lalu akan dimanfaatkan mereka untuk mempersiapkan militernya melawan AS serta untuk menekan warganya sendiri, dan tidak akan ada hasil apapun. Mendorong lebih banyak penerbangan langsung kedua negara juga tidak begitu besar harapannya, karena jumlah penerbangan dan penumpang kedua negara sedang menyusut dengan cepat, karena orang Amerika tidak lagi ingin pergi ke Tiongkok, sementara warga Tiongkok tidak mampu lagi pergi ke Amerika.

Dalam kondisi seperti ini, dengan gegabah mengatakan kemungkinan AS dan RRT terlibat perang dan konflik telah menurun, dari pernyataan ini jelas terlihat bahwa DR Scoot Kennedy tidak cukup memahami sifat asli PKT yang jahat, serta ambisi PKT menantang AS dan ketertiban dunia. 

Sejak beberapa tahun terakhir hubungan AS-RRT terus memburuk, memasuki tahun 2024 hubungan ini hanya akan memburuk semakin cepat, karena bagi rezim PKT, mereka tahu sisa hidupnya sudah tidak banyak, PKT sangat terdesak untuk segera membangkitkan lagi perekonomian dan memperkuat militernya, mereka juga ingin lebih efektif menekan rakyat Tiongkok dan menjaga stabilitas sosial, mereka tidak akan merasa AS dan PKT dapat “mengatasi perselisihan secara efektif”, sehingga menurunkan kemungkinan terjadinya bentrok militer, karena Beijing justru berusaha memanfaatkan perselisihan ini untuk mencari celah yang bisa dimanfaatkannya agar mereka mempunyai alasan untuk melakukan serangan yang mematikan terhadap AS. Jika sudah memahami hal ini, maka wadah pemikir, akademisi, dan pejabat pemerintahan AS tidak akan lagi berangan-angan terhadap PKT, dan yang harus segera dipersiapkan adalah, secara tuntas memberantas ancaman PKT berikut seluruh komunisme di dunia yang membahayakan peradaban umat manusia. (sud/whs)