PM Pashinyan Tegaskan Hubungan Armenia dengan Sekutu yang Dipimpin Rusia Dibekukan Secara ‘De Facto’

Adam MorrowThe Epoch Times

Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengkonfirmasi bahwa negaranya telah secara efektif membekukan hubungan dengan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), organisasi aliansi enam negara yang dipimpin oleh Rusia.

Kepada para anggota parlemen di ibukota Armenia, Yerevan, pada tanggal 28 Februari “Penangguhan hubungan ini berarti Armenia tidak memiliki perwakilan permanen untuk CSTO dan tidak ikut serta dalam acara-acara tingkat tinggi [CSTO].”

Sebagai bekas republik Soviet, Armenia menjadi anggota CSTO pada 1991 setelah pembubaran Uni Soviet.

Bersama dengan Rusia, anggota lain dari blok ini adalah Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan.

Pashinyan menuduh CSTO gagal membantu Armenia pada September 2023 ketika Azerbaijan melancarkan serangan selama 24 jam di wilayah konflik Nagorno-Karabakh.

Pada saat itu, wilayah pegunungan itu sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia, yang sebagian besar telah pergi ke negara tetangga Armenia.

Namun, Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.

Meskipun Azerbaijan bukan anggota CSTO, negara ini memiliki hubungan dekat dengan Moskow, yang telah berusaha untuk memediasi perdamaian permanen antara kedua negara yang bertikai.

Berbicara di hadapan para anggota parlemen, Pashinyan mengatakan bahwa CSTO memiliki kewajiban untuk “menunjukkan relevansinya dalam hal keamanan Armenia.”

Dia menegaskan bahwa Armenia secara “de facto” telah menangguhkan hubungannya dengan blok keamanan yang dipimpin Moskow.

Pashinyan mengatakan,  jika masalah ini [tentang keamanan Armenia] tidak terselesaikan. kami akan melakukannya [menangguhkan hubungan] secara resmi.”

Pada 1994, kelompok separatis Armenia yang didukung oleh militer Armenia merebut kendali atas Nagorno-Karabakh dan daerah sekitarnya dari Azerbaijan.

Pada 2020, Azerbaijan merebut kembali wilayah tersebut dalam perang selama enam minggu yang menewaskan ribuan orang di kedua belah pihak.

Konflik meletus lagi pada September 2023 ketika Azerbaijan melakukan serangan 24 jam untuk melucuti senjata kelompok separatis yang berbasis di Karabakh dan mengembalikan wilayah itu di bawah kendali penuhnya.

Sejak saat itu, Armenia berusaha menyalahkan Rusia – dan juga CSTO – karena gagal menghentikan serangan Azerbaijan.

Dalam pernyataannya kepada The Wall Street Journal, Pashinyan mengatakan bahwa serangan tersebut telah “membawa kami pada keputusan bahwa kami perlu mendiversifikasi hubungan kami di bidang keamanan.”

Komentarnya secara luas dianggap sebagai tanda niat Armenia untuk meninggalkan CSTO.

Sementara itu, Moskow telah menanggapi kritik Pashinyan dengan mencatat bahwa klaim Azerbaijan atas Nagorno-Karabakh telah diakui secara internasional – bahkan oleh para pejabat di Armenia.

Para pejabat Rusia lebih lanjut menunjukkan bahwa kewajiban pertahanan timbal balik CSTO tidak berlaku untuk Nagorno-Karabakh, yang secara teknis berada di luar wilayah Armenia.

Moskow juga menuduh Pashinyan berusaha mengeksploitasi masalah Nagorno-Karabakh untuk menempatkan Armenia-sekutu nominal Rusia-pada jalur yang lebih pro-Barat.

“Untuk membenarkan perubahan strategisnya, Armenia berusaha menyalahkan Rusia atas semua masalahnya, termasuk hilangnya Nagorno-Karabakh,” ungkap Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada November 2023.

Kremlin Berusaha Mencari Kejelasan

Dalam beberapa bulan setelah serangan Azerbaijan, Armenia secara terbuka berusaha menjauhkan diri dari CSTO.

Segera setelah serangan itu, Yerevan menarik kembali perwakilan tetapnya untuk blok keamanan tersebut dan belum menunjuk yang baru.

Yerevan juga menolak untuk ambil bagian dalam latihan militer bersama yang diadakan di Belarus yang merupakan anggota CSTO, sekutu utama Rusia.

Tak lama setelah itu, perwakilan Armenia tidak hadir dalam pertemuan CSTO yang diselenggarakan di Minsk dan dihadiri oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dalam pidato yang disiarkan pada 22 Februari, Pashinyan mengulangi keluhannya mengenai keanggotaan Armenia di blok tersebut.

“Perjanjian Keamanan Kolektif belum memenuhi tujuannya sejauh menyangkut Armenia,” katanya kepada saluran televisi France 24.

“Kami sekarang telah membekukan partisipasi kami dalam perjanjian ini secara praktis. Mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya, kita lihat saja nanti.”

Pashinyan juga mengatakan bahwa Azerbaijan tidak serius dalam mencapai kesepakatan damai, bahkan mengklaim bahwa Azerbaijan berencana untuk melancarkan serangan lain.

Kementerian Luar Negeri Azerbaijan menggambarkan pernyataan tersebut sebagai “upaya untuk memutarbalikkan kenyataan dan menipu masyarakat internasional.” 

Pada 26 Februari, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow “belum sepenuhnya memahami posisi Yerevan terkait keanggotaannya di CSTO.”

“Kami sering melakukan kontak dengan mitra Armenia kami,” katanya kepada para wartawan.

“Kami mencari kejelasan tentang masalah ini. Kami akan terus menjalin komunikasi untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Pada tanggal 29 Februari, Alen Simonyan, ketua parlemen Armenia, mengatakan bahwa masalah ini masih dalam tahap diskusi.

“Belum ada keputusan untuk meninggalkan CSTO,” katanya seperti dikutip oleh kantor berita Rusia TASS. “Namun, kami tidak menutup kemungkinan.”

“Kami membutuhkan perlindungan – baik di Nagorno-Karabakh maupun di wilayah kedaulatan Armenia.”

“Namun, sudah jelas bahwa sekutu kami tidak membantu kami,” tambah Simonyan, dengan merujuk pada Moskow.

Reuters berkontribusi dalam laporan ini.