Houthi Serang Kapal Tanker Minyak Asal Tiongkok, Armada Pengawal Militer PLA Justru Tidak Muncul

Wang Ziqi/Chang Chun/Zhong Yuan

Sebuah kapal tanker minyak Tiongkok baru-baru ini diserang oleh angkatan bersenjata Houthi di dekat Yaman, meskipun sebelumnya mereka menyatakan bahwa mereka tidak akan menyerang kapal-kapal Tiongkok.  Pada saat yang kritis ini, armada angkatan laut Tiongkok yang ditempatkan di Djibouti  justru tidak terlihat.

Menurut Komando Pusat AS (CENTCOM) mengumumkan bahwa pasukan Houthi yang didukung Iran menembakkan empat rudal balistik anti-kapal di dekat kapal tanker minyak Tiongkok,  Huang Pu di Laut Merah pada 23 Maret, dan kemudian menembakkan rudal kelima yang menghantam Huang Pu, menyebabkan kerusakan kecil pada kapal tanker tersebut dan membuatnya terbakar.

Namun demikian, justru pasukan AS yang kemudian menyerang drone Houthi di Laut Merah bagian selatan. Konvoi ke-45 Angkatan Laut Tiongkok, yang ditempatkan di Djibouti, tidak muncul pada saat itu.

Ketika ditanya oleh media asing, Kementerian Luar Negeri Tiongkok bersikap ambigu dan tidak menanggapi pertanyaan apakah konvoi angkatan laut Tiongkok akan memberikan perlindungan.

Media Partai Komunis, yang sebelumnya telah melaporkan serangan Houthi terhadap kapal-kapal dan kapal perang AS dan Inggris, kini bungkam.

Su Ziyun, direktur Institut Strategi dan Sumber Daya Pertahanan Nasional di Akademi Pertahanan Nasional Taiwan, mengatakan bahwa hal ini mencerminkan rasa malu dan tidak adanya rasa tanggung jawab dari Beijing.

“Karena Houthi didukung oleh Iran, dan Iran didukung oleh Partai Komunis Tiongkok, jadi sekarang ini seperti adik yang menabrak kapal kakak, dan Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok tidak mengatakan apa-apa, jadi jelas bahwa mereka telah jatuh ke dalam situasi yang memalukan secara diplomatis. Ini karena Partai Komunis Tiongkok tidak serius dalam mengambil tanggung jawab internasional sebagai negara besar, dan hanya mencoba mengacaukan hubungan internasional sesuai keinginannya. Oleh karena itu, armada pengawalnya, tidak seperti armada Amerika Serikat, Inggris, atau negara-negara Eropa, justru menembak jatuh rudal atau pesawat tak berawak untuk melindungi kapal-kapal dagang, yang mencerminkan sikap Beijing yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Su Ziyun mengatakan bahwa untuk memperluas kekuatan maritimnya dan mengembangkan strategi lautnya, PKT telah mengirimkan armada kapalnya ke Teluk Aden sejak sekitar tahun 2008, dengan setiap kelompok kapal yang terdiri dari satu kapal suplai dan dua kapal tempur.

“Dalam hal taktik, dua kapal yang dikirim memiliki beberapa kemampuan anti-rudal, termasuk kapal Aegis Chinese Shield 052D, yang sering disebut sebagai tipe 052D, atau akan dipasangkan dengan fregat 054A. Selain mengusir bajak laut, mereka memiliki tingkat pertahanan tertentu terhadap rudal yang masuk. Namun, baru-baru ini kita belum pernah melihatnya beraksi. Mereka menikmati kepentingan minyak mentah dan pelayaran komersial di wilayah Teluk Persia, tetapi alih-alih menyingkirkan negara atau organisasi di wilayah tersebut yang menganiaya ketertiban, mereka justru mendukungnya. Dan pada akhirnya, mereka sendiri yang menderita,” jelasnya.

Pada 2017, Partai Komunis Tiongkok (PKT) secara resmi membuka pangkalan militer luar negeri pertama PKT di Djibouti, di pantai barat Teluk Aden di timur laut Afrika, sebagai pangkalan militer luar negeri pertama PKT dengan nama “dukungan logistik”.

Wang Zhisheng, sekretaris jenderal Asosiasi Pertukaran Elit Tionghoa Asia-Pasifik mengatakan bahwa lokasi Djibouti sangat simbolis bagi PKT dan merupakan langkah pertama angkatan laut PKT untuk menuju ke lautan, yang dari waktu ke waktu digunakan oleh PKT demi publisitas, namun kini kinerjanya justru menunjukkan ketimpangan yang besar.

“Belum lama ini pemerintah Tiongkok berusaha mempublikasikan fakta bahwa mereka telah melakukan latihan militer berskala besar dengan Iran. Jika diserang di Teluk Aden atau di Samudra Hindia, mereka seharusnya sudah terbiasa dengan situasi tersebut. Namun, ketika sebuah kapal dagang Tiongkok diserang oleh Houthi, kita tidak melihat tindakan apa pun dari armada 45 kapal tersebut, yang tampaknya bertentangan dengan gaya lama Tiongkok, yaitu ‘mereka yang melakukan kejahatan terhadap Tiongkok akan dihukum meskipun mereka berada di tempat yang jauh,” katanya.

Menurut CCTV, fase latihan maritim dari latihan bersama “Security Nexus-2024” Tiongkok-Iran-Rusia dilakukan di lepas pantai Teluk Oman pada  12 hingga 13 Maret.

Pada hari yang sama ketika kapal dagang Tiongkok diserang, Partai Komunis Tiongkok mengumumkan bahwa konvoi ke-45 tiba di pelabuhan Dar es Salaam di Tanzania untuk melakukan kunjungan.

Wang Zhisheng mengatakan bahwa serangan terhadap kapal dagang Tiongkok merupakan penghinaan besar, tetapi Partai Komunis Tiongkok malah bersikap aneh. Meskipun memiliki armada kapal di Djibouti, mereka tidak melakukan tugasnya untuk melindungi kapal Tiongkok.

“Beberapa ahli mengatakan bahwa armada 45 kapal itu adalah angkatan laut yang kosong. Armada ini hanya dapat digunakan untuk latihan. Kedua, ketika Amerika Serikat dan Inggris meminta negara-negara untuk bergabung dengan operasi pertahanan Laut Merah, Tiongkok enggan untuk bergabung, sampai batas tertentu, tidak juga takut untuk bergabung dengan proses tersebut, tetapi negara-negara Barat lebih jelas melihat melalui kemampuan proyeksi angkatan laut samudera, pada akhirnya di mana kekuatannya? Tiongkok seharusnya tidak boleh kehilangan muka,” katanya.

Wang Zhisheng mengatakan bahwa meskipun Partai Komunis Tiongkok sering sesumbar  bahwa mereka ingin menunjukkan kehadirannya sebagai kekuatan yang bertanggung jawab di dunia internasional, namun mereka tidak peduli apakah mereka bertanggung jawab atau tidak jika menyangkut kepentingan politik. (Hui)