Jensen Huang Jen-Hsun Tambah Modal, Vietnam Akan Menjadi Saingan Baru PKT
TangHaoCrossroads
Topik 1 : PKT beli 200 ton emas, ada rahasia tersembunyi di baliknya?
Jika anda memiliki uang yang menganggur, apa yang akan anda beli sebagai investasi? Saya yakin banyak orang akan terpikir untuk membeli emas, bagi kalangan etnis Tionghoa emas merupakan logam mulia yang paling aman dan paling bisa melindungi nilai uang. Tapi tahun ini biaya menyimpan emas terus meroket, harga emas internasional sejak awal Desember telah mencapai di angka 2.150 dolar AS per troy ounce, memecahkan rekor sepanjang sejarah. Mengapa harga emas melonjak begitu tinggi? Ada dua faktor penyebabnya.
Faktor pertama adalah peperangan. Perang Rusia-Ukraina yang meletus tahun lalu, lalu perang Israel dengan Hamas tahun ini, jadi modal internasional ramai-ramai membeli emas untuk menghindari risiko, sehingga hal ini mendorong harga emas internasional melesat ke atas.
Faktor kedua adalah Tiongkok. Menurut data statistik World Gold Council, Tiongkok merupakan negara pembeli emas terbesar dunia saat ini, dan bank sentral Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah membeli emas dalam jumlah besar selama 12 bulan berturut-turut, hanya di bulan Oktober saja PKT telah membeli 23 ton emas sekaligus, dan akumulasi pembelian emas tahun ini telah lebih dari 200 ton.
Bursa emas Singapura juga mengungkapkan, setiap bulan PKT membeli emas setidaknya 1 milyar dolar AS setiap bulannya. Karena itu pulalah, akumulasi cadangan emas milik pemerintah PKT mencapai 2.215 ton, telah melampaui jumlah cadangan emas yang dimiliki oleh Amerika latin ditambah Afrika ditambah lagi dengan India.
Tapi cadangan emas PKT yang sesungguhnya tidak hanya itu saja, karena Tiongkok sendiri merupakan negara produsen emas terbesar dunia, jadi jumlah emas yang ditimbun oleh PKT pasti jauh melampaui angka 2200 ton seperti yang telah dipublikasikan. Maka muncullah pertanyaan, untuk apa PKT mati-matian membeli emas? Apa ada udang di balik batu?
Alasan Pertama: Dorong Ambisi Geopolitik, Redakan Tekanan Sanksi Internasional
Hampir semua media massa internasional pertama-tama akan mencurigai, PKT gila-gilaan membeli dan menimbun emas, besar kemungkinan sebagai persiapan mengerahkan pasukan menyerang Taiwan. Karena tahun lalu sebelum Rusia menginvasi Ukraina, juga dilakukan hal yang sama yakni memborong emas di pasar internasional, sebagai persiapan cadangan finansial setelah perang dikobarkan. Jadi sekarang, di satu sisi PKT memborong emas dalam jumlah besar di dalam negeri, di sisi lain juga membeli banyak sekali emas dari pasar internasional, dengan sendirinya dicurigai merupakan persiapan PKT sebelum menyerang Taiwan.
Karena sama halnya dengan Rusia, begitu perang dikobarkan maka masyarakat internasional akan serempak memberlakukan sanksi, pada saat itu transaksi dengan mata uang dolar AS pasti akan terputus, aset dalam mata uang RMB pasti akan melemah drastis, bahkan mungkin akan “anjlok sampai ke dasar Palung Mariana”. Jadi satu motivasi terbesar PKT memborong emas, adalah sebagai persiapan perang agar terhindar dari sanksi.
Penjelasan ini memang sangat beralasan, tapi berperang tidak hanya ditentukan oleh “simpanan yang besar” saja, juga harus ada persiapan dan koordinasi militer berikut logistiknya, misalnya kekuatan serdadu militer dikerahkan dalam skala besar ke pesisir pantai tenggara, persenjataan, instalasi medis dan segala kebutuhan logistik lainnya dialihkan dalam jumlah besar di pesisir tenggara. Tapi semua tanda-tanda ini belum terlihat sama sekali. Jadi PKT memborong emas, tanpa mengesampingkan kemungkinan berperang, tapi jelas PKT tak akan berperang dalam waktu dekat.
Alasan Kedua: Melemahnya Aset RMB Tak Terselamatkan, Timbun Emas Untuk Mempertahankan Kekuatan Finansial
Seperti diketahui, kondisi perekonomian Tiongkok sangat buruk, tidak hanya bursa properti, bursa efek, pasar valas, dan obligasi tengah mengalami dilema “empat bursa terhempas bersamaan”, semua aset Tiongkok yang divaluasi dalam RMB juga terus merosot nilainya. Dengan kata lain, kemampuan finansial PKT sedang merosot seiring dengan melemahnya nilai tukar RMB.
Jadi PKT buru-buru memborong emas dunia, di satu sisi menjaga nilai uangnya, di sisi lain masih bisa mendongkrak nilainya, karena situasi internasional kian memanas sehingga kebutuhan emas di pasar guna menghindari risiko pasti akan terus meningkat.
Dan tahun ini The Fed AS terus menaikkan suku bunga, nilai tukar USD menguat, banyak modal yang kemudian beralih ke USD, harga obligasi AS yang dimiliki PKT relatif menurun nilainya. Maka, PKT juga buru-buru menjual obligasi AS untuk mendapatkan uang dalam bentuk USD yang digunakannya untuk membeli emas, juga untuk melindungi kekuatan finansialnya.
Alasan Ketiga: Bursa Properti Anjlok, Pengangguran Parah, Warga Juga Membeli Emas Untuk Menghindari Risiko
Selain emas, apa yang paling suka dibeli oleh kalangan Tionghoa untuk melindungi nilai aset? Membeli properti. Tapi tahun ini seluruh pasar properti Tiongkok anjlok, tidak hanya Evergrande Group, Country Garden, dan juga Powerlong Real Estate satu demi satu kolaps, dan pasokan di pasar properti Tiongkok jauh di atas kebutuhan.
Mantan Wakil Direktur dari Biro Statistik Nasional PKT yakni He Keng telah mengungkapkan, rumah kosong yang ada saat ini cukup untuk menampung 3 milyar jiwa penduduk. Sehingga harga properti di Tiongkok terus menurun, sudah tidak cocok lagi dijadikan sebagai investasi jangka panjang lindung nilai.
Ditambah lagi tahun ini di Tiongkok telah timbul “tiga gelombang baru”: gelombang kebangkrutan, gelombang pengangguran, dan gelombang PHK, banyak orang cemas entah kapan dirinya akan menjadi sasaran PHK, dan kehilangan mata pencaharian, jadi banyak warga tua muda kaya miskin, semuanya menggunakan uang yang masih dimilikinya untuk membeli emas demi melindungi nilai uang. Khususnya kaum muda yang baru terjun ke masyarakat, tabungan yang dimilikinya terbatas, tapi ingin membeli emas untuk menghindari risiko, sehingga muncullah suatu gelombang baru yang disebut “gelombang membeli emas lantakan”.
Sebutir emas lantakan beratnya sekitar 1 gram, dan bisa dibeli hanya dengan RMB 400-500 Yuan, sehingga menarik minat banyak kaum muda membelinya untuk investasi. Menurut hasil survei terbaru oleh perusahaan emas dan perhiasan Hong Kong yakni Chou Tai Fook, kaum muda antara usia 18 hingga 24 tahun di Hong Kong juga mulai membeli emas, hal ini sungguh di luar dugaan mereka. Apalagi dengan kondisi pada umumnya saat ini, pendapatan menurun, harga properti juga menurun, nilai tukar RMB juga menurun, jadi hanya bisa membeli emas lantakan, menabung sekelumit harapan bagi masa depan.
Topik 2 : Pemimpin Partai Hadapi Masalah, Jensen Huang Tambah Modal, Vietnam Jadi Pesaing PKT
Tanggal 12 Desember lalu, Xi Jinping berkunjung ke Hanoi, Vietnam. Setelah mengunjungi pemimpin Partai Komunis Vietnam Nguyễn Phú Trọng, Xi Jinping secara terbuka mengatakan “akan memperdalam hubungan mitra kerjasama strategis antara Tiongkok-Vietnam secara menyeluruh”, membangun “komunitas senasib bersama RRT-Vietnam” yang memiliki makna strategis.
Kata-kata “komunitas senasib bersama” walaupun tidak pernah dijelaskan secara konkrit oleh PKT, tapi di telinga banyak orang hanya semacam slogan baru PKT, sepertinya tidak ada yang istimewa. Tapi, ada sesuatu yang mencurigakan, walaupun PKT mengatakan “komunitas senasib bersama”, pihak Vietnam sepertinya tidak menyukai kata-kata ini, dalam pernyataan penjelasan mereka, istilah tersebut diubah menjadi “masa depan bersama”, untuk menggantikan istilah “komunitas senasib bersama”.
Komunitas senasib bersama, adalah slogan fron persatuan internasional yang diciptakan oleh PKT sejak Kongres Rakyat Nasional ke-18, kata-kata ini adalah konsep kelompok internasional yang diketuai oleh PKT dengan PKT sebagai pusat operasionalnya, jika Vietnam menyetujui kata-kata ini, itu berarti Vietnam telah berpihak dan bergabung dalam kubu PKT, dan menjadi budak PKT. Pihak Vietnam sangat cerdik, mereka tidak ingin dicap sebagai “komunitas senasib bersama”, sehingga mengubahnya menjadi “masa depan bersama” agar tidak dipaksa oleh PKT untuk bergabung.
Faktanya, sebelum Xi Jinping berkunjung ke Vietnam, PKT telah berusaha mempromosikan “komunitas senasib bersama” pada Vietnam, dengan harapan dapat terjalin “komunitas senasib bersama Tiongkok-Vietnam”, yaitu menggandengkan nasib PKT dengan Vietnam, tapi selalu ditanggapi dingin oleh Vietnam, dan tidak pernah direspon.
Sekarang Xi Jinping sendiri telah mengunjungi Vietnam, pihak Vietnam tetap tidak mau mengalah sedikit pun, hal ini menimbulkan halangan bagi Xi Jinping, media massa internasional pun menyoroti adanya kecurigaan ini.
Singkat kata, berapa pun banyaknya order atau keuntungan yang akan diberikan PKT bagi Vietnam, berapa pun banyaknya kesepakatan dagang yang ditandatangani kedua pihak, sikap Vietnam yang tidak mau bergabung dalam “komunitas senasib bersama” telah menjelaskan bahwa di masa mendatang Vietnam tidak akan mau bekerjasama seiya sekata dengan PKT, sebaliknya justru berpura-pura manis di depan tapi berbeda pendapat, atau bahkan cenderung berbeda haluan dan menempuh jalan masing-masing.
Alasan pertama, karena AS sedang aktif mendorong strategi Indo-Pacific, termasuk Vietnam dan Korea Selatan telah menjadi mitra kerjasama strategis AS, dengan demikian membuat Vietnam dan Korea Selatan yang masing-masing terletak di selatan dan utara Tiongkok, membentuk posisi mengapit PKT, membantu AS untuk menahan ekspansi PKT. Sebaliknya, pihak AS juga dapat bekerjasama dengan Vietnam dan Korea Selatan, untuk mengawasi PKT dari jarak dekat, hal ini membuat penguasa Beijing sangat tidak tenang.
Alasan kedua adalah, PKT khawatir militer AS akan kembali ke Vietnam, ini akan sangat tidak menguntungkan bagi hegemoni PKT di kawasan Laut Selatan. Dua tahun terakhir ini PKT terus saja melakukan ekspansi yang provokatif di kawasan Laut Selatan, Laut Timur, dan Selat Taiwan, seperti belum lama ini kapal penjaga pantai PKT menyerang penjaga pantai Filipina dengan meriam air. Tindakan ini membuat militer dan para politisi AS menjadi waspada, mereka berharap agar AS segera membangun pangkalan militer di Vietnam, agar dapat menghalangi ekspansi PKT.
September lalu, Vietnam dan Amerika Serikat baru saja membina “hubungan kemitraan strategis komprehensif” skala tertinggi, jika Vietnam lebih lanjut menyetujui memberikan akses bagi AS untuk membangun pangkalan militer di Teluk Cam Ranh atau pelabuhan Vietnam lainnya, maka PKT pasti akan kebakaran jenggot, dan pasti akan mengacaukan rencana PKT menguasai Laut Selatan serta mengintimidasi Filipina dan Vietnam.
Maka dari itu, Xi Jinping mengunjungi sendiri Vietnam, berharap dapat merangkul Vietnam agar tidak berpisah dengan PKT. Tapi Vietnam bersikap dingin memberikan jawaban: antara aku dan kau hanya ada masa depan bersama, tidak ada senasib bersama. Intinya, Vietnam pun pesimis terhadap nasib PKT, apalagi kesialan PKT akan mendatangkan kesialan pula bagi Vietnam. Apa maksudnya? Ini ada kaitannya dengan alasan Vietnam selalu menjaga jarak dengan PKT.
Alasan Pertama: Kontroversi Kedaulatan Laut Selatan, Batasan Yang Tak Dapat Didamaikan
Antara Vietnam dengan PKT selalu terjadi konflik sengit dalam hal wilayah kedaulatan di kawasan Laut Selatan, ini adalah garis merah kedaulatan yang tidak dapat ditolerir oleh kedua pihak. Seperti Mei tahun ini, PKT membangun sebuah restoran hotpot di Pulau Woody yang terletak di Kepulauan Paracel, mendeklarasikan kedaulatan PKT atas wilayah tersebut, pihak Vietnam pun melontarkan protes.
HIngga Juni, kapal pihak PKT dan Vietnam terus mengalami konflik di sekitar Vanguard Bank, kapal penjaga pantai PKT mengusir kapal-kapal Vietnam dengan meriam air, juga memicu protes dari pihak Vietnam. Pihak Vietnam langsung membeli ratusan bilah rudal anti kapal, besar kemungkinan untuk mendeterensi PKT.
Hingga Agustus, PKT didapati telah membangun sebuah landasan pacu pesawat yang baru di Pulau Triton yang juga terletak di Kepulauan Paracel, hal ini kembali memicu aksi protes Vietnam. Kemudian, Vietnam juga mempercepat proses reklamasi daratan baru di perairan Kepulauan Spratly, jelas sebagai aksi balas pada invasi ekspansif PKT.
Singkat kata, konflik urusan rumah tangga antara PKT dengan Vietnam yang tak berkesudahan adalah hal yang tidak dapat ditolerir oleh kedua pihak. Sekarang PKT ingin mengajak Vietnam bergabung dalam “komunitas senasib bersama”, itu berarti selain berniat mencaplok wilayah Vietnam, juga ingin mengikatkan diri bersama Vietnam, untuk bersama-sama melawan Amerika Serikat, tentu saja Vietnam tidak sudi.
Alasan Kedua: Bisnis Hengkang Dari Tiongkok, Menguntungkan Ekonomi Vietnam
Sejak 2018, akibat dampak dari perang dagang AS-Tiongkok dan pandemi yang terjadi di Tiongkok, investasi di Tiongkok menjadi semakin berisiko, oleh sebab itu perusahaan modal asing pun ramai-ramai meninggalkan Tiongkok, dan mengalihkan investasinya ke Vietnam, bahkan perusahaan Tiongkok pun seperti Luxshare yang merakit ponsel iPhone juga berinvestasi di Vietnam. Karena tidak hanya tidak masuk dalam daftar pembatasan dagang dan dikenakan tarif tinggi oleh AS, biaya tenaga kerja di Vietnam juga lebih murah daripada Tiongkok.
Jadi, rantai pasokan yang memproduksi OEM global pun mulai restrukturisasi besar-besaran, ekspor Tiongkok ke AS semakin menyusut, sementara pangsa pasar ekspor Vietnam ke AS tumbuh pesat.
Bahkan jumlah alat penyedot debu buatan Vietnam yang diekspor ke AS, untuk pertama kalinya di bulan Februari tahun ini telah melampaui Tiongkok. Singkat kata, PKT jatuh, Vietnam makan enak. Vietnam dan India juga sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, sedang bergandeng tangan menggantikan Tiongkok, menjadi “hunian pabrik dunia” baru.
Alasan Ketiga: Konflik AS-PKT, Membantu Peralihan Peningkatan Industri Vietnam
September tahun ini, rombongan Biden berkunjung ke Vietnam, tidak hanya telah meningkatkan hubungan AS-Vietnam naik menjadi “hubungan kemitraaan strategis komprehensif” berskala tertinggi, Biden juga menjanjikan pihak Vietnam akan menjadi basis baru “friendshoring” untuk produksi cip bagi AS.
Pihak AS pun akan mengatur perusahaan semi konduktor dan teknologi AS untuk melakukan investasi dan pengembangan teknologi bersama dengan Vietnam, yang meliputi bidang semi konduktor, AI, dan bidang lainnya.
Seperti pendiri NVIDIA yang merupakan produsen cip AI top dunia yang bernama Jensen Huang Jen-Hsun, telah berinvestasi senilai 250 juta dolar AS di Vietnam, kemudian mereka juga akan membangun basis cip di Vietnam, jadi belakangan ini Jensen Huang juga berkunjung untuk mempelajari Vietnam, dan menikmati makan malamnya di pasar malam.
Khususnya setelah AS memberlakukan pembatasan semi konduktor dan peralatan produksinya terhadap PKT, jadi untuk memproduksi produk teknologi terbaru di Tiongkok menjadi sangat sulit.
Oleh sebab itu, JP Morgan Chase & Co. telah memprediksi, hingga tahun 2025, 20% iPad dan Apple Watch akan diproduksi di Vietnam, sementara headphone nirkabel AirPods yang akan diproduksi di Vietnam akan lebih tinggi yakni 65%.
Sederhananya, perang datang dan perang teknologi antara AS dengan RRT, tidak hanya akan menimbulkan perubahan besar-besaran pada rantai pasokan global, juga akan membuat Vietnam mendapat banyak sekali keuntungan, sekaligus membantu Vietnam mewujudkan alih teknologi menuju teknologi tinggi, menggerakkan lompatan besar perekonomiannya.
Bagi Vietnam, tentu saja ini adalah suatu peluang yang sangat baik, bahkan berkali-kali lipat lebih baik dibandingkan dengan “komunitas senasib bersama” PKT yang palsu itu.
Alasan Keempat: Pelajaran Dari Perang PKT-Vietnam
Perang PKT-Vietnam di tahun 1979, adalah suatu pelajaran pahit yang tak terlupakan bagi Vietnam. Waktu itu Vietnam sedang menyerang Kamboja, tapi justru diserang oleh pasukan yang dikirim PKT dari belakang, dan menewaskan lebih dari 30.000 tentara dan warga sipil Vietnam.
PKT melakukan aksi tersebut di satu sisi untuk membalas Vietnam yang telah menghancurkan rezim Khmer Merah yang dibentuk oleh Beijing, di sisi lain, PKT berniat mengambil hati AS dengan cara menyerang Vietnam yang merupakan saudara kecil Uni Soviet, sebagai bingkisan untuk mulai membina hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.
Jadi dengan adanya pelajaran sejarah yang menyakitkan ini di depan, lalu ditambah lagi dengan konflik di Laut Selatan di belakang, Vietnam tentu saja tidak akan semudah itu percaya pada PKT, dan mengikuti jejak PKT.
Sebaliknya, bagi Vietnam menangkap peluang baik ini dimana seluruh dunia sedang mengepung PKT, dan memiliki “mendekati AS menjauhi PKT”, tidak hanya dapat meningkatkan perekonomian, teknologi, dan kekuatan militer Vietnam secara drastis, juga meningkatkan status internasional, serta membuat Vietnam dapat mengalahkan PKT di bidang ekonomi, dagang, dan teknologi, sebagai aksi balasan terhadap PKT, apa alasan Vietnam tidak mau melakukannya? (Lin)
Sekarang Deflasi Menunjukkan Tentang Keterpurukan Ekonomi Tiongkok
Milton Ezrati
Tidak ada yang lebih dramatis menunjukkan keterpurukan ekonomi Tiongkok selain deflasi yang terjadi baru-baru ini.
Selama dua bulan ini, harga-harga konsumen di Tiongkok menurun sehingga pada bulan November, periode terbaru yang datanya tersedia, harga-harga tersebut sekitar 0,5% lebih rendah dari harga-harga 12 bulan yang lalu. Harga-harga di tempat yang disebut oleh biro statistik Tiongkok sebagai “gerbang pabrik” – yang setara dengan harga produsen di Amerika – turun 3,0% selama 12 bulan terakhir.
Ini bukanlah angka yang besar, tetapi cukup jelas. Masyarakat Amerika, yang sedang tertekan oleh inflasi, mungkin akan menyambut baik berita ini. Namun, deflasi dalam bentuk apa pun tetap menandakan masalah – karena Tiongkok, terlalu banyak pasokan barang yang bermasalah, permintaan yang tidak mencukupi, dan lingkungan keuangan yang tertekan – tidak ada yang diinginkan oleh perekonomian mana pun.
Meskipun sebagian besar kesalahan untuk situasi ini terletak pada Beijing, tidak semuanya. Salah satunya adalah situasi di luar negeri. Sebagian besar tidak bergantung pada Beijing, dua pasar terbesar untuk ekspor Tiongkok telah mengurangi pembelian mereka secara drastis. Eropa hampir mengalami resesi, dan Amerika Serikat, meskipun masih menunjukkan aspek-aspek pertumbuhan ekonomi yang sehat, tentu saja telah melambat dari laju pertumbuhan awal tahun ini. Pembelian barang-barang Tiongkok juga melambat karena Brussels dan Washington telah menunjukkan sikap menentang perdagangan Tiongkok.
Amerika Serikat berbicara tentang ” de-coupling” ekonominya dari Tiongkok, sementara Eropa berbicara tentang “de-risking”, tetapi dalam praktiknya, keduanya sama saja. Bisnis AS dan Eropa semakin banyak mengambil sumber dari tempat-tempat di luar Tiongkok, dan arus investasi ke Tiongkok dari Barat, serta dari Jepang, telah menurun.
Beban-beban ini pada aspek penting ekonomi Tiongkok tidak dapat ditolong dari dalam negeri. Namun, tingkat kerentanan Tiongkok terhadap penurunan ekspor sebagian besar merupakan kesalahan Beijing.
Selama bertahun-tahun, Dana Moneter Internasional (IMF) telah menyarankan Beijing untuk mendiversifikasi upaya ekonominya dari ekspor dan menuju konsumen domestik, secara umum, dan terutama di bidang jasa. Beijing telah berbicara dengan baik tentang membuat penyesuaian seperti itu. Namun, faktanya para perencananya terus mendukung dan mencurahkan sumber daya ekonomi – tanah, tenaga kerja, dan modal – ke dalam ekspor. Sekarang setelah pasar-pasar utama di Amerika Serikat dan Eropa mundur, ekonomi Tiongkok lebih menderita akibat hilangnya penjualan daripada jika Beijing melakukan penyesuaian yang dibicarakan bersama IMF.
Dapat dimengerti bahwa produsen dan pedagang grosir yang kehilangan bisnis mereka di luar negeri telah mencoba memindahkan beberapa produk mereka ke pasar domestik Tiongkok. Keberhasilan mereka hanya sedikit, sebagian karena jenis produk yang cocok untuk diekspor, tidak cocok untuk pasar dalam negeri.
Seandainya para perencana melakukan perubahan yang direkomendasikan oleh IMF dan didukung dalam retorika para pemimpin mereka, dunia usaha Tiongkok akan berada pada jalur menuju penyesuaian yang mereka perlukan saat ini. Namun, belum terjadi. Oleh karena itu, peralihan produk secara tiba-tiba ke pasar dalam negeri, terutama komposisi produk yang cacat, telah berkontribusi terhadap munculnya deflasi, yang kemudian menarik perhatian atas kegagalan dalam melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Tapi ini tidak semua. Deflasi juga mencerminkan dan karenanya menarik perhatian pada masalah ekonomi yang disebabkan oleh beban kredit macet yang membebani sektor keuangan Tiongkok. Runtuhnya perusahaan-perusahaan pengembang properti Tiongkok dan banyaknya utang pemerintah daerah telah menyebabkan lembaga-lembaga keuangan Tiongkok, baik swasta maupun milik negara, kehilangan sumber daya untuk membiayai proyek-proyek yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Yang lebih buruk lagi, runtuhnya pengembangan real estat residensial telah menyebabkan penurunan nilai real estat dan, bersamaan dengan itu, penurunan kekayaan bersih kelas menengah Tiongkok yang dulunya bertumbuh pesat. Yang menambah beban pada kepercayaan konsumen adalah ketidakpastian pendapatan yang terjadi di kalangan rumah tangga Tiongkok akibat lockdown yang berkepanjangan terkait dengan kebijakan nol-COVID di Beijing. Oleh karena itu, rumah tangga telah mengurangi pengeluaran mereka, penurunan permintaan yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan, tentu saja, juga berkontribusi terhadap munculnya deflasi.
Sementara itu, pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping telah mengklaim melakukan yang terbaik untuk menahan perekonomian. Selama bertahun-tahun sebelum pandemi dan bahkan selama masa sulit itu, dia mencemooh perusahaan-perusahaan swasta Tiongkok, besar dan kecil, menuduh mereka bekerja melawan rakyat Tiongkok dengan mengejar keuntungan alih-alih mendukung agenda PKT. Dia menggunakan kekuasaan pemerintah untuk menolak pendanaan perusahaan untuk ekspansi dan, dengan melakukan hal tersebut, memutus sumber pertumbuhan dan lapangan kerja yang seharusnya ada.
Maka tidak mengherankan jika perusahaan-perusahaan swasta di Tiongkok sangat gemar mengeluarkan uang untuk pembangunan dan ekspansi. Menurut Biro Statistik Nasional Beijing, akumulasi investasi pada aset tetap oleh industri primer swasta sebenarnya telah turun sekitar 10,6 persen selama 12 bulan terakhir. Kekurangan ini tidak hanya mengurangi permintaan dan berkontribusi terhadap deflasi, namun juga memperlambat laju penyesuaian perekonomian Tiongkok untuk melepaskan diri dari ketergantungan ekspor. Ada ironi bahwa retorika keras Xi yang mendukung agenda komunis telah membuat Tiongkok lebih rentan terhadap Amerika Serikat dan Eropa.
Ini bukanlah situasi yang menggembirakan. Dalam satu atau dua bulan ke depan, Beijing mungkin mengklaim telah mencapai target pertumbuhan riil sebesar 5 persen pada 2023. Jika mereka membuat klaim seperti itu, akan ada banyak spekulasi yang legal—di dalam dan di luar Tiongkok—tentang bagaimana Kementerian Statistik telah mengumpulkan angka-angka untuk membuat PKT terlihat bagus. Ini bukan pertama kalinya. Jika Beijing kembali menetapkan target pertumbuhan riil sebesar 5 persen pada 2024, hal ini menunjukkan bahwa mewujudkan target tersebut akan memerlukan banyak perhitungan statistik.
Milton Ezrati adalah editor kontributor di The National Interest, afiliasi dari Pusat Studi Sumber Daya Manusia di Universitas Buffalo (SUNY), dan kepala ekonom untuk Vested, sebuah perusahaan komunikasi yang berbasis di New York. Sebelum bergabung dengan Vested, dia menjabat sebagai kepala strategi pasar dan ekonom untuk Lord, Abbett & Co. Dia juga sering menulis untuk City Journal dan menulis blog secara teratur untuk Forbes. Buku terbarunya adalah Thirty Tomorrows: The Next Three Decades of Globalization, Demographics, and How We Will Live.”
AS Menutup Banyak Jalur Masuk di Perbatasan Meksiko Karena Meningkatnya Imigran Gelap
oleh Xu Jian
Ketika jumlah imigran ilegal yang memasuki AS mencapai tingkat tertinggi dalam satu hari, Amerika Serikat menutup banyak jembatan di wilayah barat daya yang menghubungkan AS dengan Meksiko dengan maksud untuk mengekang lonjakan imigran ilegal. Meski langkah itu juga berdampak pada rute komersial, sehingga memicu protes dari perusahaan perdagangan dan transportasi. Mereka mengatakan bahwa penutupan sangat mengganggu kegiatan perdagangan yang sibuk selama masa liburan Natal dan tahun baru.
Imigrasi ilegal mencapai rekor dalam satu hari, AS menutup beberapa jalur penyeberangan perbatasan
Pada Senin (18 Desember), Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (Customs and Border Protection. CBP) di perbatasan barat daya telah menangkap sekitar 10.800 orang imigran gelap, dan sekitar 40% di antaranya adalah keluarga atau anak-anak tanpa pendamping – jumlah tersebut sudah mendekati atau mencapai rekor tertinggi dalam 1 hari.
Lonjakan jumlah imigrasi ilegal telah berdampak buruk pada banyak kota perbatasan di Texas, Arizona, dan California. Pada 18 Desember, CBP menutup jembatan kereta api di Eagle Pass dan di El Paso di perbatasan Texas, dan membatasi arus lalu lintas di jembatan ketiga, sehingga mobil pribadi hanya dapat menggunakan satu jalur.
Selain menutup perlintasan kereta api, CBP bulan ini juga menutup perlintasan sibuk di dekat San Diego, California, dan satu perlintasan di Lukeville, Arizona, untuk memberikan waktu bagi petugas berwenang untuk memproses kasus imigran gelap.
“Apa yang kita lihat di perbatasan barat daya saat ini menimbulkan tantangan serius bagi personel CBP,” kata Penjabat Komisaris CBP Troy Miller dalam sebuah pernyataan. Ia juga menambahkan bahwa CBP menggunakan “semua sumber daya yang tersedia” untuk menjamin keselamatan petugas dan imigran.
Kota-kota seperti Eagle Pass dan El Paso, Texas, telah kedatangan ribuan orang imigran gelap dalam beberapa hari terakhir, banyak di antara mereka membawa anak-anak dengan menaiki kendaraan seperti bus, kereta barang, bersepeda, mau pun dengan berjalan kaki.
Di kota Eagle Pass pada hari Selasa, ratusan migran berkumpul di tepi sungai, beberapa di antara mereka menunggu diproses petugas perbatasan dengan membungkus diri dalam selimut karena kedinginan.
Pada 18 Desember, Gunernur Texas Gregory Wayne Abbott terpaksa menandatangani undang-undang yang mengizinkan petugas penegak hukum Texas untuk menangkap imigran gelap yang masuk dari Meksiko, karena kewalahan dalam menangani masalah ini. Undang-undang tersebut akan dilaksanakan mulai bulan Maret tahun 2024.
Penutupan jalur perdagangan menyebabkan protesnya perusahaan KA dan kelompok bisnis
Perusahaan kereta api dan kelompok bisnis mendesak pemerintah AS untuk membuka kembali jalur perdagangan di sepanjang perbatasan Texas – Meksiko.
Reuters melaporkan bahwa Neil Bradley, Kepala Kebijakan Kamar Dagang AS, mengatakan : “Penutupan jalur kereta api Eagle Pass dan El Paso telah menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit”, “Menghentikan aktivitas komersial yang sah tidak membantu melindungi keamanan perbatasan”.
Menurut Kementerian Transportasi AS, bahwa volume angkutan kereta api antara El Paso dan Eagle Pass pada bulan Oktober tahun ini telah melebihi USD. 3 miliar, yang berarti telah menyumbang sekitar 4% dari total perdagangan perbatasan AS – Meksiko pada bulan itu.
Ian Jefferies, Presiden dan CEO Asosiasi Kereta Api Amerika Serikat menyerukan : “Penting untuk segera memulihkan kembali operasi KA di perlintasan perbatasan kedua tempat tersebut”. Jefferies mengatakan : “Penutupan perbatasan menyebabkan serangkaian kelambatan transportasi barang dan jasa, selain juga berdampak terhadap pelanggan dan pada akhirnya konsumen”.
Dua jalur kereta barang terbesar di AS, Union Pacific dan BNSF Railroad milik Berkshire Hathaway, keduanya memperingatkan, bahwa penutupan jembatan kereta api menjelang liburan Natal akan mengganggu rantai pasokan.
Reuters mengutip pernyataan dari juru bicara Kereta Api BNSF Lena Kent yang mengatakan : “Penutupan (jembatan) setiap hari akan meningkatkan dampak terhadap rantai pasokan komoditas penting seperti mobil, produk industri, dan biji-bijian Union Pacific menyebutkan dalam sebuah pernyataan di situs webnya : Jembatan yang ditutup tersebut menyumbang sekitar 45% dari volume angkutan lintas batas, dengan kerugian ekonomi keseluruhan dari penutupan tersebut adalah melebihi USD. 200 juta per hari.
Pada Selasa (19 Desember), kelompok lobi pertanian Meksiko CNA juga menyatakan keprihatinannya atas “kerugian besar” dalam perdagangan pertanian akibat penutupan tersebut.
Presiden Joe Biden, yang mencalonkan diri kembali pada tahun 2024, sedang berusaha mencapai kesepakatan dengan anggota parlemen dari Partai Republik, berharap untuk meloloskan paket yang menggabungkan keamanan perbatasan AS dengan bantuan militer ke Ukraina dan Israel. Namun menjelang libur Natal, senator dari kedua partai belum berhasil mencapai kesepakatan. (sin)
Taiwan Mendeteksi Lebih Banyak Balon Tiongkok Mengudara di Dekat Wilayahnya
Dorothy Li
Kementerian pertahanan Taiwan menyebutkan dua balon dari Tiongkok terbang melintasi Selat Taiwan yang sensitif pada 17 Desember, ketika rezim di Beijing meningkatkan tekanan terhadap pulau yang mempunyai pemerintahan sendiri itu menjelang pemilu bulan depan.
Balon terdeteksi pada pukul 09.03 dan 14.43. waktu setempat, masing-masing, setelah melintasi garis tengah selat, kata kementerian pertahanan dalam sebuah pernyataan di media sosial. Balon-balon ini melanjutkan perjalanan ke arah timur, sebelum masing-masing menghilang pada pukul 09:36 dan 16:35. waktu setempat.
Potensi Partai Komunis Tiongkok (PKT) menggunakan balon cuaca di ketinggian untuk mengawasi negara-negara lain mulai menjadi sorotan pada Februari, ketika Amerika Serikat menembak jatuh balon mata-mata Tiongkok yang diduga terbang di ketinggian yang melintasi benua Amerika.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan, Sun Li-fang, mengatakan pada 18 Desember bahwa analisis awal menemukan bahwa balon-balon tersebut digunakan untuk keperluan meteorologi.
Ini adalah kedua kalinya Taiwan melaporkan balon Tiongkok terbang di dekat pulau itu pada bulan ini. Insiden sebelumnya terjadi pada 7 Desember, di barat daya Keelung, sebuah kota pelabuhan di pantai utara Taiwan. Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng kepada legislator saat itu mengatakan awalnya diperkirakan benda tersebut kemungkinan adalah balon cuaca.
Pemilu Taiwan
Taiwan berada dalam kewaspadaan tinggi saat mempersiapkan pemilihan presiden dan parlemen pada 13 Januari. Taipei telah berulang kali mengatakan bahwa rezim Tiongkok berusaha ikut campur dalam pemilihan tersebut, baik dengan cara militer atau dengan mengkooptasi politisi Taiwan, untuk memastikan hasil yang menguntungkan bagi Beijing.
PKT mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri yang dapat direbut dengan paksa jika perlu, dan pemimpin PKT Xi Jinping telah berjanji untuk mencapai “penyatuan kembali” Taiwan, meskipun PKT tidak pernah memerintah pulau tersebut.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pihaknya juga mendeteksi enam pesawat Tiongkok dan dua kapal yang beroperasi di sekitar pulau itu pada 18 Desember.
Militer PKT mengirim pesawat tempur dan kapal perang ke dekat pulau itu hampir setiap hari, berupaya melemahkan pertahanan Taipei. Pada tahun 2022, Beijing menerbangkan total 1.737 pesawat militer ke wilayah udara internasional dekat Taiwan, meningkat 79 persen dari 972 serangan pada tahun sebelumnya, menurut laporan tahunan Pentagon tentang militer Tiongkok, yang mengutip data dari kementerian pertahanan Taiwan.
Sementara itu, para peneliti mengidentifikasi kampanye online untuk memanipulasi pandangan tentang politik Taiwan sebelum pemilu di pulau yang diperintah secara demokratis tersebut. Menurut laporan baru-baru ini oleh perusahaan riset media sosial Graphika, membanjirnya akun palsu di Facebook, TikTok, dan YouTube telah menyebarkan video dan meme berbahasa Mandarin tentang politik Taiwan sejak Mei 2022. Graphika tidak mengaitkan kampanye tersebut dengan hal spesifik apa pun.
Namun, operasi pengaruh tersebut tampaknya mempromosikan Partai Kuomintang, oposisi utama Taiwan—yang mendukung hubungan dekat dengan Beijing—dan mengkritik kandidat Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, yang telah membangun hubungan dekat dengan Washington.
Wakil Presiden Lai Ching-te dan pasangannya Hsiao Bi-khim dari DPP memimpin dalam jajak pendapat. Namun, PKT memandang mereka sebagai separatis.
Pekan lalu, Duta Besar AS untuk Tiongkok Nicholas Burns memperingatkan Beijing agar tidak ikut campur dalam pemilu di Taipei.
Burns kepada hadirin dalam acara Brookings Institution di Washington mengatakan, Saat kami menantikan pemilu Taiwan tanggal 13 Januari, ekspektasi dan harapan kami yang kuat adalah pemilu tersebut bebas dari intimidasi, atau paksaan, atau campur tangan dari semua pihak.
Ia juga menegaskan : “Amerika Serikat tidak terlibat dan tidak akan terlibat dalam pemilu ini.”
Taiwan telah lama menjadi titik konflik antara Beijing dan Washington. Meskipun Amerika Serikat, seperti kebanyakan negara lainnya, tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, namun Amerika Serikat tetap menjaga hubungan yang kuat dengan Taipei.
Amerika Serikat terikat oleh Undang-Undang untuk memberikan Taiwan sarana untuk mempertahankan diri. Penjualan senjata sering menjadi sumber ketegangan antara Washington dan Beijing.
Presiden Joe Biden telah beberapa kali mengatakan bahwa pasukan AS akan membela Taiwan jika terjadi invasi Tiongkok. Namun, setiap kali staf Gedung Putih berusaha untuk menarik kembali komentar presiden tersebut, mereka menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan AS—yang dikenal sebagai “ambiguitas strategis”—terkait dengan pulau tersebut. Pemerintahan AS sengaja tidak menjelaskan apakah mereka akan membela Taiwan jika rezim Tiongkok menyerangnya.
Burns menambahkan, “Tiongkok ingin menjadi kekuatan terkuat di Indo-Pasifik.”
Reuters berkontribusi pada laporan ini.
WHO Memperingatkan : Strain Mutan JN.1 Telah Menyebar di 41 Negara
oleh Luo Tingting
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (19 Desember) menetapkan strain mutan dari COVID-19 yakni JN.1 sebagai “Variant of concern” (strain mutan yang memerlukan perhatian). Dikabarkan bahwa strain JN.1 ini telah menyebar di 41 negara termasuk Tiongkok dengan tingkat infeksinya yang tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran.
WHO mengidentifikasi JN.1 sebagai “Variant of concern”
WHO menyatakan dalam laporan terbarunya bahwa meskipun strain JN.1 tidak menimbulkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Namun, berdasarkan bukti yang ada, penilaian tambahan risiko yang ditimbulkan oleh JN.1 terhadap kesehatan masyarakat dunia masih relatif rendah.
WHO juga menyatakan bahwa vaksin yang ada saat ini masih efektif digunakan untuk mencegah penyakit parah dan kematian yang disebabkan oleh JN.1 dan virus COVID-19 lainnya.
Laporan menunjukkan bahwa tercatat hingga 16 Desember, JN.1 telah ditemukan di setidaknya 41 negara dengan tingkat infeksinya yang tinggi. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan, JN.1 pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada bulan September tahun ini. Tetapi pada 8 Desember, jenis virus ini telah menyumbang sekitar 15% hingga 29% dari kasus infeksi di masyarakat AS.
Dalam satu minggu di awal bulan Desember, prevalensi JN.1 di Singapura melonjak dari 1,4% menjadi 72,7%. Di Prancis dari 10,9% menjadi 45,5%.
Di India, lebih dari 400 orang terinfeksi virus JN.1 dalam 2 hari terakhir dengan 6 kematian baru. Di Malaysia, jumlah infeksi baru tercatat 12,757 kasus dalam 7 hari dari 3 hingga 9 Desember, meningkat sebesar 711% dibandingkan dengan jumlah yang tercatat pada awal November tahun ini.
Gadis berusia 16 tahun meninggal akibat PKT menyembunyikan informasi epidemi
Dalam beberapa bulan terakhir, infeksi massal terjadi di berbagai tempat di Tiongkok, namun PKT menyangkal adanya patogen baru dan menutupinya dengan menggunakan virus seperti pneumonia mikoplasma dan influenza. Meskipun media resmi PKT hampir tidak berfokus pada pemberitaan mengenai epidemi, namun berita yang beredar di media sosial dan internet Tiongkok menunjukkan bahwa gelombang baru epidemi di Tiongkok saat ini telah menelan banyak korban termasuk kematian.
Pada 2 Desember pagi, Mr. Qin dari Kota Yichang, Provinsi Hubei memposting di Internet Tiongkok menyebutkan bahwa putrinya yang berusia 16 tahun, sebut saja Yuanyuan (nama samaran) terinfeksi virus influenza A (kata rumah sakit). Proses penurunan kondisi kesehatannya hanya terjadi dalam 1 hari (dari demam hingga penyakit kritis), dia meninggal dunia setelah 4 hari dirawat di ICU rumah sakit.
Ketika epidemi semakin menggelora, CDC Tiongkok baru mau mengubah pernyataannya pada 15 Desember. PKT baru mengakui bahwa varian JN.1 ditemukan di Tiongkok pada bulan November tahun ini. Dan baru memberitakan bahwa ada 7 kasus infeksi JN.1 yang terdeteksi hingga 10 Desember. Namun, tidak ada warga mempercayai angka yang berbeda dengan fakta.
Dong Yuhong, seorang ahli virologi dan penyakit menular Eropa, mengatakan kepada The Epoch Times pada 18 Desember, bahwa PKT mengklaim bahwa hanya 7 kasus JN.1 yang ditemukan, angka yang tidak masuk akal.
“Dengan perkembangan (varian) yang begitu pesat di luar negeri, terdengar sangat aneh bahwa perkembangannya di Tiongkok sangat lambat, bahkan masih berada pada level satu digit. Dari perkembangan epidemi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir kita melihat bahwa perkembangan epidemi di Tiongkok pada dasarnya hampir sinkron dengan yang di luar negeri,” katanya.
Pada 12 Desember, Wang Pengfei, seorang peneliti muda di School of Life Sciences, Universitas Fudan mengatakan kepada media “The Paper”, bahwa JN.1 memiliki kemampuan yang tinggi untuk menghindari kekebalan tubuh manusia, sehingga berpotensi memicu terjadinya suatu puncak infeksi baru di Tiongkok, itu diperkirakan akan terjadi dari bulan Januari hingga Maret tahun depan.
Dong Yuhong mengatakan bahwa penyebaran varian JN.1 ini sangat cepat, 7 hingga 8 kali lebih cepat dibandingkan dengan varian XBB asli, dan kemampuannya untuk melepaskan diri dari kekebalan juga satu tingkat lebih unggul ketimbang XBB. Dan, vaksin terbaru belum memiliki perlindungan terhadapnya.
Dong Yuhong menturkan, mutasi JN.1 ini di luar dugaan masyarakat. Ini bukanlah kemampuan yang dapat dihasilkan oleh vaksin itu sendiri. Virus ini baru bisa dihindari masuk dalam tubuh bahkan dibasmi lewat membangun kembali bagian tubuh manusia yang rusak, memulihkan sepenuhnya sistem kekebalan tubuh. Maka disebut virus ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk menghindari kekebalan tubuh.”
“Saya pribadi berpikir bahwa dampak virus ini terhadap umat manusia sangat mengkhawatirkan, sehingga setiap orang perlu memberikan perhatian yang serius terhadapnya. Kita harus melindungi kekebalan kita selain juga memperbaiki kondisi kesehatan diri pribadi, baik itu penyakit atau berbagai tekanan, atau kekebalan tubuh yang rusak akibat berbagai racun, kita perlu membangun kembali sistem kekebalan tubuh kita agar kita dapat menghadapi varian virus baru, yang ternyata lebih luar biasa ini,” ujarnya. (sin)