Home Blog Page 1809

Uni Eropa Terbitkan Peringatan Tentang Ancaman Keamanan 5G, Tak Menyebut Terang-terangan Nama Huawei

0

 Nick Gutteridge Spesial untuk The Epochtimes

Uni Eropa mengeluarkan peringatan keras pada 9 Oktober, bahwa perusahaan “yang didukung negara” dari negara “bermusuhan” dapat menyusup ke jaringan 5G untuk melumpuhkan benua itu. 

Laporan itu terkait referensi terselubung dengan raksasa telekomunikasi Komunis Tiongkok, Huawei.

Dalam penilaian ancaman bersama yang disusun oleh para pakar keamanan dari semua 28 negara blok, dinyatakan bahwa penyalahgunaan berbahaya teknologi baru akan memiliki “dampak negatif yang sangat parah dan luas.”

Peringatan tersebut menyoroti risiko penyedia “menjadi sasaran gangguan dari negara non-Uni Eropa.” Di mana ada “hubungan yang kuat antara pemasok dan pemerintah” yang dapat “melakukan segala bentuk tekanan” di atasnya.

Laporan yang dipublikasikan secara resmi itu, berhenti menyebutkan nama Huawei atau Tiongkok. Sedangkan para pejabat senior Uni Eropa  menyebutnya dalam upaya untuk “menjaga pendekatan netral.”

Namun demikian, ketentuan di mana risiko keamanan diuraikan, menjadikan terang benderang  bahwa negara-negara Uni Eropa memiliki nama raksasa telekomunikasi yang didukung Beijing dalam pikiran.

Dokumen tersebut menyatakan, bahwa pemasok yang berbasis di negara-negara “di mana tidak ada pemeriksaan dan keseimbangan legislatif atau demokratis.” Dokumen tersebut juga menyebut “tidak adanya perjanjian keamanan atau perlindungan data” dengan Uni Eropa yang mana menghadirkan risiko tertinggi.

Laporan itu memperingatkan, bahwa aktor yang bermusuhan dapat menggunakan “kelemahan keamanan utama, seperti yang berasal dari proses pengembangan perangkat lunak yang buruk di dalam pemasok peralatan.  

Cara itu, dengan jahat memasukkan Backdoor secara disengaja ke dalam produk mereka. Kemudian dapat digunakan untuk meretas sejumlah perangkat yang akan terhubung ke jaringan 5G, dari pengiriman dan sensor ke telepon pintar atau bahkan peralatan rumah tangga. Tujuannya, untuk “menyerang jaringan” dan membuatnya Overload. 

Sir Julian King, komisaris keamanan Uni Eropa, mengatakan laporan itu “sudah menjadi sinyal ke pasar” bahwa ancaman seperti itu, akan direspon dengan serius. Sedangkan pengadaan 5G “tidak seperti membeli mobil, tapi seperti bergabung dengan sebuah klub.

Sir Julian King yang dikutip The Epochtimes mengungkapkan, 5G akan menjadi saluran digital masyarakat Eropa. Teknologi itu akan membawa informasi yang sangat sensitif. Termasuk, mendukung banyak aspek tidak hanya bagaimana menjalankan ekonomi semata. Lebih jauh bagaimana menjalani kehidupan.

King membela keputusan Uni Eropa yang tidak menyebutkan nama Tiongkok atau Huawei dalam laporan itu. Ia mengatakan dengan bahwa Blok Eropa  tidak ingin melakukan sesuatu dengan urutan yang keliru. Tetapi mengatakannya, tidak dapat dituduh sebagai upaya menghindar dari permasalahan.

Langkah Uni Eropa, tidak seperti Pendekatan AS yang telah melarang Huawei dari jaringan 5G-nya. AS juga telah meluncurkan serangkaian laporan hitam tentang Huawei.

Huawei juga telah dimasukkan dalam daftar hitam oleh Amerika Serikat. Negeri Paman SAM itu telah meminta Uni Eropa untuk mengikuti jejaknya. Itu setelah menyebut Huawei sebagai ancaman keamanan. 

Namun demikian, para pejabat Eropa menyarankan bahwa blok itu akan mengambil pendekatan berbeda dengan Huawei.

Huawei telah berulang kali membantah menggunakan backdoors dalam teknologinya untuk memata-matai pelanggan. 

Meski demikian, Pada bulan Mei, surat kabar Belanda, Volkskrant melaporkan, bahwa pihak berwenang di Den Haag sedang menyelidiki sebuah perusahaan dengan alasan tersebut. (asr)

Senator AS Surati Microsoft Soal Ancaman Nyata dan Mendesak dari Huawei

0

The Epochtimes

Lima senator AS menulis surat kepada Microsoft pada 7 Oktober lalu. Isinya tentang ancaman “nyata dan mendesak” yang disebabkan oleh Huawei.

Surat itu dalam menanggapi Presiden Microsoft Brad Smith, juga kepada Kepala hukum pengembangan perangkat lunak AS. Yang mana dalam wawancara dengan Bloomberg Businessweek mengatakan, bahwa regulator Amerika Serikat harus memberikan lebih banyak bukti untuk mendukung alasan memasukkan Huawei dalam daftar hitam. 

Pada bulan Mei lalu, Departemen Perdagangan AS menempatkan Huawei dan 68 anak perusahaan dalam “daftar entitas” dengan alasan keamanan nasional. Maka secara efektif melarangnya melakukan bisnis dengan perusahaan-perusahaan AS. Kecuali jika berlaku untuk lisensi khusus. Sejak saat itu, otoritas AS memasukkan lebih banyak anak perusahaan Huawei dalam daftar.

Presiden Microsoft Brad Smith mengatakan kepada Bloomberg, ketika memberitahukan kepada perusahaan teknologi bahwa mereka dapat menjual produk, tetapi tidak membeli sistem operasi atau chip, Brad Smith menuturkan sama saja seperti sebuah perusahaan hotel. Yang mana, mereka dapat membuka pintunya, tetapi tidak meletakkan tempat tidur di kamar hotelnya atau makanan di restorannya. 

Para senator AS  yang mengirim surat tersebut adalah Senator Tom Cotton, Marco Rubio, Rick Scott, Mike Braun dan Josh Hawley, dicontohkan terdaftar spionase siber dan pencurian teknologi Huawei.

Surat itu berbunyi, para Senator AS menyatakan menghargai komunikasi Microsoft dengan kantor senator dan pemahaman Microsoft tentang ancaman yang ditimbulkan oleh Huawei. Mereka juga menyampaikan, memahami bahwa banyak perusahaan Amerika yang melakukan bisnis atas itikad baik dengan Huawei dan perusahaan telekomunikasi Tiongkok lainnya.

Para Senator AS tersebut kemudian menyampaikan, mereka percaya bahwa tinjauan terhadap bukti yang tersedia untuk umum, menunjukkan bahwa masalah keamanan tentang Huawei adalah nyata dan mendesak.

Para senator AS juga mengutip pernyataan Menteri Pertahanan AS Mark Esper. Ia memperingatkan sekutu Eropa terhadap ancaman keamanan Komunis Tiongkok. Pernyataan itu disampaikannya dalam pidato pada September lalu.

Ketika itu, Esper menyatakan, Huawei adalah sarana yang digunakan Tiongkok untuk masuk ke dalam jaringan dan sistem AS. Esper juga mengungkapkan, Huawei  berupaya mengekstraksi informasi atau merusaknya, atau merusak apa yang AS coba lakukan.

Senator Cotton dalam cuitannya pada 7 Oktober menyebutkan, “Huawei merupakan ancaman besar bagi keamanan nasional AS.” 

Kekhawatiran Tentang Huawei

Huawei adalah pelanggan utama Microsoft. Perusahaan itu menggunakan perangkat lunak Microsoft untuk perangkatnya.

Pejabat dan pakar AS sebelumnya telah membunyikan alarm atas perusahaan itu. Sejumlah pakar mengatakan produknya dapat digunakan oleh rezim komunis Tiongkok untuk memata-matai atau untuk mengganggu jaringan komunikasi.  Dikarenakan, hubungannya yang dekat dengan militer Komunis Tiongkok. 

Sejumlah kritikus juga mengemukakan bahwa Undang-Undang Tiongkok memaksa perusahaan di negara itu, untuk bekerja sama dengan badan intelijen ketika ditanyai.

Meskipun Huawei mengklaim tidak memiliki hubungan dengan rezim Komunis Tiongkok, pendiri perusahaan yang bernama Ren Zhengfei, adalah seorang perwira di Kementerian Keamanan Tiongkok. Lembaga itu adalah agen spionase terkemuka di Tiongkok. 

Sun Yafang, yang menjabat sebagai CEO Huawei dari tahun 1998 hingga 2018, juga bekerja untuk agensi yang sama.

Melansir dari The epochtimes, sebuah studi pada Juli oleh Christopher Balding, seorang profesor di Universitas Fulbright Vietnam, menganalisis riwayat hidup ribuan karyawan Huawei yang bocor ke publik. Isinya menemukan bahwa sekitar 100 anggota staf memiliki hubungan dengan militer Komunis Tiongkok atau badan-badan intelijen.

Surat senator AS mengingatkan, bahwa komunis Tiongkok memiliki ruang kantor dan pengingat di dalam markas besar Huawei di Shenzhen. 

Menurut sebuah biografi yang diterbitkan oleh publikasi pemerintah yang dikelola Universitas Sains dan Teknologi Huazhong, militer Komunis Tiongkok adalah pelanggan utama Huawei selama tahun 1990-an.

China Development Bank, sebuah lembaga keuangan di bawah Dewan Negara yang mirip kabinet, telah “bekerja sama erat dengan Huawei sejak 1998 silam. Keduanya menandatangani perjanjian kerja sama dengan Huawei pada 2009 dengan mengucurkan pinjaman bunga rendah sebesar 30 miliar dolar AS. Laporan itu menurut sebuah laporan Tahun 2009 dalam media pemerintah Komunis Tiongkok,  Xinhua.

Pencurian Perdagangan dan Spionase

Perusahaan Tiongkok saat ini didakwa dalam dua kasus di AS. Perusahaan itu dituduh melakukan penipuan bank dan melanggar sanksi AS terhadap Iran.  Perusahan itu diduga melakukan kesalahan representasi kepada bank-bank yang berbasis di AS, yang mana hubungannya dengan anak perusahaan yang melakukan bisnis di negara tersebut. 

Dalam dakwaan terpisah, Huawei didakwa mencuri rahasia dagang dari operator seluler AS T-mobile. Kasus itu berkaitan dengan robot pengujian ponsel.

Jaksa federal juga dilaporkan, menyelidiki perusahaan Tiongkok tersebut atas kasus-kasus lain yang diduga terlibat pencurian kekayaan intelektual.

Pada Januari lalu, otoritas Polandia menangkap seorang direktur penjualan Huawei yang sebelumnya bekerja di konsulat Tiongkok di ibukota Polandia. Penangkapan atas tuduhan mata-mata. Huawei kemudian menyatakan, memecat karyawan tersebut tiga hari kemudian.

Pada bulan Juni lalu, penelitian dari perusahaan cybersecurity Finite State juga menemukan, perangkat Huawei jauh lebih rentan daripada para peretas untuk melakukan praktek peretasan. 

Pengujian menunjukkan, lebih dari 55 persen dari 550 perangkat Huawei yang diuji memiliki setidaknya satu backdoor atau pintu belakang bepotensial. Tujuannya, bisa menjadi pintu gerbang untuk serangan berbahaya. Pada 25 September, Senat AS mengeluarkan Resolusi 331 yang membuat Huawei masuk dalam daftar entitas.

Sebelumnya pada bulan yang sama, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa Huawei dalam perhatian besar militer dan badan intelijen AS. Trump menegaskan kembali, bahwa AS “tidak melakukan bisnis dengan Huawei.” (asr)

FOTO : Logo Huawei Technologies Co. Ltd. terlihat di luar markasnya di Shenzhen, Tiongkok, pada 17 April 2012. (Reuters // Tyrone Siu / File Photo)

Pejabat Senior Hong Kong: Pemerintah Mungkin Bakal Melarang Internet untuk Memadamkan Aksi Protes

0

The Epochtimes

Seorang pejabat tinggi Hong Kong mengatakan pada sebuah program radio lokal pada Senin 7 Oktober, bahwa pemerintah sangat terbuka terhadap usulan pelarangan orang-orang mengakses internet, jika aksi protes terus berlanjut.

Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, yang kembali ke pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997 silam. Ketika itu, dengan janji-janji  Otonomi Hong Kong tetap dipertahankan. 

Akan tetapi, Hong Kong kini berada di tengah-tengah krisis politik. Ketika aksi demonstrasi menentang meluasnya pengaruh Beijing atas urusan Hong Kong. Aksi telah memasuki minggu ke-18 secara berturut-turut.

Seperti ditulis oleh The Epochtimes, baru-baru ini sebagai upaya untuk memadamkan aksi protes, pemerintah kota Hong Kong baru-baru ini melewati legislatif dan memberlakukan undang-undang anti-masker. 

Regulasi baru itu diterapkan dengan memanfaatkan Undang-Undang Peraturan Darurat era kolonial. 

Aturan itu memberikan kepada pemimpin Hong Kong wewenang luas untuk memberlakukan peraturan, menunda komunikasi, dan melakukan penangkapan. 

Larangan penggunaan masker menargetkan para pengunjuk rasa. Banyak di antara mereka mengenakan penutup wajah untuk melindungi identitas mereka. Dikarenakan, khawatir atas pembalasan dari otoritas Hong Kong atau Komunis Tiongkok. 

Banyak juga demonstran yang mengenakan topeng anti gas untuk melindungi diri mereka. Hal demikian ketika polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Komentar pejabat tersebut menarik perhatian kalangan warga Hongkong. 

Menurut peringkat aplikasi yang diunduh teratas di Hong Kong yang disusun oleh situs berita game, Game Apps, NordVPN, adalah aplikasi jaringan pribadi virtual yang memungkinkan pengguna internet untuk secara anonim muncul di mana saja. Aplikasi itu menjadi yang paling banyak diunduh pada 7 Oktober lalu. 

Penerapan Undang-undang anti-masker, malah memicu lebih banyak aksi protes berskala besar selama akhir pekan di Hong Kong. Ketika itu, ribuan warga Hong Kong menentang larangan terbaru itu. Warga berbaris di jalan-jalan untuk menentang undang-undang baru itu, sambil mengenakan masker dan topeng.

Dua pengunjuk rasa yakni seorang mahasiswa berusia 18 tahun dan seorang wanita berusia 38 tahun ditangkap. Mereka berdua adalah yang  pertama kalinya didakwa karena melanggar larangan masker. Mereka hadir di pengadilan pada Selasa 8 Oktober dan diberikan jaminan.

Keduanya ditangkap karena melanggar larangan penggunaan masker, saat ikut dalam pertemuan yang dinilai aparat melanggar hukum pada dini hari 5 Oktober lalu di Distrik Kwun Tong di daerah Kowloon.

Sementara itu, anggota parlemen dari kubu pro-demokrasi Hong Kong, telah mengajukan gugatan hukum kepada Pengadilan Tinggi setempat. Sidang dijadwalkan digelar pada paruh kedua bulan ini.

Radio Komersial Hong Kong mengundang dua pejabat Hong Kong, Ip Kwok-him dan James To Kun-su. Mereka ketika itu berbincang dalam program pagi hari dengan tema “Mulailah pada Hari yang Cerah.” Mereka berbicara tentang dampak larangan penggunaan masker.

Ip Kwok-him  adalah anggota tidak resmi Dewan Eksekutif Hong Kong, sebuah organisasi mirip kabinet yang terdiri dari 16 anggota resmi dan 16 anggota tidak resmi yang menasihati pemimpin Hong Kong. Ia adalah delegasi lokal ke legislatif stempel rezim komunis Tiongkok, Kongres Rakyat Nasional.

Sedangkan, James To Kun-su adalah seorang anggota parlemen dan pengacara pro-demokrasi lokal. 

Memperhatikan larangan itu tidak menghalangi pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan. James To Kun-su sempat bertanya kepada Ip Kwok-him, apakah Dewan Eksekutif mengevaluasi apa yang akan menjadi dampak hukum Undang-Undang Anti Masker. 

Kala itu, Ip Kwok-him, menjawab bahwa pemerintah “benar-benar tidak setuju atau menerima” tuntutan pengunjuk rasa untuk mencabut undang-undang anti-masker. Ia mengatakan, pemerintah akan menggunakan semua energinya untuk melakukan apa pun untuk mengendalikan situasi.

Politikus itu menambahkan, bahwa pemerintah terbuka terhadap langkah-langkah lain untuk menghentikan aksi protes. 

Kemudian penyiar bertanya kepada  Ip Kwok-him, apakah pemerintah Hong Kong akan mempertimbangkan untuk menerapkan larangan internet.

Saat itu, Ip Kwok-him menjawab, Jika perlu, mereka akan melakukannya. Ia berdalih, solusi apa pun yang dapat menghentikan kerusuhan dan memiliki kedudukan hukum, maka akan dilakukan.

Ip Kwok-him tidak memberikan perincian lebih lanjut mengenai pernyataannya. 

Di media sosial, banyak warga Hongkong menyatakan, bahwa larangan masker hanya memperparah keadaan. Justru, semakin membuat pengunjuk rasa tak menerimanya,  yang sudah kesal dengan tindakan pemerintah.

Chris Patten, gubernur Inggris Hong Kong terakhir sebelum penyerahan ke Beijing,  mengatakan kepada media Inggris Sky News pada 7 Oktober, bahwa larangan itu keliru dan dapat memicu peningkatan ketegangan.

Chris Patten mengatakan, ide bahwa dengan peraturan ketertiban umum Anda mengirim pasukan polisi turun dengan amunisi  tidak masuk akal. Tak lama lagi, kecuali sangat beruntung, orang-orang akan terbunuh dan ditembak. 

Khawatir tentang lebih banyaknya terjadi korban, Patten menyerukan kepada pemimpin kota Carrie Lam untuk menyelesaikan krisis dengan benar-benar mendengarkan rakyat Hong Kong. Yang mana disertai mengedepankan pentingnya dialog.  (asr)

Menkopolhukam Wiranto Ditusuk di Pandeglang Usai Resmikan Gedung Kampus UNMA

0

EtIndonesia. Menkopolhukam Wiranto ditusuk di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019). Penusukan terjadi di Pintu Gerbang Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Berdasarkan video yang beredar, menunjukkan penusukan terjadi usai Wiranto keluar dari kenderaannya. Tiba-tiba seorang pria menghujamkan senjata tajamnya, hingga kemudian terlihat Wiranto sempat tersungkur.

Sejurus kemudian, sejumlah aparat dan orang-orang yang ada di sekitar Wiranto langsung meringkus si pelaku.

Informasi yang dihimpun, seorang pelaku wanita juga turut beraksi. Akan tetapi berhasil dicegah oleh Kapolsek Menes, Kompol Dariyanto. Akibatnya ia mengalami tusukan di bagian punggung. Seorang warga, H.Fuad juga terkena tusukan di bagian dada sebelah kiri atas.

Wiranto kemudian langsung dilarikan ke RSUD Berkah Pandeglang.  Kemudian, Wiranto dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.

Laporan menyebutkan, pelaku penusukan dilakukan oleh dua orang tersebut. Mereka adalah SA alias Abu Rara dan FA. Kedua tersangka langsung diamankan di Mako Polsek Menes, Polres Pandeglang.

Mantan Panglima ABRI itu datang ke Pandeglang, Banten untuk meresmikan Gedung Kuliah Bersama  gedung baru di Kampus Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten. (asr)

4 Sinyal atas Kunjungan Xi Jinping ke Mausoleum Mao Zedong Jelang Hari Jadi RRT

0

oleh Zhong Jingming – NTDTV

Sehari menjelang peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, Xi Jinping memimpin semua anggota Komite Tetap Politbiro untuk mengunjungi Mausoleum Mao Zedong. Itu adalah untuk kali pertama, para pemimpin Partai Komunis Tiongkok mengunjungi Mausoleum Mao pada peringatan hari jadinya Tiongkok. Media Hongkong menyebutkan bahwa ada 4 sinyal yang dilepas dari kejadian ini.

Berikut berita selengkapnya. 

Pada 30 September 2019 pagi hari, Xi Jinping dan anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok mengunjungi Mausoleum Mao Zedong di Lapangan Tiananmen. Menurut pemberitaan Xinhua, Xi Jinping melakukan penghormatan dengan 3 kali membungkuk badan di depan patung Mao Zedong yang duduk di kursi dan menatap wajah patung Mao yang tersenyum. 

Selanjutnya, semua anggota Komite Tetap Politbiro menghadiri upacara untuk memperingati jasa para pahlawan di depan monumen yang terletak di Lapangan Tiananmen itu.

Itu adalah kali kedua, Xi Jinping memimpin Komite Tetap Politbiro untuk mengunjungi Mausoleum Mao Zedong. 

Sebelumnya, para pemimpin Partai Komunis Tiongkok seperti Deng Xiaoping, Hu Yaobang, Jiang Zemin dan Hu Jintao semua mengunjungi mausoleum pada saat peringatan hari ulang tahun Mao Zedong. 

Xi Jinping adalah orang pertama yang membelot dari kebiasaan. Ia mengunjungi mausoleum terakhir adalah saat peringatan 120 tahun hari kelahiran Mao Zedong pada tahun 2013.

Ada media Hongkong yang menyebutkan bahwa Xi Jinping memilih untuk mengunjungi mausoleum 1 hari menjelang peringatan 70 tahun komunis Tiongkok merebut kekuasaan melepas 4 sinyal penting.

Sinyal pertama, adalah untuk menyoroti posisi utama Mao Zedong di dalam partai. 

Kedua adalah untuk menunjukkan bahwa ia akan mewarisi politik Mao Zedong. 

Ketiga adalah untuk memberi tekanan pada apa yang disebut legitimasi berkuasa dari Partai Komunis Tiongkok. 

Keempat untuk menegaskan kembali bahwa pemerintah tidak akan mengganti bendera merah dengan 5 bintang.

Radio Free Asia memberitakan bahwa kunjungan Xi Jinping ke Mausoleum Mao Zedong adalah karena kebutuhan politik. Generasi Merah Kedua Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa sangat mengerikan jika pihak berwenang berniat untuk memulihkan garis politik Mao Zedong. Tampaknya dalam tubuh partai pun memiliki keberatan terhadap hal itu.

Belum lama ini, Xi Jinping dengan ditemani oleh Wang Huning telah mengunjungi kantor Mao yang berada di Xiangshan dan menyinggung soal “Empat Keyakinan Diri” dan dan “Perjuangan yang Keras.”

Empat keyakinan diri itu adalah yakin terhadap jalan sosialisme khas Tiongkok, yakin terhadap ideologi sosialis, yakin terhadap institusional dan yakin terhadap budaya sendiri.

Sementara “Perjuangan yang Keras” adalah bahwa untuk merealisasikan impian besar Tiongkok, perlu ada perjuangan yang keras.

Sebelum berkunjung ke mausoleum, Xi Jinping pada 25 September 2019 lalu memberikan penghargaan kepada 278 warga yang dinobatkan sebagai ‘pejuang paling berjasa’ di berbagai bidang bagi Tiongkok. Pejuang itu, termasuk Zhang Zhixin yang menjadi korban Revolusi Kebudayaan. Dia mengalami lehernya digorok dan ditembak mati karena ragu terhadap ideologi Mao Zedong. 

Zhang Zhixin sebelumnya telah mendapat rehabilitasi dari komunis Tiongkok. Media Hongkong mengutip berita yang mengatakan bahwa pujian terhadap Zhang Zhixin terkait erat juga dengan istilah perjuangan yang sampai 56 kali disebutkan oleh Xi Jinping dalam pidatonya pada 3 September 2019 lalu.

Dalam situasi yang terjepit, komunis Tiongkok tampaknya berusaha untuk melintasi krisis kiamat dengan mendorong garis politik yang “belok kiri”, termasuk kembali ke sistem “ekonomi yang terencana”. 

Namun, dunia luar percaya bahwa langkah tersebut justru dapat mempercepat kepunahan Partai Komunis Tiongkok.

sin

Gambar menunjukkan seluruh anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok pada 30 September mengunjungi mausoleum Mao Zedong untuk memberikan penghormatan kemudian ke monumen pahlawan bangsa yang berada di Lapangan Tiananmen untuk mengikuti upacara. (Mark Schiefelbein – Pool / Getty Images)

80 Ribu Warga Amerika Serikat, Terbunuh oleh Fentanil Komunis Tiongkok dalam Kurun Waktu 3 Tahun

0

Oleh Long Languang -EpochWeekly

Sulit untuk mengalahkan Amerika dalam perang dagang, Hongkong sedang kacau karena rakyat protes revisi undang-undang ekstradisi. Ideologi komunis mengalami pengepungan global, pertumbuhan ekonomi daratan Tiongkok merosot, inflasi membuat kehidupan rakyat Tiongkok tertekan.

Menjelang peringatan tahun ke-70 keberhasilan dalam merebut kekuasaan dari tangan Chiang Kai-shek dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok, sekarang negara tirai bambu ini sedang terperangkap oleh sejumlah besar masalah dalam dan luar negeri, disintegrasi sudah di depan mata. 

Namun komunis Tiongkok pun tak segan-segan untuk menyerang negara kuat, Amerika Serikat melalui bahan kimia — fentanil, berusaha membunuh lebih banyak orang Amerika Serikat dengan cara kecanduan.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Beijing mengungkapkan bahwa Kellyanne Conway, penasihat senior Presiden Amerika Serikat. Donald  Trump. baru-baru ini memperingatkan bahwa hanya dalam tahun lalu, agen federal Amerika Serikat berhasil menyita fentanil yang jumlahnya cukup untuk membunuh semua pria, wanita, dan anak-anak Amerika sebanyak 4 kali. 

Meskipun jumlah korban meninggal karena mengkonsumsi narkoba telah menurun untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, namun sejumlah besar fentanil yang sangat mematikan itu sedang merajalela di Amerika Serikat. 

Menurut pemberitaan Radio France Internationale pada 31 Agustus 2019, Biro Investigasi Federal -FBI mengumumkan bahwa sekelompok penyelundup narkoba di beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah berhasil ditangkap di Virginia dan menyita 30 kg fentanil yang diselundupkan dari Tiongkok. 

Jumlah itu cukup untuk meracuni hingga mati 14 juta orang Amerika. Jaksa Distrik Timur Victoria Tweedig mengatakan bahwa ke-39 orang yang tertangkap itu telah didakwa. Salah satunya memesan fentanil dari Shanghai dan dikirim ke Newport News di Victoria melalui United States Postal Service – USPS. 

Menurut Radio France Internationale, lebih dari 95% fentanil Amerika Serikat berasal dari daratan Tiongkok, biasanya masuk Amerika  melalui kurir pos atau dari perbatasan Meksiko – Amerika Serikat. 

Awalnya  opioid ini digunakan sebagai analgesia dan anestesi. Obat opioid ini dapat mengaktifkan reseptor opioid tubuh untuk menghasilkan kesenangan, tetapi pada saat yang sama menghasilkan rasa kecanduan atau ketergantungan. Bagi mereka yang mengkonsumsinya  pada akhirnya akan mati karena sulit bernapas. 

Racun fentanil mencapai 50 hingga 100 kali lebih besar daripada heroin, tetapi harganya lebih murah dan lebih mudah diangkut daripada heroin. Dia kemudian menjadi generasi baru “raja narkoba”.

Mantan wakil gubernur negara bagian New York, Betsy McCaughey menerbitkan sebuah artikel yang berjudul ‘China’s chemical war on America’ di New York Post pada 26 Agustus 2019. 

Betsy McCaughey mengungkapkan fentanil buatan Tiongkok dan sintesis serupa opioid telah menewaskan sekitar 79.000 orang Amerika dalam 3 tahun. Para korban kebanyakan adalah anak-anak muda, melebihi dari jumlah tentara Amerika  yang gugur di medan perang Vietnam, Irak dan Afghanistan.

Menurut Betsy McCaughey, komunis Tiongkok bahkan menolak untuk bekerja sama dengan agen penegak hukum Amerika, menolak untuk mengekstradisi ketiga orang warga negaranya yang telah dituduh FBI sebagai pengedar fentanil dan menjual bahan bakunya ke Amerika Serikat melalui internet. Selain itu, membiarkan mereka bebas berkeliaran dan memperdagangkan narkoba.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit  – Centers for Disease Control and Prevention. CDC Amerika Serikat, obat-obatan terlarang asal Tiongkok telah muncul di jalan-jalan di Amerika Serikat. 

Jumlah kematian akibat penggunaan berlebihan terus meningkat setiap tahunnya, tetapi pemerintahan Obama tidak pernah menghentikan serangan yang mematikan itu. Baru pada tahun 2018 Kongres meloloskan Rancangan Undang Undang – RUU yang mewajibkan setiap paket dari Tiongkok dilabeli dengan konten dan sumber. Namun, hanya sekitar 100 dari 1,3 juta paket internasional yang diterima setiap harinya yang dikenakan pemeriksaan petugas pabean.

Sebagian fentanil buatan Tiongkok dikirim dulu ke Meksiko kemudian masuk ke Amerika Serikat melalui perbatasan dengan cara penyelundupan. Sebuah laporan kongres pernah mengatakan bahwa memeriksa paket di perbatasan itu ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. 

Betsy McCaughey menegaskan bahwa untuk mencegah obat-obatan terlarang masuk ke Amerika Serikat, lebih mudah melalui diblokir sebelum dikirim dari Tiongkok ketimbang memblokirnya di perbatasan. Itulah alasan mengapa Trump akan mengambil sikap keras terhadap komunis Tiongkok dalam masalah narkoba melalui perjanjian perdagangan.

Presiden Trump pada bulan Oktober 2017 silam, mengumumkan bahwa Amerika Serikat  memasuki tanggap darurat nasional untuk krisis narkoba.

Trump dalam rapat kabinet pada 20 Agustus 2018 mengatakan bahwa fentanil dari daratan Tiongkok hampir merupakan sebuah bentuk peperangan. 

“Obat-obatan terlarang itu sedang membunuh rakyat kita. Dalam hal ini saya bersikap sangat tegas. Ini adalah tindakan yang memalukan, yang seharusnya kita hentikan,” kata Trump.

Pada tahun 2018, Trump menandatangani RUU untuk memerangi krisis obat-obatan terlarang yang memungkinkan layanan pos Amerika Serikat untuk melakukan penyaringan terhadap paket kiriman dari luar negeri yang mungkin berisikan fentanil atau bahannya. 

Trump menugaskan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Bea Cukai serta Perlindungan Perbatasan Federal untuk melakukan pengawasan. Pada 23 Agustus 2019, Trump mengeluarkan pesan tweet yang meminta semua perusahaan ekspedisi termasuk kantor pos, untuk mencari dan menolak pengiriman semua paket fentanil dari Tiongkok.

Sementara itu, dalam pertemuannya dengan Presiden Trump di Osaka Jepang, Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah menjanjikan untuk mengendalikan pengiriman fentanil ke Amerika Serikat. Tetapi media partai ‘People’s Daily’ baru-baru ini malahan memberitakan bahwa tanggung jawab penyalahgunaan fentanil bukan di pihak Tiongkok tetapi Amerika Serikat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang pada konferensi pers reguler 26 Agustus 2019 mengatakan bahwa permintaan dan penawaran biasanya jalan berbarengan. Oleh karena itu tidak perlu hanya berbicara soal siapa pemasoknya. Pernyataan itu mengejutkan banyak kalangan dan dianggap sebagai komunis Tiongkok ingin melepas tanggung jawab.

Terhadap ucapan Geng Shung yang tidak masuk akal itu dunia luar menginteprestasikannya sebagai rezim Komunis Tiongkok sudah mengalami perpecahan. Xi Jinping berjanji terhadap Trump, tetapi komunis Tiongkok ingin meracuni warga Amerika untuk menyerang Trump. Hal itu membuat perintah Xi Jinping tidak bisa keluar dari Zhongnanhai.

Pada 27 April 2019, Kementerian Keuangan Amerika Serikat mengumumkan sanksi terhadap seorang warga Tiongkok yang dituduh sebagai otak pengedaran sejumlah besar fentanil ke Amerika  beserta 4 orang kaki tangannya. Kementerian Kehakiman menggugat 10 orang pengedar narkoba, termasuk 4 orang warga asal Tiongkok.

Zhang Jian, warga asal Tiongkok pada bulan Oktober 2018 lalu dituduh oleh Kehakiman Amerika Serikat terlibat langsung dalam penjualan fentanil dan zat yang mengandung fentanil kepada penyelundup obat-obatan terlarang dan individu di Amerika melalui Internet, dan kemudian mengirimnya ke Amerika Serikat melalui ekspedisi pengiriman paket. 

Yang bersangkutan saat ini sedang buron. Dan seorang pria lain asal Tiongkok bernama Yan Xiaobing, usia 40 tahun juga terkena dakwaan.

Wakil Menteri Kehakiman Rod Rosenstein dalam sebuah pernyataannya menyebutkan bahwa itu adalah pertama kalinya Amerika Serikat menuntut para pedagang obat-obatan terlarang Tiongkok.

Menurut Undang-Undang ‘Foreign Narcotics Kingpin Designation Act’, lembaga penegak hukum dapat menuntut penyitaan kekayaan dan kepentingan di seluruh dunia yang dimiliki oleh Zhang Jian yang terbukti sebagai kepala kelompok pengedar narkoba di Amerika Serikat. 

Jaksa Agung Jeff Sessions dalam pidatonya di North Dakota menyebutkan bahwa Zhang Jian adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kematian seorang warga Amerika berusia 18 tahun, Bailey Henke pada tahun 2015. 

Amerika Serikat dalam pelacakannya menemukan bahwa Zhang Jian memiliki pabrik di Shanghai yang bernama Zaron Bio-Tech (Asia) Ltd, terdaftar di Hongkong sebagai perusahaan yang memproduksi aditif makanan atau bahan tambahan makanan. 

Penyelidik percaya bahwa fentanil yang membunuh Bailey Henke  itu dikirim dari pabrik tersebut. Perusahaan itu juga dikenai sanksi oleh Amerika Serikat yang berarti bahwa asetnya di Amerika  atau aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut di Amerika harus dibekukan dan dilaporkan kepada otoritas federal.

Zhang Jian juga mengoperasikan pabrik kimia di Vietnam, Thailand dan Singapura. Keempat orang kaki tangannya masing-masing bernama Na Chu, Yeyou Chu, Cuiying Liu, dan Keping Zhang.

Jeff Sessions menilai bahwa pada tahun 2016, zat-zat fentanil dan zat sejenis fentanil adalah obat-obatan terlarang yang paling banyak menyebabkan kematian orang Amerika, dan sebagian besar fentanil ilegal berasal dari Tiongkok. 

Para terdakwa dalam kasus itu, yang mendatangkan fentanil dari Tiongkok kemudian mendistribusikannya ke pengedar di 11 negara bagian Amerika Serikat. Mereka menggunakan Internet, menggunakan sekitar 30 nama palsu, cryptocurrency, rekening bank luar negeri, dan komunikasi terenkripsi. Mereka juga melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mencuci uang di berbagai negara.

Hingga saat ini, pemerintah federal Amerika Serikat telah mengajukan gugatan terhadap 32 orang yang menjadi anggota sebuah organisasi yang mengoperasikan jaringan distribusi besar fentanil ke Amerika Serikat dan Kanada. 

Badan Layanan Perbatasan Kanada atau Canada Border Services Agency – CBSA telah berhasil menangkap 156 kasus penyelundupan fentanil melalui  perbatasan sejak bulan Juni 2016 silam. 

Royal Canadian Mounted Police (RCMP) telah melakukan lebih dari 20 investigasi terhadap puluhan pemasok luar negeri yang terlibat. Yves Goupil, kepala investigasi dari RCMP mengatakan bahwa hasil investigasi sampai saat ini  menunjukkan, daratan Tiongkok adalah satu-satunya sumber penyelundupan fentanil.

Menurut laporan majalah Amerika Serikat ‘The Atlantic’ pada 18 Agustus 2019 lalu, perusahaan Yuancheng yang berkedudukan di kota Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok, menjual puluhan ribu bahan kimia yang berbeda. Bahan kimia itu  termasuk bahan tambahan makanan, bahan-bahan farmasi, kolagen, pestisida, steroid sintetis, dan bahan baku yang dapat digunakan untuk menghasilkan obat-obatan seperti fentanil. Perusahaan Yuancheng didirikan pada tahun 2001 dengan mempekerjakan sekitar 700 orang karyawan dan memiliki cabang di banyak tempat di Tiongkok, 

Pakar yang kompeten menunjukkan bahwa NPP dan 4-ANPP adalah dua bahan kimia prekursor fentanil yang paling umum digunakan, yakni menjadi bahan baku untuk memproduksi fentanil.

Ben Westhoff, reporter dari majalah tersebut menghabiskan waktu satu tahun untuk menyamar sebagai pelanggan yang bersedia membeli fentanil, kemudian menghubungi 17 orang bagian sales dari perusahaan Yuancheng. 

Westhoff bertanya tentang bagaimana mengirim NPP dan 4-ANPP mereka ke Amerika Serikat. Seorang direktur cabang perusahaan tersebut di Shenzhen memberitahunya bahwa pembelian yang di bawah 10 kg dapat dikirim via pos atau  paket kilat. Jika lebih dari 10 kg dapat dikirim via kargo udara. Mereka mengatakan bahwa produk mereka yang dijual ke Meksiko lebih banyak daripada yang dijual ke Amerika Serikat.

Diduga bahwa raja obat bius Meksiko telah membeli sejumlah besar bahan kimia prekursor untuk fentanil dari perusahaan Tiongkok kemudian diproduksi menjadi fentanil.

Seorang tenaga penjual wanita memberitahu Westhoff bahwa perusahaan memiliki pabrik sendiri yang memproduksi bahan kimia, menjual secara terbuka bahan tambahan makanan, juga menjual steroid, NPP dan 4-ANPP secara pribadi. Sedangkan pihak berwenang Tiongkok telah mengeluarkan larangan penjualan zat-zat itu pada akhir tahun 2017 yang berlaku mulai bulan Februari 2018.

Westhoff pada bulan Januari 2018 diizinkan untuk mengunjungi kantor pusat perusahaan untuk melakukan peninjauan. Di sana ia melihat sekitar dua hingga tiga ratus orang petugas penjualan berada dalam 2 lantai ruang kantor. Mereka sedang sibuk menghubungi pelanggan potensial melalui berbagai platform seperti aplikasi. Mereka terlihat seperti lulusan perguruan tinggi.

Pada bulan Februari 2018, Westhoff menelepon Ye Chuanfa, boss perusahaan Yuancheng. Ye Chuanfa mengatakan bahwa jika pemerintah melarang penjualan maka perusahaan tidak akan menjual. Namun ia tidak membantah penjualan bahan kimia prekursor untuk fentanil.

Menurut Ye Chuanfa, mereka memproduksi bahan baku, bukan produk akhir, dan tidak jelas untuk apa pelanggan membeli bahan kimia itu. 

Ye Chuanfa terdiam, ketika Westhoff bertanya apakah agar tidak muncul kecurigaan dari pihak bea cukai sehingga perusahaan menggunakan label yang tidak sesuai dengan bahan kimia itu pada kemasan luarnya.

Menurut surat kabar Inggris ‘The Guardian’, orang yang menganalisis Weiku.com, salah satu situs e-commerce terbesar di Tiongkok, selalu dapat menemukan penjual yang bersedia mengirimkan fentanil dan obat-obatan lainnya. Ada juga orang yang menjual Bromadol di Weiku. Kekuatan obat ini diperkirakan lima kali lipat dari fentanil.

Penjual di situs web Tiongkok juga menjual Pentobarbital yang bekerja cepat, yang dapat menyebabkan kematian pada dosis tinggi. Itu digunakan di Belanda dalam program eutanasia  dan untuk eksekusi mati beberapa penjara di negara bagian Amerika Serikat, seperti Texas. Seorang penjual secara langsung mengiklankan produk-produk itu sebagai produk untuk “mati secara damai.”

Ketika penyelidik mendekat, seorang penjual Tiongkok mengatakan : “Bubuk fentanil kami sangat murni … kami dapat mengirimkannya ke Inggris dengan aman. Pengiriman akan dilakukan melalui UPS atau FedEx.”

Kantor pusat Weiku di kota Hangzhou, Tiongkok, salah satu perwakilan mereka kepada ‘The Guardian’ mengakui bahwa penjual dan pembeli memang menciptakan metode perdagangan baru di situs web Weiku, dan Weiku tidak dapat menemukan hal ini dalam waktu singkat.

“Weiku perlu memastikan bahwa semua informasi itu legal, tetapi kami tidak bertanggung jawab terhadap transaksi perdagangannya,” katanya.

Sementara itu, jumlah kematian akibat konsumsi fentanil di Inggris dan Wales, menurut Biro Statistik Nasional Inggris meningkat sebesar 29% dari tahun 2017.

Direktur National Crime Agency (NCA) mengatakan bahwa sebagian besar opium sintetis yang masuk ke Inggris berasal dari Tiongkok. 

Vincent O’Brien, kepala bagian ancaman narkoba dan senjata di NCA mengatakan, “Dari sudut pandang global, sumber utamanya adalah Tiongkok. Menurut Vincent O’Brien, obat tersebut terutama dijual di jaringan gelap dan kemudian dikirim melalui kantor pos. Jaringan gelap adalah bagian dari Internet dan hanya dapat diakses dengan mengakses browser tertentu.

Pihak berwenang Beijing baru mulai mengatur keempat obat yang masuk jenis fentanil, termasuk carfentanil. Akan tetapi baru pada tahun ini mereka mulai membatasi 2 bahan yang paling umum, terlambat satu dekade dari Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya, Kedutaan Besar Amerika Serikat  untuk Tiongkok pada 24 Agustus 2019 mengumumkan bahwa Gedung Putih akan memperkuat pembagian informasi dengan sektor swasta untuk melindungi Amerika Serikat dari bahaya fentanil.

Gedung Putih melalui Office of National Drug Control Policy (ONDCP) telah menerbitkan serangkaian laporan untuk membantu Amerika Serikat dan perusahaan dalam dan luar negeri melindungi diri mereka sendiri dan rantai pasokan, dan untuk mencegah peredaran obatan-obatan yang mematikan itu. 

Direktur ONDCP, Jim. Carroll mengatakan bahwa pihaknya berupaya dalam memerangi penyelundupan narkoba lebih besar dari sebelumnya. ONDCP mengambil langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni bekerja sama dengan komunitas bisnis untuk menghentikan produksi, penjualan dan pengiriman obat-obatan yang mematikan itu.

Demikian  informasi China Focus kali ini.  Jika anda mempunyai kritik dan saran silakan tulis di bawah ini. Saya, Sarah Fitri undur diri. Terima kasih dan sampai jumpa. 

sin

FOTO : Komunis Tiongkok melancarkan serangan melalui fentanil dalam upaya untuk membunuh lebih banyak orang Amerika. Pada 23 Agustus, Presiden Trump memerintahkan semua operator transportasi termasuk Kantor Pos untuk mencari dan menolak pengiriman semua paket fentanil dari Tiongkok. (Getty Images)

“Goliat Merah”, Sebuah Bayangan Hitam Dampak Globalisasi Ekonomi

0

Cheng Xiaonong

Telah muncul bayang-bayang raksasa dari globalisasi ekonomi. Setelah bergabung dalam globalisasi ekonomi, Komunis Tiongkok menjadikan globalisasi ekonomi sebagai alatnya untuk menguasai dunia. Namun demikian masih banyak terdapat akademisi Barat yang salah meyakini bahwa globalisasi ekonomi akan mengarahkan Komunis Tiongkok ke jalan demokratisasi.

Saat ini kesepakatan perdagangan Amerika Serikat yang baru telah mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat globalisasi ekonomi terhadap Amerika, di saat yang sama mengantisipasi ambisi strategis Komunis Tiongkok.

Berikut ini beberapa topik yang berkaitan dengan globalisasi ekonomi.

Pertama. Salahkah Globalisasi Ekonomi?

Selama ini, globalisasi ekonomi dipandang sebagai simbol kemajuan dan pencapaian tertinggi umat manusia. Di mata kaum sayap kiri, globalisasi ekonomi bahkan telah dikenakan dengan mahkota “pembenaran politik”, seolah siapa pun yang mengkritik globalisasi ekonomi, berarti telah melakukan tindakan “tidak benar”.

Sejak terjadinya pergesekan dan konflik dagang Amerika dengan Tiongkok, berdalih untuk melindungi globalisasi ekonomi, hampir serentak timbul kecenderungan itu. Mulai dari para ekonom Barat sampai media massa Amerika penentang Trump, dari pemerintahan berbagai negara di Eropa dan Asia sampai mayoritas perusahaan di kalangan bisnis Amerika Serikat, walaupun penyampaiannya berbeda, tapi pada dasarnya bernada sama. Mereka berharap agar globalisasi ekonomi dapat kembali ke kondisi semula, jangan memberlakukan tarif masuk pada  Tiongkok, karena akan berdampak pada stabilitas ekonomi dunia.

Surat kabar “New York Times” pada 16 Mei 2019 lalu dalam artikel berjudul “Meningkatnya Perang Dagang Ancam Ekonomi Global”, adalah contoh tipikal pandangan seperti itu. Dengan begitu banyak suara senada, apakah berarti mereka mewakili suatu penilaian yang benar? Justru sebaliknya, suara mereka sebenarnya mewakili pandangan keliru yang terbentuk selama bertahun-tahun.

Akar dari pandangan yang salah itu  adalah pemahaman yang keliru terhadap kelemahan alami pada globalisasi ekonomi dan orientasi sistem Komunis Tiongkok. Pandangan yang salah itu sengaja mengabaikan akibat buruk yang ditimbulkan oleh masuknya suatu tubuh ekonomi super besar yang didominasi oleh pemerintahan otoriter ke dalam globalisasi. Juga mengabaikan dampak negatif terhadap negara asal oleh perusahaan multinasional yang membangun pabrik di luar negeri.

Setelah Perang Dunia Kedua, negara dunia ketiga berbondong-bondong memerdekakan diri, sebagian di antaranya, khususnya negara Asia, satu persatu melaju di jalur pertumbuhan ekonomi yang pesat. Globalisasi ekonomi pun perlahan terbentuk dari proses seperti itu.

Dalam tingkatan budaya, arus utamanya adalah pengaruh peradaban Barat dan budaya bisnisnya terhadap negara berkembang. Tapi jika melihat investasi dan perdagangan internasional, adalah investasi dan teknologi negara maju beralih ke negara yang cocok untuk investasi, dan produk murah dari negara berkembang membanjiri negara maju.

Negara berkembang mana yang berhasil melompat naik ke gerbong globalisasi ekonomi, maka perekenomian negara itu akan makmur. Jika demikian, bukankah itu berarti globalisasi ekonomi merupakan peta perekonomian internasional dimana negara berkembang dan negara maju sama-sama menang?

Dalam masyarakat internasional hingga saat ini, globalisasi ekonomi tidak berubah, juga tidak mungkin batas negara dihapuskan. Batas negara menandakan pemerintah suatu negara harus melindungi kesejahteraan rakyatnya, dan bukannya mengutamakan kebutuhan warga negara lain di luar batas negaranya.

Di sisi lain, warga pemilih memberikan suara dalam pemilu di negara demokrasi untuk memilih pemerintahan negaranya sendiri, dan bukan pemerintahan seluruh dunia. Kriteria utama mereka memilih pemerintahan negaranya adalah partai berkuasa apakah mampu melindungi kesejahteraan rakyatnya, dan bukan mengorbankan kesejahteraan rakyat negerinya sendiri untuk mewujudkan sasaran global yang hendak dicapai oleh pemerintah.

Persis dalam hal ini, pemahaman para ekonom Barat mengalami kebutaan. Mereka hanya mengenali globalisasi ekonomi dari sudut pandang ekonomi mikro, hanya melihat kelebihan dari globalisasi ekonomi ini dari sudut pandang bisnis, dan melupakan masalah kepentingan warga pemilih di setiap negara.

Kesalahan itu  tertuang dalam dua sisi:

Pertama, para ekonom Barat mempercayai bahwa dalam perdagangan bebas global dan investasi global, perusahaan akan mengejar keuntungan terbesar, dan memberikan energi terbesar bagi ekonomi dunia. Tetapi, jika yang terjun di dalam globalisasi ekonomi bukan hanya perusahaan Barat, melainkan juga ada pemerintah otoriter seperti   Tiongkok, maka perusahaan Barat di Tiongkok yang telah terbelenggu oleh pemerintah Komunis Tiongkok, bagaimana bisa menang melawan pemerintah Tiongkok?

Kedua, dengan berinvestasi dan mengalihkan produksinya di negara berkembang, perusahaan dari negara maju memang dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Akan tapi tindakan berbarengan banyak perusahaan sekaligus itu kemungkinan akan dapat menyebabkan lapangan kerja di negara asalnya menyusut drastis.

Perusahaan-perusahaan itu setelah mendapat keuntungan dari globalisasi, belum tentu akan membayar pajak yang sesuai pada negara asalnya. Ketika mereka memanfaatkan pusat finansial lepas pantai – offshore financial center untuk menggelapkan pajak, perusahaan tentunya mendapat keuntungan. Akan tapi para wajib pajak di negara asalnya dirugikan, karena pendapatan keuangan pemerintah negara asalnya tidak mencukupi, hanya bisa mengandalkan hutang, yang harus dilunasi oleh wajib pajak di kemudian hari.

Kedua. Tubuh Ekonomi Super Besar Pemerintah Otoriter Akan Kendalikan Globalisasi Ekonomi

Para ahli ekonomi Barat sama sekali tidak pernah mempertimbangkan tidak stabilnya ekonomi di tingkat makro antar negara ke dalam dampak negatif dari globalisasi ekonomi. Itu  adalah kesalahan lain yang mereka lakukan. Akan tetapi, hingga saat ini proses globalisasi ekonomi di tahap awal telah memperlihatkan kemungkinan akibat dari dikendalikannya globalisasi ekonomi oleh tubuh ekonomi super besar pada pemerintahan otoriter semacam ini.

Jika sebuah tubuh ekonomi super besar dengan tenaga kerja sebesar 1/6 dari seluruh dunia bergabung ke dalam globalisasi ekonomi, maka tubuh ekononomi super besar ini dapat membentuk mata rantai industri yang sempurna lewat menarik investasi dan teknologi dari berbagai negara. Lalu menggunakan produk harga murah menjatuhkan perusahaan produsen negara maju dan menguasai pasar global, pada akhirnya menciptakan ketergantungan ekonomi seluruh dunia terhadap ekonomi negara tersebut.

Walaupun dilihat dari sudut pandang perdagangan internasional yang sederhana, situasi semacam itu akan sulit dilanjutkan, karena akan mengakibatkan industri produksi banyak negara menyusut dan defisit perdagangan yang serius. Pada akhirnya menyebabkan kesulitan bayar internasional.

Pada saat itu, tubuh ekonomi super besar itu pun tidak akan bisa mendapatkan keuntungan. Di sisi lain, negara-negara yang jangka panjang tergantung pada produk dari Tiongkok, industri produksi di negaranya akan lenyap, impor produk dari  Tiongkok dan kekurangan devisa asing.

Selain secara politik memohon bantuan dari Komunis Tiongkok, dikendalikan oleh   Tiongkok, tidak ada pilihan lain. Dilihat secara jangka panjang, situasi seperti itu apakah merupakan peta politik ekonomi internasional dimana kedua pihak sama-sama menang, atau hanya satu pihak saja yang menang? Jawabannya mudah ditebak.

Dilihat selangkah lebih maju, jika pemerintahan yang mengendalikan tubuh ekonomi super besar itu  adalah pemerintahan otoriter merah atau komunis, maka pemerintahan seperti itu memiliki sasaran strategis ideologi, yakni “sosialisme pada akhirnya mengalahkan kapitalisme”. Diterapkan hingga tingkat pelaksanaan, pemerintahan yang mendominasi tubuh ekonomi super besar itu memiliki sasaran strategis global, akan menyasar negara demokrasi terbesar dan utama di dunia. Berusaha melemahkannya dari segala aspek, menyerangnya, dan sasaran itu tidak lain adalah Amerika Serikat.

Cara untuk melemahkan dan menyerang Amerika Serikat adalah memanfaatkan pasar dalam negeri yang dikuasai oleh pemerintahan otoriter yang mengendalikan tubuh ekonomi super besar itu dan mengancam Amerika  dengan kapasitas produksi yang terakumulasi dalam proses globalisasi ekonomi.

Perang dagang Amerika dengan Tiongkok kali ini adalah satu kali latihan perang nyata. Pemerintah Beijing tidak hanya berupaya membuat perusahaan Amerika yang mengimpor produk dari   Tiongkok untuk melakukan lobi, dan secara langsung berhenti atau mengembalikan impor produk pertanian Amerika, untuk secara tak langsung mengendalikan pilpres Amerika Serikat.

Saat ini kedua pihak menghadapi semacam situasi internasional yang belum pernah ada sepanjang sejarah, yakni, walaupun Amerika menghadapi berbagai invasi Komunis Tiongkok, tapi tidak bisa seperti dalam menghadapi Uni Soviet tempo hari. Dengan menggunakan taktik perang dingin yang relatif lebih sederhana menghadapinya, karena Komunis Tiongkok sudah sangat lama bergabung di dalam globalisasi ekonomi.

Ekonomi Tiongkok dengan ekonomi Amerika  telah membentuk situasi saling terkait. Pergesekan kedua pihak begitu memuncak, maka masing-masing pihak dapat mengalami guncangan.

Ketiga.  WTO vs. Komunis Tiongkok: Siapa Mengekang Siapa?

Negara Barat pernah mengira, setelah Komunis Tiongkok bergabung dalam World Trade Organization – WTO, maka dengan sendirinya akan menepati janjinya di awal. Itu  adalah suatu ilusi yang dialami oleh pemerintah berbagai negara WTO, bahkan, mereka secara konyol memercayai, setelah bergabung dengan WTO, Komunis Tiongkok akan memilih jalan demokratisasi.

Sekarang ini lebih tepat jika dikatakan, Komunis Tiongkok dengan aksi nyatanya telah menciptakan preseden sukses mempermainkan WTO. Mayoritas negara anggota WTO yang mendahulukan kepentingan jangka pendeknya, tidak ingin berurusan dengan Komunis Tiongkok. Akibatnya WTO terus menerus mengalah terhadap Beijing yang melanggar peraturan.

Dilihat dari makna ini, WTO telah kehilangan kemampuan kekangnya terhadap terjadinya pelanggaran, nilai eksistensinya pun lantas patut diragukan.

Sebelum Komunis Tiongkok mendorong marketisasi ekonomi, ekonomi pasar, globalisasi ekonomi sudah dimulai sejak lama, tapi belum mengalami tantangan berat. Penyebabnya tidak hanya karena negara yang menjadi pesertanya pada dasarnya adalah masyarakat bebas, juga karena bukan negara besar, selain tidak berambisi menantang peraturan internasional, juga tidak mampu menantang peraturan internasional.

Ketika globalisasi ekonomi menjadikan Tiongkok sebagai negara rekan kerjasamanya yang penting, maka terjadilah perubahan yang besar di sini. Globalisasi ekonomi tadinya adalah wadah kerjasama perusahaan multinasional antar negara liberal. WTO sebagai wadah kerjasama ekonomi menyediakan peraturan yang menjaminnya. Hal yang perlu ditekankan secara khusus adalah, globalisasi ekonomi bukan kerjasama ekonomi antar pemerintah, melainkan kerjasama antar para perusahaan dari negara yang berbeda.

Hal itu menjadi sangat penting, karena negara yang terlibat dalam globalisasi ekonomi adalah negara liberal. Yang dimaksud negara liberal atau negara bebas adalah, selain menerapkan ekonomi pasar, pemerintahannya tidak akan secara langsung mengendalikan kegiatan ekonominya, juga tidak akan memanfaatkan kekuasaan pemerintah mengendalikannya untuk mencapai tujuan global pemerintah. Dengan kata lain, negara liberal ikut ambil bagian dalam globalisasi ekonomi. Pada dasarnya tidak akan menjadikan globalisasi ekonomi sebagai alat bagi pemerintahan tersebut untuk menguasai dunia.

Oleh karena itu, peraturan yang ditetapkan oleh WTO tidak pernah terpikirkan, bagaimana mencegah salah satu negara anggotanya yang dilindunginya dalam globalisasi ekonomi menjadi ancaman ketertiban politik ekonomi dunia. Di balik masa depan indah globalisasi ekonomi seperti ini, masih terpendam sebuah impian kaum sayap kiri terhadap seluruh dunia, yakni menyatukan dunia.

Sangat disayangkan, karena keluguan dan kenaifan para negara utama demokrasi di dunia, globalisasi ekonomi telah menanamkan “ranjau darat” bagi dirinya sendiri yang pasti akan meledak sewaktu-waktu.

Yang dimaksud dengan lugu dan naif, mencakup dua sisi.

Pertama, mengira semua negara yang mendorong marketisasi ekonomi adalah negara yang beraliran demokrasi liberal.

Kedua, mengira setelah perang dingin berakhir di dunia ini tidak akan ada kemungkinan realita muncul lagi negara besar yang akan menjadi ancaman bagi ketertiban politik ekonomi dunia.

Memang benar, Uni Soviet di masa perang dingin selalu mengancam perdamaian dan ketertiban dunia, tapi Uni Soviet menolak ekonomi pasar. Oleh sebab itu negara anggota Uni Soviet, baik besar maupun kecil, tak akan menjalin kerjasama ekonomi menyeluruh jangka panjang dengan perusahaan antar negara liberal.

Setelah Uni Soviet runtuh, banyak tokoh Barat yang naif beramai-ramai mengangkat tangan merayakan, mengira sejak saat itu di dunia tidak akan ada lagi negara otoriter besar yang dapat mengancam perdamaian dan ketertiban dunia. Di mata mereka, karena telah mendorong ekonomi pasar,   Tiongkok cepat atau lambat akan bergabung dalam dunia bebas. Itu dalih pembelaan diri “kaum pemeluk panda” dari Amerika Serikat dan Eropa.

Kesalahan terbesar mereka terletak pada, sebelum Komunis Tiongkok memutuskan bergabung dengan WTO mereka tidak bisa melihat, Komunis Tiongkok dengan cara marketisasi ekonomi  telah membentuk kerangka sistem mendasar bagi “kapitalisme partai komunis” yang unik.

Keempat. Makna Strategis Konflik Dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok

Begitu menjabat, Trump mulai membersihkan warisan negatif dari pemerintahan sebelumnya, salah satunya yang paling utama adalah menyesuaikan kembali hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok. Setelah Tiongkok bergabung dengan WTO, skala ekonominya semakin membesar. Ketika Komunis Tiongkok merasa dirinya telah memiliki kemampuan untuk “bangkit”, maka   Tiongkok pun mulai mengendalikan perdagangan seluruh dunia sesuai kebutuhannya, dengan merampas teknologi negara lain. Itu menyebabkan kerugian bagi Amerika Serikat kian hari kian membesar. WTO tak berdaya apa pun terhadap perilaku Komunis Tiongkok sang Goliath Merah yang keterlaluan dan curang.

Konflik dagang Amerika dengan Tiongkok pada permukaan terlihat seperti sengketa dagang yang terjadi di dunia pada umumnya, tapi di dalamnya ada suatu masalah penting yang jarang disoroti. Masalah itu yakni karena kepentingan ideologi Komunis Tiongkok dan juga propaganda nasionalismenya, dilakukan pengikisan terhadap ekonomi Amerika dan juga persaingan militer secara bersamaan, saling membutuhkan. Dalam hal ekonomi dan teknologi Komunis Tiongkok mendapat keuntungan lebih, lalu mengerahkan kemampuan finansial negara memperkuat militernya, membentuk tekanan bagi Amerika Serikat.

Cara itu pada tingkatan tertentu ada kemiripan dengan hubungan diplomatik dan dagang Jepang dengan Amerika Serikat sebelum meletusnya Perang Pasifik. Oleh sebab itu Amerika tidak mungkin secara sederhana melihat eksistensi masalah dari sudut pandang ekonomi semata. Banyak kebijakan Amerika Serikat saat ini dan selanjutnya tidak sekedar difokuskan pada hubungan ekonomi saja, termasuk juga memiliki makna menghadang ambisi strategis Komunis Tiongkok.

Walau hal itu tidak disampaikan secara jelas oleh kalangan politik di Amerika Serikat, namun kesepahaman yang terpendam itu, kian lama kian tampak jelas.  Apakah tatanan global harus berubah?

Sikap setiap negara berbeda. Bagi Komunis Tiongkok, sebaiknya sama sekali tidak berubah, agar Komunis Tiongkok dapat terus mendapat keuntungan. Negara berkembang kecil lainnya di samping takut dirugikan oleh Komunis Tiongkok, juga ingin terus mendapatkan keuntungan dari Amerika, maka menjadi ular berkepala dua. Hanya Amerika Serikat yang mengalami kerugian besarlah yang termotivasi untuk mengubah tatanan ekonomi global. Untuk mengubah tatanan ekonomi global, hanya Amerika yang mampu melakukannya, karena hanya Amerika Serikat yang memiliki kemampuan lebih besar daripada   Tiongkok yang memiliki prasyarat mengubah tatatan ekonomi global.

Sekarang dalam menghadapi   Tiongkok yang hanya mau mengambil untung tapi tidak menepati janji, WTO hanya bisa bicara aturan, dan dengan kesabaran tanpa batas menantikan   Tiongkok akan berubah sikap. Sementara Tiongkok hanya bersedia melakukan perubahan yang menguntungkan pihaknya atau tidak merugikannya, dan tidak mau melepaskan caranya mencari celah yang menguntungkan pihaknya, seperti menolak berjanji untuk tidak melanggar kekayaan intelek negara lain.

Kondisi seperti itu, Amerika Serikat sebagai negara yang paling dirugikan dalam proses globalisasi itu hanya bisa melindungi kepentingannya sendiri. Faktanya, negara liberal lain tidak peduli berapa pun kerugian yang dialami Amerika. Kepentingan Amerika Serikat hanya akan dilindungi oleh Amerika Serikat sendiri.

Pemerintahan baru perdagangan Amerika Serikat telah mengungkap sisi gelap globalisasi ekonomi yang selama ini ditutupi. WTO yang lemah tak berdaya, di hadapan “goliath merah” secara menyeluruh memaparkan situasi menyedihkan globalisasi ekonomi yang dipermainkan oleh si “goliath merah” di dalam genggamannya.

Mungkin bisa dikatakan, globalisasi ekonomi telah melewati masa puncaknya, sekarang tengah menuju ke dalam bayang-bayang yang diciptakannya sendiri. Masyarakat global mau tidak mau harus memahami kembali situasi peta ekonomi dunia di masa akan datang.

SUD/whs

FOTO : Ilustrasi (Istimewa)

Artikel ini terbit di Epochtimes.com

Bayang Komunis Tiongkok di Balik Pemakzulan, Trump Siapkan Perang Financial Amerika Serikat dengan Tiongkok?

0

Li Silu

Seminggu menjelang hari ulang tahun 1 Oktober 2019 yang mencemaskan Komunis Tiongkok, tiba-tiba media massa Amerika Serikat mengungkap bahwa akan ditempuh pukulan ekonomi yang lebih keras lagi terhadap Komunis Tiongkok. Itu terjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mendapat informasi soal Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasai oleh Partai Demokrat yang berniat mengadakan investigasi guna memakzulkan presiden

Pukulan keras itu adalah: Delisting perusahaan Tiongkok dari bursa efek Amerika Serikat. Tindakan ini dianggap, bagi Komunis Tiongkok yang posisi pasifnya belum pulih dari perang dagang, kembali akan menghadapi perang baru yang akan dikobarkan Trump yakni: Perang Finansial.

Investigasi pemakzulan oleh kongres Amerika Serikat dan membuat perusahaan Tiongkok delisting dari bursa efek Amerika Serikat sepertinya adalah dua hal yang berbeda. Namun tokoh kunci yang terlibat dalam pemakzulan adalah pesaing terbesar yang berhadapan dengan Trump dari Partai Demokrat dalam Pilpres 2020 yakni mantan Wakil presiden Amerika Serikat Joe Biden dan putranya Hunter Biden.

Sebelumnya Trump terus menghimbau agar dilakukan investigasi terhadap perusahaan pendanaan milik keluarga Biden yang menerima dana raksasa dari Beijing, Tiongkok.

Perusahaan Tiongkok yang listing di bursa efek Amerika Serikat telah menjadi ancaman bagi para investor Amerika dan kepentingan keamanan nasional Amerika. Itu sudah bukan hal baru di kalangan berkuasa maupun oposisi Amerika Serikat. Akan tapi saat sikap Trump mereda terhadap perundingan dagang kedua pihak, tiba-tiba terungkap, Trump akan bertindak keras terhadap Komunis  Tiongkok. Di pasar keuangan tersebar analisa, sangat mungkin itu dikarenakan bayangan seram setelah melihat investigasi pemakzulan ini berasal dari Komunis Tiongkok.

Pada 24 September pagi hari, baru saja Presiden Trump menyampaikan pidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa – PBB, telah memperingatkan Beijing harus menghormati demokrasi di Hongkong, dan menaati setengah hak otonomi milik Hongkong yang diberikan dalam “Sino-British Joint Declaration”.

Di sore hari yang sama, ketua Partai Demokrat yang menguasai Dewan Perwakilan Rakyat yakni Nancy Pelosi mengumumkan Dewan Perwakilan Rakyat akan mengadakan investigasi pemakzulan terhadap Presiden Trump.

Terhadap sikap Pelosi yang berubah setelah 2 tahun terakhir tidak tergerak oleh himbauan internal Partai Demokrat untuk melakukan pemakzulan, perubahan sikap yang mendadak itu, dinilai oleh media massa Amerika Serikat sebagai: Pemakzulan yang bukan pemakzulan yang sesungguhnya, melainkan berniat memengaruhi Pilpres 2020.

Walaupun juru bicara terkenal Kementerian Luar Negeri Tiongkok yakni Geng Shuang di konferensi pers pada 25 September 2019 lalu menolak memberikan komentar terhadap investigasi pemakzulan tersebut, namun media massa Tiongkok justru serempak bersorak atas investigasi pemakzulan yang melibatkan Partai Demokrat.

Representatif media partai Komunis Tiongkok sekaligus editor surat kabar “Global News” bernama Hu Xijin di akun Weibo-nya mengatakan bahwa “telah terjadi peristiwa luar biasa”. Menyatakan pemakzulan tidak akan lolos di tingkat senat yang didominasi Partai Republik. Tapi proses investigasi yang lebih lama justru akan membawa lebih banyak masalah bagi Trump, dan itu akan membentuk kendala cukup kuat baginya untuk menjabat kembali.

Trump: Xi Jinping Inginkan “Sleepy Joe” Jadi Presiden

Di saat Komunis TIongkok mendapati berbagai cara yang sering mereka kerahkan seperti menyuap, menyusup, menakuti dan lain-lain tidak efektif terhadap Trump, maka strategi diubah menjadi bagaimana mengarahkan warga pemilih Amerika Serikat, membuat Trump kalah pada Pilpres 2020.

Pada pemilu paruh waktu Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat tahun 2018, pada surat kabar paling berpengaruh di negara bagian Iowa yang diperebutkan sengit oleh kedua partai, telah membiarkan media resmi Komunis Tiongkok “China Daily” membuat empat halaman penuh iklan. Iklan itu memuat konten yang menuding Trump mengobarkan perang dagang dan merugikan kepentingan para petani Amerika Serikat.

Setelah itu Komunis TIongkok menempuh taktik plin-plan dalam perundingan dagang, dengan sengaja mengulur waktu ditandatanganinya kesepakatan dagang, dengan maksud diundur hingga Pilpres 2020 telah lewat. Jika Trump kalah, maka Komunis TIongkok dapat menerapkan strategi lama kembali menyusup dan mengendalikan Amerika.

Trump melihat ambisi Beijing yang belum padam. Berulang kali di akun Twitter maupun dalam pidatonya memperingatkan Komunis TIongkok bahwa dirinya pasti akan menang dalam Pilpres 2020. Jika Komunis TIongkok berniat mengulur perundingan dagang sampai terpilihnya kembali dirinya, maka sanksi yang akan dihadapi akan jauh lebih berat.

Pada 12 September 2019 lalu, dalam pidato Trump di Rapat Besar Partai Republik di Maryland, dengan cara parodi menyimpulkan jika Biden memenangkan Pilpres 2020, bagaimana ia akan bertransaksi dengan Xi Jinping?

Trump berkata, “Xi Jinping ingin mengarahkan ‘Sleepy Joe.’ Ia ingin membuat ‘Sleepy Joe’ terpilih menjadi presiden, bisakah kalian membayangkan mereka berdua di dalam satu ruangan?”

Kemudian Trump meniru aksi Xi Jinping berkata pada Biden, “Tanda tangan disini saja, Sleepy Joe! Tanda tangan disini! Persis seperti yang kalian lakukan selama 25 tahun terakhir ini. Biarkan kami setiap tahun meraup USD 500 milyar dari rekening kalian. Dan biarkan kami terus memanfaatkan uang milik Amerika Serikat untuk membangun Tiongkok.”

Kedua Partai di Senat Saling Tekan, Batasi Institusi AS Berinvestasi di Bursa Tiongkok

Sementara itu, anggota senat Partai Republik Marco Rubio pada bulan Juni 2019 lalu mengajukan suatu Rancangan Undang Undang – RUU, yang memperketat pengawasan terhadap perusahaan Tiongkok yang terdaftar di bursa efek Amerika, dan mengeliminasi perusahaan yang belum bisa memenuhi kriteria.

Tindakan itu memicu persaingan kedua partai pada kongres Amerika Serikat, menekan lembaga keuangan Amerika untuk membatasi investasi di bursa efek Tiongkok. Para anggota senat dan kongres Amerika Serikat juga meminta Presiden Trump agar membatasi dana pensiunan Amerika dan para pengelola dana berinvestasi pada perusahaan swasta Tiongkok, serta  memasukkan BUMN milik Tiongkok ke dalam daftar hitam.

Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan Tiongkok telah melakukan aksi ekspansinya di dua bursa efek terbesar di Amerika.

Menurut berita oleh Reuters, hingga Februari tahun ini, jumlah perusahaan Tiongkok yang terdaftar di dua bursa efek terbesar Amerika Serikat yakni NASDAQ dan NYSE mencapai 156 perusahaan. 11 di antaranya adalah perusahaan BUMN milik  Tiongkok.

Begitu berita tentang delisting perusahaan Tiongkok dari bursa efek Amerika  terungkap, tiga indeks saham Amerika terbesar rontok berbarengan. Banyak saham Tiongkok yang listing di bursa efek Amerika juga ikut rontok.

Dalam semalam bursa saham Amerika Serikat menguap USD 282,2 milyar setara dengan 4.011 triliun rupiah. Sementara saham Tiongkok juga menguap USD 43,6 milyar setara dengan  620 triliun rupiah, antara lain nilai saham Alibaba menguap sebesar USD 23,5 milyar atau setara dengan 334 triliun rupiah dan merupakan saham yang terbesar penurunannya.

Tapi juru bicara Kementerian Keuangan Amerika Serikat mengatakan, pemerintah Amerika saat ini tidak mempertimbangkan untuk mencegah perusahaan Tiongkok melakukan listing di berbagai bursa efek yang ada di Amerika Serikat.

SUD/whs

Mantan Ketua DPR AS Serukan Partai Demokrat AS Menginvestigasi Keluarga Mantan Wapres Biden

0

oleh Zhang Ting

Mantan Ketua DPR Amerika Serikat, Newton Leroy “Newt” Gingrich dalam sebuah makalahnya yang dimuat Fox News pada Kamis 26 September, menyebutkan bahwa Partai Demokrat AS pernah menyatakan bahwa tidak ada orang yang bisa melampaui hukum. Akan tetapi kini mereka telah salah target. 

Sedangkan Ketua DPR AS saat ini, Nancy Pelosi seharusnya tidak menargetkan Presiden Trump. Ia seharusnya, menggerakkan investigasi terhadap skandal korupsi mantan Wakil Presiden AS Joe Biden dan putranya.

Newt Gingrich mengatakan, terhadap Biden yang menyerang investigasi anti-korupsi Ukraina, kebanyakan orang Amerika akan berpikir bahwa itu hanyalah sebuah peristiwa politik yang kemudian mudah diabaikan. 

Namun, ketika orang Amerika mengetahui bahwa Hunter Biden memiliki hubungan dekat dengan komunis Tiongkok dan Ukraina ketika ayahnya Joe Biden menjabat sebagai wakil presiden AS, mereka akan melihat sebuah skandal keuangan yang berskup besar. Maka akan mudah bagi masyarakat untuk mengutuk skandal tersebut.

Selama masa jabatannya sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat pada tahun 2014, Joe Biden mendesak pemerintah Ukraina untuk memecat jaksa agungnya, Viktor Shokin. Ketika itu sedang menyelidiki korupsi perusahaan gas Ukraina, Burisma Holdings. 

Perusahaan yang direkturnya dijabat oleh putra bungsu Joe Biden, Hunter Biden akhirnya tidak dikenakan sanksi hukum. Skandal tersebut pernah menjadi berita utama media AS pada tahun 2014.

Skandal keluarga Biden Telah Lama Diekspos

Gingrich mengatakan bahwa masalah pendanaan Biden-Ukraina bukanlah hal baru. Kasus tersebut telah diungkapkan di Washington Post pada 14 Mei 2014. Artikel peringatan itu menyebutkan bahwa pekerjaan baru Hunter pada Perusahaan Gas Ukraina, menimbulkan ancaman terhadap kekuatan lunak Amerika Serikat.

Politikus senior AS itu mengatakan bahwa, agar perusahaan putra Biden Burisma Holdings dapat terhindar dari penyelidikan korupsi yang diprakarsai oleh pemerintah Ukraina, Joe Biden terpaksa tampil untuk bercampur tangan. Dengan kesombongannya sempat mengejutkan berbagai pihak.

Gingrich mengatakan bahwa intervensi Biden tidak diragukan lagi. Hal itu dapat dilihat dari beberapa paragraf pernyataan Biden kepada Komite Hubungan Luar Negeri AS pada 23 Januari 2018. Biden menekan pemerintah Ukraina untuk memberhentikan jaksa negara itu. Yang mana sedang melakukan investigasi terhadap perusahaan yang dipimpin putranya Hunter Biden.

Kepada Komite Hubungan Luar Negeri AS Joe Biden mengatakan : Dirinya seharusnya mengumumkan bahwa masih ada jaminan pinjaman 1 milyar dolar AS. Dirinya mendapatkan komitmen dari Pedro Poroshenko yakni mantan Presiden Ukraina dan Arseniy Yatsenyuk selaku mantan Perdana Menteri Ukraina. Mereka berkomitmen untuk mengambil tindakan terhadap jaksa penuntut yang berarti diberhentikan, tetapi mereka tidak melakukannya.

Ketika itu, Biden telah mengatakan tidak akan akan memberikan miliaran dolar kepada mereka. Lalu Mereka mengatakan, Anda tidak memiliki wewenang karena Anda bukan presiden AS. Lalu Biden mengatakan bahwa presiden telah mengatakan tidak memberikan dana, Kalian dapat meneleponnya. 

Masih dalam pernyataan kepada Komite Hubungan Luar Negeri AS, Joe Biden telah mengatakan kepada Ukrainia bahwa mereka tidak akan mendapatkan miliaran dolar. Biden juga berujar, dirinya akan pergi dari sana dalam waktu sekitar 6 jam. Biden menilai mereka mengatakan, dirinya akan pergi dalam waktu 6 jam. Hal demikian, jika jaksa tersebut tidak diberhentikan, mereka tak akan mendapatkan dana. Ia akhirnya dipecat. Mereka lalu menempatkan seorang yang sangat stabil pada saat itu.

Deroy Murdock, seorang anggota senior dari Pusat Penelitian Kebijakan London menulis artikel di Fox News, bahwa tindakan Biden itu merupakan pemerasan dan menghalangi proses peradilan.

Gingrich mengatakan, meskipun Biden menyatakan bahwa dirinya belum pernah membahas masalah bisnis putranya yang ada di luar negeri, tetapi kolumnis Washington Post Marc Thiessen mengatakan, klaim itu sama sekali tidak benar. Pasalnya, Hunter sendiri pernah mengatakan kepada media The New Yorker, bahwa ayahnya telah mendiskusikan bisnis Ukraina dengannya.

Gingrich mengatakan, bahwa apa yang terjadi di Ukraina itu bukan satu-satunya skandal Hunter. Komunis Tiongkok telah mengucurkan banyak dana ke pundi putra mantan wakil presiden tersebut.

Jika Hunter menggunakan nama samaran Hunter Smith untuk menerima dana, maka tidak ditampilkan dana tersebut beralih ke rekening Hunter Biden.

Peter Schweizer, ketua Government Accountability Institute atau Lembaga Akuntabilitas Pemerintah, pernah mengungkapkan transaksi komersial antara keluarga Biden dengan pemerintah Tiongkok. 

Pada bulan Mei tahun ini, Schweitzer menulis di New York Post bahwa Hunter dan mantan anak tiri Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Chris Heinz dan lainnya, telah mendirikan perusahaan investasi ekuitas swasta, Perusahaan itu bernama Rosemont Seneca Partners pada tahun 2009. Bisnis perusahaan itu menangani urusan dengan Tiongkok. Pada tahun 2010, Hunter dan kawannya menemui pejabat senior di Tiongkok.

Pada tahun 2013, Hunter dan ayahnya dengan menumpang pesawat kepresidenan AS, Air Force 2 menuju Beijing. Dua pekan kemudian perusahaan Hunter Rosemont menerima investasi sebesar 1 miliar dolar AS dari pihak Tiongkok. Dana tersebut ditransfer dari anak perusahaan Bank of China. Tak lama kemudian ada transfer lagi dana sebesar 1,5 miliar dolar AS. Peter Schweizer mengatakan : “Pemerintah Tiongkok telah mendanai sebuah perusahaan yang dimiliki bersama oleh putra wakil presiden yang sedang menjabat”.

Peter Schweizer juga menyebutkan, lebih banyak contoh bisnis resmi Biden sebagai wakil presiden dan bisnis pribadi putranya.

Gingrich mengatakan, bahwa Nancy Pelosi mengedepankan standar yang benar bahwa tidak seorang pun di Amerika Serikat yang dapat mengesampingkan hukum yang berlaku. Namun, menurut standar tersebut, orang yang seharusnya dianggap bersalah adalah mantan Wakil Presiden Joe Biden.

Mantan juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders pada Kamis saat menerima wawancara dengan Fox News mengatakan, impeachment Partai Demokrat terhadap Presiden Trump hanya akan memperkuat persatuan Partai Republik. Ia juga mengatakan, bahwa insiden impeachment juga akan menguntungkan Trump memenangkan pemilihan presiden tahun 2020.

Ia menilai, hal demikian adalah salah satu langkah politik paling bodoh dan konyol dalam sejarah AS. Hal demikian disampaikan Sanders dalam acara ‘Fox and Friends’ ketika menyinggung soal impeachment presiden AS. 

Sanders menilai harus dilihat sebagai kontribusi baik untuk kampanye pemilihan presiden Trump tahun 2020. Semua tindakan tersebut mendukung kegiatan kampanye Trump. (Sin/asr)

Di-framing Antek Orba Soal Isu KPK dan Demo Mahasiswa, Najwa Shihab : Tuduhan Tak Berdasar

0

EtIndonesia. Soal isu KPK dan demonstrasi mahasiswa, presenter Najwa Shihab memberikan klarifikasi soal tuduhan antek orde baru. Putri dari tokoh Ulama Quraish Shihab itu mengatakan dirinya didiskreditkan lewat berbagai disinformasi.

Untuk diketahui, belum lama ini memang gencar beredarnya berbagai narasi soal isu demo yang marak baru- baru ini. Narasi yang beredar mulai adanya Taliban di KPK hingga demo bertujuan menggagalkan pelantikan Presiden terpilih.

Wanita yang dikenal dengan sapaan Nana itu mengatakan, foto dirinya dengan Tommy Soeharto, Lieus Sungkharisma dan Ichsanuddin Noorsy diedarkan kembali bersama capture-an sebuah berita berjudul “Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy Dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk….”

“Saya diframing sebagai antek Orde Baru karena bertemu Tommy Soeharto dan karena ayah saya, Prof. Quraish Shihab, pernah diangkat sebagai Menteri Agama di era Soeharto,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/09/2019).

“Tidak hanya itu, sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait KPK juga di-framing sebagai bentuk konflik kepentingan saya dengan KPK karena suami saya, Ibrahim Assegaf, partner di lawfirm Assegaf Hamzah & Partners yang didirikan — salah satunya oleh — Chandra Hamzah, mantan komisioner KPK,” tambahnya.

Najwa menambahkan, foto yang beredar itu diambil pada 22 November 2017. Ketika itu, dirinya datang bersama kru Narasi TV, termasuk CEO dan Pemimpin Redaksi Narasi TV saat itu yaitu Catharina Davy dan Olivia Rosalia.

Ia menjelaskan, adapun tujuan pertemuan itu, untuk menjajaki sekaligus mengundang kehadiran Tommy di Catatan Najwa. Tommy saat itu diundang dalam status sebagai pendiri Partai Berkarya yang baru saja lolos verifikasi KPU dan dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2019.

Nana memaparkan, Tommy menyatakan kesediaannya saat itu, namun perlu mencari jadwal yang tepat. Tommy berkali-kali menunda jadwal yang sempat disepakati. Tommy baru bisa diwawancarai di kediamannya pada 5 Juli 2018. Sedangkan hasil wawancara itu tayang di Mata Najwa pada 11 Juli 2018 dengan tajuk “Siapa Rindu Soeharto”.

Lebih rinci, Najwa menjelaskan Tommy muncul dalam tiga segmen pertama. Dalam tiga segmen itu, dirinya menyoal sejumlah topik penting terkait rekam jejak Tommy dan kasus-kasus korupsi serta pelanggaran HAM yang dilakukan ayahandanya. Adapun Segmen 1 dibuka dengan memperkenalkan Tommy sebagai “dalang pembunuhan Hakim Syaifuddin”. Ia juga mencecar klaim Tommy soal masyarakat merindukan era Orde Baru di segmen ketiga.

Selain Tommy, hadir narasumber lain seperti Priyo Budi Santoso sebagai Sekjen Partai Berkarya. Ketika itu, Najwa juga mengundang Haris Azhar, seorang pegiat HAM, untuk menguji klaim-klaim yang disodorkan Tommy maupun Priyo.

Najwa menjelaskan apa yang disematkan kepada dirinya adalah benar-benar kabar bohong. Tujuannya semata untuk menyerang. Bahkan, sama sekali sebagai karangan belaka dengan menyebarkan desas-desus tak jelas.

“Disinformasi yang disebarkan adalah serangan personal yang jahat. Tuduhan “antek Orde Baru” sama sekali tidak berdasar karena sikap saya jelas dalam menyangkut warisan-warisan Orde Baru. Tidak terbilang produk-produk jurnalistik Mata Najwa yang berisi sikap kritis terhadap Orde Baru dan itu juga tercermin dalam episode “Siapa Rindu Soeharto?,” tulisnya.

Ia menyatakan, sangat keberatan sikap personal dirinya sebagai jurnalis dikait-kaitkan dengan keluarganya. Selain personal, disinformasi ini juga merupakan serangan terhadap kerja-kerja jurnalistik.

“Tidak terbilang cacian terhadap media yang memberitakan topik mengenai revisi UU KPK dan demonstrasi mahasiswa minggu lalu. Saya, Mata Najwa dan Narasi TV tidak sendirian dalam hal ini,” tambahnya.

Ia mengatakan, kritik kepada pers jelas diperbolehkan, bahkan penting, bagi demokrasi, juga bagi pers. Tidak ada pers yang sempurna. Tetapi jika yang dilakukan adalah serangan personal, ad hominem, apalagi hingga membawa-bawa keluarga, persoalannya menjadi sangat berbeda.

Seseorang menulis serangan kepada dirinya sebagai kill the messenger. Najwa menyatakan, menghargai pendapat tersebut, kendati sejujurnya dirinya tidak berpikir sejauh itu karena ia masih bisa bekerja dan beraktifitas seperti biasa.

Najwa menganggap hal demikian sebagai sesuatu yang kontraproduktif bagi usaha merawat ruang publik yang sehat, yang menghargai perbedaan pendapat, yang mana tidak dicemari oleh doxing, disinformasi, dan pembunuhan karakter.

Menurut Najwa, kini hari-hari  Indonesia memang sedang dilanda kompleksitas persoalan. Hal itu hendaknya disikapi dengan memperbanyak dialog: antara para elit dengan warga, antara warga dengan warga, antara sesama kita.

Dalam episode Mata Najwa terakhir, bahkan ia membuka topik tentang perlunya pemerintah berdialog dengan para mahasiswa yang saat itu ia undang. Bahwa pertemuan itu batal adalah persoalan lain.

“Saat itu saya hanya membuka kemungkinan hadirnya percakapan yang setara karena saya percaya pers punya tanggungjawab merawat ruang publik sebagai arena yang terbuka bagi perdebatan, aneka pikiran, ragam kegelisahan, hingga kekecewaan,” pungkasnya.  (asr)

Apa yang Bisa Kita Lihat dari Meningkatnya Secara Tiba-tiba Eskalasi Perang Dagang AS-Tiongkok?

0

Oleh Cheng Xiaonong

Perseteruan bolak-balik antara Amerika Serikat dan Komunis Tiongkok dalam perang dagang telah memasuki babak baru. 

Kini, serangan mendadak Beijing ditujukan kepada ekonomi Amerika Serikat. Maksudnya agar berdampak terhadap kegagalan politik bagi Trump dalam pilpres AS Tahun 2020.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kekuatan ekonomi dunia telah mengerahkan metode untuk menyerang ekonomi kekuatan dunia lain. Tujuannya, untuk mengubah prospek politik domestik jangka pendek negara itu.

Tak diragukan lagi, bahwa Komunis Tiongkok dan Amerika Serikat tak terlibat dalam perang dagang. Akan tetapi, sudah terlibat dalam perang ekonomi.

Tujuannya berada di luar lingkup ekonomi. Yakni menohok secara langsung kepada posisi di kantor Oval Kepresidenan.

Menargetkan Ekonomi Amerika

Menurut Duowei News, media berbahasa Mandarin di luar negeri yang memiliki hubungan dengan Komunis Tiongkok, Kementerian Keuangan Tiongkok mengumumkan pada 23 Agustus lalu, bahwa mereka akan mengenakan tarif impor senilai 75 miliar dolar AS. Tarif itu yang akan diterapkan masing-masing mulai 1 September dan 15 Desember. Nantinya, melanjutkan tarif impor suku cadang mobil AS yang sebelumnya telah ditangguhkan pada Desember lalu.

Selanjutnya, mulai bulan September 2019, tarif tambahan untuk kedelai AS akan mencapai 30 persen. Tarif makanan laut, buah-buahan, dan daging akan naik menjadi 35 persen; mulai pertengahan Desember, biji-bijian dan kendaraan AS juga akan dikenakan tarif tambahan 35 persen, yang mana merupakan pertama kalinya Beijing mengejar minyak mentah Amerika.

Beberapa jam kemudian, Trump mengumumkan dalam cuitannya pada 1 Oktober.  Amerika Serikat akan menaikkan tarif yang ada berjumlah 250 miliar dolar AS, terhadap sisa barang Tiongkok dari 25 hingga 30 persen.

Pada saat yang sama, mulai 1 September, tarif impor Tiongkok sebesar 300 miliar dolar AS lainnya akan naik dari 10 menjadi 15 persen.

Dari laporan di atas berdasarkan corong media Komunis Tiongkok, jelas sekali bahwa kali ini Beijing yang mengambil inisiatif. Tak lain, dalam menambahkan tarif terhadap produk AS. Sedangkan Trump-lah yang membela diri.

Media luar negeri Komunis Tiongkok juga mengakui urutan itu. Trump melakukan serangan balik. Dengan kata lain, Beijing adalah agresornya.

Namun demikian, beberapa media luar negeri membalikkan urutan kronologis itu. Sehingga menyesatkan publik agar mempercayai bahwa Amerika Serikat yang pertama kali menambahkan tarif. Sedangkan, Komunis Tiongkok hanya bereaksi karena kebutuhan.

Oleh karena itu, adalah penting bahwa fakta-fakta diklarifikasi. Akan tetapi yang lebih penting, karena Komunis Tiongkok-lah yang membuat langkah pertama. Karena itu, perlu untuk menganalisis motif dan tujuannya secara mendalam.

Selain itu, langkah Komunis Tiongkok telah menyebabkan pembalikan hubungan Sino – AS dalam beberapa dekade terakhir. Sehingga membuat analisis lebih mendalam tentang asal-usul dan latar belakang agenda tersebut lebih relevan.

Dalam memerangi Amerika Serikat, Komunis Tiongkok telah go public dengan strategi “menciptakan musuh untuk dirinya sendiri”; di balik panggung strategis, telah meningkatkan dalam konfrontasi ekonomi.

Serangan Balik Amerika Serikat Tepatnya Apa yang Dinginkan oleh Beijing

Inisiatif Beijing untuk menaikkan tarif, tampaknya merupakan hanya respons taktis. Akan tetapi tujuannya sangat jelas. Dikarenakan, Komunis Tiongkok menanggalkan keseriusan dalam negosiasi perang dagang Sino-AS. Taktik seperti itu, menyampaikan konotasi tantangan yang jelas. Ekonomi Amerika Serikat sekarang menjadi target utama.

Setelah pihak Komunis Tiongkok secara tiba-tiba, membatalkan hasil di meja perundingan pada awal Mei lalu, bahkan membuang perjanjian yang dibuat untuk 90 persen dari permintaan Washington, Amerika Serikat meningkatkan tarif ekspor Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat. Langkah itu untuk memberikan tekanan, sambil terus menyatakan keinginannya untuk melanjutkan negosiasi.

Jika pihak Komunis Tiongkok mau bermain bersama dan melakukan langkah-langkah sambil mengulur-ulur waktu, hubungannya dengan Washington tidak akan bagus. Akan tetapi, tak akan berada dalam kondisi lebih buruk dalam waktu cepat seperti yang terjadi saat ini.

Namun, Beijing tak lagi memiliki kesabaran seperti itu. Sekarang telah mengambil sikap ofensif. Bahkan, secara tiba-tiba mengambil inisiatif untuk mengenakan tarif terhadap produk-produk Amerika.

Menanggapi “serangan” secara tiba-tiba oleh Komunis Tiongkok, kenaikan tarif Trump menyeluruh merupakan langkah yang sepenuhnya dapat diprediksi.

Setelah Beijing membatalkan hasil di meja negosiasi pada bulan Mei, Amerika Serikat kehilangan ruang untuk berkonsultasi dengan cara yang ramah dan penyelesaian permasalahan.

Meskipun Trump masih mengatur komunikasi antara kedua pihak, itu direduksi lebih dari formalitas belaka. Sekarang, Beijing telah mengambil inisiatif untuk menekan Amerika Serikat. Hingga sepenuhnya mencegah ekspor barang-barang AS ke Tiongkok. Harapannya, agar menghalangi segala kemungkinan Amerika Serikat mempersempit defisit perdagangan jangka panjangnya, yang mana bernilai ratusan miliar dolar dengan Tiongkok.

Negeri Paman Sam itu tak bisa lagi mengharapkan niat kerja sama dari Tiongkok. Apalagi, dalam menyelesaikan defisit perdagangan antara kedua pihak atau persoalan pencurian kekayaan intelektual.

Satu-satunya pilihan tersisa Trump  untuk mengurangi defisit perdagangan Amerika Serikat dengan Tiongkok, adalah meningkatkan tarif barang-barang Tiongkok secara komprehensif dan substansial.

Sejak saat itu, kemunduran total hubungan ekonomi dan perdagangan AS – Tiongkok telah menjadi kesimpulan tak dapat dielakkan. Bahkan, sudah menjadi bagian dari rencana Beijing. 

Global Times yang dikelola Komunis Tiongkok telah menyatakan, bahwa perlu untuk berperang dengan Amerika Serikat.

Duowei melaporkan: “Setelah pertukaran pukulan pertama berakhir, pasar ternoda darah. Selain meroketnya harga emas, indeks saham AS, nilai tukar offshire Renminbi, harga minyak mentah, dan imbal hasil keuangan AS semuanya turun tajam. Meskipun kerugian dari perang dagang untuk kedua pihak telah mencapai puncak baru …kemungkinan resesi untuk Amerika Serikat secara bertahap telah muncul. ” 

Itu adalah kalkulasi dasar Komunis Tiongkok dalam perang ekonomi saat ini dengan Amerika Serikat.

Mengapa Beijing Mengadopsi Strategi ‘Lose-lose’ atau ‘Kalah-Kalah’?

Lebih dari setahun, sikap Beijing dalam negosiasi perdagangan dan kekayaan intelektual Tiongkok-AS telah berubah 180 derajat. Itu telah berubah dari negosiasi kooperatif menjadi diskusi torpedo. Kemudian dari secara pasif menanggapi tekanan kenaikan tarif bertahap Amerika Serikat menjadi kenaikan tarif secara aktif. Di mana Amerika Serikat telah membalas dengan tajam atas kenaikan tarif.

Apakah motif Beijing untuk “menekan kemenangan” berasal dari kesadarannya akan “kemunduran” penurunan Amerika? Atau apakah Komunis Tiongkok malah mencoba membuat yang terbaik dari situasi buruk dengan menanggung rasa sakit jangka pendek? 

Hanya demi keuntungan jangka panjang, seperti memaksa Trump keluar dari jabatannya. Yang mana diharapkan untuk menuai dengan mendaratkan pukulan keras terhadap ekonomi Amerika Serikat. Artinya, komunis Tiongkok telah memilih skenario yang tak bisa dimenangkan oleh kedua belah pihak.

Mengapa? Sekarang sudah jelas bahwa ekonomi Amerika Serikat tetap makmur. Sementara itu, ekonomi Tiongkok berada dalam kondisi spiral ke bawah yang berkelanjutan dalam hubungan normal Sino – AS. Hubungan yang tak bisa menyeret ekonomi AS ke dalam jurang maut. Sedangkan Tiongkok hampir tak memiliki sarana untuk “menekan balik kemenangan.”

Apakah Beijing berniat untuk berhenti sebelum segalanya berlangsung terlalu jauh? 

Jika rezim Komunis Tiongkok ingin menyelamatkan ekonomi Tiongkok, langkah yang paling masuk akal adalah memasang wajah bekerjasama dengan Amerika Serikat, daripada mengambil sikap konfrontatif yakni  strategi lose-lose solution atau strategi kalah-kalah.

Namun demikian, Komunis Tiongkok tak melakukannya. Sebaliknya, telah memulai jalur konfrontasi strategis dengan Amerika Serikat. Rencananya untuk perang ekonomi memiliki tujuan politik yang jelas untuk mengganggu pemilu Amerika Serikat. Sekarang strategi seperti itu telah mengemuka. Beijing telah mengakhiri era hubungan Sino – AS yang ramah.

Siapa yang Paling menderita dalam strategi Lose-lose solution itu?

Dikarenakan Beijing telah mengadopsi strategi itu, lalu apa sebenarnya yang ingin dicapai? Tindakan Komunis Tiongkok tak diragukan lagi akan merugikan ekonomi Tiongkok dalam jangka pendek.

Misalnya, produk pertanian murah dari Amerika Serikat tidak dapat diimpor. Sehingga Tiongkok harus mencari cara lain untuk mendapatkan impor kedelai dan jagung yang diperlukan.

Namun demikian, harga kedelai yang diekspor dari Brasil ke Tiongkok baru-baru ini melonjak mahal hingga 70 persen. Sebenarnya kedelai itu termasuk yang diimpor ke Brasil dari Amerika Serikat.

Walhasil, tak hanya memungkinkan Brasil untuk mengambil keuntungan dan menghasilkan uang dengan mudah, tetapi juga sangat meningkatkan harga minyak sayur dan pakan ternak Tiongkok. Akhirnya, memperburuk melonjaknya harga daging dan makanan dengan cepat di Tiongkok.

Banyak orang baik di Tiongkok maupun di luar negeri sebelumnya berpikir, bahwa demi mata pencaharian rakyat, pihak berwenang Tiongkok tidak akan mengambil pendekatan “Lose-lose” solution. Kini kekhawatiran rakyat Tiongkok tentang memburuknya hubungan Tiongkok-AS menjadi kenyataan, tak sama sekali mengguncang tekad pihak berwenang untuk melakukannya.

Alasannya sama seperti yang saya tulis dalam artikel yang diterbitkan di The Epoch Times pada tanggal 20 Juli berjudul “Membedakan Benar dan Salah dalam Menang dan Kalahnya Perundingan Amerika Serikat-Tiongkok”: “Rakyat yang secara diam-diam menanggung tekanan ekonomi tidak dapat mengubah kebijakan pemerintah. Ini adalah sumber ‘ketahanan Komunis Tiongkok terhadap tekanan ekonomi’.”

Bagaimana orang-orang Amerika akan bereaksi terhadap kenaikan harga yang disebabkan oleh Amerika Serikat, yang mana mengenakan tarif pada impor Tiongkok? serta volatilitas pasar saham AS dan kepanikan korporasi AS? dampaknya masih harus dilihat lebih jauh. Amerika Serikat pasti akan menderita beberapa bentuk rasa sakit jangka pendek, tentunya dari restrukturisasi dramatis hubungan dagang Sino-AS.

Secara umum, orang-orang di negara demokrasi biasanya memiliki lebih sedikit dari apa yang Tiongkok sebut dalam konsep “gambaran besar, keseluruhan.” Seperti ketika hidup mereka terpengaruh, mereka dapat mengekspresikan diri mereka melalui pemilihan presiden berikutnya.

Komunis Tiongkok berani mempertaruhkan dirinya sendiri. Sedangkan, Amerika Serikat melalui periode penderitaan jangka pendek justru karena “perlawanan terhadap tekanan ekonomi.” Yang mana, dapat dikerahkan bagi para pemimpin AS yang lebih lemah daripada pemimpin otoriter Komunis Tiongkok

Sebenarnya, harapan Komunis Tiongkok adalah menggunakan perang ekonomi. Hanya semata-semata demi mengguncang hati rakyat Amerika dan membawa perubahan di Gedung Putih.

Rasa sakit jangka panjang yang dihadapi Tiongkok dan Amerika Serikat, melibatkan sejumlah besar masalah. Untuk  diketahui, bahwa politikus AS memiliki toleransi yang relatif rendah terhadap rasa sakit “jangka pendek.” 

Sementara itu, sistem totaliter Komunis Tiongkok dapat mengabaikannya.  Beijing telah mengubah strateginya dari “menunda dan menunggu perubahan” menjadi “menciptakan perubahan dengan melakukan serangan.

Meskipun mampu mengabaikan rasa sakit jangka pendek, dilema utama Komunis tiongkok adalah bagaimana menghadapi rasa sakit jangka panjang.  Yang mana, disebabkan oleh perusahaan asing dan investor yang hengkang dari Tiongkok.

 Karena itu, Komunis tiongkok memiliki beberapa opsi dan tidak ada solusi yang jelas. Pastinya, jika Komunis Tiongkok melanjutkan jalur kenaikan tarif marginal Trump, rencana awalnya “menyeret masalah” hanya akan menjadi “rasa sakit jangka panjang.” Tentunya sangat menjengkelkan,  tidak hanya sedikit merusak Trump, tetapi mungkin bahkan mengkonsolidasikan peluangnya untuk terpilih kembali.

Tetapi dengan “menciptakan perubahan dengan melakukan serangan ofensif,” Komunis Tiongkok dapat menimbulkan lonjakan rasa sakit jangka pendek.  Yang mana, dapat berdampak kepada ekonomi Amerika Serikat. 

Sejauh hal tersebut merupakan pukulan terhadap prestasi ekonomi Trump dan meluasnya sentimen pemilih yang bergeser demi keuntungan komunis Tiongkok.

Namun, dengan memilih rute “Lose-Lose” strategi, Komunis tiongkok telah sepenuhnya mengungkapkan permusuhannya terhadap Amerika Serikat. Adapun pembicaraan persahabatan hampa “Tiongkok – AS” tidak lagi berfungsi, bahkan hanya menjadi sebagai formalitas belaka.

Trump sendiri sudah mulai bertanya-tanya di Twitter. Apakah Tiongkok adalah musuh atau tidak? sebuah status yang bertanggung jawab untuk diciptakan oleh Komunis Tiongkok.  

Dalam keadaan seperti itu, masih harus dilihat bagaimana pemilih Amerika akan bereaksi terhadap serangkaian insiden terkini.  

Akankah kebencian mereka terhadap Trump menjadi besar, atau akankah presiden mendapatkan malah lebih banyak dukungan terhadap kebijakan menghadapi Tiongkok?

Cheng Xiaonong adalah seorang sarjana politik dan ekonomi Tiongkok yang berbasis di New Jersey. Dia adalah lulusan Universitas Renmin, tempat dia memperoleh gelar master di bidang ekonomi, dan Universitas Princeton, tempat dia memperoleh gelar doktor dalam bidang sosiologi. Di Tiongkok, Cheng adalah seorang peneliti kebijakan dan staff mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Zhao Ziyang, ketika Zhao menjadi Perdana Menteri. Cheng telah menjadi sarjana tamu di Universitas Gottingen dan Princeton, dan ia menjabat sebagai pemimpin redaksi jurnal Modern China Studies. Komentar dan kolomnya secara teratur terbit di media bahasa mandarin di luar negeri.

FOTO : Para negosiator perdagangan AS – Tiongkok. (Mark Schiefelbein/AFP/Getty Images)

Gempa Bumi Magnitudo 6,5 yang Mengguncang Ambon, Berikut Tanggapan PVMBG

0

EtIndonesia. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian ESDM merespon gempa bumi yang melanda Ambon, Kamis (26/9/20190 pukul 06:46:45 WIB.

Menurut BMKG yang sudah update, pusat gempa bumi berada pada koordinat 3.38°LS dan 128.43°BT dengan magnitudo 6.5 pada kedalaman 11 km, berjarak 40 km timur laut Ambon, Maluku.

Badan Geologi AS, USGS mencatat gempa bumi terjadi di 3.426°LS dan 128.379°BT dengan magnitudo 6.5 pada kedalaman 29.9 km. Menurut GFZ, Pusat Riset Nasional Ilmu Kebumian Jerman, gempa bumi terjadi di 3.56°LS dan 128.45°BT dengan magnitudo 6.6 pada kedalaman 10 km.

Terjadi gempa bumi susulan pukul 07:39:53 WIB. Menurut BMKG, pusat gempa bumi berada pada koordinat 3.63°LS dan 128.36°BT dengan magnitudo 5.6 pada kedalaman 10 km, berjarak 18 km timur laut Ambon, Maluku. Gempa bumi susulan masih terjadi sebanyak 17 kali dengan magnitudo < 5 mulai pukul 07:00 hingga 08:04 WIB.

PVMBG dalam keterangan di situs resminya menyebutkan, pusat gempa bumi berada di darat. Lokasi terdekat dari pusat gempa bumi adalah Pulau Seram dan Ambon. Lokasi tersebut dominan tersusun oleh batuan metamorf berumur Pratersier dan batuan gunungapi Tersier.

Batuan itu umumnya sudah tersesarkan, mudah longsor dan banyak yang sudah lapuk. Batuan lapuk umumnya akan memperkuat efek guncangan gempa sehingga guncangan gempa akan lebih terasa.

Sedangkan, Penyebab gempa bumi adalah berdasarkan lokasi dan kedalaman pusat gempa bumi, diperkirakan gempa bumi ini berasosiasi dengan patahan aktif disekitar pusat gempa bumi.

Adapun dampak gempa bumi terasa di Pos PGA G. Banda Api skala II MMI. Tidak terasa di Pos PGA Gamalama, Ternate. Terasa di Ambon dan Kairatu skala V MMI, II-III di Paso dan Banda. Adanya kerusakan di pasar daerah Pelau, Maluku Tengah dan di Kantor Pusat Unpatti.

“Gempa bumi ini tidak menyebabkan tsunami karena berada di darat dan tidak ada dislokasi di dasar laut,” demikian keterangan PVMBG.

Lebih jauh PVMBG merekomendasi gempa masyarakat agar tetap tenang, mengikuti arahan dan informasi dari pemerintah daerah dan BPPD setempat, serta tidak terpancing isu yang tidak bertanggung jawab mengenai  gempa bumi dan tsunami. (asr)

Pencemaran Sampah Plastik yang Memasuki Lautan Didominasi Bersumber dari Sungai di Tiongkok

0

Chriss Street

ETindonesia- Sebanyak 91 persen dari 8,8 juta ton sampah plastik yang mengalir ke lautan pada setiap tahun bersumber dari aliran sungai.  Melansir dari The Epochtimes, Sungai Yangtze dan lima sungai di Tiongkok lainnya adalah pencemar yang paling dominan.

Polusi lingkungan laut dengan puing-puing plastik secara luas, diakui sebagai meningkatnya keprihatinan ekologis. Dikarenakan, persistensi kimia dari plastik dan fragmentasinya menjadi “mikroplastik.” 

Sampah plastik itu kemudian dilahap oleh organisme kecil, seperti zooplankton. Kemudian dimakan oleh predator yang semakin besar dalam rantai makanan di lautan.

Produksi plastik dimulai pada tahun 1950 dengan 2,3 juta ton. Jumlahnya mengalami pertumbuhan menjadi 448 juta ton pada tahun 2015. 

Sebanyak 18 persen dari plastik yang diproduksi, tidak ditangani dengan benar. Bagi para peneliti disebut sebagai “limbah plastik yang dikelola secara salah.” 

Dengan tren produksi global, diperkirakan bahwa “sampah plastik yang salah dikelola” melonjak tiga kali lipat menjadi 170 hingga 292 juta ton pada tahun 2060 mendatang.

Tiongkok yang dikuasai oleh pemerintahan Komunis Tiongkok, saat ini mendominasi industri plastik dengan sekitar 143 juta ton produksi, atau sekitar 29 persen dari pangsa pasar global. 

Akan tetapi, Tiongkok selama beberapa dekade juga menyediakan layanan pemrosesan daur ulang untuk sekitar 70 persen daur ulang plastik global.

Hampir dua pertiga dari plastik baru yang diproduksi, digunakan untuk tujuan komersial dengan harapan bertahan rata-rata sekitar sepuluh tahun. 

Tetapi, Tiongkok memproduksi sekitar setengah dari semua bahan kemasan plastik yang memiliki harapan bertahan rata-rata hanya enam bulan.

Menurut laporan investigasi National Public Radio, dikarenakan sebagian besar bungkus plastik tidak dapat didaur ulang secara menguntungkan, banyak limbah plastik domestik dan impor Tiongkok dibuang oleh “pendaur ulang” yang tidak diatur.  Mereka “membuang barang-barang yang tidak dapat didaur ulang, menyebabkan polusi di daratan dan di aliran air, ”

Dari 8,8 juta ton sampah plastik yang hanyut hingga ke sungai-sungai besar yang mengalir ke laut. Sebanyak sepuluh besar” sungai pencemar menyumbang 88 hingga 95% plastik yang mengalir setiap tahun ke lautan dunia. Enam sungai Tiongkok dalam daftar “sepuluh besar” — Sungai Yangtze, Sungai Kuning, Sungai Hai, Sungai Mutiara,  Sungai Amur yang berbatasan dengan Rusia, dan Tanjung Sungai Mekong — menyumbang sekitar 3,8 juta ton, atau hampir setengah dari aliran plastik dunia ke lautan. 

Sungai Yangtze sendiri, menyumbang sebanyak 1,6 juta ton plastik yang dibuang ke lautan. Rezim Tiongkok mulai menindak pencemaran plastik mulai tahun 2017 silam. Pemerintah itu mulai bergerak untuk melarang hampir semua impor sampah pada pertengahan 2018 silam. 

Langkah itu, mengakhiri 700.000 ton sampah plastik yang diekspor setiap tahun oleh Amerika Serikat ke Tiongkok.

The Huffington Post, melaporkan bahwa kota Shanghai, Tiongkok, mulai memberlakukan pemilahan kode warna tempat sampah untuk perumahan dan komersial. Untuk tempat sampah hitam khusus untuk sampah “kering,” coklat untuk sampah “basah,” biru untuk sampah yang “dapat didaur ulang” dan merah untuk sampah yang “berbahaya.” 

Menentukan jenis sampah  dalam kategori tertentu, kini menjadi wajib di Shanghai pada 1 Jul lalu. 

Komunis Tiongkok hanya mendaur ulang sekitar 20 persen dari limbahnya, dibandingkan dengan sekitar 35 persen di Amerika Serikat. Negara itu secara historis mengandalkan jutaan pengusaha “informal” yang menggali tempat sampah untuk plastik dan kaca yang bisa dijual. 

Untuk meningkatkan volume daur ulang, hukuman denda di Shanghai bagi setiap pelanggaran warna daur ulang, kini mencapai adalah 200 yuan atau sekitar  28 dolar AS. (asr)

PBB Didesak untuk Menyelidiki Panen Organ Tubuh Secara Paksa di Tiongkok

0

EtIndonesia. Seorang pengacara senior pada Selasa (24/09/2019) mendesak Dewan Hak Asasi Manusia PBB, untuk menyelidiki bukti bahwa Komunis Tiongkok membunuh pengikut spiritual Falun Gong dan mengambil organ mereka secara untuk praktek transplantasi.

Melansir dari Reuters, Hamid Sabi menyerukan tindakan segera saat ia mempresentasikan temuan Tiongkok Tribunal di Jenewa, sebuah panel independen yang dibentuk untuk memeriksa masalah tersebut. 

Tribunal Tiongkok bulan Juni lalu memuturkan bahwa pengambilan organ di Tiongkok adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Falun Gong atau Falun Dafa adalah sebuah disiplin spiritual yang terdiri dari latihan meditasi dan ajaran moral berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar. Latihan Falun Gong yang lebih populer di Tiongkok, mengundang kemarahan pemimpin Partai Komunis Tiongkok saat itu Jiang Zemin. Ia meyakini bahwa ajaran moral adalah ancaman bagi kekuasaan Komunis Tiongkok. Jiang memobilisasi sistem keamanan, penuntutan, dan sistem peradilan negara untuk menganiaya kelompok spiritual itu sejak Juli 1999.

Latihan ini telah dianiaya secara brutal oleh rezim Komunis Tiongkok selama dua dekade terakhir. Pengikut praktik latihan ini kerap dilemparkan ke penjara, kamp kerja paksa, dan pusat pencucian otak. Banyak di antara mereka telah disiksa bahkan hingga tak bernyawa sebagai upaya untuk memaksa mereka meninggalkan keyakinan mereka. Lebih parah lagi, semburan-semburan fitnah dan ujaran kebencian juga dikobarkan Komunis Tiongkok. 

Komunis Tiongkok masih terus membantah tuduhan oleh para peneliti hak asasi manusia dan cendekiawan soal pengambilan organ secara dari tahanan hati nurani. 

Akan tetapi, Sabi, Pengacara Tiongkok Tribunal, mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB atau United Nations Human Rights Council -UNHRC- bahwa pengambilan organ secara paksa telah dilakukan “selama bertahun-tahun di seluruh Tiongkok dalam skala yang signifikan  dan berlanjut hingga hari ini”.

Praktek pemanenan organ tubuh tersebut melibatkan “ratusan ribu korban”, terutama praktisi gerakan spiritual Falun Gong. Ia menambahkan bahwa tahanan dari etnis minoritas Uighur Tiongkok juga menjadi sasaran.

“Korban untuk korban dan kematian untuk kematian, memotong hati dan organ-organ lain dari orang yang hidup, tidak bercela, tidak berbahaya, damai merupakan salah satu kekejaman massal terburuk abad ini,” kata Sabi.

“Transplantasi organ untuk menyelamatkan hidup adalah kemenangan ilmiah dan sosial. Tapi membunuh donor itu adalah kriminal,” tambahnya.

Sabi dalam pemaparannya, bahwa Pemerintah dan badan-badan internasional harus melakukan tanggungjawab mereka. “Pemerintah dan badan-badan internasional harus melakukan tugas mereka tidak hanya dalam kaitannya dengan kemungkinan tuduhan genosida. Tetapi juga dalam kaitannya dengan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, yang mana pengadilan tidak menganggapnya kurang kejam,” ujarnya.

“Ini adalah kewajiban hukum Negara-negara Anggota PBB dan tugas Dewan ini untuk menangani tindakan kriminal ini,” jelasnya.

Geoffrey Nice, Ketua Tribunal Tiongkok, mengatakan pada sebuah acara terpisah di AS tentang masalah tersebut, bahwa badan-badan pemerintah, dan mereka yang terlibat dengan operasi transplantasi, tidak dapat lagi menutup mata terhadap bukti “tidak nyaman” tiu.

Nice, yang memimpin jaksa penuntut dalam persidangan kejahatan inernasional mantan presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic, mengatakan, temuan pengadilan membutuhkan tindakan segera.“

Nice mengatakan, Penerima transplantasi di Tiongkok termasuk warga negara Tiongkok dan pasien luar negeri. Mereka-mereka ini melakukan perjalanan ke Tiongkok untuk menerima organ dengan biaya besar. Namun, dengan waktu tunggu yang sangat pendek. Pengadilan mengatakan, pada bulan Juni bahwa temuannya merupakan “indikasi” genosida.

Melansir dari Telegraph, PBB telah diingatkan bahwa lembaga itu memiliki “kewajiban hukum” untuk menghadapi pengambilan organ secara paksa di Tiongkok, ketika para saksi telah menceritakan penyiksaan dan pemeriksaan medis para tahanan.

Pada selasa 24 September 2019, telah menandai pertama kalinya bahwa hasil yang membuktikan temuan-temuan Pengadilan Tribunal Tiongkok diserahkan kepada Dewan HAM PBB.

Selama lebih dari satu dekade, Komunis Tiongkok “melakukan tindakan kekejaman dan kejahatan” yang cocok dengan “penyiksa dan algojo abad pertengahan”. Organ dalam tubuh korban telah disayat – beberapa masih dalam keadaan bernyawa – demi ginjal, hati, hati, paru-paru, kornea dan kulit mereka sebagai komoditas untuk diperdagangkan. (asr)

Gelombang Protes Mahasiswa se-Indonesia Tolak UU KPK dan RUU Bermasalah Hingga Kecaman ‘Sakaratul Maut Demokrasi’

0

EtIndonesia. Gelombang massa aksi protes digelar oleh mahasiswa yang berada di seluruh wilayah Indonesia dari barat ke Timur, dari Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan, Senin (23/09/2019). Mosi tidak percaya kepada DPR juga digemakan oleh mahasiswa.

Aksi protes dalam rangka menolak pelemahan terhadap KPK. Mahasiswa di seluruh Indonesia juga menolak Undang-Undang KPK dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, RUU Minerba, RUU KUHP, dan RUU Pemasyarakatan. 

Aksi digelar di Tanjungpinang, Padang, Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar, Jombang, dan Malang.

Melansir dari TribunJogya, aksi yang digelar oleh seluruh mahasiswa dan berbagai elemen dengan tema #GejayanMemanggil. Demo mahasiswa digelar di daerah Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta.

Daerah Gejayan menjadi saksi lengsernya Presiden RI ke-2 Soeharto pada 21 Tahun silam. Saat itu terjadi tragedi yang menewaskan seorang mahasiswa dan puluhan terluka. Insiden itu dikenal dengan Peristiwa Gejayan dan Tragedi Yogayakarta.

Tuntutan aksi menolak pengesahan Undang-Undang KPK dan rancangan Undang-Undang yang bermasalah. Tagar #GejayanMemanggil menjadi trending topik di jagat sosmed Indonesia. Mahasiswa menegaskan mereka bukan dari bagian cebong atau kampret yang meramaikan dukungan di Pilpres beberapa waktu lalu.

“Gejayan di tahun 1998 menjadi saksi perlawanan mahasiswa dan masyarakat Yogya terhadap rezim yang represif. Di tahun 2019, Gejayan kembali memanggil jiwa-jiwa yang resah karena kebebasan dan kesejahteraannya terancam oleh pemerintah,” bunyi keterangan pada pamflet #GejayanMemanggil yang tersebar di media sosial.

Ini poin-poin tuntutan mahasiswa dan warga di Yogyakarta :

1. Mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.

2. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

3. Menuntut Negara untuk mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.

4. Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja.

5. Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria.

6. Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

7. Mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.

Masih di Pulau Jawa, aksi protes turut digelar di Malang, Jawa Timur. Laporan media lokal menyebutkan, mahassiwa memadati Bundaran Tugu Malang.

Dalam aksinya, mahasiswa menyegel Kantor DPRD Malang dengan tulisan markas Warung Pecel. Suara mahasiswa bergemuruh dengan meneriakkan yel-yel, “Demokrasi, Demokrasi Oligarki! Reformasi! Reformasi Dikorupsi!.”

Mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Malang itu membawa poster yang bertuliskan #SaveIndonesia hingga seruan mewaspadai politis nakal.

Sedangkan di Purwokerto, Jawa Tengah aksi digelar di Alun-alun Kota Purwokerto depan kantor Setda dan DPRD Banyumas, seperti dilaporkan Republika. Mahasiswa mengecam pengesahan Undang-Undang KPK dan pembahasan berbagai pasal di sejumlah Rancangan Undang-Undang yang dinilai merusak cita-cita Reformasi 1998.

Sementara itu di Makassar, seperti diwartakan CNN Indonesia, aksi digelar oleh mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan. Massa dengan tuntutan yang sama menolak Rancangan Undang-Undang yagn tidak pro-Rakyat.

Berdasarkan dalam seruannya, Presiden Jokowi dituntut turun dari jabatannya. Mahasiswa juga menolak rezim anti-Demokrasi dan tidak pro Rakyat. Aksi sempat diwarnai dengan pembakaran ban bekas sebagai bentuk penyaluran aspirasi.

Aksi di Bandung, Jawa Barat digelar dengan longmarch dari Monumen Perjuangan menuju gedung DPRD Jawa Barat. Seperti diwartakan Liputan6, mahasiswa dari berbagai kampus sudah mengkaji semua RUU tersebut dan sepakat agar dibatalkan. Mahasiswa menyerukan kepada Jokowi agar mencabut Revisi RUU tersebut. Dalam aksinya, mahasiswa membentangkan spanduk ‘Sakaratul Maut Demokrasi’ yang artinya menjelang kematian demokrasi.

Aksi di Jakarta digelar di Depan Gedung DPR RI, Jakarta. Mahasiswa berasal dari sejumlah kampus seperti Universitas Indonesia, UIN Jakarta, Universitas Al-Azhar, Universitas Kristen Indonesia dan kampus-kampus lainnya. Dengan tema yang sama, mahasiswa  menolak pengesahan Undang-Undang KPK. Mahasiswa juga menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang yang bermasalah.

Mahasiswa dalam aksinya dengan lantang mengecam DPR Fasis dan anti Demokrasi. Mahasiswa juga dengan keras menyuarakan agar mencabut RUU yang bermasalah. Mahasiswa menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR.

Perwakilan mahasiswa yang diterima di Gedung DPR RI menolak diterima oleh Fraksi Gerindra. Mahasiswa menegaskan mereka independen dan bebas dari kepentingan politik. Mahasiswa akhirnya meninggalkan Gedung DPR RI. Mereka menyatakan akan kembali turun ke jalan untuk menyampaikan tuntutan rakyat. (asr)