Epochtimes.id- Baru-baru ini, sebuah insiden kecelakaan langka tetapi membuat para netizen tertawa terjadi pada diri seorang wanita Tiongkok.
Media Tiongkok melaporkan bahwa seorang wanita yang tinggal sendirian mengalami ponselnya terjatuh ke dalam lubang WC saat digunakan. karena takut kehilangan maka ia berusaha untuk mengambil dengan tangannya.
Namun sial, ponselnya tidak ditemukan malahan tangannya yang terjebak tidak bisa dikeluarkan sampai hari ketiga bantuan datang.
Menurut penuturan tetangga rumah wanita itu yang bermarga Zhang bahwa, belakangan ini ia sering mendengar suara-suara aneh seperti orang yang sedang mempermainkan air, suara ketukan yang muncul justru di tengah malam, membuat seisi rumah merinding dan hilang kantuknya.
Tetapi saat pintu tempat tinggal wanita tersebut coba diketuk tetapi tidak ada orang yang membuka atau menyahut, dan sambungan telepon pun tidak ada yang mengangkat. Sampai suatu ketika suara teriakan minta tolong terdengar oleh warga baru dilaporkan kepada kepolisian untuk meminta bantuan.
Polisi yang datang terpaksa masuk dengan cara mendobrak pintu. Begitu pintu terbuka polisi menemukan wanita pemilik tempat tinggal tersebut tergeletak di pinggir kloset dengan sebelah tangannya masih berada dalam lubang WC meskipun kesadarannya masih terjaga baik.
Setelah ditanya ikhwal kejadian, wanita itu baru menambahkan bahwa terjadi pembengkakan pada tangan kirinya itu karena terus digunakan untuk mencoba mencari ponsel, sehingga sulit untuk dikeluarkan.
Sampai ia tertolong, wanita tersebut sudah tergeletak di toiletnya selama 3 hari. Selama waktu tersebut, ia terpaksa bertahan hidup dengan minum air.
Ketika ditanya soal mengapa sampai hari ketiga ia baru berteriak minta tolong. Wanita itu tampak malu dan berkata : “Saya pikir masalah tidak terlalu serius, lapar 2 – 3 hari tidak apalah, tunggu pembengkakan mengecil maka tangan dapat dikeluarkan. Tidak terpikir bakal seperti ini, sehingga terpaksa berteriak minta tolong.”
Mendengar penjelasannya, semua orang yang berada di sana tertawa, termasuk para netizen setelah membaca berita tersebut melalui internet. (Sinatra/asr)
Epochtimes.id- Otoritas Vietnam pada Senin (25/12/2017) mengevakuasi sekitar 650.000 orang menjelang kedatangan badai tropis Tembin.
Badai ini menyebabkan 200 orang tewas dan hilang di Filipina dan menunjukkan intensifitas pergerakan topan di jalurnya melalui Laut Cina Selatan.
Layanan meteorologi Vietnam memprediksi bahwa Topan Tembin, pada Senin pagi lebih dari 300 km dari Pulau Con Dao dan memiliki kecepatan angin 135 km / jam, akan memasuki selatan Vietnam pada Senin malam seperti dilaporkan Efe.
Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc telah memerintahkan pemerintah daerah untuk memobilisasi tentara, polisi dan relawan untuk mengevakuasi penduduk di daerah-daerah yang berisiko banjir dan tanah longsor.
Evakuasi juga mencakup orang-orang yang tinggal di gubuk dan kapal-kapal di pinggiran sungai Delta Mekong, di mana badai Tembin akan menerjang.
Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan mengatakan bahwa kerusakan material tidak bisa dihindari. Namun hilangnya nyawa akibat keterlambatan evakuasi warga sipil tidak akan terjadi seperti dilaporkan media lokal VNExpress.
Sementara itu, pihak berwenang di Filipina terus melakukan upaya pencarian dan penyelamatan bagi mereka yang terkena dampak Tembin. Badai ini memasuki selatan negara tersebut pada Jumat lalu.
Badai tembin kemudian meninggalkan Filipina pada Minggu dengan menyisakan kehancuran. Lebih dari 200 orang tewas dan hilang. warga yang terdampak hampir mencapai 550.000 orang jiwa.
Provinsi Lanao del Norte, Lanao del Sur dan Zamboanga del Norte, keduanya berada di Mindanao, pulau terbesar kedua di Filipina merupakan provinsi paling terdampak akibat badai ini.
Layanan darurat, diperkuat dengan militer, polisi dan relawan terus bekerja untuk mencari korban selamat, menyelamatkan orang-orang yang terjebak akibat banjir dan tanah longsor. Petugas gabungan juga membuka kembali jalur transportasi darat, memulihkan telekomunikasi dan listrik.
Setidaknya 97.583 orang Filipina yang tinggal di selatan negara itu menghabiskan hari Natal di salah satu dari 261 pusat pengungisan. Sementara 84.794 jiwa lainnya menerima bantuan pemerintah di luar pusat-pusat ini seperti laporan yang disampaikan Dewan Pengurangan Resiko Bencana Nasional Filipina. (asr)
Apple telah dituduh sebagai ‘rasis’ setelah seorang anak laki-laki Tiongkok menyadari bahwa ia dapat membuka kunci ponsel iPhone X ibunya dengan menggunakan perangkat lunak pengenal wajah.
Seorang suami membelikan istrinya smartphone baru, tapi kemudian dia terkejut saat menemukannya bisa dibuka oleh anak dari pasangan tersebut.
Tampaknya keluarga, yang tinggal di kota Shanghai bukan satu-satunya pengguna di Tiongkok yang telah bisa saling membuka telepon masing-masing.
Pengguna iPhone yang semakin meningkat di Tiongkok, negara yang berpenduduk lebih dari satu miliar orang, khawatir dengan fitur keamanan dan privasi iPhone X mereka.
Sang ayah, yang diidentifikasi hanya oleh nama keluarganya Liu, menelpon hotline layanan pelanggan Apple untuk melaporkan masalahnya.
“Anak kami menggunakannya dan tidak tahu kata sandinya,” katanya, menurut Stasiun TV Shandong.
Dia diberitahu itu adalah kasus langka yang tersendiri dan adalah karena fakta istri dan anaknya terlihat sangat mirip.
Diperkirakan raksasa teknologi tersebut kini telah melancarkan penyelidikan penuh atas klaim keluarga Liu.
Berita tersebut muncul hanya seminggu setelah seorang wanita Tiongkok menyadari bahwa dia bisa membuka kunci iPhone X milik rekan kerjanya.
Nyonya Yan dari Nanjing terkejut mengetahui rekannya Nyonya Wan bisa membuka telepon barunya dengan menggunakan Face ID (Identitas Wajah).
Ini terlepas dari pasangan yang memiliki sejumlah fitur berbeda, termasuk potongan rambut yang berbeda.
Pasangan ini mengklaim kejadian tersebut terjadi beberapa kali.
Ketika Nyonya Yan pertama kali menghubungi hotline Apple untuk mengeluh tentang masalah layanan pelanggan, dia mengatakan padanya bahwa itu ‘tidak mungkin’, tulis Asiaone.
Pasangan itu membawa telepon ke toko tersebut untuk membuktikan apa yang terjadi dan mendapati mereka bisa membuka semua telepon di toko itu.
Nyonya Yan diberitahu bahwa kamera itu cacat dan diberi iPhone X baru namun hal yang sama terjadi lagi.
Tidak diketahui apakah ia kemudian mendapat iPhone X yang ketiga.
“Kita melihatnya sangat biasa. Bagaimana jika seseorang mengangkat telepon saya dan membukanya? “ kata Nyonya Wan.
“Kalau begitu mereka bisa membeli barang melalui telepon saya dan melakukan pembayaran,” katanya.
“Kami tidak memiliki rasa aman”.
Banyak pengguna yang sekarang khawatir iPhone X tidak bisa membedakan orang Tiongkok satu sama lain.
Namun, Apple terus mempertahankan perangkat lunak pengenal wajahnya adalah bukti cukup bodoh.
Perusahaan mengklaim hanya ada satu dari satu juta kemungkinan wajah orang lain bisa membuka kunci ponsel Anda.
Perusahaan bekerja dengan orang-orang di seluruh dunia untuk menghindari hal ini terjadi.
“Face ID menggunakan jaringan syaraf wajah yang dirancang dengan menggunakan lebih dari satu miliar gambar,” tulis Gizmodo.
Pada bulan Oktober, wakil presiden Apple untuk kebijakan publik untuk Amerika, Cyntheia Hogan, menjelaskan bagaimana produk tersebut dapat diakses oleh orang-orang dari berbagai etnis.
“Kami bekerja dengan peserta dari seluruh dunia untuk memasukkan kelompok perwakilan orang yang menghitung jenis kelamin, usia, suku, dan faktor lainnya,” katanya.
“Kami menambahkan studi yang diperlukan untuk memberikan tingkat akurasi yang tinggi untuk beragam pengguna,” katanya.
Para pengembang juga melatih jaringan kerja syaraf untuk mengenali dan menolak orang yang mencoba membuka kunci telepon tersebut dengan foto atau topeng.
MailOnline telah menghubungi Apple untuk memberikan komentar.
Bagaiman Face ID bekerja?
Face ID menggunakan kamera menghadap ke depan TrueDepth pada iPhone X, yang memiliki banyak komponen.
Proyektor Dot memproyeksikan lebih dari 30.000 titik tak terlihat ke wajah Anda untuk memetakan strukturnya.
Peta titik ini kemudian dibaca oleh kamera inframerah dan struktur wajah Anda diteruskan ke chipA11 Bionic di iPhone X, di mana ia berubah menjadi model matematis.
Chip A11 kemudian membandingkan struktur wajah Anda dengan pemindaian wajah yang tersimpan di iPhone X selama proses penyiapan.
Face ID menggunakan inframerah untuk memindai wajah Anda, sehingga bekerja dalam kondisi pencahayaan rendah dan dalam gelap.
Ini hanya akan membuka perangkat Anda saat Anda melihat ke arah iPhone X dengan mata terbuka. (Dailymail/ran)
Media Jepang mengungkapkan bahwa ketika Presiden Trump berkunjung ke Tiongkok pada awal bulan November tahun ini, kepala kedua negara telah mencapai kesepakatan rahasia mengenai isu nuklir Korea Utara.
Militer kedua negara akan mengadakan konsultasi rutin dan berbagi intelijen yang relevan. Xi Jinping pada kesempatan itu juga mengutarakan ketiga komitmennya sebagai penyampaian sikap Tiongkok “tidak mengakui Korea Utara memiliki nuklir”.
Asahi Shimbun pada 25 Desember merilis sebuah artikel yang mengatakan bahwa beberapa orang pejabat pemerintah AS yang relevan terhadap masalah telah memberikan konfirmasi kepada media bahwa mengingat sanksi terhadap Korea Utara yang diterapkan pemerintah Tiongkok memainkan peran kunci, untuk meningkatkan transparansi kepatuhan atas pelaksanaan sanksi kepada DPRK atau Democratic People’s Republic of Korea, kedua kepala negara sepakat untuk saling membagi informasi melalui forum konsultasi rutin mengenai sanksi yang diberlakukan beserta dampak ekonominya terhadap DPRK.
Berdasarkan kesepakatan itu, Tiongkok dan Amerika Serikat akan berbagi informasi intelijen mengenai isu nuklir Korea Utara. militer kedua negara dapat berhubungan langsung melalui sambungan telepon hotline dan departemen yang bertanggung jawab akan mengadakan konsultasi secara reguler.
Pejabat pemerintah AS yang relevan dengan masalah juga mengungkapkan bahwa dalam pertemuan antara Xi Jinping dengan Trump pada 9 Nopember pagi itu yang berfokus pada pembahasan isu nuklir DPRK yang berlangsung selama 1,5 jam dan hanya diikuti oleh beberapa orang pejabat teras.
Presiden Xi Jinping telah mengkonfirmasikan ketiga prinsip utama yang merupakan sikap Tiongkok dalam isu nuklir DPRK, yaitu pertama, Tidak mengakui DPRK memiliki senjata nuklir. Kedua, akan terus memberikan tekanan sampai Korea Utara bersedia meninggalkan senjata nuklir. Ketiga, Meningkatkan transparansi pemantauan terhadap sanksi yang diterapkan.
Sebelumnya ada laporan yang menyebutkan bahwa di masa lalu pemerintah AS telah mencoba untuk mengadakan dialog atau konsultasi serupa dengan pemimpin tinggi Tiongkok tetapi pihak Beijing menolak karena alasan kurangnya kepercayaan antara kedua negara tersebut, selain itu, kemungkinan terjadinya konflik militer di semenanjung karena isu nuklir belum sebesar sekarang.
Tetapi isu nuklir DPRK sekarang telah mengubah situasi internasional. setelah susul menyusul uji coba peluncuran rudal, ketegangan di semenanjung meningkat tajam. Dengan latar belakang ini, pihak berwenang Beijing lebih memilih untuk melakukan dialog seperti ini daripada duduk diam membiarkan situasi memburuk.
Tiga hari lalu (22 Desember), kelimabelas negara anggota DK-PBB (termasuk Rusia dan Tiongkok) dengan suara bulat mengeluarkan resolusi sanksi baru terhadap Korea Utara.
Menurut resolusi sanksi yang diajukan oleh Amerika Serikat tersebut, masyarakat internasional akan mengurangi sampai 90 % pasokan minyak mentah ke Korea Utara, dan akan memulangkan seluruh tenaga kerja luar negeri Korea Utara, kapal-kapal yang dicurigai mengangkut barang ke Korea Utara akan diperiksa secara ketat.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan bahwa ini merupakan sanksi yang paling berat terhadap Korea Utara.
Untuk alasan ini, anggota Kongres tingkat tinggi dari Partai Demokrat AS yang selalu menentang berbagai prakarsa kebijakan Trump sekarang juga secara terbuka mengakui dan memuji keputusan ini.
Sebagaimana dilaporkan oleh VOA bahwa senator dari Partai Demokrat Komite Hubungan Luar Negeri AS, Ben Cardin dalam wawancaranya dengan reporter Fox News secara terbuka memuji resolusi sanksi baru tersebut. Ia mengatakan : “Ini adalah sanksi berat lebih lanjut yang diterapkan kepada Korea Utara atas uji coba peluncuran rudal balistik mereka”.
Ben Cardin lebih jauh mengatakan bahwa patut mendapat pujian karena Rusia dan Tiongkok pun bersedia bekerjasama dengan masyarakat internasional. (Sinatra/asr)
Bulan- bulan ini warga Tulungagung Jawa Timur dikejutkan ribuan lalat yang mengerumuni pohon klengkeng yang sedang berbunga yang ditanam di sekitar pekarangan rumah mereka. Berbincang dengan berbeberapa warga yang mempunyai pohon klengkeng di pekarangan rumah mereka, memang fenomena koloni lalat menyerbuki pohon klengkeng sudah hal biasa.
Warga mengatakan bahwa hasil proses penyerbukan oleh lalat ini memang membuat klengkeng bisa berbuah sebagaimana penyerbukan oleh lebah madu.
Kejadian tak biasa ini juga diamati langsung oleh penulis ketika pulang kampung, dan kebetulan di halaman rumah ada pohon klengkeng sedang berbunga dan dari kejauhan seperti lebah madu yang mengerumuni pohon klengkeng tersebut. Lama-lama penulis merasakan hal janggal.
“Lebah kok warnanya hijau?” Kontan penulis mendekat ternyata bukan lebah madu tapi ribuan lalat asyik bertengger sambil menghisap nektar bunga klengkeng. Muncul pertanyaan dalam hati, kenapa lalat hijau yang menyerbuki bunga klengkeng? ke mana koloni lebah?
Pikiran penulis teringat akan headline Epoch Times edisi 529 tertanggal 19 – 25 November 2017 yang lalu bahwa di Eropa telah nyaris terjadi fenomena kiamat serangga.
Apakah fenomena hilangnya beberapa serangga seperti lebah mulai merambah di Indonesia? Kemudian penulis berusaha mencari informasi di dunia maya tentang penyerbukan pohon klengkeng.
Ditemukan bahwa lebah madulah yang biasa melakukan peran ini. Penyerbukan oleh lalat hanya terjadi pada bunga bangkai Raflesia Arnoldi. Lalat dinilai sebagai serangga yang paling tangguh dan bisa hidup dalam berbagai macam kondisi bahkan kondisi yang sangat ekstrim.
Fenomena penyerbukan tak biasa ini mengingatkan pada pemberitaan media nasional dan internasional tentang menurunnya populasi lebah di seluruh dunia.
Ada kekhawatiran dari banyak ilmuwan dan pegiat lebah (beekeeper) dengan menurunnya populasi lebah ini akan berpengaruh pada suplai pangan dunia. Bahkan ada ungkapan seperti ini “No bee, No food”. Lebah madu sangat berperan penting pada proses penyerbukan beberapa jenis tanaman yang dikonsumsi manusia.
Ada banyak penelitian yang mencoba menginvestigasi apa faktor penyebab menurunnya populasi lebah dunia.
Dari review beberapa penelitian bisa dipetakan ada beberapa faktor yang menyebabkan CCD (Colony Collapse Disorder) pada lebah, antara lain penggunaan pestisida dan herbisida secara masif, adanya parasit dan hama yang mengganggu koloni lebah seperti tunggal Varroa (Varroa Mites), Sinyal telopon seluler, Polusi, Perubahan iklim dan maraknya tanaman GMO (Genetically Modified Organism).
Dari beberapa faktor penyebab di atas yang penyumbang terbesar CCD adalah penggunaan pestisida dan herbisida secara masif dan maraknya pembudidayaan tanaman GMO.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Herbert et.al yang dipublikasikan pada oktober 2014 di Journal Experimental Biology tentang penggunaan herbisida Glyphosate untuk mengontrol tanaman pengganggu telah menyebabkan koloni lebah mengalami beberapa gejala yaitu:
Pertama, penurunan kepekaan kepada gula (sucrose sensitivity) pada lebah sehingga menyebabkan kesulitan mendeteksi nektar bunga sebagai makanan untuk membuat madu. Terpapar Glyposhate, lebah mengalami disorientasi untuk mendeteksi sumber makanan mereka, nektar bunga.
Kedua, Koloni lebah yang terpapar zat ini mengalami penurunan dalam learning behavior mereka.
Ketiga,menurunnya daya ingat jangka pendek lebah yang bisa menyebabkan lebah kebingungan menemukan sarangnya sendiri.
Keempat, bekas bekas zat glyphosate yang mengenai tubuh lebah tidak akan membuat lebah mati seketika tapi akan memapar larva dan ratu lebah ketika mereka kembali ke sarang yang menyebabkan kinerja koloni lebah menurun atau bahkan pelan tapi pasti memusnahkan mereka.
Beberapa zat kimia yang ikut andil pada menurunnya koloni lebah selain Glyphosate, antara lain DDT, Nioticotinoids, Dow’s 2, 4-D dan Mosantos Roundup. Penggunaan zat kimia secara masif ini bukannya hanya mematikan serangga yang bermanfaat bagi produksi pangan tapi merugikan ekosistem yang lebih luas termasuk manusia.
Fenomena penggunaan zat kimia secara masif ini pada hakikatnya didasari pada filosofi bahwa alam semesta sebagai musuh, bukan sebagai teman yang saling bersimbiosis satu sama lain.
Dilema Tanaman GMO
Semakin hari populasi dunia semakin meningkat. PBB memprediksi bahwa pada tahun 2050 populasi dunia akan menyentuh 9,8 miliar orang. Dengan populasi sebesar ini manusia dihadapkan pada ketersediaan pangan.
Mampukah bumi menghidupi 9,8 miliar orang setiap harinya? para ilmuwan dan stakeholder yang peduli dengan masalah ini mencoba mencari cara untuk memenuhi demand pangan dunia. Salah satunya adalah dengan pembudiyaan secara masif tanaman GMO.
Tanaman hasil rekayasa genetika ini memang menjanjikan panen yang melimpah yang bisa menutupi krisis pangan dunia. Namun beberapa hasil penelitian, tanaman GMO mempunyai dampak kesehatan bagi manusia dan anggota ekosistem seperti koloni lebah.
Bagaimana tanaman GMO berpengaruh pada koloni lebah?
Tanaman GMO biasanya dihasilkan oleh suatu proses rekayasa genetika yang membuat suatu tanaman menjadi kebal terhadap serangan hama dan memproduksi hasil panen yang melimpah.
Pembudidayaan tanaman GMO secara masif biasanya mensyaratkan penggunaan pestisida atau herbisida tertentu agar panen bisa maksimal.
Selain itu secara sifatnya serbuk sari tanaman GMO semisal jagung menghasilkan suatu zat Bt insecticide yang bisa berbahaya bagi lebah madu bila dipadukan dengan stress factor lain semacam racun alami atau racun dari zat kimia tertentu misalnya pestisida atau herbisida.
Akibat jangka panjangnya adalah pada semakin menurunnya koloni lebah, padahal menurut laporan institusi program pangan PBB, 70% dari 100 tanaman penyedia pangan bagi manusia diserbuki oleh lebah.
Isu yang berkembang di berbagai media bahwa kontribusi GMO pada menurunnya populasi lebah nampak sekali pro – kontra. Sering ada bentuk pengalihan isu atau pembentukan mispersepsi yang disinyalir disponsori oleh konglomerasi produsen GMO.
Upaya ini terbaca oleh Researchglobal.ca yang mengkritisi beberapa penelitian yang menemukan bahwa penyebab menurunnya populasi lebah seperti merebaknya tunggal Varroa, parasit, dan sinyal telepon seluler, adalah bentuk kambing hitam yang ingin menutupi siapa sebenarnya pembunuh dari koloni lebah.
Reseachglobal.ca dalam sebuah artikel yang berjudul Death of Bees, Genetically Modified Crops and Decline of Bee Colonies in North Amarica yang ditulis oleh Brit Amos, 9 Agustus 2011 mengklaim bahwa penyebab terbesar dari menurunnya populasi lebah adalah GMO dan aplikasi pestisida-herbisidanya.
Perang persepsi dan isu akan terus bergulir di media, antara membela kepentingan raksasa konglomerasi GMO dan kepedulian pada keseimbangan ekosistem dunia dan masa depan umat manusia. (Iswahyudi/WHS/asr)
Pada malam Natal tahun ini, puluhan juta orang Kristen di Tiongkok hanya dapat merayakan hari libur keagamaan mereka yang paling penting secara diam-diam dan dalam ketakutan karena rezim Partai Komunis telah melepaskan tindakan kerasnya yang paling parah pada Natal dalam beberapa tahun terakhir. Layanan gereja dibatasi dan dipantau secara ketat oleh kamera, dan ada laporan tentang pohon Natal yang dirobohkan dan pihak berwenang setempat mensponsori “demonstrasi anti Natal” yang dimaksudkan untuk membuat orang-orang Kristen memasuki bayangan gelap.
Sejumlah laporan dari seluruh Tiongkok menunjukkan bahwa pejabat negara dan aparat keamanan telah dimobilisasi untuk menekan perayaan Natal oleh orang Kristen Tiongkok, menurut sebuah laporan 23 Desember oleh ChinaAid, sebuah LSM Kristen yang berbasis di Midland, Texas.
Dalam satu contoh, Biro Keamanan Umum Kota Anqing di Propinsi Anhui di Tiongkok timur mengeluarkan sebuah pemberitahuan pada tanggal 21 Desember yang berjudul “Larangan untuk kegiatan apapun yang berhubungan dengan Natal.” Memerintahkan semua jalan komersial dan publik “untuk tidak menciptakan suasana apapun tentang Perayaan Natal” dan melarang tampilan pohon Natal, Santa Claus, atau barang apa pun yang terkait dengan Natal.
Dalam insiden lain yang diyakini terjadi di Beijing, rekaman video yang baru-baru ini diunggah secara online tampak memperlihatkan sebuah pohon natal besar sedang dirobohkan oleh sekelompok pria berpakaian hitam, mengotori tanah dengan banyak ornamen dan karangan bunga yang jatuh dari pohon tersebut.
Banyak Gereja telah berkecil hati dan dalam banyak kasus dilarang oleh pemerintah daerah untuk mengadakan layanan atau perayaan apapun untuk jemaat di sekitar Malam Natal dan Natal. Kendala seperti itu pada Natal telah terjadi baik di “House Church” maupun di “Three-Self Church.” Three-Self Church adalah gereja-gereja Protestan yang mendapat sanksi pemerintah di Tiongkok yang dikendalikan secara institusional oleh rezim Tiongkok dan bahwa konon mewakili semua orang Kristen di Tiongkok.
Laporan ChinaAid mengutip seorang pengunjung gereja di kota Heshan di Propinsi Guangdong, Tiongkok selatan, yang mengatakan bahwa petugas dari Biro Keamanan Umum “mengambil alih kendali” sebuah Three-Self Church setempat dan memasang banyak kamera pengintai di pintu masuk gereja dua minggu sebelum Natal.
Tindakan keras tersebut lebih parah lagi bagi sejumlah besar House Church di seluruh Tiongkok, yang dianggap ilegal oleh rezim Tiongkok. Seorang wanita yang menghadiri House Church di Kota Tonghua di propinsi Jilin, timur laut mengatakan bahwa Biro Keamanan Umum setempat telah melarang “pertemuan umat Kristen apapun lebih dari delapan orang.”
Karena tindakan keras tersebut, banyak orang Kristen di Tiongkok dilaporkan telah menggeser untuk merayakan Natal di awal Desember, atau untuk tidak merayakannya sama sekali di depan umum. ChinaAid menerbitkan sebuah foto yang diambil oleh seorang pengunjung gereja di Propinsi Zhejiang pesisir yang menunjukkan kehadiran orang miskin di acara makan malam Natal di gereja tersebut, kemungkinan karena tekanan dari pihak berwenang.
‘Perang Pada Hari Natal’
Partai Komunis Tiongkok secara resmi mendukung ideologi ateis yang didasarkan pada Marxisme-Leninisme dan gagasan Mao Zedong serta melarang anggota Partai untuk menjadi anggota sebuah agama. Meskipun mendapat tentangan resmi terhadap agama, populasi Kristen Tiongkok telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan sekarang berjumlah puluhan juta melalui berbagai perkiraan.
Tindakan keras yang diperbaharui, yang digambarkan oleh beberapa orang sebagai “Perang Natal” Tiongkok diyakini telah termotivasi setidaknya sebagian oleh ketakutan rezim Tiongkok terhadap pengaruh agama Barat, yang dianggapnya sebagai ancaman potensial bagi ideologi negara dan untuk alasan stabilitas rezim.
Tindakan keras rezim terhadap Natal melampaui batas dengan menghentikan orang-orang Kristen Tiongkok menghadiri gereja-gereja. Pejabat pemerintah di banyak tempat mengatur dan mendukung “demonstrasi anti Natal,” seperti yang ada di Propinsi Zhejiang baru-baru ini, di mana, menurut ChinaAid, sekelompok “pensiunan” diarak dengan bendera nasional Tiongkok dan meneriakkan slogan-slogan seperti “Boikot Natal!” dan “Tidak untuk Natal!”
Juga dilaporkan bahwa anggota Liga Pemuda Partai Komunis Tiongkok di Universitas Tiongkok Selatan di Propinsi Hunan diberi perintah untuk tidak berpartisipasi dalam perayaan Natal, berdasarkan sebuah foto surat yang dikirim kepada siswa yang secara luas telah beredar di Weibo, platform mirip twitter di Tiongkok.
Akun Weibo resmi Partai Komunis Liga Pemuda menerbitkan sebuah pengumuman pada Malam Natal yang berusaha memberi ceramah kepada pembaca tentang banyak peristiwa sejarah yang berhubungan dengan Tiongkok yang terjadi pada 24 Desember, yang tampaknya telah menyarankan lebih penting daripada Natal.
Salah satu peristiwa yang disebutkannya adalah “kasusShen Chong” tahun1946, yang menyangkut dugaan pemerkosaan seorang gadis Tiongkok oleh tentara Amerika yang ditempatkan di Beijing pada malam Natal pada tahun itu. Kejadian itu sepenuhnya telah dibantah oleh para sejarawan dan dianggap sebagai kampanye kotor yang dibuat oleh Partai Komunis Tiongkok untuk digunakan melawan pemerintah nasionalis Tiongkok selama perang sipil saat itu. (ran)
69 Tahun yang lalu, tepatnya tanggal 10 Desember 1948 adalah tonggak bersejarah bagi kemanusiaan. Deklarasi Universal Hak Asasi manusia diproklamirkan oleh Majelis Umum PBB di Paris Prancis. Isi dari deklarasi tersebut adalah pengakuan terhadap Hak-Hak Dasar Alamiah yang melekat pada setiap orang yang harus dihormati oleh setiap individu, kelompok dan bangsa di seluruh muka bumi.
Deklarasi ini dilatarbelakangi oleh berbagai tragedi kemanusiaan yang muncul dalam masa Perang Dunia II seperti kamp genosida di Jerman oleh NAZI-Hitler. Motivasi dasar dari dokumen bersejarah tersebut agar tercipta perdamaian dunia tanpa ada lagi manusia saling melenyapkan satu sama lain dan terciptanya persaudaran antar manusia, antar ras, antar kelompok, antar agama dan antar bangsa dalam suasana penuh kedamaian.
Pertanyaan mendasar yang muncul setelah 69 tahun pendeklarasian dokumen tersebut adalah apakah semua cita-cita mulia tersebut sudah terwujud?
Masih adakah pelenyapan paksa terhadap satu kelompok manusia oleh kelompok manusia
Rumah tentang HAM yang dihadapi oleh umat manusia. Teror dan perang masih terus berkecamuk di berbagai pelosok dunia. Pelanggaran HAM masih saja terus terjadi.
Negara otoriter masih tetap ada dan justru di sanalah pelanggaran HAM masih terjadi dengan massif serta sulit terdeteksi oleh kalangan luar. Bahkan di negara yang mengklaim dirinya sudah memasuki era demokrasi, pelanggaran terhadap HAM juga sering terjadi walaupun dengan cara yang lebih halus dan terselubung.
Apa itu Falun Gong dan kenapa ditindas oleh PKT?
Sejak tanggal 20 Juli 1999 sampai kini adalah tahun yang mengerikan bagi pengikut spiritual Falun Dafa atau Falun Gong di Tiongkok. Terjadi pelanggaran HAM serius yang didiamkan dan disetujui oleh negara. Bahkan dalam hal ini negara- negara di dunia terpecah dalam menyikapi masalah ini. Ada yang keras menentang, ada yang mendukung dan kebanyakan “tahu seolah tidak tahu” alias masa bodoh.
Pada peristiwa penindasan terhadap Falun Gong ini nurani kemanusiaan seseorang atau sebuah bangsa diuji. Sensitivitas HAM masyarakat dunia dipertanyakan. Komunitas Falun Gong adalah sebuah komunitas yang mematut diri pada nilai-nilai universal “Sejati-Baik-Sabar” yang pada masa sebelum penindasan adalah komunitas yang populer dan memberikan sumbangsih nyata pada kesehatan dan perbaikan moralitas masyarakat Tiongkok pada waktu itu.
Namun situasi berubah ketika Sekjen PKT (Partai Komunis Tiongkok) kala itu Jiang Zemin merasa bahwa Falun Gong adalah ancaman bagi kekuasaannya. Paranoia dan iri hati membuat Jiang Zemin bertindak di luar akal sehat kemanusiaan.
Jiang mencetuskan bahwa kelompok Falun Gong adalah musuh negara dan ancaman bagi PKT dan kekuasaannya. Melalui “kantor 610” bentukannya ia melancarkan misinya untuk mencemarkan reputasi, membangkrutkan finansial dan memusnahkan secara fisik para pengikut spiritual Falun Gong.
Jiang melancarkan salah satu propaganda yang paling mahal di dunia untuk mencoba melenyapkan Falun Gong dari muka bumi dan mencoba membuat serangkaian fitnahan yang bertujuan agar massa seluruh Tiongkok dan seluruh dunia antipati dengan Falun Gong. Seluruh media RRT (Republik Rakyat Tiongkok) membombardir Falun Gong dengan berita fitnahan, dan dilansir ulang oleh media seluruh dunia.
Namun kebenaran mempunyai jalannya sendiri untuk memanifestasikan dirinya. Pengikut spiritual Falun Gong muncul bak jamur di musim hujan. Muncul di mana-mana. Menjadi media hidup yang bercerita tentang fakta sebenarnya. Membuktikan bahwa semua media propaganda yang menyudutkan mereka adalah hoax dan imajinasi belaka.
Penindasan terhadap kelompok spiritual ini masih terus berlangsung hingga kini. Penculikan, penangkapan ilegal, penyiksaan, kamp kerja paksa, pemerkosaan, pembunuhan dan yang lebih kejam lagi perampasan organ dalam keadaan hidup demi memenuhi ambisi bisnis industri transplantasi RRT yang masih terus terjadi (Juga terjadi pada komunitas Katholik Vatikan, Kristen Rumahan, Islam Uighur dan Buddha Tibet. Red. ).
Menyikapi pelanggaran HAM ini negara di dunia dihadapkan pada pilihan yang sangat berat. Antara idealisme HAM (tuntutan hati nurani) atau pragmatisme hubungan diplomatis dengan RRT. Kartu tentang Falun Gong ini sering dimainkan oleh RRT dalam hubungan bilateralnya dengan negara manapun di dunia.
Banyak negara termasuk Indonesia cenderung mengesampingkan Isu Falun Gong ini (Ada sejumlah Negara Demokrasi meski tetap berhubungan dagang dengan RRT tetapi mereka tetap dengan lantang menyuarakan HAM dan menghendaki penghentian penindasan terhadap Falun Gong, contoh: Kanada).
Mereka dihadapkan pada buah simalakama diplomasi. Antara berpegang erat pada konstitusi yang pro HAM atau tawaran kerja sama perdagangan dan investasi dengan RRT yang menggiurkan yang berarti secara tidak langsung menciderai nilai-nilai HAM atau turut serta mendukung pelanggaran HAM.
Amanah konstitusi adalah sangat penting bagi suatu bangsa. Ia mewakili inti sari atau karakter hakiki sebuah bangsa. Menjalankan konstitusi dengan baik berarti menahkodai perahu bangsa ini pada track yang benar.
Menciderai konstitusi berarti menyalahi nilai luhur dan karakter hakiki sebuah bangsa. Mengkhianati konstitusi berarti menahkodai perahu bangsa pada track yang salah, yang dapat berakibat pada terdamparnya bangsa ini pada pantai kesengsaraan.
Di dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia ada bangsa yang berhasil dan terus eksis dari waktu ke waktu, juga ada bangsa yang gagal dan akhirnya punah dari peta dunia. Pelajaran sejarah tentang timbul tenggelamnya sebuah bangsa dalam sejarah sudah sangat banyak.
Kebanyakan bangsa yang gagal dan musnah dari peta dunia adalah bangsa yang mengkhianati janji yang dibuatnya sendiri yang bisa diterjemahkan sebagai bangsa yang mengkhianati konstitusi. Konstitusi ibarat kontrak atau sumpah janji yang dibuat oleh sebuah bangsa kepada Sang Pencipta.
Apa yang terjadi dengan sebuah bangsa yang mengkhianati sumpah janjinya sendiri kepada Sang Pencipta? Bukankah ini berarti konstitusi adalah pilar moral dari sebuah bangsa. Inti dari sebuah bangsa adalah pada moralnya. Dan ukuran dari moral sebuah bangsa adalah konsistensi terhadap konstitusi atau sumpah dan janji dari bangsa itu sendiri.
Pilihan antara membela yang benar atau membela yang bayar?
Pada kasus Falun Gong ini, bangsa Indonesia diuji konsistensi pada konstitusi yang dibuatnya sendiri. Konstitusi Indonesia secara tegas memposisikan HAM pada posisi yang sangat penting. Pasal 28 A sampai J Undang Undang Dasar 1945 telah menyatakan secara ekplisit keberpihakan terhadap HAM.
Berikut ini serangkaian tindakan dan kebijakan pemerintah Indonesia terhadap komunitas Falun Dafa di Indonesia yang disinyalir menciderai prinsip-prinsip HAM.
Catatan ini berdasarkan laporan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), LBH Jakarta, HRWG (Human Rights Working Group) dan PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia) untuk OHCHR (Office of the High Commissioner of Human Rights) PBB. Antara lain:
Pertama, Penolakan Pendaftaran Ormas HFDI (Himpunan Falun Dafa Indonesia). UUD 1945 pasal 28 E No 3, undang-Undang no 39 Tahun 1999 pasal 24 dan pasal 21 International Convenant on Civil and Political Rights yang diratifikasi dengan konstitusi no 12 Tahun 2005 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk berserikat, berkumpul dan berorganisasi.
HFDI dideklarasikan di Indonesia tanggal 9 September 2009 dan pada 25 Mei 2010 mengajukan permohonan terdaftar secara legal ke Dirjen Kesbangpol Kemendagri dengan memenuhi persyaratan yang ada dan mengisi Formulir pendaftaran. Namun Dirjen Kesbangpol Kemendagri malah menerbitkan surat No. 220 / 835 DIII pada tanggal 17 Juni 2010 yang isinya menolak pendaftaran HFDI karena alasan HFDI adalah organisasi dari luar negeri.
Menanggapi surat ini HFDI mengajukan tuntutan ke PT TUN atas penolakan regristrasi tersebut, namun Hakim PT TUN menolak tuntutan tersebut dan menyebutkan bahwa HFDI hendaknya lebih bisa bersosialisasi dengan pemerintah dan masyarakat.
Fakta setelah itu Kesbangpol kemendagri malah menerbitkan surat bernomor 220/3934 DII tentang penanganan HFDI yang menyatakan bahwa seluruh jajaran Dirjen Kesbangpol di seluruh wilayah Indonesia agar tidak menerima pendaftaran di daerah masing-masing dan selalu melakukan pemantauan terhadap seluruh aktifitas Falun Gong.
Merespon Ini HFDI mengirimkan surat terbuka kepada Presiden dan diteruskan kepada institusi lain seperti DPR, Kepolisian, dan media massa dan lain-lain, namun tidak mendapatkan tanggapan. Implikasi dari penolakan Pendaftaran ini adalah banyak aksi damai yang dilakukan oleh Praktisi Falun Dafa dibubarkan aparat.
Tercatat dalam laporan bahwa semenjak 2005 sd 2016 ada 8 aksi damai Falun Dafa dibubarkan aparat. Misalnya pada tanggal 23 April 2005, pembubaran aksi 12 Praktisi Falun Dafa di depan Kedubes RRT di Jakarta dengan mengamankan 12 Praktisi tersebut dan menahan selama 24 jam. Mereka dituntut ke PN Jakarta Selatan atas tuduhan melanggar Perda tentang ketertiban Kota, namun Hakim memutuskan mereka tidak bersalah.
Selanjutnya Pembubaran Parade Keindahan Falun Dafa di Semarang 7 April 2007. Pembatalan secara sepihak keikutsertaan pada Jakarnaval menyambut HUT Jakarta ke 480 tanggal 7 Juli 2007.
Pembubaran Parade Falun Dafa di Surabaya tanggal 13 Mei 2011. Sempat terjadi kekerasan oleh aparat terhadap Peserta parade dan pemukulan wartawan. Intervensi terhadap keikutsertaan pada Kuta Carnival di Bali. Padahal sejak 2002 sampai 2007 komunitas Falun Dafa selalu ikut serta.
Namun pada tanggal 26 Oktober 2008 ada pembatalan sepihak dengan alasan adanya intervensi dari konsulat RRT. Dan yang terakhir adalah para aktivis Falun Dafa dapat tekanan dari aparat pada momentum konferensi Asia Afrika (KAA).
Kedua, pembredelan Radio Era Baru FM di Batam dan kriminalisasi direkturnya. Di tahun 2005 beberapa warga Batam mendirikan sebuah stasiun radio yang mempunyai segmen pendengar yang berbahasa mandarin.
Radio ini punya kepedulian untuk menyiarkan kejahatan HAM yang terjadi di RRT terhadap Praktisi Falun Dafa. berita tentang perampasan organ sering disiarkan oleh radio ini. Sehingga membuat Negara bersangkutan jadi gerah. Melalui kawat diplomatik, negara tersebut berusaha memengaruhi kebebasan pers di Republik Indonesia.
Pada 24 Maret 2010 Tim dari Departeman Komunikasi dan Informasi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Kepolisian Kepri mendatangi Statiun Radio Era Baru FM dan mengambil exciter transmitter secara paksa dan menyegel Kantor.
Pada 5 Mei 2010 Direktur Radio Era Baru dikriminalisasi dan dinyatakan sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian Kepri dengan tuduhan bahwa Radio Era Baru tidak mempunyai izin frekuensi padahal izin sudah dimiliki, dengan tuntutan 6 tahun penjara. Tanggal 6 September 2011 Direktur Radio tersebut divonis 6 tahun penjara, dengan masa percobaan 1 tahun, dan denda 50 juta/ 3 bulan penjara.
Upaya banding dilakukan hingga tingkat kasasi namun hingga kini belum ada keputusan hukum tetap dari Mahkamah Agung. Walapun dengan berbagai gangguan Radio Era Baru terus tetap mengudara. Puncaknya pada 13 September 2011 pembredielan kedua terjadi.
Pengambilan paksa terhadap exciter transmitter kembali dilakukan. Alasan aparat saat itu bahwa frekuensi Radio Era Baru mengganggu penerbangan di Batam dan sekitarnya. Namun, radio-radio yang lain yang mengudara tidak dibredel. Ada diskriminasi dalam kebebasan pers pada kasus Ini.
Dari kejadian-kejadian di atas paling tidak pemerintah Indonesia menciderai 2 pasal tentang HAM yaitu pertama, kebebasan berserikat, berkumpul, dan berorganisasi menyatakan pendapat secara lisan maupun tulisan. Kedua, kebebasan untuk menyatakan pendapat melalui media, di samping itu juga melanggar demokrasi dalam media.
Pada momentum 69 tahun hari HAM ini sebagai sebuah Bangsa dan Negara yang berdaulat hendaknya selalu berintropeksi apakah Bangsa Ini selalu konsisten dengan konstitusi atau sumpah janjinya sendiri.
Di tengah tarik menarik dalam pertarungan geopolitik dunia, nurani sebuah Bangsa harus selalu dikedepankan. Janganlah karena sedikit iming-iming kue investasi, masa depan sebuah Bangsa dipertaruhkan.
Barangkali lewat fakta tentang Falun Dafa ini, Sang Pencipta menguji pilihan nurani Bangsa Kita, apakah membela yang benar atau membela yang bayar.
Apakah berada pada sisi kebaikan atau kejahatan. Bangsa yang baik hati akan mendapat berkah.
Epochtimes.id- Setelah saudara laki lain ibu dari Kim Jong-un meninggal dalam pembunuhan di Kuala Lumpur, istri Kim Jong-nam, putranya Kim Han-sol dan putrinya terus hidup dalam pelarian untuk melepaskan diri dari target pembunuhan Kim Jong-un.
Baru-baru ini Media Jepang mengungkapkan bahwa Kim Jong-un terus berupaya untuk membunuh Kim Han-sol memiliki alasan langka dan tidak masuk akal.
Sejak Kim Jong-nam meninggal di Kuala Lumpur pada bulan Februari tahun ini, Kim Han-sol menjadi perhatian dunia, orang-orang khawatir jika dia akan dijadikan target pembunuhan selanjutnya.
Pada 25 Desember, media Jepang Newspost seven menerbitkan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa setelah Kim Jong-nam dibunuh pada bulan Februari lalu, target pembunuhan berikutnya adalah Kim Han-sol, putra Jong-nam yang kini berusia 21 tahun.
Artikel tersebut mengutip ucapan seorang analis yang mengatakan bahwa Kim Jong Un terus berupaya untuk menghabisi keponakannya itu dengan alasan yang aneh, yaitu merasa minder ketika berhadapan dengan Kim Han-sol yang modis.
Disebutkan bahwa Kim Han-sol kembali menjadi perhatian dunia adalah ketika pada 30 Oktober, 7 orang pekerja Korea Utara yang ditugasi untuk membunuh Kim Han-sol tertangkap saat berada di Beijing. Oleh sebab itu, banyak orang mengira bahwa Kim Han-sol sedang berada dalam perlindungan pemerintah Tiongkok.
Namun, Badan Intelijen Nasional Korea Selatan mengatakan pada awal bulan November bahwa Kim Han-sol tidak berada di Tiongkok tetapi berada di negara ketiga.
Awal bulan Oktober, Wall Street Journal memberitakan bahwa organisasi bawah tanah Korea Utara Cheollima Civil Defense mengatakan, Kim Han-sol, ibu dan saudara perempuannya kini berada dalam persembunyian yang mereka atur guna menghindari terjadinya pembunuhan yang dilakukan Kim Jong-un.
Kim Han-sol pada tahun 2012 menerima wawancara dari stasiun televisi dan radio Filandia, ia secara terbuka mengkritik kebijakan rezim Korea Utara.
Saat itu ia mengatakan bahwa ia sangat mendambakan suatu hari nanti bisa pulang ke pangkuan Ibu Pertiwi untuk “membuat segala sesuatunya berjalan lebih baik” katanya.
Ketika menerima wawancara itu, ia sedang studi di sekolahan internasional di Bosnia and Herzegovina, sebelumnya Han-sol juga pernah belajar di Prancis.
Kim Han-sol pernah berkata : “Menjadi cucu dari Kim Il-sung bukan atas kemauan saya, tetapi saya berharap melalui belajar saya bisa menentukan jalan hidup saya sendiri”.
Namun harapan bisa bertentangan dengan kenyataan, kehadirannya sebagai tokoh kunci di Korea Utara semakin jelas. (Sinatra/asr)
Natal dirayakan di hampir setiap bagian dunia, dan Taiwan tidak terkecuali. Meskipun orang Kristen hanya membentuk 4,5 persen populasi Taiwan, orang-orang di seluruh negeri tersebut selalu merasakan suasana Natal yang meriah di setiap sudut sepanjang tahun ini.
Pusat perbelanjaan, toserba, gedung perkantoran, dan trotoar di depan bangunan ini sangat dihiasi dari minggu-minggu menjelang Natal sampai liburan Tahun Baru berakhir. Hal ini tidak biasa untuk melihat pohon Natal raksasa atau hiasan terkait di kantor pemerintah juga.
Selain itu, banyak kegiatan perayaan Natal berskala besar disponsori oleh berbagai pemerintah di seluruh Taiwan. Ambil Kota Baru Taipei, sebuah kota metropolitan di Taiwan utara yang berpenduduk 4 juta misalnya. Ia telah menyelenggarakan kegiatan “Christmasland” di New Taipei City Plaza setiap tahun selama tujuh tahun terakhir.
Terbagi menjadi tiga area, Festival Natal 2017 New Taipei City yang menarik dan inovatif diadakan dari tanggal 24 November 2017 sampai 1 Januari 2018, membawa 39 hari kegiatan meriah. Tahun ini, perusahaan Singaporean Guinness World Record kembali diundang untuk membuat pertunjukan seni pencahayaan yang peling terang di layar proyeksi terbesar Taiwan (94.657 kaki persegi atau 8.294 m2) pada pertemuan Natal tahun ini.
Sebanyak 48 proyektor kwalitas utama digunakan untuk membuat pohon Natal proyeksi rancangan 360 derajat 3D yang unik, yang direkomendasikan oleh ‘Harper’s Bazaar Magazine’ sebagai satu dari 19 pohon Natal yang paling menakjubkan di dunia. Animasi yang hidup dan halus, musik yang fantastis, dan efek spesial yang mengkilap membuat Christmasland paling menarik bagi banyak pengunjung di dalam dan luar negeri.
Di area Christmasland, ada delapan pasar kontainer yang dikonversi yang dihiasi dengan pencahayaan yang luar biasa, panggung berbentuk Santa dan fasilitas pesta Natal bertema rusa Natal yang berkilauan. Selain itu, penyanyi dan penari terkenal, bersama dengan hampir 30 grup penyanyi idola lainnya, diundang untuk tampil live di Konser Natal Superstar Christmasland.
Di ibu kota Taiwan, Festival Natal Taipei tahun 2017 disponsori oleh pemerintah Kota Taipei, bekerja sama dengan 12 department store besar, 4 distrik komersial bidang khusus, dan 80 bisnis. Dalam acara 15 hari, aktivitas pengumpulan prangko diluncurkan, dan 15 gaya berbeda dari boneka nutcracker edisi terbatas diperkenalkan kepada para kolektor.
Meskipun Hari Konstitusi Taiwan bertepatan dengan hari Natal, banyak pemerintah daerah di seluruh negeri telah mengadakan berbagai kegiatan perayaan Natal, sebagai gantinya Hari Konstitusi dalam beberapa tahun terakhir. Banyak rumah besar dan tempat tinggal juga dihiasi dengan pohon Natal dan lampu yang berkilau sepanjang tahun ini terlepas dari apakah mereka orang Kristen atau tidak. (VisionTimes/ran)
Epochtimes.id- Sebuah kejadian yang menarik perhatian banyak orang di Tiongkok adalah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anggota polisi Shangmei Zhen (town), Hunan terhadap warga sipil.
Microblogging milik Kantor Kepolisian Xinhua County, Hunan, Tiongkok pada 23 Desember memberitakan bahwa seorang warga sipil mati tertembak oleh pembunuhnya yang bernama Chen Jianxiang, 46 tahun. Ia masih menyandang sebagai anggota polisi Shangmei Zhen. Kepolisian langsung mengeluarkan perintah pencarian dan penangkapan pelaku.
Malam harinya, microblogging tersebut kembali memuat sebuah artikel yang berasal dari reporter ‘Harian Hunan’ bernama Li Guobin yang mengatakan bahwa, Chen telah membunuh 2 orang yang masing-masing adalah pria bermarga Zou, 36 tahun, petugas Dinas Pendidikan Xinhua County, dan pria bermarga Duan, usia 58 tahun, seorang karyawan yang sudah pensiun.
Menurut netizen setempat bahwa Chen Jianxiang tersebut melarikan diri setelah ia berhasil menembak mati seorang wakil kantor kepolisian.
“Ia membawa daftar yang tertulis nama-nama orang yang hendak ia bunuh, antara lain adalah Chen Ying, kepala kantor polisi, kepala kantor keamanan dan ketertiban publik yang berada di lokasi Xihe, Meiyuan beserta reken-rekannya, termasuk kepala preman dan lainnya yang jumlahnya mencapai lebih dari 40 orang” ungkap netizen tersebut.
“Ia pergi dengan membawa 30 butir peluru dan meninggalkan surat wasiat yang isinya menyebutkan bahwa ia hendak membunuh 30 orang yang membuatnya sakit hati sebagai upaya balas dendam”, lanjutnya.
Selain itu, media Tiongkok mengutip ucapan beberapa penduduk setempat mengabarkan bahwa Chen Jianxiang pernah menjabat sebagai wakil kepala di kantor polisi Xinhua County dalam beberapa tahun terakhir. Ia berkepribadan cukup baik.
Ia masih diakui orang banyak sebagai polisi baik. “Rajin melakukan tugas patrolinya dengan tidak bermalas-malasan. Dan suka menyapa orang-orang yang ia pernah kenal”.
Tidak diragukan lagi, pengumuman Kantor Keamanan dan Ketertiban Publik Xinhua County, berita-berita yang disampaikan netizen mengundang beberapa pertanyaan sebagai berikut:
Pertama, apa motif pembunuhan Chen Jianxiang yang merupakan bagian dari sistem diktator Tiongkok?
Kedua, siapa saja yang hendak ia bunuh ?
Ketiga, apa hubungan dia dengan 2 orang yang sudah menjadi korban penembakannya ?
Keempat, apa yang menyebabkan seorang polisi berkepribadian tidak jelek itu sampai bertekad untuk mempertaruhkan nyawanya ? Apalagi seseorang sudah mencapai usia paro baya, ia semestinya ingin menikmati sukacita keluarga, bukan ?! Apasaja latar belakang dari peristiwa itu.
Mungkin kita bisa menemukan titik terang mengapa Chen Jianxiang membunuh melalui dua peristiwa pembunuhan oleh anggota militer yang pernah terjadi di Tiongkok sebelumnya.
Pada 9 Nopember 2011, 4 orang tentara yunior dari kelompok pasukan no.65331 yang ditempatkan di kota Jilin, Shenyang kabur dari markas dengan membawa senapan otomatis beserta 795 butir peluru.
Sore keesokan harinya, mereka dicegat pihak berwenang di jalan bebas hambatan dekat daerah Fushun. Hanya satu dari mereka yang tertangkap sedangkan 3 lainnya mati saat terjadi tembak menembak.
Ungkapan netizen menyebutkan bahwa peristiwa tersebut bemula dari pemimpin regu mereka yang bernama Yang Fan mengalami penggusuran paksa rumahnya yang terletak di Kampung Liya sehingga keluarganya berkonflik serius dengan pemda setempat.
Hal ini menyebabkan Yang Fan pulang kampung dengan membawa senjata api untuk ‘membalas dendam’. Sedangkan motivasi ketiga rekannya adalah karena rasa simpati dan kesetiakawanan.
Kalaupun kejadian keempat tentara di atas masih tidak sampai menimbulkan konsekuensi serius. Maka insiden militer melakukan “balas dendam kepada musuh di Beijing” yang terjadi pada tahun 90-an telah menimbulkan sensasi pada masanya.
Pada 21 September 1994, Tian Mingjian, komandan letnan resimen 12 dari garnisun Divisi ke-3 di daerah garnisun Beijing di Tong County. Dia saat itu dengan menggunakan senapan buat Tiongkok (setara AK 47) dan dua ratus buah amunisi menembak mati beberapa pejabat garnisun di lapangan latihan militer.
Ketika itu dia kemudian membajak kendaraan, membunuh beberapa orang warga sipil dan tiba di kawasan kedutaan, adu senjata antara Tian Mingjian dengan polisi bersenjata yang datang mengepung pun tak terelakkan.
Pada saat itu, diplomat Iran Yousef Mohammadi Pishknari berada dalam kendaraan sedang menghantarkan keempat orang anaknya ke sekolah tertembak mati oleh Tian beserta seorang anaknya.
17 orang sipil yang saat itu berada dalam bus dan naik sepeda menuju tempat kerja juga menjadi korban mati akibat peluru yang diberondongkan oleh Tian. Akhirnya nayawa Tian Mingjian pun dicabut oleh penembak jitu yang didatangkan.
Dilaporkan bahwa Tian Mingjian murka akibat istrinya dipaksa untuk menjalani aborsi karena mengandung anak keduanya. Kepalang karena ‘kehilangan anak kedua dan istrinya juga sedang dalam kondisi gawat’ memaksa Tian melakukan tindakan ekstrem itu.
Insiden Yang Jia menyerang polisi adalah contoh dari kejadian seorang sipil yang terpaksa memberontak untuk melawan kekerasan otoritas.
Seperti yang kita semua ketahui, di bawah kepemimpinan PKT, terutama sejak Jiang Zemin berkuasa korupsi di negara tersebut merajalela. Kerusakan pada sistem pemerintahan dan militer menyebabkan juga naiknya angka kejahatan sebesar 17 sampai 22 % setiap tahun, premanisme tumbuh di mana-mana.
Dalam lingkungan sosial seperti ini, setiap warga sipil sulit untuk keluar dari nasib tertekan dan dimangsa oleh penguasa. Hal ini tentunya juga dialami oleh anggota militer termasuk polisi.
Meskipun setelah Xi Jinping menjabat dan membasmi korupsi, tetapi akibat pengaruh dari pemerintahan otokrasi yang sudah berlangsung cukup lama, untuk mengatasi situasi di atas bukannya hal mudah.
Contoh-contoh pemberontakan rakyat sudah banyak sesekali. Dan munculnya kasus Chen Jianxiang tidak lebih dari sebuah gamparan keras kepada ‘zaman Keemasan’ yang terus dipompa oleh otoritas dengan tanpa mengenal lelah.
Tidak perlu berbicara terlalu banyak, dalam lingkungan sosial yang gelap dan korup seperti sekarang ini, orang yang berbaik hati meskipun menyandang status aparatur negara, akan berubah jahat. Mereka terpaksa memilih menggunakan kekerasan untuk mengatasi kekerasan.
“Hidup susah mati pun tak takut”. Apalagi warga-warga yang bersikap demikian ini masih dilengkapi dengan senjata api, membuat otoritas semakin ketakutan.
Ada nasihat leluhur : Air dapat menghantarkan perahu ke tujuan tetapi dapat juga membuatnya terbalik.
Bila air itu diibaratkan rakyat, dan perahu itu adalah pemerintah, oleh karena itu …. perlu mawas diri. (Sinatra/asr)
Selama tiga hari berturut-turut, penulis Dimitar Dimov dipaksa untuk duduk dan mendengarkan pidato 23 kritikus paling terhormat di Bulgaria, menakhlukkan novelnya yang baru diterbitkan untuk menghancurkan, kritikan gaya Stalinis. Tidak pernah dalam sejarah sastra Bulgaria ada seorang penulis yang menghadapi panel seperti itu yang kemudian dipaksa untuk merombak kembali novelnya.
Novel “Tyutyun” (“Tembakau” dalam bahasa Bulgaria) diterbitkan pada akhir tahun 1951 dan menjadi tenar mendadak di negara Eropa Timur kecil tersebut, meskipun para kritikus yang memberikan pidato memberinya label sebuah kegagalan.
Setelah mengakui bakatnya sebagai penulis, hanya beberapa dari kritikus tersebut yang mengatakan sesuatu tentang novel tersebut. Yang lain menuduh Dimov dipengaruhi oleh kosmopolitanisme, erotisme, dan sifat dekaden dari literatur Barat, sebagai ganti merangkul realisme sosialis, satu-satunya gaya aliran yang dapat diterima pada saat itu. Mereka merekomendasikan agar buku tersebut dimodelkan mengikuti penulis Soviet seperti Valentin Kataev atau Alexander Fadeyev; yang terakhir ini memperjuangkan Joseph Stalin, yang menyebutnya “humanis terbesar yang pernah dikenal dunia,” menurut “Subsidizing Culture” oleh James T. Bennett.
“Campur tangan semacam itu sama dengan pembunuhan sastra … sebagai gagasan dan pesan,” kata Milena Katosheva, kurator Dimitar Dimov House Museum, yang berafiliasi dengan Museum Nasional Sastra Bulgaria di ibukota Sofia. “Ini membunuh dorongan kreatif penulis, menghilangkan kebebasan berekspresi, kebebasan berpikirnya. Setelah ini, dia tidak lagi mengambil tugas epik untuk menggambarkan keadaan masyarakat Bulgaria.”
Kasus ‘Tyutyun’
“Tyutyun” menceritakan tentang sebuah pabrik pengolahan tembakau besar pada tahun 1930-an dan 1940-an dan bentrokan dari dua kelas utama: kaum kapitalis (atau kaum borjuis, seperti yang dikatakan Marxis) di satu sisi dengan komunis di sisi lain.
Namun sebagai ganti memuliakan pekerja yang mengabdikan diri pada gagasan komunis dan memfitnah kapitalis yang dianggap eksploitatif, Dimov memusatkan perhatian pada kedalaman dunia karakter, mengungkapkan emosi, semangat, dan hasrat mereka. Dia menciptakan karakter yang dalam, hidup, dan realistis, yang secara kuat saling tertarik satu sama lain, mengabaikan kenyataan bahwa mereka berasal dari kelas yang berbeda, tema yang tidak dapat diterima untuk agenda komunis pada saat itu.
Setelah 9 September 1944, ketika Bulgaria keluar dari Perang Dunia II dan komunis mengambil alih kekuasaan, sastra menjadi pelayan mutlak rezim tersebut. Apa pun yang tidak berkontribusi terhadap pembangunan sosialis ditargetkan untuk dihapuskan.
Tujuannya adalah untuk membersihkan semua elemen borjuis dan menegaskan norma sosialis. Para penulis dikeluarkan dari Asosiasi Penulis Bulgaria, daftar literatur terlarang diumumkan, dan penyensoran total untuk penerbitan dan media, pada umumnya, diberlakukan.
Realisme sosialis membatasi penulis pada topik-topik rakyat sosialis, kepahlawanan, partai sosialis, optimisme historis, dan humanisme sosialis, Katosheva mengatakan. Semua karya sastra harus menggambarkan karakter mereka sebagai anggota kelas sosial, dan hanya mereka yang memeluk komunisme yang dapat digambarkan secara positif, bagi mereka adalah pahlawan era baru tersebut.
Bantahan Halus namun Tegas
Meski begitu, Dimov menentang dogma komunis yang kaku itu. Untuk mempertahankan novelnya, dia menulis sebuah pernyataan setebal 32 halaman dimana dia dengan rendah hati, hormat, dan metodis, menolak semua tuduhan-tuduhan.
Terlebih lagi, dia mempertanyakan kritiknya dan menawarkan visi realisme sosialis yang lebih bebas dan reformis: “Mengapa harus saya, yang mengumpulkan materi-materi, memikirkan plot dan karakter dari semua sudut yang mungkin, …, menghabiskan malam tanpa tidur dan mengetik di mesin ketika orang lain sedang beristirahat, harus selalu salah mengenai beberapa karakter atau situasi, yang oleh kritikus X atau penulis Y tidak dapat pahami?
“Mengapa harus saya, yang telah bergelut selama berbulan-bulan dengan karakter saya, memahami kekurangan karakter saya, sementara kritikus X atau Y memahami mereka dengan lebih baik di bawah dalih bahwa saya subjektif, dan mereka objektif?
“Jika saya telah menunjukkan di ‘Tyutyun’ bahwa saya telah menggenggam perkembangan sejarah dari peristiwa tersebut, bahwa saya setia kepada orang-orang kita dan bahwa saya melayani cita-cita sosialisnya, sesudah itu saya memiliki kebebasan untuk mengikuti jalan saya, inisiatif dan kehendak pribadi saya.”
Meski Dimov berhasil secara halus menghadapi kritik dengan cara yang elegan, ia tetap harus merombak kembali novelnya.
“Saya tidak memiliki cara untuk tidak mematuhi,” Dimov mengaku kepada istrinya yang kedua, Lena Levcheva, menurut mingguan Bulgaria 168 Chasa (168 Hours).
“Saya melakukannya untuk menyelamatkan satu-satunya yang sedang saya tulis.”
“Saya tidak bisa melupakan rasa sakit tersebut diman dia mengucapkan kata-kata ini,” kata Levcheva mengakuinya, pada gilirannya. “Itu seperti cerita alkitabiah. Dimov sendiri naik di kayu salib, sehingga anaknya, ‘Tyutyun,’ bisa hidup. Pembunuhannya sudah dekat. Kemenangan itu tidak membawanya pada kepuasan. Sebaliknya: Mengutuk kematiannya untuk kehidupan yang bermuka dua.”
“Membandingkan pernyataannya dengan yang dibuat para kritikus itu, Anda bisa melihat perbedaan besar antara dia dan mereka secara intelektual dan moral,” kata puterinya, dramawan Teodora Dimova, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Faktor.bg. “Dia menyimpan kehadiran pikirannya, meskipun novel ini menghabiskan nyawanya. Sebagai konsekuensinya 15 tahun, dia hanya menulis tiga drama meski ia berada di puncak karirnya sebagai penulis. Dia meninggal pada usia 56 tahun dari stroke mendadak, besar, dan tidak dapat disembuhkan.”
Teror yang Melumpuhkan
Dimov memiliki dua rintangan terhadapnya. Pertama, dia dilahirkan dalam keluarga borjuis yang terhubung dengan tsar tersebut: Ayah kandungnya dan suami kedua ibunya adalah perwira untuk tsar tersebut. Kedua, dia seorang intelektual. Dia mengkhususkan diri pada histologi dan menjadi profesor anatomi, embriologi, dan histologi vertebrata.
Setelah tahun 1944 ketika orang-orang dari masyarakat elit sebelumnya, termasuk intelektual, menghilang tanpa jejak, suasana untuk orang-orang ini sangat menegangkan. Sudah agak bimbang, dan orang yang gelisah, Dimov sama sekali tidak siap menghadapi situasi sengit dan agresif di era Stalinis awal.
“Dalam kehidupan sastra tahun 1950-an, menolak partai tersebut tidak terpikirkan,” kata Plamen Dojnov, profesor dan ketua departemen Studi Bulgaria Baru di New Bulgarian University, dan salah satu peneliti paling menonjol dalam kasus “Tyutyun“.
“Ini lebih dari sekedar pertempuran di bidang sastra, di mana masing-masing berusaha memenangkan partai sebagai sekutunya,” katanya.
Jika Dimov menolak rekomendasi untuk merombak kembali “Tyutyun,” itu akan membawa banyak masalah, isolasi, atau biaya hidupnya.
“Gelombang teror dan ketakutan antara tahun 1944 dan 1950 sangat mengejutkan sehingga kehendak bebas para penulis hanya bisa lumpuh, dan hampir tidak ada yang mampu melakukan pertimbangan yang tenang dan rasional sebelum mengungkapkan ketidaksetujuan apa pun,” katanya.
Pengawas Komunis
Tidak seperti kasus serupa di Uni Soviet, di mana Stalin mendapat informasi tentang literatur “bermasalah” dan dengan santai ikut campur, dengan “Tyutyun,” pemegang jabatan negara dan pemimpin partai, Valko Chervenkov, mengikuti karya Dimov dalam buku tersebut, sampai edisi kedua diterbitkan. pada tahun 1954.
“Apa yang unik dalam kasus Bulgaria tersebut adalah peran sentral dari Chervenkov, yang merupakan ‘konstruktor’ [pengawas] terhadap buku tersebut seperti tentang skandal yang diprovokasi,” kata Dojnov.
Chervenkov mendukung “Tyutyun” dalam kondisi tertentu. Dia menulis surat pribadi kepada Dimov, mengucapkan selamat kepadanya atas novel tersebut dan menyebutnya sebagai “kegembiraan besar untuk sastra kita,” namun tetap bersikeras untuk merombaknya kembali.
Dalam surat lain dari tahun 1952, ditujukan kepada Christo Radevski, ketua Asosiasi Penulis Bulgaria, Chervenkov menulis: “Saya tidak tahu apa yang sedang dilakukan kawan Dimov, apakah dia sedang merombak kembali ‘Tyutyun‘? Saya ingin seseorang memberi dia pesan bahwa dia akan melakukan yang terbaik jika dia merombak kembali novel tersebut, dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang berharga termasuk dalam pernyataan, lisan dan tulisan, yang berhubungan dengan diskusi dan ulasan untuk novel itu. Saya pikir kawan Dimov akan sangat tepat jika menerbitkan edisi kedua dari buku ini yang sudah dirombak ulang , tidak hanya dalam bahasa Bulgaria, tapi juga terjemahan bahasa lain berdasarkan edisi ulang yang kedua ini.”
“Chervenkov ‘menyelamatkan’ Dimov, tapi juga mengorbankan versi pertama, demi versi reformis dari novel tersebut,” kata Dojnov. “Dia memainkan peran ‘produser dan penjamin’ dalam pengerjaan ulang tersebut, membawa buku itu kembali ke tempat yang ingin diloloskan, sehingga merampas identitasnya.”
Setelah sesi kritik tiga hari tersebut, sebuah artikel yang tidak bertanggal muncul di surat kabar corong komunis Rabotnichesko Delo [Akta Pekerja] menyebut ” On the Novel ‘Tyutyun’ and Its Unfortunate Critics” (Novel ‘Tyutyun’ dan Kritiknya yang Disayangkan). Kemudian, menjadi jelas bahwa pemrakarsa dan editor akhir dari artikel tersebut adalah Chervenkov sendiri. Sebulan kemudian, kritikus-kritikus paling ganas terhadap “Tyutyun” diusir dari posisi kepemimpinan mereka.
“Chervenkov ingin menegaskan otoritasnya sebagai hakim tertinggi mengenai semua isu yang berkaitan dengan budaya,” jelas Dojnov. “Dalam kasus ini, dia secara logis mengambil sisi Asosiasi Penulis Bulgaria tersebut, untuk memberikan pelajaran kepada lingkaran kritikus yang lancang dan gegabah yang kehilangan posisi istimewa sebelumnya.
“Pemimpin komunis atas tersebut ingin menunjukkan bahwa mandat untuk mengelola literatur telah diberikan kepada Asosiasi olehnya, dan tidak ada seorang pun yang harus memikirkan untuk mengabaikan wewenang ini,” kata Dojnov.
Kaum kiri tanpa pilihan, Dimov menambahkan 250 halaman ke buku aslinya, menciptakan karakter-karakter komunis baru dan adegan baru yang menunjukkan kepahlawanan dan pengorbanan para pejuang komunis.
Yang kedua, setelah dirombak kembali, “Tyutyun” diterbitkan pada awal 1954, setelah mendapat persetujuan eksplisit dari para kritikus, yang merupakan bagian dari Asosiasi Penulis Bulgaria dan ditugaskan dan dipandu secara pribadi oleh Valko Chervenkov.
Pada tahun 1955, edisi ketiga novel ini muncul, dengan koreksi kecil yang dilakukan oleh Dimov. Para kritikus tetap diam. Pada tahun 1962, novel ini dibuat menjadi sebuah film oleh sutradara terkemuka Nikola Korabov.
Versi asli novel tersebut muncul kembali pada tahun 1992, tiga tahun setelah jatuhnya komunisme di Bulgaria, yang berlangsung pada 10 November 1989 (sehari setelah jatuhnya Tembok Berlin). Hari ini, “Tyutyun” adalah salah satu novel Bulgaria yang paling dicintai, dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa. (ran)
ErabaruNews – Seorang pria yang diduga sebagai salah satu tokoh gembong pedagang obat terlarang Meksiko telah dikirim ke San Diego, Amerika Serikat. Dimana dia dikabarkan hadir di hadapan seorang hakim pada 19 Desember 2017.
Victor Manuel Felix-Felix dituduh mengelola pengiriman ber-ton-ton kokain dan pencucian ratusan juta dolar AS untuk kartel narkoba Sinaloa yang berkuasa. Kartel tersebut sebelumnya dikelola oleh penguasa obat terlarang, Joaquín ‘El Chapo’ Guzmán.
Surat dakwaan tersebut menuduh Felix-Felix mengelola jaringan kriminal yang kawasan operasinya membentang di lima negara ; Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Ekuador, dan Columbia.
Felix-Felix, yang dikenal sebagai ‘El Señor’ didakwa oleh dewan juri federal AS di San Diego pada tahun 2011. Dia kemudian dituntut karena terlibat dalam serangkaian tindak kriminal, berkomplot untuk mendistribusikan kokain, dan berkomplot untuk melakukan pencucian uang. Dia kini akhirnya terpaksa menghadapi tuntutan tersebut.
Felix-Felix ditangkap oleh pihak berwenang Meksiko di sebuah kompleks apartemen di kota Santa Fe, Meksiko, pada bulan Oktober 2017. Seperti dikutip dari The Epoch Times, Senin (25/12/2017).
“Hari ini adalah pengingat bahwa gembong narkoba internasional yang mendapatkan keuntungan dengan mengirimkan narkotika ke komunitas kita tidak aman dari tuntutan hukum. Kami akan bekerja sama dengan mitra internasional kami untuk membawa mereka ke pengadilan di manapun mereka berada,” kata Jaksa Agung, Adam Braverman.
Felix-Felix lebih dari sekadar seorang letnan terpercaya untuk ‘El Chapo’. Dia adalah ayah mertua dari salah satu putra Guzmán dan godfather dari salah satu anak Guzmán.
Putra Guzmán, Ivan dan Jesus Alfredo, mengambil alih operasi obat Sinaloa setelah ‘El Chapo’ ditangkap dan diekstradisi ke Amerika Serikat awal tahun ini.
Bukti untuk tuduhan tersebut dikumpulkan oleh agen Drug Enforcement Agency (DEA), yang membentuk operasi pencucian uang palsu pada tahun 2009. Mereka menawarkan untuk mengangkut uang dan obat-obatan di pesawat pribadi.
Agen yang menyamar itu mulai memindahkan sejumlah besar uang tunai dari jaringan dealer kartel di seluruh Amerika Utara ke Meksiko.
Menurut San Diego Union-Tribune, pada tanggal 3 Juni 2009, agen DEA dan rekan Felix-Felix bertemu di Panama City, Panama. Mereka membuat kesepakatan untuk mengumpulkan lebih dari 300 juta dolar AS dari jaringan dealer kartel di seluruh Amerika Utara.
Uang itu dimaksudkan untuk dicuci melalui bank-bank Amerika dan diterbangkan ke Meksiko.
Raja gembong narkoba Joaquin ‘El Chapo’ Guzmán dikawal ke sebuah helikopter di bandara Mexico City menyusul penangkapannya kembali dalam sebuah operasi militer yang intens di Los Mochis, di Negara Bagian Sinaloa, pada 8 Januari 2016. (Alfredo Estrella/AFP/Getty Images/The Epoch Times)
Setelah pengiriman pertama berjalan lancar, beberapa pengiriman serupa pun segera diatur. Dengan uang tunai yang berasal dari Amerika Serikat dan Kanada, dikirim menuju ke Mexico City atau ke Bogata, Kolombia.
Begitu agen tersebut mendapatkan kepercayaan dari pejabat kartel, dia terbang ke Amerika Tengah untuk mengkoordinasikan pengiriman kokain.
Pengiriman pertama, hampir tiga ton kokain diangkut. Pesawat seharusnya melakukan perjalanan dari Ekuador ke Mexico City. Agen tersebut mengatur agar mereka ditangkap oleh pasukan keamanan Ekuador sebelum melintasi perbatasan.
Pengiriman kedua, juga dari Ekuador ke Mexico City, diizinkan mencapai tujuannya. Agen kemudian menyita kiriman setelah anggota Cartel Sinaloa mengambil alih kepemilikannya. Felix-Felix dan 18 anggota kartel lainnya kemudian berhasil ditangkap. (waa)
Epochtimes.id- Seorang pembom bunuh diri meledakkan bahan peledaknya di dekat kantor Intelijen Afghanistan NDS (National Directorate of Security) di Sash Darak di kota Kabul, Afghanistan sekitar pukul 8 pagi, Senin (25/12/2017).
Seperti dilansir TOLONews.com, setidaknya empat warga sipil dan dua anggota NDS tewas dalam serangan bunuh diri di dekat sebuah kantor Direktorat Keamanan Nasional (NDS) dekat Lapangan Abdulhaq di Kabul City.
Sumber keamanan tersebut menyebutkan, serangan bom bunuh tesebut setidaknya menyebabkan tiga lainnya termasuk dua warga sipil terluka.
Sementara itu, pejabat di Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa lima orang tewas dalam serangan tersebut beberapa lainnya terluka.
Namun, pejabat tersebut tidak memberikan rincian lebih lanjut.
#Kabul – At least four civilians and two NDS members were killed and three others including two civilians were wounded in a suicide attack at a check post of NDS in Kabul city, source confirmed to TOLOnews. Daesh has claimed responsibility for the attack. pic.twitter.com/Cukxzqt0YC
Media propoganda dijalankan Islamic State Amaq mengklaim sebuah serangan bunuh diri yang menewaskan enam warga sipil di dekat sebuah pusat pelatihan yang dijalankan oleh badan intelijen Afghanistan di ibukota Kabul.
“Operasi syahid menargetkan Direktorat Keamanan Nasional … di kota Kabul,” kata situs propaganda Amaq.
Dilansir dari AFP, serangan ini adalah yang terbaru diklaim oleh kelompok jihadis Timur Tengah di Kabul. Kota ini dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi salah satu tempat paling mematikan di negara yang dilanda perang untuk warga sipil.
Keamanan di kota tersebut telah ditingkatkan sejak 31 Mei ketika sebuah bom truk besar menyasar komplek diplomatik. Serangan ini menewaskan sekitar 150 orang dan melukai sekitar 400 jiwa lainnya kebanyakan warga sipil.
Islamic State atau Daesh telah memperluas kehadirannya di Afghanistan sejak pertama kali muncul di kawasan ini pada tahun 2015.
Militan meningkatkan serangannya di Kabul, termasuk pada instalasi keamanan dan minoritas Syiah di negara tersebut.
Serangan minggu lalu di pusat pelatihan intelijen memicu baku tembak intensif selama berjam-jam yang menewaskan dua militan dalam sebuah serangan yang juga diklaim oleh IS.
Taliban yang bangkit kembali juga meningkatkan serangan terhadap instalasi keamanan.
Pada Jumat lalu, sebuah serangan yang diklaim oleh Taliban, seorang pembom bunuh diri mengenderai Humvee yang berisi bahan peledak ke sebuah kompleks polisi di provinsi Kandahar, Afghanistan selatan. Aksi ini menewaskan sedikitnya enam petugas dan menghancurkan sebuah bangunan.
Pasukan Afghanistan, yang sudah dilanda desersi dan korupsi tekah terjadi peningkatan korban yang disebut oleh pengawas AS sebagai tingkat “sangat tinggi” sejak pasukan NATO secara resmi mengakhiri misi tempur mereka pada tahun 2014 dan memulai sebuah peran pelatihan dan dukungan.
Semangat tempur telah terkikis oleh ketakutan jangka panjang bahwa militan memiliki orang yang membantu – semuanya dari penyusup di jajaran pasukan Afghanistan yang korup untuk menjual peralatan tempur kepada Taliban. (asr)
Epochtimes.id- Di dalam Gereja Santo George yang baru direnovasi di kota Teleskof, Irak Utara, Hayat Chamoun Daoud, Minggu (24/12/2017) memimpin anak-anak sambil berpakaian seperti Santa Claus dan menyanyikan “Jingle Bells” dalam bahasa Aramaic.
Sebagaimana dialami penduduk Teleskof lainnya, ini adalah Natal pertama bagi Daoud yang dirayakan di kampung halamannya dalam tiga tahun, karena teroris ISIS menguasai kotanya dan memindahkan secara paksa 12.000 komunitas Kristen Chaldean.
“Sangat istimewa untuk kembali ke gereja saya, gereja tempat saya menikah, gereja tempat saya membesarkan anak-anak saya,” kata kepala sekolah kepala sekolah, sambil menangis menitikkan air mata.
Dihadapkan dengan pilihan untuk pindah keyakinan, membayar pajak atau kematian, Daoud, seperti banyak orang Kristen lainnya di Dataran Niniwe, memilih untuk meninggalkan kotanya.
Sebagian besar mencari perlindungan di kota-kota terdekat, tetapi banyak mencari suaka permanen di luar negeri. Meskipun teroris hanya berada di Teleskof selama beberapa hari, warga hanya mulai kembali ke rumah pada awal tahun ini.
Pada Minggu ini, mereka merayakan Natal pertama mereka bersama-sama di gereja utama kota tersebut.
Ratusan jemaat, berpakaian terbaik, larut dalam doa dan menerima komuni dari Salar Bodagh, yang kemudian menyalakan api unggun tradisional di halaman gereja, yang dia katakan sebagai sebuah simbol pembaruan.
Larut Dalam Air Mata
Terlepas dari kegembiraan karena bisa merayakan natal secara terbuka sekali lagi, itu adalah Natal yang sangat pahit bagi sebagian besar warga di Dataran Niniwe, pusat komunitas Kristen kuno Irak. Mereka dapat menelusuri sejarah mereka di negara ini hingga dua ribu tahun.
Meskipun Irak menyatakan kemenangan penuh atas para teroris dua minggu yang lalu setelah berlangsungnya kebrutalan perang selama tiga tahun, kerusakan yang terjadi pada kantong-kantong Kristen meluas, dan membuat banyak orang bertanya-tanya apakah mereka dapat mengatasi sejarah mereka baru-baru ini.
ISIS menghancurkan daerah-daerah Kristen, menjarah dan membakar rumah-rumah dan gereja-gereja, melucuti mereka dari semua artefak berharga dan menghancurkan benda-benda peninggalan.
Kerusakan di Qaraqosh, sebuah kota yang berjarak 10 mil sebelah barat Mosul yang juga dikenal juga Hamdaniya sangat luas, terutama di gereja-gereja kuno.
Di Gereja Katolik Suriah di Immaculate, para jemaat berkumpul untuk misa tengah malam pada Minggu dikelilingi oleh dinding yang hangus dan menghitam, masih ditandai dengan grafiti ISIS.
Mereka juga duduk dengan kursi plastik sumbangan. Pasalnya, gereja belum bisa mengganti bangku kayu yang sebelumnya digunakan teroris untuk membuat kobaran api hingga membakar gereja tersebut.
Sebagian besar keluarga akan membutuhkan puluhan ribu dolar untuk memperbaiki rumah mereka dan mengganti harta benda mereka. Tapi kebanyakan mereka bisa mengatasi kerugian material, namun tidak terhadap pemaksaan yang menimpa keluarga mereka.
Sebelum serangan ISIS, Qaraqosh adalah pemukiman Kristen terbesar di Irak, dengan populasi lebih dari 50.000 orang. Tapi hari ini, hanya ratusan keluarga yang kembali. Seluruh kongregasi telah pindah ke luar negeri, seperti jemaat Ortodoks Syria dari Gereja Mart Shmony.
Pada Sabtu siang, Pastor Butros Kappa, kepala Gereja Immaculate Qaraqosh berusaha keras mengumpulkan harapan untuk membebaskan jemaatnya selama Misa Natal.
Happening Now: Christmas mass in Lady of Salvation Church in #Baghdad Iraq, Church was a target of a brutal attack by terrorists in 2010, seeing this bring joy to our heart, Merry Christmas! 🎄 pic.twitter.com/D7oFbq1B6A
“Kita akan mengadakan misa Natal seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi tahun ini, kita terendam dalam sukacita air mata karena seluruh rakyat kita telah meninggalkan Irak,” kata Pastor Kappa.
Wishing a Merry Christmas to all our Christian followers worldwide—and thinking of the many Christians suffering persecution in North Korea, Somalia, Afghanistan, Pakistan, Sudan, Syria, Iraq, Iran, Yemen, Eritrea. pic.twitter.com/RcwKnUmgH6
Pastor Kappa mengatakan merayakan Misa di reruntuhan gereja yang hangus sungguh penting. “Untuk mengingatkan semua orang bahwa terlepas dari tragedi yang menimpa, kita masih di sini.” (asr)
ErabaruNews – Sebuah pencarian sonar untuk kapal selam Argentina mengungkapkan sebuah kontak baru di Samudera Atlantik Selatan. Kapal selam itu hilang sejak sebulan yang lalu.
Kapal Panther Plus yang dioperasikan dari jarak jauh akan menyelidiki kontak tersebut, seperti dikutip The Epoch Times dari Fox News melaporkan. Rincian tentang kontak belum dipublikasikan kepada media.
Kapal selam yang hilang kontak pada 15 November 2017 membawa 44 awak kapal kapal. Sebanyak 13 negara terlibat dalam upaya pencarian dan penyelamatan.
Menurut Fox, kontak yang dilaporkan lainnya ternyata tidak terbukti. Kontak tersebut hanya diidentifikasi sebagai kapal nelayan yang tenggelam.
Sementara itu, Argentina telah mencopot kepala Angkatan Lautnya menyusul insiden kapal yang hilang tersebut.
Pencopotan Laksamana Angkatan Laut Marcelo Eduardo Hipólito Srur adalah tindakan disipliner pertama yang dilakukan pemerintahan Presiden Mauricio Macri sejak kontak hilang dengan ARA San Juan pada 15 November 2017, seperti dikutip dari Reuters.
“Diputuskan untuk memindahkannya,” kata seorang juru bicara pemerintah.
Keluarga anggota kru mengkritik pemerintah Macri karena tidak secara jelas berkomunikasi dengan mereka. Pemerintah juga dinilai tidak maksimal melakukan usaha penyelamatan.
Angkatan laut mengatakan pada 27 November 2017 bahwa air yang masuk ke snorkel kapal selam menyebabkan baterai kapal mengalami hubungan arus pendek sebelum hilang. Angkatan laut sebelumnya mengatakan bahwa organisasi internasional mendeteksi adanya suara yang dikhawatirkan bersumber dari ledakan kapal selam.
Harapan untuk menemukan korban dalam keadaan selamat telah diabaikan pada 30 November 2017. Angkatan laut mengatakan bahwa mereka sudah mencari selama dua kali lipat dari batas waktu suplai oksigen bagi kapal selam. Walau demikian, pencarian internasional untuk kapal selam masih terus berlangsung. (waa)