Sebagai bagian dari rencana ambisius untuk menjadi pemimpin dunia dalam teknologi tinggi, Tiongkok merayu orang berbakat dari luar negeri, baik etnis Tionghoa maupun orang asing, untuk membantu negara tersebut mendapatkan keuntungan.
Dikenal sebagai Thousand Talents Plan, rezim Tiongkok mengenalkan program tersebut pada bulan Desember 2008 untuk secara agresif merekrut pekerja yang menjanjikan di bidang sains dan teknologi. Banyak bagian-bagian rezim Tiongkok dilibatkan, termasuk Departemen Organisasi Pusat, Departemen Pekerjaan Sentral Bersatu, Kementerian Luar Negeri, Kantor Urusan Luar Negeri Tiongkok, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (CAS), menurut situs web resmi program tersebut.
Lebih dari 7.000 pakar, professional asing dan Tionghoa papan atas, dan para pengusaha yang belajar atau tinggal di luar negeri telah kembali ke Tiongkok di bawah program tersebut, melaporkan situs ini pada bulan November 2017, dengan sebagian besar dari universitas terkemuka, lembaga penelitian, dan perusahaan internasional di seluruh dunia. Program tersebut memiliki enam pemenang Hadiah Nobel di antara para pesertanya.
Jika orang berbakat terbaik Tionghoa kembali ke Tiongkok, mereka menerima paket satu kali satu juta yuan ($151.140), dan dijamin bekerja dengan posisi kepemimpinan atau profesional di universitas, lembaga penelitian, atau perusahaan milik negara, untuk memberi gelar.
Pasangan mereka juga ditawarkan pekerjaan, dan anak-anak mereka dijamin masuk ke sekolah lokal. Untuk profesional muda di bawah usia 40 tahun, mereka akan diberi sejumlah uang sebesar 500.000 yuan ($75,560), di samping subsidi penelitian mulai dari 1 sampai 3 juta yuan ($154.140 sampai $453.450).
Program ini juga menargetkan para ahli non Tionghoa, yang menerima, selain gaji mereka, satu juta yuan dalam subsidi penelitian dan tambahan 3-5 juta yuan ($453,450-$ 755.400) diberikan melalui perusahaan. Mereka diharuskan bekerja lebih dari sembilan bulan per tahun di Tiongkok selama tiga tahun berturut-turut.
Upaya rekrutmen telah menggunakan nama yang berbeda dan dipimpin oleh berbagai organisasi selama bertahun-tahun. Misalnya, Thousand Talents Plan telah diantisipasi pada tahun 1994 oleh Hundred Talents Plan, yang dilakukan pada tahun 1994 oleh Chinese Academy of Sciences (CAS).
Pada akhir tahun 2000-an, paket yang ditawarkannya mencapai diatas dua juta yuan untuk masing-masing dari sekitar 100 kandidat yang direkrut setiap tahunnya. Menurut mesin pencari Baidu terbesar di Tiongkok, program Hundred Talents berhasil merekrut sekitar 1.200 individu pada tahun 2009, dan 29 di antaranya dinominasikan menjadi akademisi di CAS.
Bintang Asing dan Cinta Tanah Air
Program Thousand Talents telah merekrut beberapa bintang asing dari luar negeri. Lee Chang-hee, seorang profesor Korea Selatan yang saat ini memimpin Liangjiang International College of Chongqing University of Science and Technology Tiongkok adalah mantan CTO (chief technology officer) perusahaan serat optik Novera Optics Korea dan profesor di Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), yang berperingkat tinggi untuk inovasi. Dia adalah seorang peneliti terkenal dalam sistem komunikasi optik dan telah menulis lebih dari 400 makalah akademis dan mendaftarkan lebih dari 130 hak paten. Dia dinobatkan sebagai anggota Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) Amerika Serikat.
Menurut sebuah laporan 2 Agustus oleh portal berita Tiongkok Sina, Lee menerima pembayaran satu kali satu juta yuan dan 8 juta yuan ($1,210,720) untuk subsidi penelitian. Selain gajinya, ia akan menerima uang saku tiga tahun berturut-turut, jumlah yang tidak melebihi 60 persen dari gajinya, dan manfaat istimewa lainnya di perumahan, perawatan medis, asuransi, pajak, dan perlakuan istimewa dalam membebaskan bea cukai saat bepergian.
Banyak profesor Tionghoa di Amerika Serikat telah kembali ke Tiongkok berdasarkan program Thousand Talents. Misalnya, Deng Weiwei, seorang profesor dengan gelar Ph.D dari Universitas Yale, yang karir akademisnya termasuk lima tahun sebagai asisten profesor di University of Central Florida (2010-2015) dan dua tahun sebagai professor teknik mesin di Virginia Tech (2015 sampai 2017), kembali ke Tiongkok pada bulan April. Dia sejak itu menjabat sebagai profesor di Departemen Mekanika dan Teknik Ruang Angkasa di Southern University of Science and Technology (SUSTech) Tiongkok, sebuah sekolah umum di bawah pemerintahan propinsi Guangdong.
Meskipun tidak diketahui secara pasti berapa banyak gaji dan tunjangan yang diterima Deng di bawah program ini, keinginannya untuk bekerja di Tiongkok sangat keras dan jelas. Menurut situs rekrutmen program tersebut, Deng mengatakan bahwa dia dengan cemas mengikuti berita dari luar negeri mengenai media sosial Tiongkok daratan untuk menyaksikan peluncuran Tiangong-2 yang sukses, sebuah stasiun luar angkasa Tiongkok, pada 15 September 2016.
“Saya khawatir akan terlambat jika saya tidak segera kembali ke Tiongkok. Saya tidak mau di sela-sela melihat perkembangan ibu pertiwiku,” kata Deng, menurut situs rekrutmen tersebut.
Di situs SUSTech, Deng menulis bahwa dia tidak betah di Amerika Serikat, dan hanya di Tiongkok dia merasa bahwa “dia bisa terbang di langit yang tak terbatas.”
Inisiatif Individu
Upaya rekrutmen tidak terbatas pada pemerintah pusat dan lembaga negara. Propinsi, kota, dan universitas semua memiliki program rekrutmen mereka sendiri untuk menghasilkan bakat luar negeri, yang menarik sentimen nasionalistik untuk merayu mereka agar membantu negara tersebut maju.
Menurut situs berita berbahasa Inggris yang berbasis di Beijing Sino-US.com dan situs web pemerintah propinsi Zhejiang, Cui Ping, mantan kepala Institut Teknologi Industri Ningbo (sebuah lembaga penelitian di Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok) mengadakan banyak pekerjaan di luar negeri untuk merekrut bakat Tiongkok, termasuk dua pameran di Silicon Valley pada bulan Desember 2013. Cu berhasil merekrut lebih dari dua ratus orang untuk bekerja di institut Ningbo tersebut.
Pada 17 Oktober, surat kabar negara China Daily melaporkan bahwa Universitas Wuhan, yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan Tiongkok, mengirimkan sebuah delegasi yang dipimpin oleh presiden universitas tersebut, ke sebuah acara rekrutmen di University of California, Berkeley.
Banyak pengusaha Tionghoa yang sukses yang kembali ke Tiongkok sendiri sejak saat itu diberi posisi sebagai konsultan khusus di bawah program Thousand Talents tersebut, sehingga mereka dapat membantu merekrut lebih banyak orang berbakat pulang ke rumah. Salah satu contoh yang terkenal adalah Robin Li, yang kembali ke Tiongkok pada akhir tahun 1999 setelah karirnya yang sukses di Amerika Serikat mengembangkan program untuk Wall Street Journal dan bekerja sebagai insinyur staf untuk Infoseek, perusahaan mesin pencari.
Pada tahun 2000, Li mendirikan mesin pencari Baidu di Tiongkok. Dia kemudian berhasil merekrut Xu Wei, yang meninggalkan posisinya sebagai ilmuwan senior di Facebook untuk bergabung dengan Baidu Institute of Deep Learning, sebuah laboratorium penelitian kecerdasan buatan, pada tahun 2013, menurut Baidu. Pada tahun yang sama, usaha perekrutan Li juga membawa Wu Ren, yang meninggalkan pekerjaannya di AMD (Advanced Micro Devices), sebuah perusahaan semikonduktor Amerika, sebagai arsitek perangkat lunak utama dari arsitektur sistem yang heterogen.
Tiongkok berencana untuk menjadi pemimpin dunia dalam kedua kapasitas semikonduktor untuk memproduksi microchip lanjutan dan teknologi AI. Sementara Tiongkok masih memiliki jalan panjang untuk mengembangkan industri semikonduktornya, saat ini berada di urutan kedua di belakang Amerika Serikat dalam jumlah perusahaan AI. (ran)
ErabaruNews