Epochtimes.id- Presiden Filiphina Rodrigo Duterte pada Selasa (5/12/2017) resmi menandatangani proklamasi yang mengumumkan Partai Komunis Filipina – Tentara Rakyat Baru atau Communist Party of the Philippines – New People’s Army (CPP-NPA) sebagai organisasi teroris.
Deklarasi tersebut menandai sebuah perubahan besar dalam hubungan pemerintah Filiphina dengan pemimpin yang sulit diajak berdialog dan pasukan kiri bersenjata.
Juru Bicara Kepresidenan, Harry Roque Jr. mengatakan Duterte menandatangani proklamasi yang mengumumkan CPP-NPA sebagai organisasi teror dengan menggunakan Undang-Undang Penegakan Pencegahan Terorisme di negara tersebut sebagai landasan.
Jubir Kepresidenan mengatakan, setelah penandatanganan proklamasi tersebut, Kementerian Eksekutif Salvador Medialdea, dalam sebuah memorandum, memerintahkan Kementerian Kehakiman Vitaliano Aguirre mengajukan petisi ke pengadilan.
Nantinya, di Pengadilan untuk mengklasifikasikan CPP-NPA sebagai kelompok teroris, sesuai dengan ketentuan UU di negara tesebut yang menetapkan tindakan yang didefinisikan sebagai terorisme.
Juru bicara kepresidenan tersebut menambahkan bahwa petisi tersebut diajukan ke pengadilan dikarenakan “mengingat tindakan kekerasan CPP-NPA yang menabur dan menciptakan kondisi ketakutan dan kepanikan yang meluas dan luar biasa di antara masyarakat.”
Penasihat Presiden untuk Proses Perdamaian, Yesus Dureza menjelaskan bahwa setelah dikeluarkannya proklamasi eksekutif, langkah selanjutnya adalah agar Departemen of Justice (DOJ) mengajukan ke pengadilan “larangan” kepada CPP-NPA sebagai kelompok teror berdasarkan UU di negara tersebut.
Roque menjelaskan bahwa DOJ harus meminta persetujuan dari pengadilan ketika menyatakan CPP-NPA sebagai teroris karena tindakan eksekutif dinilai masih tidak cukup.
“Mereka (CPP-NPA) telah diproklamirkan oleh Presiden dan itu sudah berlaku, tentu saja, kita tak berbicara damai dengan teroris sekarang,” katanya.
“Tapi untuk keperluan UU, Pengadilan harus memutuskan bahwa berdasarkan petisi pemerintah bahwa CPP-NPA sebenarnya adalah organisasi teroris,” tambahnya.
Proses pengadilan akan memberi kesempatan kepada CPP-NPA untuk didengar pendapatnya.
Presiden Filiphina pada November lalu mengakhiri pembicaraan dengan Front Demokratik Nasional Filipina (NDFP) di tengah serangan pemberontakan yang terus berlanjut terhadap militer.
Duterte juga baru-baru ini memerintahkan konsultan NDFP yang dibebaskan secara kondisional sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam perundingan perdamaian untuk “menyerah atau menghadapi tindakan hukuman.”
Ada harapan tinggi ketika Duterte berkuasa bahwa perdamaian akhirnya bisa dicapai antara pemerintah dan komunis setelah lima dekade pemberontakan.
Tapi harapan semacam itu pupus setelah Presiden memutuskan untuk membatalkan perundingan karena pembangkangan yang terus dilakukan oleh gerilyawan komunis. (asr)
Sumber : news.abs-cbn.com