oleh Ren Baiming
Setiap orang senang melihat wajah, mata dan gerakan anak kecil karena mereka masih sangat murni. Seperti apa dunia di mata mereka ? Bagaimana mereka menilai hal-hal melalui kenaifan mereka?
Dalam sebuah artikel di British Nature Series diberitakan tentang sebuah eksperimen menarik yang dilakukan oleh Mr. Han Lin dan koleganya dari Universitas Yale. Mereka mengadakan eksperimen menggunakan bayi-bayi berumur 6-10 bulan. Dalam eksperimen tersebut, semua bayi didudukkan dalam jangkauan orangtuanya, namun semua orangtua tidak diperbolehkan melakukan reaksi gerakan apapun.
Dalam percobaan pertama, Han Lin menunjukkan kepada bayi-bayi tersebut sebuah patung kayu. Patung kayu itu didemonstrasikan mendaki sebuah gunung. Gerakan memanjat dilakukan berulang kali sehingga para bayi mengerti tujuan dari sang pendaki gunung.
Kemudian datang dua pendaki lain, yang satu berusaha membantu mendorong dia ke puncak, yang satunya lagi dengan kejam berusaha mendorongnya jatuh.
Setelah pertunjukkan tersebut, para bayi dipersilakan untuk mendekati dan memilih satu diantara dua pendaki yang tiba belakangan tersebut.
Hampir 80% bayi berusaha menyentuh pendaki gunung yang membantu mendorong pendaki gunung sebelumnya. Peneliti berkata bahwa ini merupakan tanda bahwa bayi menunjukkan apresiasi atas perbuatan baiknya.
Apa yang dilihat oleh para bayi? Mengapa mereka menunjukkan apresiasi kepada orang baik ? Ini sungguh-sungguh menunjukkan dorongan moral manusia yang paling primitif (awal).
Mungkin kenaifan anak-anak menuntun mereka untuk melihat sebuah dunia nyata yang jauh berbeda daripada dunia duniawi ini. Dalam komunitas orang Xiulian (orang yang berkultivasi), dikenal terdapat dua materi berbeda dalam dimensi lain, yakni Akhlak dan Karma Buruk (substansi hitam), dan kedua materi ini dapat naik atau turun tergantung pada perilaku manusia.
Kelakuan manusia yang tak bermoral secara nyata meningkatkan karma buruk (substansi hitam). Sementara moralitas manusia yang tinggi meningkatkan akhlak (substansi putih).
Studi menunjukkan bahwa anak kecil dibawah usia 6 tahun lebih sedikit terkontaminasi oleh komunitas manusia dan dapat mempertahankan kenaifan bawaan lahir mereka, sehingga mereka dapat melihat apa yang orang biasa tak dapat lihat.
Contohnya saat anak-anak mengambil mainan, warna dan kilauan mempengaruhi pemilihan mereka. Apa yang membantu anak-anak untuk membuat pilihan kepada aura putih dan aura karma hitam?
Selanjutnya, para peneliti mengambil pendaki gunung pertama, mendekatkan dia kepada dua pendaki dibelakangnya (yang mendorong naik dan mendorong jatuh). Saat pendaki gunung pertama mendekati pendaki gunung yang mendorongnya jatuh, para bayi menunjukkan ekspresi kaget.
Tentu saja, karena saat seseorang mendekat kepada seorang yang mempunyai karma buruk (niat jahat), orang tersebut dapat terkontaminasi. Bayi-bayi itu terkejut melihat hal tersebut.
Peneliti juga melakukan percobaan melakukan manusia. Dua orang, satu orang baik dan satu orang jahat, didudukkan di “Zona abu-abu”. Para bayi dipersilakan merangkak menuju mereka. Ternyata para bayi mendekat kepada orang baik.
Para ilmuwan berusaha mencari penjelasan pada situasi ini dengan meneliti logika pada bayi melakukan cara yang rumit. Mereka tidak menyadari bahwa para bayi ini hanya menggunakan mata kebijakan mereka yang masih murni untuk melihat benda-benda, termasuk manusia, dan hanya ada satu prinsip yang berlaku: Siapapun yang bercahaya lebih terang dan lebih putih dalam dimensi lain, itulah yang akan mereka pilih. Mereka memiliki kemampuan tersebut.
Dalam pandangan mata bayi, dunia adalah sebuah tempat yang sederhana. Yang karma dan substansi hitamnya lebih buruk adalah orang jahat tersebut, dan ini adalah kebenaran universal.
Tak ada yang dapat ditutupi dan semuanya terlihat jelas oleh mata nak kecil. Sayangnya, setelah sang anak tumbuh besar, mereka memperoleh “konsep pengetahuan” dalam masyarakat manusia biasa, menjadi dewasa dan kompleks, kehilangan pengelihatan murni tersebut. Semuanya menjadi kabur dan mereka tak dapat lagi membedakan antara baik dan buruk, benar dan salah.
Saat standar moral manusia merosot, manusia dapat melakukan perbuatan buruk dan menemukan alasan pembenaran diri sendiri.
Banyak orang hanya mengutamakan kepentingan dirinya dan keluarganya, dan tak peduli apabila dalam memperjuangkan kepentingannya tersebut, dirinya merugikan orang lain, menambah substansi karma hitam pada tubuhnya.
Dibandingkan dengan bayi, siapa yang lebih pintar dan siapa yang lebih bodoh?
(chris/asr)
Sumber : Pureinsight